Anda di halaman 1dari 18

WILAYAH RAMAH ANAK

BAB I
WILAYAH RAMAH ANAK

Pernahkah
Anda
membayangkan
suatu wilayah (Kota/
Desa) yang
menyenangkan
buat anak-anak,
lengkap dengan
fasilitas bermain di
semua sudutnya? Mendiami wilayah semacam itu tentu
memungkinkan anak-anak menikmati masa kecilnya
dengan bermain dan bermain penuh keceriaan.
Wilayah ini pun harus terbebas dari polusi asap
kendaraan bermotor dan limbah rumah tangga serta
pabrik, hingga bocah-bocah cilik bisa menghirup udara
segar dan asyik berenang di sungai kota yang bersih.
Mereka juga tak usah takut oleh para pelaku kriminal
karena keamanan benar-benar terjaga terus-menerus
berkat kesigapan para aparat keamanan. Tidak hanya itu,
anak juga tidak dipandang sebagai sosok yang tidak tahu
apa-apa tentang wilyahnya. Mereka selalu dilibatkan
dalam berbagai keputusan penting yang menyangkut

Pengembangan Desa Ramah Anak 1


WILAYAH RAMAH ANAK

perencanaan wilayah. Akan tetapi mungkinkah wilayah


ideal semacam itu bisa terwujud?

A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini Kota Ramah Anak (KRA) atau
Desa Ramah (DRA) Anak menjadi bahasan yang
marak di perbincangkan. Pada forum-forum lokal,
nasional maupun internasional, Pembahasan tentang
Kota layak anak selalu menjadi topik yang hangat dan
menarik. Sesungguhnya apa dan bagaimana Kota/
Desa Ramah Anak itu.
Gagasan Kota Ramah Anak (KRA) diawali
dengan penelitian mengenai “Children’s Perception of
the Environment” oleh Kevin Lynch (arsitek dari
Massachusetts Institute of Technology) di 4 kota –
Melbourne, Warsawa, Salta, dan Mexico City – tahun
1971-1975. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
lingkungan kota yang terbaik untuk anak adalah yang
mempunyai komuniti yang kuat secara fisik dan
sosial; komuniti yang mempunyai aturan yang jelas
dan tegas; yang memberi kesempatan pada anak;
dan fasilitas pendidikan yang memberi kesempatan
anak untuk mempelajari dan menyelidiki lingkungan
dan dunia mereka. Penelitian tersebut dilakukan
dalam rangka program Growing Up In Cities (GUIC) –
tumbuh kembang di perkotaan – yang disponsori oleh
UNESCO. Salah satu tujuan GUIC adalah

Pengembangan Desa Ramah Anak 2


WILAYAH RAMAH ANAK

mendokumentasikan persepsi dan prioritas anak,


sebagai basis program peran serta, bagi perbaikan
kota. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan oleh
UNESCO dan MIT Press dengan judul “Growing Up In
Cities” 1977.
Pada perkembangan selanjutnya, Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Konvensi Hak Anak
pada tahun 1989, dengan memasukan salah satu
ketentuan mengenai hak anak untuk
mengekspresikan pendapatnya. Ini artinya anak
mempunyai suara, di samping prinsip lain seperti non-
diskriminasi; kepentingan terbaik untuk anak; dan hak
untuk hidup dan mengembangkan diri.
Pada KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992, para
kepala pemerintahan dari seluruh dunia menyepakati
prinsip-prinsip Agenda 21 yaitu Program Aksi untuk
Pembangunan Berkelanjutan. Bab 25 Agenda 21
menyatakan bahwa, anak dan remaja sebagai salah
satu Major Group – Kelompok Utama – yang dilibatkan
untuk melindungi lingkungan dan kegiatan
masyarakat yang sesuai dan berkelanjutan. Bab 28
Agenda 21 juga menjadi rujukan bahwa, remaja
berperan serta dalam pengelolaan lingkungan. Akan
tetapi yang paling mendesak adalah agar pemerintah
kota melibatkan warga dalam proses konsultasi untuk
mencapai konsensus pada “Agenda 21 Lokal,” dan
mendorong pemerintah kota menjamin bahwa anak,

Pengembangan Desa Ramah Anak 3


WILAYAH RAMAH ANAK

remaja, dan perempuan terlibat dalam proses


pembuatan keputusan, perencanaan, dan
pelaksanaan.
Setelah 25 tahun, hasil penelitian Kevin Lynch
ditinjau kembali, dan dilakukan penelitian serupa oleh
Dr Louise Chawla dari the Children and Environment
Program of the Norwegian Centre for Child Research -
Trondheim, Norwegia tahun 1994-1995. Penelitian
yang disponsori oleh UNESCO dan Child Watch
International, dilakukan di Buenos Aires dan Salta,
Argentina; Melbourne, Australia; Northampton,
Inggris; Bangalore, India; Trondheim, Norwegia;
Warsawa, Polandia; Johannesburg, Afrika Selatan; dan
Oaklands, California, Amerika Serikat. Hasil penelitian
ini menjadi indikator bagi UNICEF dalam mengawasi
pemenuhan hak anak di kota sebagai bagian dari
Child Friendly City Initiative untuk pemerintah kota.
Pada Konferensi Habitat II atau City Summit, di
Istanbul, Turki tahun 1996, perwakilan pemerintah
dari seluruh dunia bertemu dan menandatangani
Agenda Habitat, yakni sebuah Program Aksi untuk
Membuat Permukiman lebih nyaman untuk ditempati
dan berkelanjutan. Paragraf 13 dari pembukaan
Agenda Habitat, secara khusus menegaskan bahwa
anak dan remaja harus mempunyai tempat tinggal
yang layak; terlibat dalam proses mengambilan
keputusan, baik di kota maupun di komuniti;

Pengembangan Desa Ramah Anak 4


WILAYAH RAMAH ANAK

terpenuhi kebutuhan dan peran anak dalam bermain


di komunitinya. Melalui City Summit itu, UNICEF dan
UNHABITAT memperkenalkan Child Friendly City
Initiative, terutama menyentuh anak kota, khususnya
yang miskin dan yang terpinggirkan dari pelayanan
dasar dan perlindungan untuk menjamin hak dasar
mereka.
Pada UN Special Session on Children, Mei
2002, para walikota menegaskan komitmen mereka
untuk aktif menyuarakan hak anak, pada pertemuan
tersebut mereka juga merekomendasikan kepada
walikota seluruh dunia untuk:
1. Mengembangkan rencana aksi untuk
kota mereka menjadi Kota Ramah dan
melindungi hak anak,
2. Mempromosikan peran serta anak
sebagai aktor perubah dalam proses
pembuatan keputusan di kota mereka
terutama dalam proses pelaksanaan dan
evaluasi kebijakan pemerintah kota.
Upaya UNICEF dan UNHABITAT ini terus
menerus dipromosikan ke seluruh dunia dengan
upaya meningkatkan kemampuan penguasa lokal (UN
Special Session on Children, 2002).
Pada World Summit on Sustainable
Development di Johannesburg, Afrika Selatan tahun
2002, para pemimpin negara dari seluruh dunia

Pengembangan Desa Ramah Anak 5


WILAYAH RAMAH ANAK

antara lain menyepakati untuk mewujudkan


perbaikan yang signifikan pada kehidupan bagi
sedikitnya 100 juta masyarakat penghuni kawasan
kumuh, seperti yang diusulkan dalam prakarsa “Kota
tanpa Permukiman Kumuh” (Cities without Slums)
pada tahun 2020. Hal ini mencakup tindakan pada
semua tingkatan untuk:
1. Meningkatkan akses pada tanah dan
properti, permukiman yang memadai
dengan pelayanan dasar bagi masyarakat
miskin di perkotaan dengan perhatian
khusus pada kepala rumah tangga
perempuan.
2. Mendukung otoritas lokal dalam
menjabarkan program perbaikan daerah
kumuh dalam kerangka rencana
pengembangan perkotaan dan
mempermudah akses, khususnya bagi
masyarakat miskin, pada informasi
mengenai peraturan tentang perumahan.

B. Indikator Kota/ Desa Ramah Anak


Menurut UNICEF Innocenti Reseach Centre
Kota ramah anak adalah kota yang menjamin hak
setiap anak sebagai warga kota. Sebagai warga kota,
berarti anak mempunyai hak untuk :

Pengembangan Desa Ramah Anak 6


WILAYAH RAMAH ANAK

1. Keputusannya mempengaruhi
kotanya;
2. Mengekspresikan pendapat mereka
tentang kota yang mereka inginkan;
3. Dapat berperan serta dalam
kehidupan keluarga, komuniti, dan sosial;
4. Menerima pelayanan dasar seperti
kesehatan dan pendidikan;
5. Mendapatkan air minum segar dan
mempunyai akses terhadap sanitasi yang
baik;
6. Terlindungi dari eksploitasi,
kekejaman, dan perlakuan salah;
7. Aman berjalan di jalan;
8. Bertemu dan bermain dengan
temannya;
9. Mempunyai ruang hijau untuk
tanaman dan hewan;
10. Hidup di lingkungan yang bebas
polusi;
11. Berperan serta dalam kegiatan
budaya dan sosial; dan
12. Setiap warga secara seimbang
dapat mengakses setiap pelayanan, tanpa
memperhatikan suku bangsa, agama,
kekayaan, gender, dan kecacatan.

Pengembangan Desa Ramah Anak 7


WILAYAH RAMAH ANAK

Dari beberapa poin diatas dapat diambil


beberapa indikator yang dapat digunakan untuk
menilai apakah sebuah kota adalah kota ramah anak
atau bukan.
Indikator pertama adalah adanya partisipasi
anak dalam pengambilan keputusan yang dapat
mempengaruhi masa depan diri, keluarga dan
lingkungannya. Termasuk kebebasan dan partisipasi
anak dalam bidang sosial dan budaya.
Indikator kedua adalah kemudahan untuk
mendapatkan pelayanan pendidikan, Kesehatan dan
pelayanan lain untuk kebutuhan tumbuh
kembangnya.
Indikator ketiga adalah adanya ruang hijau
terbuka dimana anak dapat berkumpul, bermain dan
berekreasi dengan teman-temannya dengan aman
dan nyaman
Indikator ke empat adalah adanya peraturan
yang melindungi anak dari segala bentuk kekerasan,
ekploitasi dan kesalahan-kesalahan lain
Indikator ke lima adalah tidak adanya
diskriminasi disegala bidang terkait dengan suku, ras,
agama dan golongan
C. Beberapa Kota/ Desa Ramah Anak di Dunia
Philippines memperkenalkan Program Kota
Ramah Anak di 20 provinsi dan 5 kota – Pasay City,
Manila, Quezon City, Cebu City, dan Davao City tahun

Pengembangan Desa Ramah Anak 8


WILAYAH RAMAH ANAK

1999. Program ini diawali dengan penelitian


mengenai anak-anak kota yang menderita di 4 kota,
1990-1992. Program tersebut dipercepat dengan
inisiatif Walikota Pembela Anak (Mayors as Defender
of Children), 1992 dan Liga Kota mengeluarkan
“Philippines Declaration of Commitment to Children,”
1993.
Program Kota Ramah Anak memperoleh
sambutan yang hangat, karena sebelumnya warga
kota telah memperoleh pengetahuan mengenai
program “Pelayanan Dasar Kota.” Program tersebut
telah memperkuat organisasi dan peran serta
komuniti, perencanaan dan program yang multi agen
dan multi sektor dalam pengembangan kota-kota
miskin. Advokasi dan kemampuan organisasi juga
meningkat. Modal ini kemudian dimanfaatkan oleh
UNICEF untuk mentransformasikan Konvensi Hak
Anak dari kerangka kerja yang legal ke dalam sebuah
rumusan yang baik berupa Child Friendly Movement
secara nasional, meliputi keluarga, komuniti,
pemerintah daerah dan pusat, dan sektor swasta.
Gerakan ini bertujuan untuk menentukan dan
mengawasi komuniti, sekolah, fasilitas kesehatan,
tempat kerja, komuniti agama, kota, dan provinsi
yang ramah anak. Gerakan ini menghubungkan tiga
komponen, yakni:
1. Komunikasi;

Pengembangan Desa Ramah Anak 9


WILAYAH RAMAH ANAK

2. Kebijakan daerah dan institusi


pembangunan; dan
3. Pendukung program strategi di bidang
kesehatan, gizi, pendidikan, perlindungan
anak, dan gender.
Program Kota Ramah di kota-kota Philippines secara
khusus bertujuan untuk:
1. Memaksimumkan peran kepemimpinan
walikota;
2. Meningkatkan pendidikan umum dan
penyuluhan visi baru untuk anak;
3. Merumuskan rencana pembangunan
kota untuk anak;
4. Menganalisis situasi terus menerus
untuk advokasi, program, dan
pengawasan; laporan tahunan negara dari
kota anak;
5. Membangun kemitraan dan
memperluas aliansi untuk anak;
6. Memperdayakan keluarga melalui
organisasi komuniti dan organisasi
pembangunan;
7. Memperkuat jaringan dan sistem untuk
anak dalam kebutuhan perlindungan
khusus; dan
8. Memperkuat legislatif dan penegak
hukum.

Pengembangan Desa Ramah Anak 10


WILAYAH RAMAH ANAK

Australia
Queensland merupakan salah satu kota di
Australia yang telah mengadopsi konsep “Kota
Ramah Anak.” Pemerintah kota Queensland
membentuk komisi anak dan remaja pada tahun
2000. Komisi tersebut mempromosikan komuniti
ramah anak melalui fungsi utama yang sesuai dengan
Undang Undang Komisi Anak dan Remaja 2000
meliputi:
1. Advokasi untuk memberikan perlindungan
hak, perhatian, dan kesejahteraan anak
dan remaja yang berusia di bawah 18
tahun;
2. Administrasi negara agar bersedia
mengadvokasi dan memberikan pelayanan
untuk anak dan remaja yang berada di
pusat penahanan;
3. Menerima, melihat persoalan, dan
menyelidiki keluhan mengenai pembagian
pelayanan yang disediakan untuk anak dan
remaja;
4. Mengawasi dan mereview hukum,
kebijakan, dan praktik yang terkait dengan
pemberian pelayanan untuk anak dan
remaja, atau yang berdampak kepada
mereka; dan

Pengembangan Desa Ramah Anak 11


WILAYAH RAMAH ANAK

5. Memimpin dan mengkoordinir penelitian


yang terkait dengan masalah yang
berdampak pada anak.
Komisi ini secara khusus mengembangkan
sebuah kegiatan untuk anak dengan lembaga non
pemerintah yang bersedia menjadi penasehat praktik-
praktik dan kebijakan yang menjamin kesesuaian
kegiatan dengan anak; mengorganisasikan “Parlemen
Remaja”; dan mempublikasikan cetak biru dari
sebuah Persemakmuran Ramah Anak dan Remaja.

India
Calcutta merupakan salah satu kota di India
yang mengadopsi konsep Kota Ramah Anak. Program
ini berfokus pada Program Aksi tingkat kota untuk
Anak Jalanan dan Pekerja Anak (City Level Program of
Action for Street and Working Children – CLPOA).
CLPOA beroperasi melalui 6 titik komite yang
dikoordinir oleh badan pusat yang beranggotakan
perusahaan, departemen pemerintah (kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan sosial, buruh, dan lain-
lain), polisi, komisi hak asasi, UNICEF, British Council,
asosiasi dokter, dan 50 lembaga non pemerintah.
Kegiatan CLPOA meliputi pendidikan dasar,
kesehatan, penasehat hukum, peningkatan sumber
pendapatan, pelatihan, dan konseling. Program ini
ditujukan kepada pekerja anak, anak jalanan, pekerja

Pengembangan Desa Ramah Anak 12


WILAYAH RAMAH ANAK

seks anak, dan perdagangan anak. Fokus kegiatannya


adalah pelayanan dasar, perlindungan hak anak,
penyuluhan, dan advokasi.
Ada dua contoh inovasi dari aksi CLPOA:
1. Polisi Ramah Anak
Di bawah inisiatif CLPOA, Polisi Calcutta
telah mengadopsi rencana perlindungan
anak. Rencana ini merupakan kegiatan
antara polisi dan lembaga non pemerintah
yang menangani anak jalanan. Melalui
program ini polisi dapat menangani
permasalahan anak, khususnya anak yang
tinggal di jalanan.
2. Pendidikan untuk semua Anak Calcutta
Program Shishalaya Prakalpa merupakan
program yang menekankan pembangunan
dasar untuk anak. Program yang didesain
untuk mencapai strategi
mentransformasikan pendidikan agar
masuk ke dalam sistem kota ini berambisi
untuk mendaftarkan semua anak Calcutta
di sekolah reguler. Dengan kemitraannya
yang luas terutama dengan pihak swasta,
didukung pemerintah India, UNICEF dan
adanya kegiatan fundraising, maka
program pendidikan seperti ini dapat
segera terwujud.

Pengembangan Desa Ramah Anak 13


WILAYAH RAMAH ANAK

Pengembangan Desa Ramah Anak 14


WILAYAH RAMAH ANAK

Bangladesh
Di kota Rajashahi, Bangladesh, program Kota
Ramah Anak mengutamakan kampanye pencatatan
kelahiran untuk menjamin keefektifan dalam
membangun Gerakan Ramah Anak dan Hak Anak.
Pada tahun 1997, pemerintah kota melakukan
kampanye pencatatan kelahiran untuk semua anak di
bawah 5 tahun dari pintu ke pintu. Program ini
berhasil mendaftarkan 38.000 anak setiap minggu,
dan dengan sebuah sistem baru dalam pendaftaran
kelahiran menjadi pengantar dalam menetapkan
tugas baru untuk departemen kesehatan anak.

Brazil
Porto Alegre merupakan salah satu kota di
Brazil yang mengadopsi konsep Kota Ramah Anak.
Program di kota Porto Alegre terfokus pada peran
serta warga dalam penyusunan anggaran belanja.
Program ini diperkenalkan tahun 1989. Melalui
program ini, Porto Alegre dikenal secara nasional dan
internasional sebagai kota yang meningkatkan
kualitas hidup anak, yaitu dengan keberhasilannya
menurunkan angka kematian dari 20 menjadi 12 per
1.000 kelahiran hidup selama sepuluh tahun terakhir.
Strategi ini sekarang diimplementasikan di 200 kota
di Brazil. Hal ini merupakan prestasi dalam pemberian
akses pelayanan sosial dasar kepada anak. Dua tahun

Pengembangan Desa Ramah Anak 15


WILAYAH RAMAH ANAK

yang lalu (2002), proses peran serta penyusunan


anggaran berhasil dilaksanakan dengan melibatkan
10 juta warga kota di 497 kota.
Demonstrasi peran serta penyusunan
anggaran dapat dilaksanakan dalam skala regional
atau nasional. Gerakan ini merupakan pendekatan
dari tradisional ke keterlibatan warga merupakan
kombinasi demokrasi perwakilan (melalui pemilu) dan
demokrasi langsung (melalui peran serta warga sipil).
Sehingga pengambilan keputusan tidak hanya
menjadi monopoli legislatif atau eksekutif, tetapi
berbagi dengan warga sipil.
Di Indonesia
Di Indonesia belum nampak ada Kota/ Desa
yang benar-benar ramah Anak. Tetapi saat ini di
beberapa wilayah mulai mengembangkan program
Kota/ Desa ramah anak. Kota Solo adalah satu kota
yang telah mulai menerapkan kebijakan-kebijakan
ramah anak. Kota lainnya yaitu Jambi, Lumajang,
Sidoarjo, Banyuwangi dan Kutai Kartanegara telah
membuat komitmen untuk membangun Kota Ramah
Anak.
Selain kota-kota diatas, dibeberapa darah
telah dimulai juga untuk mengembangkan Desa
Ramah Anak. Di Kebumen, Rembang, Grobokan dan
Surabaya Plan Indonesia bekerja sama dengan
pemerintah daerah setempat juga mulai

Pengembangan Desa Ramah Anak 16


WILAYAH RAMAH ANAK

mengembangkan Desa/ Kampung Ramah Anak.


Tujuannya adalah membangun sebuah arus besar
pengutamaan Hak Anak dari riak-riak kecil di berbagai
wilayah.
Beberapa hal yang telah dilakukan selain
membuat kebijakan-kebijakan yang lebih ramah anak
adalah penyediaan kemudahan akses layanan pada
hak-hak dasar. Penyediaan ruang terbuka hijau untuk
anak-anak agar dapat bermain dengan aman, jalan–
jalan yang aman bagi anak dan fasilitas-fasilitas
penunjang yang lain. Meski masih jauh dari harapan
namun setidaknya daerah-daerah tersebut telah
mengambil langkah permulaan menuju terwujudnya
Wilayah yang ramah bagi anak.

Pengembangan Desa Ramah Anak 17


WILAYAH RAMAH ANAK

Pengembangan Desa Ramah Anak 18

Anda mungkin juga menyukai