Anda di halaman 1dari 2

Sindrom Steven Johnson

Sindrom akibat reaksi alergi tipe II yang terdiri atas trias yakni adanya kelainan kulit, kelainan selaput lender dan kelainan pada mata disertai gelaja umum yang berat.

Etiologi sindrom Steven Johnson adalah alergi obat (50%), analgetik/antipiretik sebesar 45 %, karbamazepin sebesar 20 %, jamu 13,3 % sedangkan obat obat lain adalah amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson, dan zat adiktif. Selain itu infeksi seperti S.pneumonia dan virus, dan lain- lain. Faktor Ri siko Sindrom Steven Johnson (SJS) Faktor risiko terjadinya sindrom Steven Johnson adalah mengidap HIV, adanya HLA B-1502 yang berkaitan terhadap karbamazepin, dan HLA B-5801 yang berkaitan dengan allopurinol. Patofisiologi Sindrom Steven Johnson (SJS) Sindrom Steven Johnson merupakan reaksi hipersensitifitas tipe 4 yaitu cell mediated cytotoxic CD8+ reaction. Karbamazepin atau obat-obat lain akan difagosit oleh APC, Antigen Presenting Cell, lalu APC akan dipresentasikan ke sel Th1 yang akan merangsang proliferasi dan sensitisasi Th1. Sel Th1 akan melepaskan sitokin dankemokin (IFN, IL3, GM-CSF, TNF yang akan mengaktifkan CD8+. CD8+ akan menyebabkan apoptosis keratinosit sehingga taut antar sel hilang lalu timbullah bulla. Apoptosis keratinosit juga akan mengeluarkan C3a dan C5a sehingga melepaskan histamin dan vasoaktif yang menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat akibatnya cairan keluar dari pembuluh darah dan menyebabkan munculnya bulla. 4.2 .4 Gejala Sindrom Steven Johnson (SJS) Gejala sindrom steven johnson muncul 8 minggu ( biasanya 4 30 hari) setelah terpapar dengan obat. Gejala nonspesifiknya adalah demam, sakit kepala, rinitis, mialgia yang terjadi 1- 3 hari sebelum muncul lesi mukokutaneus. Lesi pada kulit pada tahap awal adalah di wajah, tungkai atas, dan bagian tubuh atas yang simetris, dimana lesi menyebar dengan cepat dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Lesi awal berupa eritema, makula purpura, iregular dan akan mengalami koalesen menjadi eritema yang difus. Lesi selanjutnya adalah flaccid blisters akibat lepasnya epidermis. Selain itu, terdapat trias gejala sindrom steven johnson yaitu kelainan pada kulit, selaput lendir, dan mata. Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, bula bahkan purpura. Kelainan biasanya bersifat menyeluruh. Sifat dari eritema yakni berbentuk cincin (tengahnya lebih gelap) biasanya berwarna ungu. Kelainan selaput lendir yang paling sering adalah di mukosa (lapisan tipis) mulut (100%), kemudian di alat genital (kemaluan) (50%) sedangkan di lubang hidung atau anus jarang (8% dan 5%). Kelainan ini dapat berupa vesikel ataupun bula yang cepat sekali memecah sehingga terjadi erosi (kerusakan kulit yang dangkal) dan ekskoriasi (lecet/kerusakan kulit yang dalam) dan krusta yang hitam. Kelainan pada mata merupakan 80% di antara semua kasus. Dimana yang paling sering adalah konjungtivitis (radang pada konjungtiva)

Diagnosa dan pemeriksaan Sindrom Steven Johnson (SJS) Diagnosa SJS berdasarkan anamnese. Biasanya, penyakit dimulai dengan infeksi saluran pernafasan atas yang tidak spesifik dengan adanya gejala-gejala prodromal, adanya lesi seperti yang telah dijelaskan pada gejala SJS yang nonpruritik, adanya demam yang bisa memperparah gejala, adanya disuria dan sulit buang air kecil, dan adanya riwayat SJS atau eritema multiformis sebelumnya. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan yaitu dengan mengamati lesi yang terdapat pada mukosa dan kulit. Pemeriksaan laboratorium yang paling baik adalah dengan biopsi kulit. Dari pemeriksaan CBC bisa dijumpai jumlah leukosit yang normal atau leukositosis yang nonspesifik. Adanya peningkatan leukosit dapat mengindikasikan adanya infeksi pada lesi. Kultur darah dan kulit tidak digunakan lagi karena tingginya insidensi terjadinya sepsis. Pemeriksaan fungsi ginjal dan pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan elektrolit mungkin dibutuhkan dalam manajemen cairan. Selain itu, kecepatan pernafasan dan oksigenasi darah juga perlu untuk dimonitor. Pemeriksaan bronkoskopi, esofagogastroduodenoskopi, dan kolonoskopi dilakukan jika ada indikasi. Penatalaksanaan Sindrom Steven Johnson (SJS) Penataksanaan yang paling penting adalah menghentikan obat yang menyebabkan SJS. Selanjutnya akan diberi pengobatan simptomatik yaitu mulai dengan penggantian cairan dan elektrolit, gizi, mengurangi resiko infeksi dengan perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal, dimana bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi, tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit, terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari. Menjaga suhu ruangan 28 30 0C dan pada mata dapat kita berikan air mata buatan dan vitamin A. Penatalaksanaan khusus adalah dengan memberikan kortikosteroid, beberapa studi menyatakan bahwa kortikosteroid efektif pada tahap awal dari SJS akan tetapi penggunaan kortikosteroid yang lama akan menyebabkan SJS itu sendiri dan menurunkan fungsi imun. Oleh karena itu, pemakaian kortikosteroid masih kontroversi. Siklosporin, penggunaan ini disukung oleh adanya beberapa penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan siklosporin dengan dosis 34mg/kg/hari dalam jangka pendek menghasilkan hasil yang baik. IVIG, intravenous immunoglobulin secara teoritis baik digunakan dalam 24 72 jam dari awal munculnya bulla. Penggunaan IVIG harus hati-hati pada pasien dengan defisiensi IgA. Penggunaan IVIG juga masih menuai kontroversi. Komplikasi dan Prognosis Sindrom Steven Johnson (SJS) Komplikasi SJS yang paling sering adalah sepsis. Pada bagian oftalmologi adalah ulserasi kornea, fibrosis, entropion, symblepharon, uveitis anterior, panophthalmitis, dan kebutaan. Pada gastrointestinal adalah esofageal striktur. Pada genitourinari adalah nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, jaringan parut penis, vagina stenosis, dan dipareuni. Pada paru adalah tracheobronchial penumpahan dengan kegagalan pernapasan resultan dan striktur bronkus. Pada kulit adalah jaringan parut dan deformitas kosmetik, kambuh infeksi melalui penyembuhan lambat ulserasi, hipopigmentasi dan hiperpigmentasi. Pada kuku adalah distrofi kuku, pigmentasi kuku, dan anonikia.

Anda mungkin juga menyukai