Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN

: IDENTIFIKASI RHODAMIN B DALAM MINUMAN TIDAK BERMEREK YANG BEREDAR DI KOTA MAKASSAR

NAMA MAHASISWA

: SANDY TUMARI

NOMOR INDUK MAHASISWA : 10.005 AF PEMBIMBING PERTAMA PEMBIMBING KEDUA : DR. RONNY HORAX.,S.Si.,M.Sc : RUSMIN RIVAI.,S.Si,.M.Si,.Apt

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi di masyarakat saat ini mengidentifikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat dalam mengolah bahan makanan yang dikonsumsi. Industri makanan dan minuman sebagai pelaku penyedia produk makanan dan minuman seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya berorientasi mengejar keuntungan dalam menyediakan berbagai produk makanan dan minuman sehingga hal itu membuka peluang terjadinya penyalahgunaan bahan tambahan makanan (BTM) dalam pengolahan bahan makanan untuk masyarakat diantaranya seperti kasus penggunaan berbagai bahan

tambahan makanan dan minuman yang seharusnya tidak layak dikonsumsi. Minuman-minuman yang banyak dijual di pinggir jalan tanpa merek dagang, umumnya ditambahkan zat pewarna untuk lebih menarik perhatian pembeli terutama anak-anak usia sekolah. Penggunaan zat pewarna sudah diatur dalam Permenkes RI No.722/MenKes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Namun sebagian penjual makanan dan minuman, sering menyalahgunakan bahan pewarna terutama bahan pewarna yang dilarang ditambahkan pada minuman yang dijualnya. Salah satu warna yang banyak digunakan adalah merah dan Rhodamin B, pewarna tekstil dan tidak boleh digunakan untuk makanan dan minuman, oleh sebagian penyedia produk makanan dan minuman menggunakannya sebagai pewarna merah (Yuliarti, 2007). Padahal, penggunaan pewarna jenis ini dilarang keras, karena bisa menimbulkan gangguan fungsi hati maupun kanker Berdasarkan uraian di atas, maka akan dilakukan penelitian yaitu identifikasi Rhodamin B dalam minuman tidak bermerek yang dijual di pinggir jalan secara kromatografi lapis tipis. Dipilihnya penelitian ini karena kebanyakan penggemar dari minuman sirup tersebut adalah anak-anak, apalagi minuman ini tersedia dalam kemasan yang lebih praktis dan harganya yang terjangkau oleh masyarakat luas.

B.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang timbul yaitu apakah terdapat Rhodamin B dalam minuman sirup yang tidak bermerek yang dijual di pinggir jalan, terutama di sekitar sekolah-sekolah ?

C.

Tujuan Penelitian Untuk mengetahui kemungkinan adanya Rhodamin B yang terkandung didalam minuman sirup yang tidak bermerek yang dijual di pinggir jalan.

D.

Manfaat penelitian Untuk memberikan informasi tentang kemungkinan adanya

Rhodamin B yang ditambahkan pada minuman yang tidak bermerek yang dijual di pinggir jalan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Makanan dan Minuman Jajanan Makanan dan minuman merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan dan minuman yang kita butuhkan tidak hanya untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik saja, namun makanan dan minuman dapat pula membahayakan kesehatan manusia, karena dapat berperan sebagai perantara berbagai penyakit. Makanan yang kita konsumsi selain makanan pokok ada juga makanan jajanan. Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang diolah dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat yang keramaian umum lain yang langsung dikonsumsi tanpa pengolahan dan persiapan lebih lanjut. Makanan dan minuman jajanan ini memiliki bentuk, cita rasa yang berbeda dan warna yang mencolok yang dapat menarik perhatian dan mempengaruhi anakanak. B. Bahan Tambahan Makanan Bahan tambahan makanan (BTM) atau bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai bahan makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang umumnya ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi

pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2009). Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan BTP menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis.

Banyaknya BTP dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian BTP yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2009). Berdasarkan Peraturan MenKes RI No.722/MenKes/Per/IX/1988, BTP terdiri dari bahan tambahan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang digunakan dalam makanan. Tujuan penggunaan BTP adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi, kualitas, atau penampilan fisik pangan. Salah satu BTP yang dijual untuk

mempengaruhi penampilan fisik dari pangan terutama pangan siap saji adalah pewarna. Salah satu pewarna yang banyak di pakai adalah warna merah. C. ZAT PEWARNA Zat pewarna adalah BTP yang ditambahkan sehingga dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dan minuman dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau memucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada makanan dan minuman yang tidak berwarna agar kelihatannya lebih menarik.

1) Macam-Macam Zat Pewarna Secara garis besar, berdasarkan sumbernya ada dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan BTP yaitu : 1. Pewarna Alami Pewarna alami merupakan warna yang diperoleh dari bahan alami, baik nabati, hewani ataupun mineral. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak daripada zat pewarna sintesis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna sintesis. Beberapa pewarna alami yang telah banyak dikenal masyarakat misalnya adalah daun suji untuk membuat warna hijau, kunyit untuk warna kuning, daun jati untuk warna merah, dan gula merah untuk warna coklat. Zat pewarna alami ini lebih aman digunakan sebagai pewarna makanan daripada zat pewarna sintetis. Pewarna alami yang sering digunakan pada makanan adalah sebagi berikut : a. Antosianin, pewarna ini memberikan pengaruh warna oranye, merah, dan biru. Warna ini secara alami terdapat pada buah anggur, strawberry, apel. b. Karotenoid, dapat memberikan warna kuning, merah dan oranye.

c. Klorofil, zat warna hijau yang terdapat dalam daun, permukaan batang tanaman, dan kulit buah-buahan. d. Caramel, adalah cairan atau serbuk berwarna coklat gelap yang diperoleh dari pemanasan karbohidrat secara terkontrol yaitu dektrosa, laktosa. e. Kurkumin, merupakan zat warna alami yang diperoleh dari tanaman kunyit. Tabel 2.1 Sifat Sifat Bahan Pewarna Alami Kelompok Karamel Flavonoid Leucoantho sianin Tiannin Warna Cokelat Tanpa kuning Tidak berwarna Tidak berwarna Kuning merah Kuning hitam Kuning Tanpa kuning merah Hijau, Cokelat Sumber Gula dipanaskan tanaman Kelarutan Air Air Stabilitas Stabil Stabil terhadap panas Stabil terhadap panas Stabil terhadap panas Sensitif terhadap panas Stabil terhadap panas Stabil terhadap panas Stabil terhadap panas Sensitif terhadap

tanaman

air

tanaman

air

Batalain

tanaman Tanaman batreria lumut tanaman Tanaman / hewan tanaman

air

Quinon

air

Xanthon

air

Karatenoid Klorofil

lipidia Lipidia dan air

Heme

Merah, cokelat

hewan

air

panas Sensitif terhadap panas

2. Pewarna Buatan (Sintesis) Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Karakteristik dari zat pewarna sintesis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut. Proses pembuatan zat warna sintesis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Secara lebih khusus, pewarna sintetik masih dibagi menjadi dua macam yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat warna yang larut dalam air sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan, biasanya diperjual-belikan dalam bentuk granula (butiran), cairan, campuran warna dan pasta. Dyes umumnya disalahgunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti dan kue, produk-produk susu, kulit sosis dan lain-lain. Zat warna ini stabil untuk berbagai macam penggunaan dalam bahan pangan.

Sedangkan lakes adalah zat pewarna yang dibuat melalui proses pengendapan dan absorpsi dari penyerapan dyes pada bahan dasar. Produk-produk makanan yang kadar airnya terlalu rendah untuk dapat melarutkan dyes biasanya menyalahgunakan lakes sebagai pewarna, misalnya campuran adonan kue, cake dan donat. Dibandingkan dengan dyes, maka lakes pada umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia dan panas sehingga harga lakes umumnya lebih mahal daripada harga dyes. Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintesis yang Diizinkan untuk Makanan di Indonesia Pewarna No Indeks warna (C.I.No.) 16185 42090 45430 44090 73015 73015 16255 74005 15980 19140
9

Amaran Biru berlian Eritrosin Hijau FCF Hijau S Indigotin Ponceau 4R Kuning Kuning Kuinelin Kuning FCF Riboflavina

Amaranth: CI Food Red 9 Briliant blue FCF : CI Food red 2 Eritrosin : CI Food red 14 fast Green FCF : CI Food Green 3 Green S : CI. Food Green 4 Indigotin : CI.Food Blur I Ponceau 4R : CI Food red 7 Quineline yellow CI. Food yellow 13 Sunset yellow

Batas Maksimum Penggunaan Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya Secukupnya

Secukupnya

Tartrazine

FCF CI. Food yellow 3 Riboflavina Tartrazine Sumber : Peraturan Menkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang untuk Makanan di Indonesia Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I.No.) Citrus red No.2 Ponceau 3 R Ponceau SX Rhodamine B Guinea Green B Magenta Chrysoidine Butter Yellow Sudan I Methanil Yellow Auramine Oil Oranges SS Oil Oranges XO Oil Yellow AB Oil Yellow OB (Red G) (Food Red No. 1) (Food Red No. 5) (Acid Green No. 3) (Basic Violet No. 14) (Basic Orange No. 2) (Solvent yellow No. 2 ) (Food Yellow No. 2) (Food Yellow No. 14) (Ext. D & C Yellow No.1) (Basic Yellow No. 2) (Solvent Oranges No. 7) (Solvent Oranges No. 5) (Solvent Oranges No. 6) Sumber: Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 Dari berbagai jenis pewarna tekstil yang disalahgunakan sebagai pewarna makanan dan minuman, yang paling banyak digunakan adalah Rhodamin B dan Metanyl Yellow, padahal keduanya dapat mengakibatkan 12156 16155 14700 45170 42085 42510 11270 11020 12055 13065 41000 12100 12140 11380 11390

10

ganguan kesehatan yang mungkin baru muncul bertahun-tahun setelah kita mengonsumsinya. 3. Rhodamin B Rhodamin B dalam dunia perdagangan sering dikenal dengan nama tetra ethyl rhodamin, rheonine B, D dan Red no.19, C,I, Basic violet10, C.I. No.45170. Zat warna sintesis ini berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam larutan berwarna merah terang berpendar. Pewarna ini sebenarnya adalah pewarna untuk kertas, tekstil, dan reagensia untuk pengujian antimony, cobalt, dan bismut. Penggunaan Rhodamin B pada makanan minuman dalam waktu yang lama akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B tersebut masuk melalui makanan dan minuman maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah ataupun merah muda. Jangankan lewat makanan, menghirup Rhodamin B dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula apabila zat kimia ini mengenai kulit maka kulit pun akan mengalami iritasi. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata.

11

D. Kromatografi Untuk Identifikasi Pewarna Kromatografi adalah metode pemisahan fisik suatu campuran zatzat kimia yang berdasar pada perbedaan migrasi dari masing-masing komponen campuran yang terpisah dari fase diam dibawah pengaruh pergerakan fase gerak. a. Kromatografi kertas Untuk mengetahui jenis zat pewarna umumnya digunakan metode Kromatografi Kertas. Prinsip kerjanya adalah kromatografi kertas dengan larutan pengembang (eluen). Setelah zat pewarna diteteskan diujung kertas rembesan (elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewarna yang larut dalam air (zat pewarna makanan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil. Setelah zat pewarna yang diidentifikasi telah diketahui, maka dapat

disimpulkan jenis zat warna yang digunakan pada makanan tersebut b. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) KLT ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri dari bahan yang berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler

(pengembangan).

12

c.

Deteksi Bercak Untuk melihat senyawa berwarna pada lempeng, biasanya digunakan metode sebagai berikut : 1. Melihat kromatogram di bawah sinar ultraviolet (254 atau 366 nm) 2. Menyemprot dengan pereaksi yang menghasilkan warna dan atau berfluoresensi, metode yang sering digunakan adalah metode deteksi dengan senyawa yang mempunyai aktifitas fisiologi tertentu. d. Nilai Rf Perbandingan kecepatan bergerak komponen terlarut pada fase gerak (pelarut) adalah merupakan dasar untuk mengidentifikasi komponen yang dipisahkan, perbandingan kecepatan ini dinyatakan dengan Rf (Rate of Flow), dengan persamaan : Jarak yang ditempuh senyawa terlarut Rf = Jarak yang ditempuh pelarut Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah : a. Ukuran partikel dari zat penyerap b. Derajat keaktifan zat penyerap c. Kemurnian pelarut d. Kejenuhan chamber

13

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey lapangan dengan identifikasi keberadaan pewarna sintetik (Rhodamin B) melalui laboratorium. B. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Akademi Farmasi Yamasi Makassar pada bulan April - Mei 2013. B. Alat dan Bahan 1. Alat-alat yang digunakan a. Lampu UV 254 nm b. Lempeng silica gel c. Benang wol berlemak 2. Bahan yang digunakan a. Eluen NaCl 2 % dalam methanol 50 % b. Baku pembanding Rhodamin B C. Pengambilan Sampel Sampel yang akan dianalisis adalah tiga minuman yang tidak bermerek yang beredar di pinggir jalan sekitar sekolah-sekolah yang berbeda di kota Makassar.

14

D. Prosedur Kerja Analisa Kualitatif Identifikasi zat pewarna sintetis pada analisa kualitatif dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis. Prinsip Prinsip identifikasi (BTP) adalah zat warna dalam contoh minuman diserap oleh benang wool dalam suasana asam dengan pemanasan kemudian dilanjutkan dengan pelarutan benang wol yang telah berwarna, lalu di KLT dan dibandingkan antara nilai Rf sampel dengan nilai Rf standar. 1. Persiapan benang wol bebas lemak Benang wol berlemak harus dibebas lemakkan dengan cara benang wol di rendam dengan eter atau dilakukan pencucian 2 sampai 3 kali dengan eter. 2. Larutan Sampel 10 ml sampel cair dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml, kemudian sampel diasamkan dengan menambahkan 10 ml asam asetat, dan dicukupkan volumenya hingga 100 ml, kemudian benang wol bebas lemak dimasukkan dan direndam kedalam sampel tersebut, lalu dipanaskan diatas nyala api kecil selama 30 menit sambil diaduk. Benang wol dicuci dengan air dan dibilas dengan aqua destilata. Pewarna dilarutkan dari benang wol dengan penambahan 25 ml ammonia 10 %, kemudian benang wol

15

dipanaskan sampai tertarik pada benang wol (luntur). Kemudian benang wol dibuang, dan larutan diuapkan diatas waterbath sampai kering. Sisa kering yang diperoleh lalu ditambahkan beberapa tetes methanol untuk melarutkan kembali, lalu ditotolkan pada lempeng KLT silica gel. 3. Larutan Baku Pewarna Rhodamin B yang telah disiapkan ditimbang seksama 10 mg, kemudian dilarutkan dalam 10 ml HCl 0,1 N dan dicukupkan volumenya hingga 100 ml. 4. Uji Penegasan Larutan sampel dan larutan pewarna Rhodamin B tersebut ditotolkan secara bersama pada kertas kromatografi, kemudian dielusi dengan eluen NaCl 2 % dalam methanol 50 %. Kertas kromatografi dibiarkan mengering, kemudian noda yang dihasilkan diamati di bawah sinar UV 254 nm, lalu dibandingkan antara nilai Rf sampel dengan nilai Rf standar dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing noda tersebut dan membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak gerak zat pelarut. Dari hasil nilai Rf dikumpulkan dan dilakukan pengolahan data.

16

DARTAR PUSTAKA Cahyadi, W. 2009, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta Khomsan, A. 2003, Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta Yuliarti, N. 2007, Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta Purba, R. 2009, Analisis Zat Pewarna Pada Minuman Sirup yang Dijual di SD Kel. Lubuk Pakam III Kec. Lubuk Pakam, Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Departemen Perindustrian RI. 1992. Cara Uji Pewarna Tambahan Makanan. SNI 01-2895-1992. Jakarta. Prasanti, S. 2008, Analisis Pewarna Rhodamin B Dalam Lipstik yang Beredar Di Makassar. Stahl, E. 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Watson, G. 2009, Analisis Farmasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai