menatap cerah masa depan generasi-generasi pilar bangsa.
Oleh: sumiyati S.S (mantan sekum kopri PKC PMI I sul-sel) Kalaulah Taufik Kiemas meramu 4 pilar kebangsaan dengan Pencasila, Bhineka Tunggal Ika,Undang-undang dasar 45 dan NKRI, maka jauh sebelum itu, Muhammad SAW telah mengangkat eksistensi kebangsaan dengan sabdabnya bahwa sholat dan perempuan adalah pilar kebangsaan. Bagaimana tidak, maju dan mundurnya sebuah bangsa sangat di tentukan oleh seberapa besar peran perempuan di dalamnya. Hal ini telah di buktikan oleh Mose Thung yang kemudian tidak bisa berharap kebangkitan bangsanya tanpa peran serta separuh dari keseluruhan penduduknya yaitu Perempuan. Yah! Di sinilah posisi kita. kita adalah setengah dari seluruh jumlah penduduk di semua kebangsaan, yang setengahnya lagi adalah laki-laki. Kita, adalah pendidik pertama dari generasi bangsa yang juga brojol dari rahim-rahimnya kita, kita adalah pendamping dari besarnya nama-nama pahlawan yang sebagian besar adalah kau Adam, menjadi penentu dari arah gerakan bangsa. Lalu bagaimanakah keadaan kita hari ini?. Jawabannya akan kami kembalikan pada kaum hawa sekalian. Namun, ada beberapa gambaran yang seharusnya kami sampaikan sebagai torehan fakta betapa tereliminasinya kita dari kontekstualisasi gerakan perubahan bangsa. Sejak dahulu, kaum wanita terelienisasi oleh berbagai persoalan citra yang dibangun di hampir semua komunitas,. Menstigmakan berbagai kelemahan dan kecacatan dari perempuan Yang pada akhirnya menjadikan generasi perempuan terpaksa terpuruk pada posisi yang paling eksploitatif dari sejarah peradaban manusia. Menjadi objek seks, diperbudak, dijadikan selir- selir, menjadi simbol kuasa dan perkasa laki-laki, tanpa pilihan, tanpa kesadaran, kehidupan sepenuhnya dipegang dan di tentukan oleh laki-laki, baik ayah ataupun suami. 1. Penindasan stigma. Stigma buruk yang di bangun mulai dari pra-sejarah hingga kini, menjadikan prempuan mewarisi dosa nenek moyang. Stigma buruk itu berimplikasi pada wilayah-wilayah kerja yang nantinya menjadikan banyak ruang-ruang yang tidak lagi mampu di tempati oleh kaum perempuan. Stigma buruk itu diantaranya, setinggi apapun bangau terbang, akan kembali ke kubangan juga, perempuan adalah uang kertas, dan laki-laki adalah uang logam, uang kertas tidak bisa di gunakan lagi setelah robek, sedang uang logam tidak. persepsi masyarakat yang memandang bahwa perempuan tidak mempunyai prioritas untuk berpartisipasi dalam pembangunan atau bahkan dianggap sebagai warga kelas dua. Ungkapan awewe mah dulang tinande (perempuan harus pasrah), awewe mah heureut lengkah (perempuan geraknya terbatas), awewe mah engke ge moal jauh ti dapur (perempuan ujung- ujungnya hanya ngurus dapur dan masak) adalah ungkapan-ungkapan yang sudah terinternalisasi pada sebagian besar masyarakat termasuk perempuannya sendiri. 2. Domestifikasai. wilayah publik adalah ruang kaum lelaki, hingga akhirnya ranah yang kemudian terpaksa menjadi dunia perempuan adalah wilayah domestik. berbagai kekerasan di dalam rumah tangga tidak dianggap sebagai tindakan kekerasan yang masuk di wilayah hukum publik, karna dianggap sebagai KDRT, yang ranah hukumnya hanya dibahas dalam kerukunan keluarga saja 3. Paradigma keagamaan. Penindasan keagamaan atas perempuan, diantaranya: cara pandang terhadap perempuan sebagai manusia setengah. penggunaan sembelihan kambing 2 ekor untuk anak laki- laki, sedang 1 ekor untuk perempuan. Ketika bersaksi, dibutuhkan 2 orang saksi perempuan agar dianggap sah, sedang cukup 1 orang laki-laki untuk sahnya kesaksian. 4. Industrialisasi Industrialisasi sebagai proyek eksploitatif yang mencengkram kemanusiaan. Dengan hegemoni yang merasuk pelan dan perlahan hingga paradigma atas kebutuhan dan keinginan. Dan terus menjaga kerangka komersialisasi dan paradigma konsumtif masyarakat negara ketiga agar tetap menjadi pasar. Bagi perempuan sendiri, hegemony ini menjadi peroblem, karna besarnya taruhan yang akan digadaikan, yaitu identitas kebangsaan. Derasnya Arus globalisasi, menggerus hingga titik nadir dari citra generasi mudanya kita baik putra maupun putri. Hingga pada akhirnya, generasi yang berojol dari rahim ibu-ibu nusantara, namun setelah pubernya, malah beridentitas boy band ato gierl band ala budaya korea. Atau mereka yg lahir diindonesia, tapi cinta fesion cadar dan isbal, jenggot dan sorban ala arab. Ataukah mereka yang be sar di nusantara, namun berpikiran liberal dan kecantolan teknologi ala barat. Lalu dimanakah citra Allong magera tellu, inge ma bulo-bulo, wiluwa getta tellu, padai omma silellung yang sejak dahulu menjadi visi cantik dan sempurnanya gadis masyarakat bugis. Hilangnya identitas generasinya kita inilah yang oleh mas agus sunyoto di anggap sebagai titik nadir terakhir dari kebangsaan kita. Selangkah lagi kita mundur, maka kita akan memproklamirkan diri denga proklamasi, kami bagsa indonesia, dengan ini, menjatakan pembubaran indoinesia, hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, akan diselenggarakan sedjara seksama dan dalam tempon yang sesingkat-singkatnya dosa apa lagikah yang akan kita wariskan kpd generasi berikutny???. Wilayah domestik, yang terpaksa menjadi dunia perempuan, (dunia 3 ruang, sumur, ranjang dan kasur). Akhirnya di eksploitasi lagi dengan berbagai produk yang diiklankan terus menerus lewat TV, radio dan jejaring sosial. 5. Pendidikan. Pandangan yang terlanjur terbangun atas stigma buruk perempuan berakhir pada ketidak ikut sertaannya lagi atas pendidikan. Akhirnya, ibarat lingkaran setan, tidak terdidik berarti tidak bekerja, tidak bekerja berarti miskin, miskin berarti diperbudak, menjadi budak berarti tergantung tuannya dan tuannya itu adalah laki-laki. Yang cerdas terdidik, yang bekerja mencari nafkah, yang mandiri dan tangguh. Demikian ketergantungannya, hingga musuh abadi dari perempuan yang bodoh, miskin, dan budak ini adalah perceraiaan. Karna terjadinnya perceraiaan berarti juga, tammatnya riwayat perempuan.
Berbagai persoalaan di atas setidaknya, mewakili sebagian besar gambaran peroblematika kita. Lalu bagaimanakan perjuangan kesetaraan dan sampai dimanakah dia?????
Kesetaraan Gender????????????????? PRA-perjuangan kesetaraan. 1. Pra PD I History (sejarah) merupakan salah satu kata yang mengambarkan betapa Bias Gendernya berbagai istilah yang sering digunakan dalam ranah keseharian kita. Histori adalah His- tory (cerita laki-laki).
2. Pasca PD II Kebangkitan kesadaran perempuan terhadap tindakan eksploitatif industrialisasi untuk kepentingan kapitalisasi, salah satunya di pelopori oleh Virginia Handerson.
Gerkan Feminisme 1. Gerakan penaklukan kekuasaan laki-laki. Perempuan yang mandiri, terdidik, menjadikan mereka seakan memegang kuasa. Keinginan membalikkan sejarah, menjadikan perempuan yang berkuasa atas laki-laki tampil dari citra perampuan barat. Gerakan feminis liberal mencetak perempuan- perempuan tangguh, berdiri tegar, dengan stelan angkuh, mandiri, berdikari baik dalam sikap maupun ekonomi, menjadikan mereka tidak lagi membutuhkan laki-laki selain pemenuhan hasrat seks belaka. Setelah itu terpenuhi, laki-laki kemudian di campakannya.
2. Penguasaan bidang-bidang strategis. Perebutan kuasa terhadap posisi-posisi publik. Postfeminisme Konstruksi pengetahuan yg dibangun oleh perempuan sebagai perlawanan atas konstruksi pengetahuan yang telah dibangun oleh ilmuan laki-laki. Hingga pada akhirnya, kita bisa menemukan fakta-fakta bahwa presidennya kita telah pernah dijabat oleh perempuan. Parlemen yang harus memasukkan 30% suara perempuan, sekalipun itu masih kurang, guru-guru besar dan profesor di berbagai Universitas juga telah dipegang oleh beberapa perempuan, rektor dan dekan, polwan, hakim dan jaksa, arsitek, tukang ojek dan sopir taksi, kuli bangunan hingga buruh serabutan, tinggal 1 hal lagi, perempuan belum ada yang bisa memanjat kelapa. Inikah kesetaraan yang kita perjuangkan yah!!!!. Mungkin demikianlah. DibaliK hegemoni Barat terhadap salah bacanya kita terhadap data dan fakta-fakta. Namun, berbagai keberhasilan yang telah tercapai ini, tidaklah menjadikan kita puas dan bangga. Karena gerakan gotong-royong berkerja bersama, banting tulang bersama, dan bahagia bersama, membangun bangsa yang adil dan beradab tetap menjadi tugas kerja kita bersama. Baik laki-laki, atau perempuan. Satu hal lagi. Gerakan Gey, Lesbian, Beseksual, Trans-gender (GLBT.) Yang telah di sahkan penerimaannya oleh 11 negara. Apakah ini juga termasuk gerakan kesetaraan gender?, dan Apa tawaran sikap gerakan KOPRI PMII sul-sel???