Anda di halaman 1dari 10

MODEL PEOPLE CENTERED ECOLOGICAL CITY

(Suatu Kajian tentang Masalah Sosial Budaya dan Perencanaan Kota


dalam Kerangka Pembangunan Berkelanjutan)

Wahyuni Zahrah


Abstract: Since cities are the concentration of people, there will be the
concentration of problems too. The most problems must be solved based on
existing social problems such as poverty, criminality, lack of educated people, etc.
It becomes such dilemmas where the balancing among economy, ecology, and
social matter mandated by sustainable development is not implemented well in
urban development and planning. An approach to make urban space being
institution and place to maintain quality of life of citizens in term of sustainable
development is the model of people-centered ecological city. The important
process of such concept is improving urban environment to achieve good quality
of life of people. One indicator for the achievement is the deep attention of socio-
culture needs in urban space, based on urban and environmental planning.

Keywords: sustainable urban and environmental planning, citizens, quality of life

PENDAHULUAN

Penetrasi teknologi dari negara maju
ke negara berkembang telah menciptakan
suatu efek yang naif: gamang dalam
menetapkan arah dan indikator kemajuan.
Demikian juga yang terjadi pada kota-kota di
Indonesia. Struktur fisik kotabangunan
jalan raya yang sangat tergantung pada
teknologi Barat diadopsi secara tidak cerdas,
tanpa mengaitkan dengan konteks kekhasan
regional: iklim dan budaya.
Bangunan dan rencana kota yang tidak
tanggap terhadap iklim tropis, misalnya,
menghasilkan kota yang panas, miskin hijauan
untuk peneduh dan udara segar, kekurangan
shelter-shelter yang bisa dijadikan berteduh
saat hujan. Kota acapkali ditangkap telah
mencapai kemajuan ketika diisi oleh mall,
pusat bisnis, bangunan-bangunan dalam skala
gigantis, untuk sebagian saja warga kota yang
berpenghasilan cukup. Ruang terbuka hijau
digantikan oleh bangunan beton berkepadatan
tinggi. Tidak perduli apakah tersedia juga
ruang untuk anak-anak bermain, untuk
keluarga menikmati alam, untuk komunitas
melakukan kontak sosial, untuk warga berjalan
dan beraktivitas secara nyaman. Berapa
banyak penduduk miskin di kota yang tempat
bermukimnya tidak sehat, sementara akses ke
pelayanan publik juga tidak terjangkau secara
merata. Ketika warga kota berusaha survive
karena tidak memiliki akses di bidang ekonomi
formal, bahkan kota menafikan peran sektor
informal dalam peningkatan kesejahteraan
warga. Kota yang mestinya menjadi tempat di
mana peradaban berkembang dan menyentuh
segala lapisan manusia, akhirnya terjebak
dalam target-target materialis yang semakin
jauh dari peningkatan kualitas hidup secara
adil.
Kekhawatiran tentang bagaimana kota
justru menjadi tempat di mana manusia tidak
dimanusiakan bermula pada awal revolusi
industri di Inggris dan kota-kota lain di Eropa.
Ketika mesin memungkinkan peningkatan
yang pesat untuk kapasitas produksi, pada saat
yang bersamaan terjadi konsentrasi manusia
yang tinggi di kota terutama untuk mengisi
sektor industri. Populasi kota meningkat secara
cepat, termasuk oleh proses migrasi tenaga
kerja dari daerah rural. Tetapi buruh pabrik
ditempatkan secara tidak layak di sekitar
komplek industri, sehingga kota berkembang
menjadi area kumuh. Keadaan ini akhirnya
menimbulkan fenomena suburban, di mana
warga ekonomi menengah atas meninggalkan
pusat kota untuk mencari tempat tinggal yang
lebih nyaman di pinggiran kota (J acobs 1961).
Lewis Mumford dalam The Culture of
Cities (1938) mengungkapkan bahwa kota
merupakan titik di mana terjadi konsentrasi
maksimum bagi power dan culture suatu
komunitas.(Wheeler 2004: 16) Artinya,
manusia merupakan key point yang menjadi
identitas suatu kota. Kemajuan manusia adalah

32
Wahyuni Zahrah adalah Dosen Teknik Arsitektur USU
Zahrah, Model People Centered
kemajuan peradaban. Dan peradaban tidak
hanya ditandai oleh artefak, tetapi oleh
penghargaan yang semestinya bagi manusia itu
sendiri.
Maka ketika kota modern
menunjukkan ketidakseimbangan
pembangunan antara ekonomi, sosial budaya,
dan ekologi, telah terjadi krisis peradaban
dalam pembangunan kota. Untuk itu berbagai
pendekatan pembangunan dan perencanaan
kota yang berorientasi kepada kualitas kehidu-
pan manusia, yang secara proporsional meng-
akomodasi kepentingan sosial budaya sejalan
dengan tujuan-tujuan ekonomi dan pelestarian
ekologi, mendesak untuk dilakukan. Artinya,
kualitas peradaban manusia sangat tergantung
dari bagaimana pembangunan dan perencanaan
kota dilaksanakan.

PEMBAHASAN

Isu Sosial Budaya dalam Perencanaan dan
Pembangunan Kota
Masalah-masalah yang terjadi diper-
kotaan, utamanya kota-kota di dunia ketiga,
terutama disebabkan oleh masalah-masalah
sosial budaya, yaitu segala sesuatu yang
menyangkut kehidupan manusia.
Masalah sosial budaya yang kerap muncul
di Indonesia antara lain:
1. Pengangguran
Migrasi tenaga kerja tidak terdidik keper-
kotaan lebih besar jumlahnya ketimbang
tenaga kerja terdidik. Golongan tenaga
kerja seperti ini tidak mampu bersaing
pada sektor-sektor ekonomi formal. Di
pihak lain, krisis ekonomi dan instabilitas
politik menyebabkan lesunya iklim
investasi. Akibatnya, bahkan tenaga kerja
terdidik pun tidak dapat terserap oleh
minimnya lapangan kerja yang tersedia.
2. Kemiskinan
Tidak seimbangnya jumlah tenaga kerja
dan lapangan kerja yang tersedia,
mengakibatkan rendahnya kesempatan
kerja. Pendapatan yang diperoleh sebagian
warga kota yang mengandalkan sektor
informal sebagian besar tidak mampu
mengangkat derajat ekonomi yang layak
untuk mereka memenuhi kebutuhan dasar:
sandang-pangan-perumahan-pendidikan.
Akibatnya, kemiskinan adalah salah satu
masalah besar yang dihadapi oleh banyak
kota di Indonesia yang mengakibatkan
pula berbagai masalah sosial lainnya.
3. Kriminalitas dan rawan konflik
Merupakan salah satu efek dari tingginya
angka pengangguran, rendahnya
pendapatan, serta kesenjangan ekonomi
yang tinggi di perkotaan adalah tingginya
juga kriminalitas, yang sering
dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi. Di
samping itu, kota di Indonesia juga rawan
konflik oleh kesenjangan, perebutan lahan
pendapatan, sampai kecemburuan etnis.
4. Kesenjangan ekonomi dan aksesibilitas
pelayanan publik
Yang paling menonjol adalah kesenjangan
ekonomi, di mana terdapat perbedaan
ekstrim kelas sosial ekonomi di perkotaan.
Kesenjangan ekonomi ini menyebabkan
pula kesenjangan dalam aksesiblitas
pelayanan publik. Sarana pelayanan umum
yang tersedia di perkotaanlistrik, air,
pelayanan sampahhampir tidak ada yang
gratis di perkotaan. Hal inilah salah satu
penyebab mengapa kaum miskin kota
lebih banyak tinggal di tepi sungai,
terutama untuk kebutuhan air dan sarana
MCK yang dapat diperoleh secara cuma-
cuma dari air sungai.
5. Perumahan
J eleknya kualitas perumahan merupakan
akibat lain dari rendahnya pendapatan.
Masalahnya selain kuantitas menyangkut
juga sanitasi yang jelek, sehingga akan
berpengaruh pula terhadap kualitas
kesehatan warga. Perkampungan kumuh
yang umum terjadi di kota besar
merupakan salah satu upaya warga miskin
kota untuk survive di perkotaan, yang
secara fisiklingkungankesehatan jauh
dari standar hdup layak.
6. Good governance dan partisipasi publik
Masa orde baru di Indonesia ditandai oleh
pemerintahan desentralisasi yang rawan
penyimpangan, terutama korupsi dan
rendahnya kualitas pelayanan. Akibatnya,
keputusan-keputusan yang menyangkut
kepentingan publik diputuskan tanpa
partisipasi publik, sehingga kepentingan
publik tidak terakomodasi secara baik dan
adil dalam pembangunan dan rencana
kota.

Berbagai masalah tersebut berpangkal
pada pendidikan. Rendahnya pendidikan
mengakibatkan rendahnya kualitas sumber
daya manusia. Akibatnya, masyarakat di dunia
ketiga tidak mampu bersaing dalam kegiatan

33
Jurnal Wawasan, Oktober 2005, Volume 11, Nomor 2
ekonomi, utamanya di perkotaan. Di sisi lain,
kehidupan pertanian juga sudah tidak mampu
lagi menjamin kesejahteraan akibat
meningkatnya populasi penduduk, sementara
lahan pertanian semakin berkurang dan
teknologi pertanian tidak berkembang baik.
Akibatnya, migrasi penduduk ke perkotaan
lebih banyak dilakukan oleh mereka yang tidak
berpendidikan, sehingga tidak mampu bersaing
di sektor ekonomi formal. Rendahnya
pendapatan membawa akibat tidak
terpenuhinya kebutuhan dasargizi, sandang,
perumahan, pendidikan, dsb.
Masalah-masalah sosial budaya yang
terjadi di perkotaan akan membawa pula
masalah-masalah yang menyangkut kualitas
lingkungan kota. Sebagai contoh, daerah
kumuh kota memberi peran dalam pencemaran
air sungai, sektor informal kota yang tidak
terakomodasi dengan baik menyebabkan
semrawutnya ruang-ruang kota dan kemacetan
lalu lintas terutama di ruas jalan sekitar pasar
tradisional, di mana pedagang memakai badan
jalan dan trotoar untuk area dagangnya.
Rendahnya pendidikan dan tingkat pendapatan
juga berpengaruh kepada kesadaran akan
pemeliharaan lingkungan. Hal ini ditambah
pula oleh penegakan hukum yang lemah.
Kesemuanya itu menjadikan satu masalah
yang kompleks.
Ketika pemerintah kota tidak
menitikberatkan pembangunan kota pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia di
perkotaan dan lebih mementingkan kemajuan
fisik belaka, berbagai masalah sosial budaya
akan terus menjadi masalah berkepanjangan
dan menjadi beban kota. Keadaan ini sangat
jauh dari kerangka pembangunan
berkelanjutan yang sering hanya menjadi
jargon belaka untuk kota-kota di Indonesia.

Perencanaan Kota dalam Kerangka
Pembangunan Berkelanjutan untuk
Kualitas Sosial Budaya Manusia
Menempatkan manusia dan budayanya
secara layak dalam pembangunan merupakan
salah satu isu penting dalam pembangunan
berkelanjutan. Dalam The Istambul
Declaration on Human Settlement (City
Summit) tahun 1996 di Istambul disebutkan:
... As human are at the centre of our
concern for sustainable development, they
are the basis for our actions as in
implementing the Habitat Agenda ... We
shall intensify our efforts to eradicate
poverty and discrimination, to promote
and protect all human rights and
fundamental freedoms for all, and to
provide for basic needs, such as
education, nutrition and life span health
care services, and especially, adequate
shelter for all. To this end, we commit
ourselves to improving the living
conditions in human settlements in ways
that are consonant with local need and
realities, and we acknowledge the need to
address the global, economic, social and
environmental trends to ensure the
creation of better living environments for
all people.

Dari pernyatan-pernyataan di atas,
beberapa dimensi sosial budaya yang menjadi
perhatian dalam pembangunan berkelanjutan
untuk mencapai lingkungan kehidupan yang
lebih baik bagi masyarakat adalah:
(1) Pengentasan kemisikinan dan
diskriminasi
(2) Hak asasi manusia
(3) Pemenuhan kebutuhan dasar
(4) Potensi budaya lokal

Dalam deklarasi tersebut jelas
diamanahkan bahwa kebutuhan sosial budaya
ekonomi, pendidikan, hak asasi, dan
kesetaraan harus diakomodasi dengan baik
dalam pembangunan kota. Bahkan keragaman
sosial budaya menjadi potensi yang dapat
dikembangkan. Adalah naif, ketika banyak
anggapan bahwa globalisasi berarti adopsi
bebas produk luar. Sementara kekayaan
budaya sendiri belum dioptimalisasi untuk
memperkaya pembangunan. Keragaman etnik
dan keragaman tingkat ekonomi seringkali
dianggap tidak berarti, sehingga yang
dibangun adalah supermal dan bukannya free
market untuk menampung ekonomi menengah
bawah. Di samping itu, kebudayaan, adat-
istiadat, tradisi masyarakat juga sering tidak
tertampung dalam rencana kota. Adalah satu
pemandangan lazim ketika badan jalan
digunakan untuk perhelatan karena tidak
disediakannya tempat yang cukup baik untuk
hal tersebut.
Pembangunan kota berkelanjutan
berwawasan lingkungan mestinya
melaksanakan program-program pembangunan
dalam kaitannya dengan kebutuhan sosial
budaya masyarakat. Salah satu instrumen
pembangunan kota adalah perencanaan kota, di

34
Zahrah, Model People Centered

35
mana ruang kota diatur dan dikelola untuk
menjamin kebutuhan sosial budaya warga kota
dapat terakomodasi dengan baik. Dalam kata
lain, keseluruhan rencana pembangunan kota
harus berpangkal pada satu sasaran: kualitas
kehidupan manusia. Pemikiran tentang kota
yang memberi tempat yang lebih nyaman bagi
manusia telah digagas lebih seratus rahun yang
lalu pada abad ke 19 oleh seorang ahli tata
kota Ebenezer Howard dalam bukunya Garden
City of Tomorrow (1898) dengan konsep Three
Magnet (lihat gambar). Howard memaparkan
bahwa human society and the beauty of
nature meant to be enjoyed together
(Wheeler 2004: 13). Bahwa kota merupakan
symbol of society a mutual help and
friendly cooperation, of fatherhood,
motherhood, brotherhood, sisterhood, of wide
relation between man and man ... of science,
art, culture, religion. Dengan mengawinkan
town dan country Howard memperkirakan
adanya suatu harapan baru dan peradaban baru
bagi kota-kota modern yang sudah semakin
sesak. (Wheeler 2004: 14).
Pemikiran Howard kemudian memberikan
inspirasi bagi banyak perencana kota
sesudahnya dan menghasilkan berbagai konsep
kota dengan berbagai terminologi: green city,
eco-city, sustainable city, new urbanism, dan
sebagainya. Konsep perencanaan ini kemudian
diperkuat dengan gagasan-gagasan
pembangunan berkelanjutan dari berbagai
sudut pandang. Keseluruhan konsep tersebut
berdasar pada sustainable development yang
menerapkan keseimbangan Three Es
environment, equity, economy.




Gambar 1. Model Three Magnet Ebenezer Howard yang mengawinkan kemajuan budaya kota
dengan
kekayaan alam desa untuk kualitas hidup manusia dan lingkungannya


Jurnal Wawasan, Oktober 2005, Volume 11, Nomor 2


Gambar 2. Tiga komponen perencanaan lingkungan untuk pembangunan kota berkelanjutan

Pada umumnya perencanaan kota
berkelanjutandengan berbagai variasi
terminologididasarkan pada perencanaan
lingkungan (environmental planning). Tujuan
utama perencanaan lingkungan adalah mening-
katkan dan melestarikan kualitas lingkungan
bagi kesejahteraan warga kota (Miller and
Groot, 1997:3). Harashima (1996: 14)
mengemukakan tiga komponen dalam perenca-
naan lingkungan yang terdiri dari (1)
Hardware, yaitu urban structure dan land use
yang merupakan komponen man made
environment dalam lingkungan; (2) Software,
yang terdiri dari social systems, regulation dan
laws; dan (3) Hardware, yang terdiri dari
environmental ethics and environmental
awareness.
Paling tidak terdapat beberapa alasan logis
mengapa meningkatkan kualitas lingkungan
kota merupakan suatu keharusan:
(1) Efisiensi dan produktivitas kota-kota
sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat secara
nasional. Kekuatan ekonomi kota akan
menghasilkan sumber daya yang
dibutuhkan oleh investasi pemerintah
maupun swasta dalam infrastruktur,
pendidikan, kesehatan, dan perbaikan
kualitas lingkungan hidup.
(2) Peningkatan pembangunan kota sejalan
dengan menurunnya kualitas lingkungan.
Hal ini akan berdampak pada kesehatan
manusia, yang akan mempengaruhi
pembangunan ekonomi. Pencemaran air
dan tanah, misalnya, menyebabkan
timbulnya extra-cost bagi industri,
perumahan dan pelayanan publik.
Penggunaan sumber daya alam yang tidak
efisien akan meningkatkan biaya produksi
dan operasional industri. Oleh karenanya,
arah perencanaan dan pembangunan kota
harus menyeimbangkan antara tekanan
pertumbuhan dan kebutuhan untuk
menjaga kualitas lingkungan.
(3) Beberapa pendapat menganggap bahwa
pelestarian lingkungan bukan merupakan
hal penting yang dapat meyelesaikan
masalah-masalah urbanisasi dan ekonomi
di perkotaan. Beberapa kota seolah-olah
telah berhasil menerapkan keseimbangan
dengan pembangunan yang efektif bagi
kondisi lingkungannya. Namun banyak
kota-kota lainnya gagal menyelaraskan
kebutuhan akan keberlanjutan lingkungan

36
Zahrah, Model People Centered
yang berdampak pada kerusakan
lingkungan dan kemunduran ekonomi.
Dalam environmental planning
terdapat beberapa langkah yang harus
dilakukan, yaitu:
(1) Identifikasi dan penyusunan prioritas isu-
isu lingkungan dan membentuk
stakeholder;
(2) Formulasi strategi-strategi pengelolaan
lingkungan kota;
(3) Formulasi dan implemensi action plan
lingkungan;
(4) Membentuk institusi bagi pengelolaan
lingkungan kota (www.gdrc.org).

Dari keempat langkah di atas, pada
poin (1) jelas dibutuhkannya partisipasi publik
dengan membentuk stakeholder. J ika
stakeholder yang terbentuk merupakan
representasi masyarakat, maka kebutuhan
sosial budaya masyarakat dapat terakomodasi
dengan baik.
Namun partisipasi yang efektif juga
merupakan satu kendala di Indonesia, di mana
pendidikan masyarakat masih sangat rendah.
Untuk menjamin aksesibilitas masyarakat yang
luas ke perencanaan kota dan lingkungan, hal
paling mendasar yang harus dilakukan adalah
edukasi publik. Dengan adanya pendidikan dan
sosialiasi masyarakat diharapkan dapat lebih
objektif dan dewasa dalam menentukan
kebutuhan-kebutuhannya sehingga memiliki
posisi tawar yang kuat dalam proses
perencanaan.
Beberapa kota di dunia seperti San
J ose California, Santa Monica California,
Austin Texas, California dan banyak kota
lainnya menerapkan rencana kota
berkelanjutan dengan program di beberapa
bidang, antara lain: kualitas udara,
keanekaragaman hayati, ruang terbuka hijau,
energi dan perubahan iklim, air bersih dan air
limbah, manjemen limbah, pangan dan
pertanian, kesehatan masyarakat,
pembangunan ekonomi, tata pemerintahan
yang baik, kesetaraan, informasi dan
pendidikan publik. Dalam sudut pandang
holistik, keseluruhan program-program terse-
but bertujuan untuk meningkatkan dan
menjaga kualitas hidup warga kota dengan
empat poin terakhir menekankan pada dimensi
sosial budaya masyarakat.


People Centered Ecological City: Prinsip dan
Studi Kasus
Model Ecological People Centered
City merupakan satu terjemahan dari konsep
pembangunan berkelanjutan di kawasan urban
yang diterapkan dalam pembangunan dan
perencanaan kota Curitiba, ibukota Parana,
Brazil. Prinsip dasarnya mengintegrasikan
perencanaan lingkungan dan perencanaan kota
dalam kerangka pembangunan berkelanjutan,
dengan fokus utama keberlanjutan lingkungan
dan pemeliharaan kualitas kehidupan warga
kota.
Kota penting dalam bidang pertanian
di Brazil ini memiliki penduduk 1.6 juta dan
luas wilayah 432 km persegi ini merupakan
satu kota dengan masalah sosial yang
umumnya juga terjadi di banyak negara dunia,
utamanya negara-negara berkembang.
Curitiba, sebagaimana Brazil dalam skala
nasional, harus tumbuh dalam kekuasaan
diktator militer, krisis ekonomi, banyaknya
kaum migran berpendidikan rendah. Curitiba
merupakan kota dengan pertumbuhan
penduduk yang tertinggi di Brazil, mencapai
5.7 % pertahun. Pertumbuhan penduduk yang
tidak terkontrol kemudian membangkitkan
kesadaran akan pentingnya suatu perencanaan
kota yang efektif dan dapat menjangkau
persoalan-persoalan seputar pelayanan publik,
perumahan dan sanitasi, sampai kepada
lingkungan dan transportasi.
Dalam menetapkan arah pembangunan
dan perencanan kota startegi yang diterapkan
adalah percepatan transisi menuju sustainable
community and societies dengan sasaran
menjamin kualitas kehidupan warga Curitiba.
Curitiba merupakan satu contoh peren-
canaan kota jangka panjang yang inovatif
dalam menciptakan kota menjadi tempat
tinggal yang baik dan menyenangkan, yang
kesemuanya itu tertuang dalam garis besar
Master Plan kota tahun 1965.
Berbagai aspek yang sangat beragam:
fisik lingkungan sosial- ekonomi budaya,
dalam perencanaan kota dilaksanakan secara
terintegrasi. Kebijakan tentang transportasi
massal yang menjangkau keseluruhan area
kota yang terintegrasi dengan rencana tata
guna lahan (land use), misalnya, berhasil
menghidupkan dan memperlancar aktivitas
ekonomi ke seluruh wilayah kota (dan dengan
demikian meningkatkan pendapatan kota),
mengendalikan pertumbuhan kota, mengurangi

37
Jurnal Wawasan, Oktober 2005, Volume 11, Nomor 2
polusi dan meningkatkan kualitas kehidupan
warga kota sekaligus.
Di samping rencana kunci berupa
integrasi transportasi dan tata guna lahan,
pembangunan kota Curitiba juga didukung
oleh program-program peningkatan
kesejahteraan sosial warga kota yang
terintegrasi dengan program-program
lingkungan, antara lain:
Program building capacity job line,
pendidikan kewirausahaan dan inkubator
bisnis untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan perluasan
kesempatan kerja telah menciptakan
15.000 lapangan kerja baru bagi 40.000
tenaga kerja yang belum memperoleh
pekerjaan
Dalam program green exchange dan
garbage not garbage pemerintah telah
berhasil mengikutsertakan partisipasi
masyarakat dalam pemeliharaan
lingkungan. Warga kota di area slum yang
tidak terjangkau kendaraan pengumpul
sampah, dapat menukar sampahnya
dengan tiket bus dan makanan di stasiun
pengumpulan yang ditentukan. Anak-anak
juga dapat menukar sampah-sampah
recycleable dengan mainan, alat tulis, atau
tiket pertunjukan. Hal ini juga merupakan
cara efektif dalam edukasi publik untuk
kesadaran lingkungan.
Program Garbage not garbage telah
mampu mendaur ulang 70 % sampah kota
oleh warga sendiri. Seminggu sekali,
sebuah truk mengumpulkan kertas, metal,
plastik, dan kaca yang telah disortir di
masing-masing rumah tangga. Daur ulang
kertas saja sebanding dengan
terselamatkannya 1200 pohon satu hari.
Selain itu, sebagaimana benefit
lingkungan, pendapatan hasil program
lingkungan disalurkan pada program
sosial, termasuk menggaji para tuna wisma
dan alkoholik di tempat persortiran
sampah (ICLEI 2005).

Program pendukung yang tak kalah
penting adalah upaya pemerintah dalam
mewujudkan tata pemerintahan yang baik,
transparansi dan partisipasi masyarakat. Sistem
transportasi, misalnya, telah mengalami
berkali-kali perbaikan sistem dengan adanya
berbagai complain, masukan, dan partisipasi
dari warga sampai penerapan busway sekarang
yang sudah mapan.
Masih dalam tujuan meningkatkan
kualitas kehidupan warga kota, secara fisik
perencanaan kota berorientasi kepada
kepentingan manusia akan ruang kota yang
sehat, nyaman, dan hidup (liveable city), yang
terintegrasi dengan program-program ling-
kungan. Pusat kota, misalnya, dijadikan bebas
kendaraan dan membuka akses yang seluasnya
bagi pejalan kaki (pedestrianisasi) dengan
aktivitas ekonomi yang hidup selama 24 jam.
Tampungan air pengendali banjir dijadikan
urban park. Ruang hijau ditingkatkan sampai
seluas 52 m
2
perpenduduk. Kemudian waktu
produktif dan kenyamanan semakin efektif
dengan adanya transportasi massal dengan
waktu tempuh yang pasti dan bebas macet.
Kebijakan transportasi ini juga berhasil
mengurangi ketergantungan warga kota pada
mobil pribadi. Membawa efek yang
menguntungkan bagi pengurangan polusi.
Keseluruhan program perencanaan
kota tersebut menjadikan Curitiba sebagai kota
yang secara lingkungan fisik sehat dan bersih,
dan secara sosial nyaman untuk beraktivitas
dan berinteraksi, sehingga mempererat
kesatuan warga.
Secara finansial, pembiayaan
perencanaan kota Curitiba sangat efisien dan
murah. Kebijakan busway dengan terminalnya
yang berfungsi sebagai surface subway telah
menghemat jutaan dolar dibanding jika sistem
yang digunakan adalah subway atau lightrail
(Horizon Solution Site 2005).
Model people centerede ecological
city yang diterapkan Curitiba ternyata juga
membawa efek ekonomi yang sangat luar
biasa. Ruang kota yang nyaman, hijau, sehat,
dan hidup di mana manusia ditempatkan secara
sangat layak, telah menarik banyak wisatawan
yang menghasilkan US $ 280 juta (lebih dari
2.6 trilyun rupiah dalam rate 9400/dolar AS),
4 % dari pendapatan kota. Pertumbuhan
ekonomi kota juga mencapai 7.1 %, jauh di
atas angka nasional Brazil yang hanya sekitar
4.1 % pertahun. Pendapatan perkapita warga
kota juga mencapai angka 66 % lebih tinggi
dari pendapatan Brazil dalam skala nasional.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa program
terintegrasi lingkungan-sosial-ekonomi telah
berhasil mengurangi kemiskinan, meningkat-
kan kesejahteraan ekonomi dan ketahanan
sosial yang sangat mengagumkan.
Beberapa faktor yang mendukung
perencanaan kota jangka panjang di kota
Curitiba terlaksana dengan baik adalah hal-hal

38
Zahrah, Model People Centered
yang menyangkut manajemen yang tangguh
dari pemerintah kota, termasuk political will
dan strong leadership pemimpin-pemimpin
kota. J aime Lerner, mantan Walikota Curitiba
yang kini menjadi Gubernur Parana, misalnya,
telah terlibat dalam Master Plan Curitiba
tahun 1965 sebagai arsitek. Ia kemudian
membentuk IPPUC (Urban Planning Institute
of Curitiba) yang menjamin terlaksananya
secara konsisten Master Plan kota. Lerner juga
menjabat sebagai Walikota Curitiba selama 3
periode dan menjadi presiden IPPUC selama
bertahun-tahun. Hal yang mirip juga
dilakukan, Cassio Tanaguchi, yang menjadi
senior official di IPPUC selama tujuh tahun.
Selain itu, dalam pelaksanaannya,
pemerintah kota memanfaatkan dengan baik
social capital yang ada. Aparat pemerintah
kota, IPPUC, dinas-sinas pemerintah, lembaga
riset, organisasi sosial, warga kota, Lembaga
Swadaya Masyarakat bahkan lembaga-
lembaga internasional semuanya terlibat dalam
pembangunan kota Curitiba.

Tantangan dan Harapan untuk Kota
Medan
Kota Medan, satu dari banyak kota di
Indonesia yang terlihat masih gamang dalam
menentukan arah kemajuan kota.
Pembangunan ekonomi yang sangat
digalakkan, misalnya, masih sebatas
peningkatan angka-angka dalam peningkatan
penyerapan tenaga kerja dan pendapatan kota,
belum menyeimbangkan aspek sosial,
ekonomi, dan ekologi dalam satu kerangka
kerja yang komprehensif dan integratif.
Kebanyakan program pembangunan
berorientasi kepada ekonomi, seperti terurai
dalam tabel berikut.


Dari segi sosial budaya, masalah yang
dihadapi kota Medan tidak jauh berbeda
dengan maslah-masalah sosial yang dihadapi
banyak kota di Indonesia, antara lain:
Rendahnya ekonomi masyarakat memberi
implikasi pada pemenuhan kebutuhan
dasar yang rendah, perumahan dengan
sanitasi yang jelek, sektor informal yang
meningkat secara tidak terkendali dan
tidak terakomodasi dalam ruang kota
Partisipasi publik yang belum secara utuh
menyentuh kepentingan publik.
Kebijakan-kebijakan kota lebih banyak
lahir dari keputusan sentral pemerintah
kota.
Penegakan hukum yang sangat lemah
memberi tempat bagi tumbuh suburnya
Target Kebijakan Masalah Implikasi
Ekonomi Land Use: Pusat Bisnis
di Pusat Kota
Arus lalu lintas
terkonsentrasi ke pusat
kota
- macet
- peningkatan polusi
- peningkatan ongkos kesehatan
- peningkatan waktu tempuh
- peningkatan konsumsi energi
- mengurangi waktu produktif
Ekonomi Transportasi angkutan
umum kapasitas kecil,
tidak ada Mass Rapid
Transportation
Tidak nyaman
Waktu tempuh tidak
menentu
- ketergantungan pada mobil pribadi
- pertumbuhan jumlah kendaraan tidak
sebanding dengan kapasitas jalan
- macet
- peningkatan polusi
- peningkatan ongkos kesehatan
- peningkatan waktu tempuh
- peningkatan konsumsi energi
- mengurangi waktu produktif
- stress
Ekonomi Perumahan Menengah
dan Mewah
Daya beli tidak
menjangkau
- perkampungan kumuh
- rendah akses ke pelayanan publik
Ekonomi Bangunan berkepadatan
tinggi
Ruang terbuka hijau
berkurang
- Filter debu, kebisingan, polutan, suplai
oksigen berkurang

Ekonomi Ruang Kota berorientasi
kendaraan
Tidak ada tempat yang
nyaman bagi manusia
- no healthy and comfortable space in
urban open space

39
Jurnal Wawasan, Oktober 2005, Volume 11, Nomor 2

40
premanisme yang menguasai berbagai
sektor kehidupan.
Ruang kota berorientasi kendaraan, tidak
memberi tempat yang nyaman untuk pe-
jalan kaki, ruang terbuka yang tidak me-
madai sebagai wadah aktivitas sosial
warga, sarana transportasi yang tidak
nyaman meningkatkan ketergantungan
pada kendaraan pribadi.


KESIMPULAN DAN SARAN

Belajar dari keberhasilan berbagai
kota di dunia dalam menerapkan konsep
perencanaan kota berkelanjutan untuk
meningkatkan kualitas hidup warga kota,
mestinya Medan juga berpedoman kepada hal
yang sama, sehingga pembangunan berke-
lanjutan berwawasan lingkungan yang selama
ini didengungkan dan tertulis dalam rencana
kota tidak sekedar lip service. Beberapa
rekomendasi yang dapat dilakukan antara lain:
Pemberdayaan sosial ekonomi warga
melalui program pelatihan ekonomi
(misalnya kewirausahaan) skala kecil dan
menengah yang secara fisik diakomodasi
dalam rencana kota untuk memperkuat
ketahanan ekonomi warga kota;
Edukasi publik untuk memperluas partisi-
pasi warga dalam setiap kegiatan pemba-
ngunan kota;
Mengakomodasi tradisi sosial budaya war-
ga kota yang beragam dalam perencanaan
kota dan event-event kebudayaan dan seni;
Satu yang menjadi kendala sekaligus po-
tensi adalah keberagaman etnis. Hal ini
mestinya dapat didekati dengan program
pembangunan partisipatif, sosialisasi, dan
edukasi publik tentang program
pembangunan yang akan dijalankan;
Perencanaan kota yang menjamin ke-
nyamanan warga kota dalam melakukan
berbagai aktivitas, termasuk kontak sosial
antarwarga dan kenyamanan
melaksanakan tradisi agama dan sosial
budaya, ruang kota yang hijau, nyaman
dan bebas polusi, prasarana publik yang
accessible untuk berbagi lapisan warga.

Berbagai program tersebut harus di-
dukung oleh penegakan hukum dan peraturan
perundangan yang tegas serta tata kepemerin-
tahan yang bersih efektif untuk meningkatkan
kepercayaan (akuntibilitas) publik. Selain itu,
untuk mewujudkan idealisme sustainable com-
munity beberapa hal mendasar yang perlu dila-
kukan:
Pendefinisian ulang makna pembangunan,
yang lebih mengarah ke konservasi ketim-
bang eksploitasi, yang menyeimbangkan
pembangunan fisik dan sumber daya
manusia, yang menempatkan economy,
ecology dan equity secara seimbang dalam
setiap kebijakan pembangunan kota;
Strong political will pemerintah kota untuk
mewujudkan secara utuh sustainable city;
Menjadikan environmental planning seba-
gai dasar perencanaan kota.

Zahrah, Model People Centered
DAFTAR PUSTAKA

Harashina, Sachihiko. 1996. "Environmental Planning on Urban Level". Discussion Paper 96-6.
Tokyo, Dept. of Social Engineering, Tokyo Institute of Technology.

Horizon Solution Site. Efficient Transportation for Successful Urban Planning in Curitiba.
http://www.solution-site.org/artman/publish/article_62.html, dibuka 4 April 2005.

ICLEI, Orienting Urban Planning to Sustainablity in Curitiba, Brazil.
http://www.iclei.org/localstrategies/summary/curitiba2.html, dibuka 4 April 2005.

J acobs, J ane. 1961. The Death and Life of Great American Cities. New York, Columbia
University Press.

Miller, Donald and Gert de Roo. 1997. Urban Environmental Planning. Avebury Publishers.

Urban Environmental Management, The Environmemntal Planning and Manjement Guidebook.
http://www.gdrc.org, dibuka 18 Mei 2005.

United Nation Organization. 1996. The Istambul Declaration on Human Settlements (City
Summit). http://www.un.org.

Wheeler, Stephen M, and Timothy Beattley (ed). 2004. The Sustainable Urban Development
Reader, New York, Routledge.

41

Anda mungkin juga menyukai