Anda di halaman 1dari 7

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelenggara_Jaminan_Sosial - mwnavigationhttp://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelenggara_Jaminan_Sosial p-search


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba. Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT. Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial ketenaga kerjaan PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.[1]Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.[2] Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di Jakarta, dan bisa memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor cabang di tingkat kabupaten kota.

Daftar isi [sembunyikan]

1 Kepesertaan Wajib 2 Dasar hukum 3 Sejarah pembentukan 4 Besaran iuran 5 Proses transformasi 6 Referensi 7 Pranala luar

Kepesertaan Wajib[sunting | sunting sumber]


Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS.
[3]

Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran. Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan. Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri

Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi.[4]

Dasar hukum[sunting | sunting sumber]


1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52.

Sejarah pembentukan[sunting | sunting sumber]


Sejumlah fraksi di DPR dan pemerintah menginginkan agar BPJS II (BPJS Ketenagakerjaan) bisa beroperasi selambat-lambatnya dilakukan 2016. Sebagian menginginkan 2014. Akhirnya disepakati jalan tengah, BPJS II berlaku mulai Juli 2015. Rancangan Undang-undang tentang BPJS pun akhirnya disahkan di DPR pada 28 Oktober 2011.
[5]

Menteri Keuangan (saat itu) Agus Martowardojo mengatakan, pengelolaan dana sosial pada kedua BPJS tetap perlu memerhatikan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, pemerintah mengusulkan dibuat katup pengaman jika terjadi krisis keuangan maupun kondisi tertentu yang memberatkan kondisi perekonomian.[6]

Besaran iuran[sunting | sunting sumber]


Di tahap awal program BPJS kesehatan, pemerintah akan menggelontorkan dana Rp 15,9 triliun dari APBN untuk menyubsidi asuransi kesehatan 86 juta warga miskin.[7] Pada September 2012, pemerintah menyebutkan besaran iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp22 ribu per orang per bulan. Setiap peserta BPJS nanti harus membayar iuran tersebut, kecuali warga miskin yang akan ditanggung oleh pemerinta.[8]. Namun pada Maret 2013, Kementerian Keuangan dikabarkan memotong besaran iuran BPJS menjadi Rp15,500, dengan alasan mempertimbangkan kondisi fiskal negara.[9] Pemangkasan anggaran iuran BPJS itu mendapat protes dari pemerintah DKI Jakarta. DKI Jakarta menganggap iuran Rp15 ribu per bulan per orang tidak cukup untuk membiayai pengobatan warga miskin. Apalagi DKI Jakarta sempat mengalami kekisruhan saat melaksanakan program Kartu Jakarta Sehat. DKI menginginkan agar iuran BPJS dinaikkan menjadi Rp23 ribu rupiah per orang per bulan.[10] Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Zaenal Abidin menilai bahwa iuran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp15.500 yang akan dibayarkan pemerintah itu belumlah angka yang ideal untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang layak. IDI telah mengkaji besaran iuran yang ideal berdasarkan pengalaman praktis dari PT Askes, dimana untuk golongan satu sebesar Rp38.000. [11] Sementara itu kalangan anggota DPR mendesak pemerintah agar menaikkan pagu iuran BPJS menjadi sekitar Rp 27 ribu per orang per bulan.
[12]

Direktur Konsultan Jaminan Sosial Martabat Dr. Asih Eka Putri, menilai bahwa rumusan iuran JKN belum mampu menyertakan prinsip gotong-royong dan keadilan. Formula iuran juga belum mampu mengoptimalkan mobilisasi dana publik untuk penguatan sistem kesehatan, khususnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan perorangan. _[13]

Proses transformasi[sunting | sunting sumber]


Kementerian Sosial mengklaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang berlaku pada awal 2014 akan menjadi program jaminan sosial terbaik dan terbesar di Asia. [14] Namun pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional oleh BPJS pada 2014 diperkirakan terkendala persiapan dan infrastruktur. Misalnya, jumlah kamar rumah sakit kelas III yang masih kurang 123 ribu unit. Jumlah kamar rumah sakit kelas III saat ini tidak bisa menampung 29 juta orang miskin. Kalangan DPR menilai BPJS Kesehatan belum siap beroperasi pada 2014 mendatang.[15]

Ketika BPJS Dipersoalkan


Kamis, 6 Februari 2014 12:43 WIB

Kartu BPJS

Oleh : Masdarsada. Penulis adalah peneliti senior di Forum Dialog (Fordial), Jakarta dan Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi (LAPD), Jakarta. TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan baru berjalan satu bulan ternyata tidak mendemonstrasikan kehebatan pelayanan tetapi sebaliknya menggambarkan kekurangsiapan dari apa yang disebut BPJS Kesehatan tersebut, karena banyaknya masyarakat yang dikecewakan dengan sistem asuransi yang baru tersebut. Sementara itu, karena masalah kesehatan saangat erat keterkaitanya dengan hidup seseorang, sehingga kekacauan penggunaan BPJS Kesehatan bagi masyarakat yang sedang sakit sungguh patut disesalkan. Kekacauan pelayanan kesehatan satu bulan setelah dinyatakan BPJS Kesehatan berlaku mudah-mudahan hanya karena kurangnya persiapan dari sistem tersebut, tetapi bukan karena BPJS Kesehatan ternyata

menggunakan sistem asuransi yang buruk, yang sama sekali tidak bisa dibanggakan, bahkan secara politis perlu DPR mempermasalahkannya. Informasi yang berkembang dalam pemberitaan media massa yang dapat menjadi ilustrasi dari kegagalan bulan pertama BPJS Kesehatan adalah penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memuculkan sejumlah persoalan kontroversial.Tak hanya rakyat biasa, purnawirawan tentara juga menjadi korban buruknya pelayanan BPJS. Bahkan, seorang purnawirawan TNI berpangkat mayor jenderal dilaporkan ditolak berobat di sebuah rumah sakit karena Askes yang menjadi jaminan selama ini sudah tidak berlaku lagi. Fenomena ini membuat purnawirawan tentara mempertanyakan janji presiden. Mantan Ketua Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) Letnan Jenderal TNI (Purn), Junianto Haroen melaporkan, beberapa purnawirawan dan prajurit marah dan mengeluhkan pemberlakuan BPJS. Saat general check up dulu, menggunakan Askes (didapatkan pelayanan) VIP, mantap sekali pelayanannya. Tapi begitu saya akan menindaklanjuti hasil check up sesuai rekomendasi para dokter, Askes ditolak. Terus kalau periksa dan konsultasi harus bayar. Untuk obat bayar sangat mahal. Ini pemerintahan kita sudah kacau, katanya mengutip pernyataan seorang mantan pejabat berbintang dua yang mengeluh kepadanya. Junianto mempertanyakan tujuan BPJS supaya mendapatkan pelayanan gratis, sesuai pengumuman presiden pada sidang kabinet di Bogor 31 Desember 2013 lalu. Ia berharap para penjabat negara segera turun melihat fakta di lapangan. Mereka bisa langsung mencoba melakukan general check up kesehatan. Kami ingin pejabat mau melihat sesuatunya secara faktual, tuturnya. Sebelumnya beberapa pejabat tinggi juga melaporkan hilangnya Jaminan Kesehatan Paripurna akibat diberlakukannya BPJS. Kalau pejabat yang koruptor pasti nggak pernah pakai jaminan kesehatan tersebut. Tapi kalau pejabat yang bersih bagaimana nasibnya? tanya seorang mantan menteri.

Keluhan buruknya pelayanan BPJS juga disampaikan rakyat dari berbagai daerah. BPJS ini mulai terlihat menyusahkan rakyat karena pelayanannya kurang bagus di lapangan. Bahkan, obat-obatan yang selama ini ditanggung Askes malah sekarang tidak ditanggung lagi, kata Niko Beni, peserta BPJS di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia menyebutkan, semangat dari BPJS yang dilahirkan DPR bertujuan membantu masyarakat, ternyata jauh dari harapan. Sejumlah persoalan mulai muncul di permukaan karena tidak sejalan dengan regulasi yang ada. Saat mengantar istri berobat di RS Wahidin Sudirohusodo, untuk menebus obat di apotek yang biasa selama ini ditanggung Askes, faktanya tidak dikasih dengan alasan tidak lagi ditanggung kalau peserta BPJS. Parahnya, petugas apotek menyuruh saya membeli obat di luar rumah sakit tersebut, ia mengungkapkan. Saharuddin, peserta Jamkesmas, mengaku pihak rumah sakit kebingungan melayani peserta BPJS.Padahal, berdasarkan aturan peserta Jamkesmas harusnya menjadi perhatian karena pesertanya adalah orang miskin. Namun, fakta di lapangan berkata lain, BPJS lebih didahulukuan. Di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), jumlah warga yang mendaftar sebagai peserta BPJS hingga Selasa baru 90 orang.Warga yang mendaftar itu adalah masyarakat yang sebelumnya tidak terdaftar sebagai peserta Jamkesmas. Peserta Jamkesnas dan Jamkesda didaftar pemerintah karena pemerintah yang akan membayar premi mereka. Kalau mereka daftar sendiri ke BPJS harus bayar premi sendiri, kata Kepala BPJS Cabang Kupang Frans Pareira di Kupang. Dari Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah dilaporkan, meskipun sudah mendapatkan sosialisasi, masyarakat masih bingung dengan pelayanan BPJS Kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pulang Pisau Muliyanto Budjihardjo mengatakan, beberapa bulan terakhir sudah melaksanakan sosialisasi di internal kantornya tentang program BPJS Kesehatan.

Masih ada daerah yang belum mendapatkan sosialisasi.Sebagian masyarakat masih bingung dengan namanya Program BPJS Kesehatan, ujarnya. Pemerintah Pulang Pisau menurutnya menyiapkan anggaran Rp 1,5 miliar dari APBD untuk membantu warga yang tidak mampu dan warga miskin. Camat Kecamatan Sebangau Kuala Kabupaten Pulang Pisau, menyampaikan, warganya sampai hari ini masih belum mengerti tentang jaminan Kesehatan yang akan dikelola BPJS. Di Manokwari, Papua Barat dilaporkan, hingga kini proses pelayanan BPJS belum berjalan dan sampai saat ini Jamkesmas masih berlaku. Hal ini juga berkat dukungan direktur rumah sakit daerah Kabupaten Manokwari, Dr firman yang menolak BPJS, demikian dikatakan Ketua DKR Papua Barat, Alexander Sitanala kepada SH, Selasa. Ia mengatakan, di Kota Sorong secara tidak langsung BPJS telah dijalankan. Semua pelayanan kesehatan yang tadinya gratis sekarang sudah tidak lagi. Keluarga-keluarga pasien disuruh membeli obat di apotek. Keluarga pasien mulai emosi dan marah karena tidak tahu tentang program BPJS, tiba-tiba sekarang disuruh bayar. Padahal, rakyat tidak punya uang, katanya. Pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang seluasluasnya kepada masyarakat telah mengembangkan konsep pelayanan kesehatan melalui sistem Posyandu sebuah institusi didalam masyarakat yang berfungsi menampung anggota masyarakat yang tiba-tiba jatuh sakit dan memerlukan bantuan kesehatan. Konsep yang kedua adalah membangun Puskesmas, sebuah poliklinik yang di awasi oleh sejumlah dokter untuk melayani kebuhtuhan bantuan kesehatan bagi masyarakat. Nampak jelas konsep pelayanan kesehatan bagi masyarakat dimulai dengan memantapkan prasarana dan sarana kesehatan termasuk RS, Klinik dan dokternya dengan sistem pelayanan yang selektif. BPJS nampaknya sebuah konsep pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang diberlakukan tanpa menyiapkan terlebih dahulu prasarana da sarana yang diperlukan secara mantap. Sehingga menggerakkan kembali

Posyandu dan Puskesmas dengan pelayanan yang paripurna jauh lebih bermanfaat daripada BPJS Kesehatan. Diakui atau tidak, BPJS nampaknya terlalu besar ide dan gagasannya, lupa memperhitungkan prasarana dan sarana kesehatan termasuk jumlah dokter yang tersedia, sehingga jumlah pengguna BPJS meledak laksana air bah dengan jumlah prasaraaan dan sarana kesehatan yang belum bertambah secara signifikan. Jika tidak segera dilakukan pembenahan, BPJS dapat menjadi kenangan yang membanggakan dari pemerintahan saat ini, tetapi juga dapat menjadi beban masalah atau bom waktu bagi pemerintah baru hasil Pemilu 2014.

Anda mungkin juga menyukai