Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejadian letak sungsang berkisar antara 2% sampai 3% bervariasi diberbagai
tempat. Sekalipun kejadiannya kecil tetapi mempunyai penyulit yang besar dan angka
kematian berkisar antara 20% sampai 30%. Pada letak kepala, kepala merupakan bagian
terbesar lahir terlebih dahulu, sedangkan persalinan letak sungsang justru kepala yang
merupaka bagian terbesar bayi akan lahir terakhir. Persalinan kepala pada letak sungsang
tidak mempunyai mekanisme maulage karena susunan tulang dasar kepala yang rapat dan
padat. Sehingga mempunyai waktu sekitar 8 menit, setelah badan bayi lahir. Keterbatasan
waktu pada persalinan kepaladan tidak mempunyai mekanisme maulage dapat
menimbulkan kematian bayi yang besar (WHO, 2007)
Manual aid yaitu janin dilahirkan dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi
dengan tenaga penolong. Pada persalinan dengan cara manual aid ada 3 tahapan, yaitu
pertama lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan ibu sendiri tahap
kedua lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara klasik ,
Mueller, lovset, tahap ketiga lahirnya kepala dengan memakai cara mauricau dan forceps
piper (Saifuddin, 2010).
Preeklampsia adalah suatu kerusakan endotel pada pembuluh darah yang dapat
menyebabkan terjadinya vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan
terjadinya penurunan perfusi organ dan kerusakan endotel yang menimbulkan terjadinya
hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl
(+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu.
Preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu preeclampsia ringan dan preeclampsia berat (Duley,
2003).
Angka kejadian preeklampsia di negara maju berkisar antara 6-7% dan eklampsia
0,1-0,7%. Sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan preeclampsia dan eklampsia di
Negara berkembang masih tinggi.
2

Tujuan penulisan
Tujuan dari presentasi kasus ini adalah untuk mengetahui factor resiko, penyebab, cara
mendiagnosis, penanganan dari tindakan manual aid, anemia gravis dan preekklampsia.



















3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Preeklampsia
1. Definisi Preeklamsia
Tekanan darah normal pada wanita hamil didefinisikan sebagai tekanan
darah yang < 140/80 mmHg (Touvinen et al., 2012).SedangkanPreeklamsia
adalah suatu sindrom pada wanita hamil yang menjadi salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Preeklamsia adalah suatu sindrom akibat
dari kerusakan endotel vaskular dan vasospasme luas yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu dan dapat berlangsung hingga akhir minggu ke 6
postpartum.
Secara klinis, preeklamsia didefinisikan sebagai hipertensi dan proteinuria
dengan atau tanpa edema patologis. Hipertensi yang dimaksud adalah tekanan
sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg pada 2 pengukuran
berturut-turut dengan jarak 6 jam. Edema tidak lagi digunakan sebagai indikator
preeklamsia karena edema sering terjadi pada wanita dengan kehamilan normal.
Jika tidak ditangani, preeklamsia dapat berkembang menjadi eklamsia, yaitu
timbulnya kejang pada ibu dengan preeklamsia (Cuningham, 2006; Noriset al.,
2005).
2. Klasifikasi preeklamsia
Berdasarkan tingkat keparahannya yang dinilai melalui frekuensi dan
berbagai intensitas berbagai kelainan, preeklamsia diklasifikasikan menjadi
preeklamsia ringan dan preeklamsia berat, preeklamsia ringan dapat berkembang
menjadi preeklamsia berat dalam waktu yang singkat (Cuningham, 2006).
Preeklamsia ringan didefinisikan sebagai hipertensi (tekanan darah 140/
90 mmHg) pada dua pengukuran dengan jarak 6 jam, adanya protein uria positif 1
dan tanpa adanya kerusakan organ. Sedangkan preeklamsia berat didefinisikan
dengan hipertensi (tekanan darah 160/ 110 mmHg), proteinuria positif 2 atau
lebih disertai dengan minimal satu manifestasi klinik (nyeri kepala, gangguan
penglihatan, hiperrefleksia, nyeri epigastrik dan edema pulmo) (WHO, 2007).
4

Preeklamsia berat dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Kategori pertama
adalah preeklamsia berat tanpa impending eclampsia. Sedangkan kategori kedua
adalah preeklamsia berat dengan impending eclampsia. Impending eclampsia
adalah gejala preeklamsia berat yang disertai gejala obyektif dan gejala subyektif.
Gejala obyektif adalah adanya hiper refleksi eksitasi motorik dan sianosis serta
sesak napas. Sedangkan gejala subyektif adalah adanya gangguan visus, nyeri
kepala, dan nyeri epigastrium (Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005).
3. Faktor resiko
Faktor resiko untuk terjadinya preeklamsia sebagai berikut (Cungingham, 2006) :
a. Nulipara
b. Kehamilan usia tua ( > 30 tahun)
c. Kehamilan multiple
d. Riwayat hipertensi kronik
e. Obesitas
4. Gejala preeklamsia berat
Terdapat berbagai gejala pada preeklamsia berat, diantaranya (Cuningham, 2006):
a. Nyeri kepala
b. Gangguan penglihatan
c. Nyeri epigastrium
d. Oligouria
e. Peningkatan kreatinin serum
f. Edema paru

5. Kriteria Diagnosis Preeklampsia Berat
Preeklamsia berat ditandai dengan adanya salah satu atau lebih dari gejala
dan tanda berikut ini :
1. Tekanan darah : pasien yang dalam keadaan istirahat tekanan darah sisoliknya
160 mmHg dan tekanan darah diastoliknya 110 mmHg
2. Proteinuria : 5 gr/jumlah urin dalam 24 jam atau dengan tes dipstick
hasilnya 4+
5

Proteinuria merupakan tanda penting dari diagnosis preeklamsia. Sebuah
studi mengamati specimen biopsi ginjal dari wanita hamil dengan hipertensi,
umunya terdapat proteinuria bila dijumpai lesi glomerulus yang dianggap
khas untuk preeklamsia. Semakin parah hipertensi dan proteinuria yang
terjadi, semakin pasti diagnosisnya adalah preeklamsia (Cunningham, 2006).
3. Oliguria : produksi urin < 4 5 cc/24 jam
4. Kenaikan serum kreatinin
5. Edema paru dan sianosis
6. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen
merupakan akibat nekrosis, iskemia, dan edema hepatoseluler. Nyeri yang
khas ini disertai peningkatan enzim hati dalam serum dan menandakan infark
dan perdarahan hati serta ruptur suatu hematom subkapsul yang sangat
berbahaya (Cunningham, 2006).
7. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan
pandangan kabur
8. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanin dan aspartat amino transferase.
Menandakan infark dan perdarahan hati serta ruptur suatu hematom
subkapsul yang sangat berbahaya (Cunningham, 2006).
9. Hemolisis mikroangiopati
10. Trombositopenia : < 100.000 sel/mm
3

adalah salah satu tanda lain memburuknya preeklamsia yang disebabkan oleh
aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu
oleh vasospasme hebat
11. Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver function, dan Low Platelet
count) (Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005).





6

Tabel 2.1 Gangguan Hipertensi pada Kehamilan: Indikasi Keparahan (Cunningham,
2006).
Kelainan Ringan Berat
Tekanan darah diastolic < 100 mmHg 110 mmHg atau lebih
Proteinuria Samar sampai +1 +2 persisten atau lebih
Nyeri kepala Tidak ada Ada
Gangguan penglihatan Tidak ada Ada
Nyeri abdomen atas Tidak ada Ada
Oliguria Tidak ada Ada
Kejang Tidak ada Ada (eklamsia)
Kreatinin serum Normal Meningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
Peningkatan enzim hati Minimal Nyata
Pertumbuhan janin terhambat Tidak ada Jelas
Edema paru Tidak ada Ada

6. Patofisiologi
Sampai saat ini mekanisme terjadinya preeklamsia belum jelas, namun
terdapat beberapa faktor yang diduga berperan dalam perkembangan penyakit ini.
Beberapa wanita memiliki faktor predisposisi seperti riwayat keluarga dengan
preeklamsia, usia dan paritas. Saat ini yang diduga menjadi penyebab utama dari
preeklamsia adalah plasenta, dimana seorang wanita hamil yang memiliki plasenta
yang besar (seperti pada kehamilan gemeli) memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk preeklamsia. Selain faktor plasenta, lesi endotel diduga memiliki peranan
dalam perjalanan preeklamsia (Duley, 2003).
Berdasarkan beberapa penelitian, plasenta merupakan sumber utama
terjadinya preeklamsia. Preeklamsia diawali dengan kegagalan implantasi dan
ketidakcukupan invasi trofoblas pada arteri spiralis sehingga menyebabkan
berkurangnya perfusi uteroplasenta yang kemudian berkembang menjadi hipoksia
plasenta. Hal tersebut mengakibatkan dilepaskannya faktor-faktor tertentu dari
7

plasenta yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi endotel maternal. Saat ini,
stress oksidatif dianggap memiliki peranan penting dalam patofisiologi
preeklamsia karena fungsinya menghubungkan penurunan perfusi plasenta dengan
gejala klinis preeklamsia (Mandang & Wallace, 2012).
a. Kelainan vaskularisasi plasenta
Dalam kehamilan normal, uterus dan plasenta di vaskularisasi oleh cabang-
cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Pembuluh darah tersebut masuk
kedalam miometrium menjadi arteri arkuata yang kemudian bercabang
menjadi areteri radialis. Kemudian arteri radialis ini masuk kedalam
endometrium dan bercabang menjadi arteria spiralis. Dengan sebab yang
belum pasti terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis yang
menyebabkan terjadinya vasodilatasi arteri spiralis. Keadaan tersebut
menyebabkan penurunan tekanan darah, penurunan resistensi perifer dan
peningkatan aliran darah pada uteroplasenta. Sehingga aliran darah untuk janin
tercukupi (remodeling arteri spiralis). Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi
kegagalan proses remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah
uteroplasenta menurun dan menyebabkan terjadinya iskemia plasenta (Angsar,
2009).
b. Iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan oksidan, salah satu
oksidan penting yang dilepaskan adalah radikal hidroksil yang bersifat toksik
terhadap endotel pembuluh darah. Akibatnya endotel akan mengalami
kerusakan fungsi bahkan struktur dari endotel tersebut, keadaan ini disebut
difungsi endotel (Angsar, 2009).
c. Intoleransi imunologik
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan dalam hipertensi kehamilan
didukung oleh fakta-fakta berikut (Angsar, 2009) :
1) Primigravida memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami hipertensi
kehamilan.
2) Ibu multipara memiliki resiko yang lebih besar mengalami hipertensi
kehamilan jika dibanding dengan suami sebelumnya.
8

d. Adaptasi kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan pembuluh darah kehilangan daya tidak peka
terhadap agen vasokonstriktor, sebaliknya justru terjadi peningkatan kepekaan
terhadap agen tersebut (Angsar, 2009).
e. Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi kehamilan daripada
genotip janin. Berdasarkan penelitian, ibu yang mengalami preeklamsia, 26%
anak perempuannya akan mengalami preeklamsia (Angsar, 2009).
f. Defisiensi gizi
Berdasarkan berbagai penelitian, didapatkan hubungan antara defisiensi gizi
dengan kejadian preeklamsia. Dimana konsumsi minyak ikan yang kaya akan
lemak tak jenuh dapat mencegah vasokonstriksi dan kejadian hipertensi dalam
kehamilan (Angsar, 2009).
g. Stimulus inflamasi
Pada preeklamsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris
trofoblas meningkat. Keadaan ini menimbulkan reaksi inflamasi pada ibu akan
semakin besar jika dibandingkan dengan kehamilan normal. Respon inflamasi
ini akan menyebabkan aktivasi sel endotel dan makrofag yang lebih besar
pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi sistemik yang menimbulkan gejala
preeklamsia pada ibu (Angsar, 2009).

7. Penatalaksanaan
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia. Semua kasus preeklampsia berat harus ditanganu secara aktif.
Penanganan konservatif tidak dianjurkan karena gejala dan tanda eklampsia
seperti hiperrefleksia dan gangguan penglihatan sering tidak sahih (Saifuddin,
2010).
a. Penanganan kejang
1) Beri obat antikonvulsan
9

Magnesium sulfat (MgSO
4
) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsi. Pemberian dengan
dosis awal MgSO
4
40% 4 gram IV selama 5 menit. Segera dilanjutkan
dengan pemberian 10 gram larutan MgSO
4
50% masing-masing 5 gram
pada bokong kiri dan kanan secara intramuskular. Jika kejang berulang
setelah 15 menit maka berikan MgSO
4
40 % 2 gram secara intravena
selama 5 menit. Dosis pemeliharaan diberikan 1-2 gram MgSO
4
perjam via
infus dengan tetesan 15 tetesan per menit.
Sebelum pemberian MgSO
4
maka periksa dulu frekuensi pernafasan
minimal 16x/menit, refleks patella positif, urin minimal 30 ml/jam dalam 4
jam terakhir, tersedia antidotum berupa kalsium glukonas. Pemberian
diazepam sebagai antikonvulsan hanya digunakan jika MgSO
4
tidak
tersedia dengan dosis awal diazepam 10 mg secara intravena perlahan-
lahan selama 2 menit, jika kejang berulang ulangi dosis awaal. Dosis
pemeliharaan dilanjut dengan diazepam 40 mg dalam larutan ringer laktat
500 ml (Saifuddin, 2010).
b. Penanganan Umum (Saifuddin, 2010).
1) Jika tekanan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, berikan obat
antihipertensi sampai tekanan diastolik antara 90-100 mmHg. Obat pilihan
adalah hidralazin 5 mg intravena pelan-pelan. Jika tidak tersedia, maka
dapa diberikan labetolol 10 mg intravena atau nifedipin 5 mg sublingual.
Jika tidak baik setelah 10 menit beri nifedipin 5 mg lagi sublingual. Obat
antihipertensi lainnya yang dapat diberi adalah metildopa 3 x 250 -500 mg/
hari
2) Pasang infus
3) Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan
4) Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria
5) Observasi pasien, jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertasi
aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
6) Observasi tanda-tanda vital, reflkes, dan denyut jantung janin
7) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema pulmo
10

c. Persalinan
Persalinan darus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil, jika
penundaan persalinan maka akan meningatkan resiko untuk ibu dan janin.
1) Periksa seviks. Jika serviks matang lakukan pemecahan ketuban, lalu
induksi persalinan dengan oksitosis atau prostaglandin
2) Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada
eklampsia) dan 24 jam pada (preeklampsia) maka pilihannya adalah
dilakukan seksio sesarea
3) Jika serviks belum matan, janin hidup, lakukan seksio sesarea
4) Jika anestesi untuk seksio sesarea tidak tersedia, atau jika janin mati, atau
terlalu kecil, maka usahakan lahir pervaginam, matangkan serviks dengan
misoprostol, prostaglandin atau kateter foley (Saifuddin, 2010).
d. Perawatan pascapersalinan
1) Antikonvulsan diteruskan samapai 24 jam setelah persalinan atau kejang
terakhir.
2) Teruskan obat antihipertensi jika tekanan diastolik masil 110 mmHg atau
lebih.
3) Pantau jumlah urin (Saifuddin, 2010).

8. Komplikasi
1. Pertumbuhan janin terhambat
2. Penurunan kesadaran atau koma
3. Gagal jantung, hati, ginjal dan hati
4. Sindrom HELLP
5. Overload cairan (Saifuddin, 2010).

II. Malpresentasi Janin (Presentasi Kaki)
Presentasi kaki dijumpai pada salah satu presentasi pada presentasi bokong, yaitu
pada presentasi bokong yang tidak sempurna satu atau dua sendi panggul tidak berada
dalam keadaan fleksi dan satu atau kedua kaki terletak dibawah bokong sehingga kaki
atau lutut bayi terletak di paling bawah pada jalan lahir (Cunningham, 2006).
11

Pemeriksaan abdominal yang dapat dilakukan untuk mengetahui presentasi kaki
biasanya dengan menggunakan pemeriksaan Leopold, dimana pada Leopold I
didapatkan kepala janin yang keras, bulat dan dapat diraba dengan balotemen sudah
menempati baian di fundus uteri. Leopold II menunjukkan punggung janin sudah berada
pada satu sisi abdomen dan bagian-bagian kecil janin berada pada sisi lainnya. Leopold
III, bila engagement belum terjadi bokong masih dapat digerakkan diatas pintu atas
panggul. Setelah terjadi engagement pada Leopold IV menunjukkan posisi bokong
yang mapan di bawah simpisis. Suara jantung janin biasanya terdengar paling keras
pada daerah sedikit diatas umbilikus (Cunningham, 2006). Pemeriksaan dalam dengan
vaginal toucher pada presentasi kaki, teraba letak salah satu atau kedua kaki lebih
rendah dari bokong. Penentuan kaki kanan atau kaki kiri dapat ditentukan berdasarkan
hubungannya dengan ibu jari kaki. Ketika bokong turun lebih jauh ke dalam rongga
panggul, genitalia dapat diraba. Pemeriksaan dengan ultrasonografi idealnya digunakan
untuk memastikan perkiraan klinis presentasi bokong atau kaki, bila mungkin untuk
mengidentifikasi adanya anomali janin. (Cunningham, 2006).
Baik ibu dan janin akan menghadapi resiko yang lebih besar pada presentasi
bokong atau kaki daripada preentasi kepala dan memiliki prognosis yang lebih buruk
untuk terjadinya morbiditas dan mortalitas janin dan bayi. Pada presentasi kaki,
kemungkinan tertekannya tali pusat yang menumbung atau kemungkinan terlilitnya tali
pusat di sekitar ekstremitas ketika bokong mengisi rongga panggul merupakan ancaman
bagi bayi (Cunningham, 2006).
Teknik persalinan sungsang dengan persalinan spontan dapat digunakan terutama
pada presentasi bokong murni, tetapi tingkat keberhasilan seperti pada presentasi kepala
masih jarang. Jika persalinan spontan gagal maka dicoba dengan ekstraksi, namun
memiliki resiko yang sangat tinggi untuk terjadinya penyulit dalam persalinan. Untuk
itu pada persalinan dengan presentasi kaki sebaiknya dilakukan seksio sesarea,
persalinan pervaginam hanya dilakukan jika : persalinan sudak sedemikian maju dan
pembukaan sudah lengkap, bayi preterm yang kemungkinan hidupnya kecil, bayi kedua
pada kehamilan kembar (Saifuddin, 2010).


12

III. Ekstraksi pada presentasi bokong dan kaki
Persalinan sungsang dapat dilakukan dengan bantuan, seperti pelahiran spontan
yang berlangsung lebih dari setinggi umbilicus (perasat Bracht) lalu kemudian bisa
dilakukan bantuan penolong untuk melahirkan bagian bayi lainnya. Saat dilakukan
ekstraksi total pada presentasi bokong lengkap atau tidak lengkap, tangan penolong
masuk lewat vagina untuk memgang kedua kaki bayi. kedua pergelangan kaki dipegang
dengan jari telunjuk berasa diantaranya dan dengan melakukan traksi ringan, kaki bayi
akan melewati vulva. Jika kedua kaki bayi sulit dipegang, mula-mula satu kaki ditarik
ke dalam vagina tapi jangan sampai melewati introitus dan kemudian kaki yang satunya
dapat dikeluarkan dengan cara yang sama (Cunningham, 2006).

Gambar 2.1 Ekstraksi bokong, traksi pada kaki dan pergelangan kaki.

Setelah kedua tungkai bayi mulai tampak pada mulut vulva, traksi ringan kea rah
bawah tetap dianjurkan. setelah tungkai muncul, secara berurutan bagian tubuh yang
lebih tinggi dipegang. Setelah bokong tampak di vulva, punggung bayi biasanya akan
berputar ke anterior. Ibu jari penolong diletakkan diatas sacrum bayi dan jari-jari tangan
13

pada bagian pangkal paha, dengan terlihatnya scapula, punggung bayi cenderung
mengadakan rotasi spontan ke arah sisi ibu yang merupakan arahnya semula
(Gambar.2.2) (Cunningham, 2006).




Gambar 2.2 Ekstraksi bokong, traksi paha.

Terdapat dua metode dalam melahirkan bahu, yang pertama dengan terlihatnya
kedua belah scapula, trunkus diputar sedemikian rupa sehingga bahu dan lengan depan
tampak pada vulva dan dapat dengan mudah dibebaskan serta dilahirkan lebih dahulu
kemudian trunkus janin diputar berlawanan dengan arah jarum jam untuk melahirkan
bahu dan lengan satunya (Gambar 2.3) (Cunningham, 2006).


14





Gambar 2.3. Metode pertama melahirkan bahu

Pada metode kedua, jika rotasi trunkus tidak berhasil, bahu belakang harus dilahirkan
terlebih dahulu. Kaki janin dipegang dengan salah satu tangan dan ditarik ke atas
melewati lipat paha dalam ibu tempat permukaan ventral bayi menghadap, dilakukan
pengungkitan bahu belakang yang akan keluar melewati perineum dan biasanya akan
diikuti oleh kelahiran lengan serta tangan. Kemudian menekan tubuh janin, bahu depan
muncul dibawah arcus pubis dan lengan serta tangan biasanya secara spontan. Sesudah
itu punggung bayi cenderung mengadakan rotasi spontan ke arah simfisis pubis ibu. Jika
rotasi gagal, dapat dilakukan rotasi manual pada badan bayi, Pelahiran kepala kemudian
dapat diselesaikan (Gambar 2.4)
15


Gambar 2. 4 Metode kedua melahirkan bahu belakang.

Setelah punggung bayi mengadakan rotasi spontan ke arah simfisis pubis ibu, dilakukan
perasat untuk melahirkan kepala. beberapa perasat untuk melahirkan kepala antara lain
perasat Mauriceau, yaitu dengan cara jari telunjuk dan jari tengan salah satu tangan
penolong diletakkan pada maksilla janin untuk memfleksikan kepala, sementara badan
janin disandarkan pada telapak tangan dan lengan bawah penolong. Lengan bawah
penolong ditunggangi oleh kedua tungkai janin. Penolong kemudian mengait leher bayi
dengan dua jari tangan yang lain, dan memegang kedua bahu, kemudian dilakukan
traksi ke bawah sampai bagian suboksipitalis terlihat dibawah simpisis. Penekanan
suprapubik ringan oleh asisten akan membantu kepala janin tetap dalam keadaan fleksi.
Badan janin kemudian diangkat ke arah abdomen ibu dan secara berturut-turut mulut,
hidung, dahi serta akhirnya oksiput akan tampak di perineum (Gambar 2.5)

16


Gambar 2.5. Perasat Mauriceau.

Jika punggung janin gagal berputar ke depan maka bisa dilakukan perasat Prague, tetapi
keadaan ini jarang terjadi. Bila hal ini terjadi, rotasi punggung ke depan dapat dilakukan
kemudian jika punggung sudah di depan maka dilanjutkan dengan perasat Mauriceu.
Jika hal ini ini tidak mungkin dilakukan, janin masih dapat dilahirkan dengan perasat
Prague termodifikasi. Perasat termodifikasi yang dipraktekkan sekarang dilakukan
dengan dua jari untuk memegang bahu janin dari bawah, sementara tangan yang lain
menarik kaki ke atas arah abdomen ibu (Gambar 2.6)
17


Gambar 2.6 Perasat Prague termodifikasi.









18

BAB III
PRESENTASI KASUS


A. IDENTITAS
Nama : Ny. A S
No. CM : 321549
Umur : 36 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Kutasari rt 09/ rw 05 Purbalingga
Masuk IGD : 18 November 2013 pukul15.10
Ruang rawat : VK, Flamboyan

B. ANAMNESA
Autoanamnesa
1. Keluhan utama : kenceng-kenceng
2. Keluhan Tambahan : pengeluaran air dari jalan lahir.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien baru datang ke IGD Kebidanan RSMS dengan membawa surat
rujukan dari RSU. Nirmala Purbalingga dengan keluhan kenceng-kenceng.
Keluhan dirasakan sejak pukul 10.00 tanggal 18 november 2013, dalam 10
menit dirasakan 2 kali selama 10 detik. Tidak ada pengeluaran lendir dan darah
dari jalan lahir, tetapi air ketuban keluar pukul 01.00 tanggal 18 november 2013.
Gerakan janin dirasakan teratur. Riwayat Obstetri : Gravida 5 Para 4 Abortus 0,
anak I : perempuan/17 tahun/ lahir spontan/dukun/BBL 2800 gr, anak II :
perempuan/8 tahun/lahir spontan/bidan/BBL 3000 gr, anak III : perempuan/6
tahun/lahir spontan/bidan/2700 gr, anak keIV:laki-laki/2 tahun/lahir
spontan/bidan/BBL 2100 gr, anak V : hamil ini. Hari Pertama Mens terakhir
19

tanggal 10 Februari 2013, Hari Perkiraan Lahir 17 November 2013, Usia
Kehamilan 40 minggu 1 hari. Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah
tinggi. Keadaan umum pasien anemis dan tampak lemas. Pasien merasakan
pusing dan mual. Pasien tidak merasa pandangan kabur, nyeri perut bagian atas
serta gangguan BAB dan BAK.
4. Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menstruasi pertama saat berusia 13 tahun. Menstruasi terjadi
28 hari sekali, selama 3-4 hari, ganti pembalut 2-3 kali per hari.
5. Riwayat Menikah
Pasien menikah 2 kali, pertama selama 1 tahun dan yang ke dua selama 18 tahun
6. Riwayat Obstetri
Gravida 5 Para 4 Abortus 0.
7. Riwayat Persalinan
An I : Perempuan/17 tahun/lahir spontan/dukun/2,8 kg.
An II : perempuan/8 tahun/lahir spontan/bidan/3 kg.
An III : perempuan/6 tahun/lahir spontan/bidan/2,7 kg.
An IV : laki-laki/2 tahun/lahir spontan/bidan/2,1 kg.
An V : hamil ini.
8. Riwayat ANC (Antenatal Care)
Pasien memeriksakan kehamilannya sekali di bidan
9. Riwayat KB
Pasien pernah menggunakan KB suntik 3 bulan dan Pil 1 tahun
10. Riwayat ginekologi
Pasien tidak pernah mengalami operasi ginekologi.
11. Riwayat Penyakit Dahulu
20

a. Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal.
b. Riwayat penyakit kencing manis disangkal
c. Riwayat penyakit asma disangkal
d. Riwayat alergi disangkal
12. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
b. Riwayat penyakit kencing manis disangkal
c. Riwayat penyakit asma disangkal
d. Riwayat alergi disangkal
13. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sebagai ibu rumah tangga, suami pasien bekerja sebagai karyawan
swasta.
Kesan : Sosial ekonomi menengah ke bawah
14. Riwayat Gizi
Selama hamil gizi tercukupi dengan baik, makan teratur 2-3 kali sehari.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : 150/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Respiratory rate : 24 x/menit
Suhu : 36,8 C
Berat Badan : 62 kilogram
Tinggi Badan : 155 centimeter
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Telinga : pendengaran baik, tidak ada nyeri tekan mastoid
Hidung : tidak ada septum deviasi, tidak keluar sekret
Mulut : tidak ada gusi berdarah, bibir tidak sianosis
21

Tenggorokan : tidak ada pembesaran tonsil, faring tidak hiperemis
Leher : pembesaran kelenjar tiroid dan limfonodi tidak ada,
tidak ada tumor, tidak ada kaku leher
Thorax :
Paru
Inspeksi : dinding dada simetris, tidak ada ketinggalan gerak, sela iga tidak
melebar
Palpasi : vocal fremitus apex : dextra = sinistra
vocal fremitus basal : dextra = sinistra
Perkusi : sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : apex : dextra : SD vesikuler + sinistra : SD vesikuler +
basal : dextra : SD vesikuler +, RBH
sinistra : SD vesikuler +, RBH -RBK parahiler -, Wheezing
parahiler -.
Jantung
Inspeksi : tidak ada retraksi dada, tidak ada pulsasi ictus cordis
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC 2 jari medial LMCS
Perkusi : kanan atas : SIC II LPSD
kiri atas : SIC II LPSS
kanan bawah : SIC IV LPSD
kiri bawah : SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-), gallop (-)
Extremitas :
Superior : Edema (+/+), akral hangat (+/+)
Inferior : Edema (+/+), akral hangat (+/+)

2. Pemeriksaan Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi : Cembung gravid, tidak mengkilat
Palpasi : his (+) 20 menit 2 kali, durasi 10 detik
L I : TFU 28 cm teraba bagian besar bulat keras
22

L II : teraba bagian tahanan memanjang janin di kiri ibu
Perkusi : Pekak janin
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal, DJJ (+) 156 x/menit
Punctum maksimum : jumlah 1
Letak : di kuadran kiri bawah perut ibu
Frekuensi : 13-13-13
Regularitas : teratur
Regio Genitalia eksterna
Inspeksi : Rambut pubis tersebar merata
Edema vulva tidak ada
Benjolan tidak ada
Varises tidak ada
Fluor tidak ada
Fluxus ada
Vaginal toucher : Pembukaan 3-4 cm, kulit ketuban utuh, teraba bagian
kecil- kecil
Sarung tangan : lender (+) darah (+)
Ekstremitas inferior : Oedema +/+

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 19 November 2013
Darah Lengkap
Hb : 4,5 gr/dl Normal: 12 16 gr/dl
Leukosit : 13490/l (H) Normal: 4.800 10.800 /l
Hematokrit : 18 % Normal: 37 47 %
Eritrosit : 3.9 juta/l Normal: 4,2 5,4 juta/l
Trombosit : 377.000/l Normal: 150.000 450.000/l
MCV : 69.4 fL Normal: 79 99 fL
MCH : 20.5 pg Normal: 27 31 pg
MCHC : 29.5 % Normal: 33 37 %
RDW : 26.4 % Normal: 11.5 14.5 %
23

MPV : 10 fL (H) Normal: 7.2 11.1 fL
Hitung Jenis
Eosinofil : 0,3 % (L) Normal: 2 4 %
Basofil : 0.1 % (L) Normal: 0 1 %
Batang : 1.8 % (L) Normal: 2 5 %
Segmen : 83.5 % (H) Normal: 40 70%
Limfosit : 9.9 % (L) Normal: 25 40%
Monosit : 4.4 % Normal: 2 8 %
PT : 14,1 detik Normal: 11,5 15,5
APTT : 34,8 detik Normal: 26,0 36,0
Elektrolit
Natrium : 134 mmol/L Normal: 136-145 mmol/L
Kalium : 3,7 mmol/L Normal: 3,5-5,1 mmol/L
Klorida : 104 mmol/L Normal: 98-107 mmol/L
Kalsium : 7,9 mg/dl Normal: 8,4-10,2 mg/dl
Urine lengkap
Fisis
Warna : kuning Normal : kuning muda - kuning tua
Kejernihan : jernih Normal : jernih
Bau : khas Normal : khas
Kimia
Berat jenis : 1.015 1.010 1.030
PH : 5.0 4.6 7.8
Leukosit : 25 Negatif
Nitrit : Negatif Negatif
Protein : 300 Negatif
Glukosa : Normal Normal
Keton : 5 Negatif
Urobilinogen : Normal Normal
Bilirubin : Negatif Negatif
Eritrosit : Negatif Negatif
24

E. DIAGNOSIS
Gravida 5, Para 4, Abortus 0, Usia 36 Tahun, Hamil 40Minggu 1 Hari, Janin
Tunggal Hidup Intra Uterin, presentasi kaki, punggung kiri,inpartu kala I fase laten
dengan anemia dan PER
F. PENATALAKSANAAN
Sikap :
Lapor residen obsgin : konsul anestesi dan rencana SC cito
Perkembangan persalinan pasien di VK IGD :
Tanggal S O A P
18-11-
2013

15.30
Masuk
VK IGD
KU/Kes : baik/cm
TD : 140/80 mmHg
N : 120 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 37
o
C
Palpasi :
TFu : 28 cm
L1 : teraba bagian
bagian bulat keras janin
L2 : teraba tahanan
memanjang di bagian
kiri ibu
L3 : teraba bagian
kecil-kecil
L4 : belum masuk
panggul
DJJ + 152 x/menit
VT : pembukaan 3-4
cm, ketuban +, teraba
bagian kecil-kecil,
Gravida 5
Para 4
Abortus 0,
usia 36 tahun
hamil 40
minggu 1
hari janin
tunggal
hidupintraute
rine,
presentasi
kaki,
punggung
kiri, belum
masuk
panggul,
inpartu kala I
fase laten
dengan
anemia
gravis dan
PER
- Kolaborasi
medis
- Inform
consent
- Cek lab
lengkap
- Pasang infus
RL
- MgSO
4
4 gr
bolus
- Pasang DC
- Pasang O
2

- Periksa EKG

25

15.55 TD : 140/80, N : 120
x/menit, RR : 24
x/menit, S : 37,6, DJJ +
152 x/menit, his :
2x/10/20

16.30 DJJ + 148 x/menit, his :
2x/10/20, N : 100
x/menit

17.00 DJJ + 148 x/menit, his :
2x/10/20, N : 100
x/menit

17.30 DJJ + 146 x/menit, his :
2x/10/20, N : 100
x/menit

17.40 Transfuse PRC kolf 1
masuk

17.45 - Motivasi
pasien dan
keluarga
- Informed
consent
17.50 Hasil lab :
Hb : 4,5
Protein : 300
-
18.00 dr. samsul, periksa:
VT pembukaan
lengkap, KK +, H III
dan pimpin persalinan
-
18.10 Bayi lahir dengan
presentasi kaki dan
-
26

APGAR score 7-8-9,
Periksa janin tunggal,
injeksi synto 10 IU
18.15 Plasenta lahir spontan,
masase fundus uteri,
kontraksi uterus keras,
perdarahan 150 cc,
Instruksi : dr. samsul :
transfuse 2 kolf masuk.
Bayi lahir, jenis
kelamin laki-laki.
BB : 2140 gram
PB : 44 cm
LK : 31 cm
LD : 30 cm
Anus : +
Kelainan : -
Gelang : biru
-
18.20 Urine tampung dibuang
1500 cc
-
2 jam post partum

TD Nadi Suhu TFU Kontraksi
Uterus
Kandung
Kemih
PPV
18.30 150/90 104 36,8 2 jari
pusat
Keras Kosong 10cc
18.45 150/90 104 2 jari
pusat
Keras Kosong 10cc
19.00 150/90 104 2 jari
pusat
Keras Kosong 10cc
27

19.15 140/10
0
104 2 jari
pusat
Keras Kosong 10cc
19.40 140/10
0
104 36,8 2 jari
pusat
Keras Kosong 10cc
20.15 140/10
0
104 2 jari
pusat
Keras Kosong 10cc

21.30 Transfusi darah I habis lanjut NaCl
TD : 140/90, N : 108, RR : 28, S : 37,8
21.45 Transfusi darah II mulai (PRC)
23.00 Transfuse II habis dan NaCl,
TD : 140/90, N : 96, RR : 28, S : 37,6
konsul dr. jaga IGD dengan instruksi rawat ruang flamboyant dan
cek lab 6 jam setelah transfuse ke 2 habis, persediaan darah di
bank darah habis.

Perkembangan pasien selama di Bangsal Flamboyan
Tanggal S O A P
19
November
2013
Tidak ada
keluhan
Ku/kes: sedang/
composmentis
TD : 140/90
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 37
o
C
Status Generalis
Mata: CA -/- SI -/-
Thoraks:
P/ SD ves +/+, ST -/-
C/ S1>S2, reg, ST
Status Lokalis
Para 5
Abortus 0,
36 tahun
post partus
patologis
dengan
tindakan
manual aid
atas indikasi
presentasi
kaki dan
PEB
Pro MOW
28

Abdomen:
I : datar,
A : Bu (+) N
Per : timpani
Pal : NT (+), TFU 4
jari pusat
Status Genital
Eksterna
PPV (+), FA (-)
Status Vegetatif
BAB (-) BAK (+) FL
(+)
20
november
2013
Tidak ada
keluhan
Ku/kes: sedang/
composmentis
TD: 150/90
N : 82 x/menit
RR: 20 x/menit
S : 36,5
o
C
Status Generalis
Mata: CA -/- SI -/-
Thoraks:
P/ SD ves +/+, ST -/-
C/ S1>S2, reg, ST
Status Lokalis
Abdomen:
I : datar, perban (+),
rembes (-)
A : Bu (+) N
Per: timpani
Pal: NT (-), TFU 1
jari pusat
Para 5
Abortus 0,
36 tahun
post partus
patologis
dengan
tindakan
manual aid
atas indikasi
presentasi
kaki dan
PEB
Pro MOW
29

Status Genital
Eksterna
PPV (+), FA (-)
Status Vegetatif
BAB (+) BAK (+) FL
(+)

G. Diagnosis Akhir
Para 5 Abortus 0 usia 36 tahun post partus patologis dengan tindakan manual aid
atas indikasi presentasi kaki, anemia gravis dan PEB pro MOW.
H. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam









BAB IV
30

MASALAH DAN PEMBAHASAN

1. Apakah alasan merujuk pasien ini sudah tepat?
Alasan merujuk pada pasien ini adalah pasien hamil dengan presentasi janin kaki
dan preeklampsia berat. Departemen Kesehatan pada pedoman asuhan persalinan
normal tahun 2009 menyatakan bahwa pada kala satu persalinan, salah satu alasan
untuk melakukan rujukan adalah dengan adanya pre-eklampsia berat yang ditandai
dengan tekanan darah lebih dari 160/110 dan/atau terdapat protein dalam urin, serta
janin dengan presentasi bukan belakang kepala. Pada kasus ini, karena pasien diketahui
mengalami pre-eklampsia berat dengan janin presentasi kaki, maka tindakan untuk
merujuk pasien ini sudah tepat.
2. Apakah diagnosis presentasi kaki dan preeklampsia berat pada pasien ini sudah
tepat?
Diagnosis preeklampsia berat dapat ditandai dengan adanya salah satu atau lebih
tanda dan gejala seperti tekanan darah sisolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik
110 mmHg, proteinuria 5 gr/jumlah urin dalam 24 jam atau dengan tes dipstick
hasilnya +4, produksi urin < 4 5 cc/24 jam, kenaikan serum kreatinin, adanya edema
paru dan sianosis, nyeri pada abdomen regio epigastrium dan hipochondriaca dextra,
penurunan kesadaran, nyeri kepala, pandangan kabur, gangguan pada fungsi hepar,
hemolisis mikroangiopati, trombositopenia : < 100.000 sel/mm, dan sindrom HELLP
(Hemolysis, Elevated Liver function, dan Low Platelet count) (Cunningham, 2006).
Pada pasien ini, ditemukan adanya tanda dari hasil pemeriksaan urin terdapat
proteinuria 300, yang merupakan salah satu kriteria diagnosis. Meskipun tekanan darah
pasien ini adalah 150/90 mmHg yang termasuk ke dalam kriteria preeklampsia ringan,
namun pasien ini mengalami proteinuria hingga mencapai 300, yang menunjukkan
termasuk ke dalam pre-eklampsia berat. Maka diagnosis pre-eklampsia berat pada
pasien ini sudah tepat.
Presentasi kaki dapat diketahui berdasarkan pemeriksaan Leopold, dimana pada
Leopold I didapatkan kepala janin yang keras, bulat dan dapat diraba dengan balotemen
31

sudah menempati baian di fundus uteri. Leopold II menunjukkan punggung janin sudah
berada pada satu sisi abdomen dan bagian-bagian kecil janin berada pada sisi lainnya.
Leopold III, bila engagement belum terjadi bokong masih dapat digerakkan diatas pintu
atas panggul. Setelah terjadi engagement pada Leopold IV menunjukkan posisi bokong
yang mapan di bawah simpisis. Suara jantung janin biasanya terdengar paling keras
pada daerah sedikit diatas umbilikus. Pada pemeriksaan vaginal toucher teraba letak
salah satu atau kedua kaki lebih rendah dari bokong. Penentuan kaki kanan atau kaki
kiri dapat ditentukan berdasarkan hubungannya dengan ibu jari kaki. Ketika bokong
turun lebih jauh ke dalam rongga panggul, genitalia dapat diraba. Pemeriksaan dengan
ultrasonografi idealnya digunakan untuk memastikan perkiraan klinis presentasi bokong
atau kaki, bila mungkin untuk mengidentifikasi adanya anomali janin. (Cunningham,
2006).
Pada pasien ini, saat dilakukan pemeriksaan Leopold di dapatkan hasil
pemeriksaan Leopold I teraba bagian bulat keras janin, yang menunjukkan bahwa
kepala janin berada di bagian atas uterus. Pada pemeriksaan Leopold II didapatkan hasil
teraba tahanan memanjang di bagian kiri ibu dan pada Leopold III teraba bagian bulat
lunak, yang menunjukkan bahwa kemungkinan bagian terbawah janin adalah bokong.
Pada pemeriksaan Leopold IV diketahui bahwa bagian paling bawah janin belum masuk
pintu atas panggul. Kemudian, pada pemeriksaan vaginal toucher didapatkan hasil
teraba bagian kecil-kecil janin, yang diduga adalah kaki, apabila disesuaikan dengan
pemeriksaan Leopold. Maka, diagnosis janin dengan presentasi kaki pada pasien ini
sudah tepat.
3. Apakah tindakan manual aid pada pasien ini tepat?
Dengan melakukan perhitungan menggunakan skor Zatuchn dan Andros, pada
pasien ini mendapatkan skor 5 yang berarti pada persalinan bisa diharapkan dilakukan
secara pervaginam.
Indek 0 1 2
Paritas Primi Multi -
32


Padapasien ini dilakukan manual aid. Indikasi untuk melakukan manual aid pada
persalinan sungsang adalah apabila gagal melakukan persalinan Bracht dan apabila
sejak awal direncanakan untuk dilakukan manual aid. Pada pasien ini, tidak dilakukan
persalinan Bracht sebelumnya dan langsung direncanakan untuk melakukan manual aid.
Manual aid merupakan teknik persalinan yang disarankan untuk janin letak sungsang,
dimana pada kasus pasien ini dengan presentasi kaki. Maka, tatalaksana janin presentasi
kaki dengan melakukan manual aid dianggap sudah tepat.

4. Apakah penatalaksanaan preeklampsia berat pada pasien ini sudah tepat?
Penanganan preeklampsia berat dapat dilakukan dengan pemerian obat
antikonvulsan, yaitu dengan dosis awal MgSO
4
40% 4 gram IV selama 5 menit. Pada
dosis pemeliharaan, diberikan MgSO
4
1-2 gram perjam melalui infus dengan tetesan 15
tetes per menit. Anti konvulsan dapat diberikan sampai 24 jam setelah persalinan. Obat
antihipertensi dapat diberikan hingga tekanan diastolik turun mencapai 90-100 mmHg.
Obat pilihan adalah hidralazin 5 mg intravena pelan-pelan. Jika tidak tersedia, maka
dapa diberikan labetolol 10 mg intravena atau nifedipin 5 mg sublingual. Jika tidak baik
setelah 10 menit beri nifedipin 5 mg lagi sublingual. Obat antihipertensi lainnya yang
dapat diberi adalah metildopa 3 x 250 -500 mg/ hari. Kemudian pasien perlu dilakukan
Umur Hamil > 39 mg 38 mg < 37 mg
TBJ > 3639 gr 3629 3176 gr < 3175 gr
Partus sungsang
sblmnya (>2,5mg)
0 1
2
2 cm 3 cm >4 cm
Penurunan -3 -2 -1 / lebih
rendah
33

katerisasi urin untuk mengetahui pengeluaran urin dan proteinuria. Selain itu, perlu
dilakukan pemantauan tanda-tanda vital pasien (Saifuddin, 2010).
Pada persalinan, lakukan pemeriksasn serviks. Jika serviks matang lakukan
pemecahan ketuban, lalu induksi persalinan dengan oksitosis atau prostaglandin. Jika
persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 24 jam dilakukan seksio sesarea.
Jika serviks belum matang dan janin hidup, maka dilakukan seksio sesarea. Apabila
anestesi untuk seksio sesarea tidak tersedia, atau jika janin mati, atau terlalu kecil, maka
usahakan lahir pervaginam, matangkan serviks dengan misoprostol, prostaglandin atau
kateter foley (Saifuddin, 2010).Pada pasien, saat pertama kali datang, diberikan MgSO
4
4 gram bolus IV. Hal ini sesuai dengan penatalaksanaan yang seharusnya pada pasien
dengan pre-eklampsia berat. Pada pasien ini tidak diberikan obat anti hipertensi
dikarenakan tekanan darah diastolik pasien berada pada rentang 90-100 mmHg dan
tidak pernah mencapai lebih dari atau sama dengan 110 mmHg. Maka, penatalaksanaan
untuk preeklampsia berat pada pasien ini sudah cukup tepat.















BAB V
KESIMPULAN
34


1. Diagnosis pada pasien adalah Para 5 Abortus 0 usia 36 tahun post partus patologis
dengan tindakan manual aid atas indikasi presentasi kaki, anemia gravis dan PEB
pro MOW.
2. Pasien multigravida dipimpin mengejan jam 18.00 dan dilakukan tindakan manual
aid dengan indikasi presentasi kaki.
3. Setelah bayi lahir, plasenta lahir spontan lengkap, dilakukan masase fundus uteri
dan kontraksi uterus keras.




















DAFTAR PUSTAKA
35


Angsar, M.D., 2009. Hipertensi Dalam Kehamilan; Ilmu kebidanan. Edisi 4. Jakarta:
P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. hal 530-61.
Cuningham F.G., 2005. Hipertensi dalam kehamilan. Obstetri Williams. Edisi 21.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, hal 624-84
Duley, L. 2003. Pre-eclampsia and The Hipertensive Disorders of Pregnancy. British
Medical Bulletin (67):161-76.
Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI, 2005
Mandang, S., Wallace. E., 2012. Update in Understanding Preeclampsia. Medicinus (2):
35-50.
Noris, M. Perico, N. G. Remuzi. 2005. Mecanism of Disease : Pre-eclampsia. Nature
Clinical Practice Nephrology (1): 98-114
Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. 2010. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta ; PT Bina Pustaka
Sarwono Prawihadjo.
Touvinen, S., Katri, I., Eero, K., et al. 2012. Hipertensive Disorders in Pregnancy and
Cognitive Decline in the Offspring up to Old Age. Journal of the American
Academy of Neurology
World Health Organization (WHO). 2007. Regional Versus General Anesthesia for
CaesareanSection(Review).URL:http://apps.who.int/rhl/reviews/CD004350.pdf
.

Anda mungkin juga menyukai