Anda di halaman 1dari 16

PENYELIDIKAN JANTUNG KURA

Penyusun :
1. Aprodita Permata Y 021311133004
2. Khamila Gayatri Anjani 021311133007
3. Essy Rodherika 021311133010
4. Nurnya Aini Dewi 021311133013
5. Putri Melinda Iradani 021311133015










1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Teori
Jantung merupakan organ yang berperan penting bagi tubuh dalam proses
sirkulasi darah. Jantung berfungsi sebagai pemompa darah baik kearah sirkulasi
sistemik maupun pulmoner untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Dalam cara
kerjanya, jantung memiliki kontraksi ritmik (irama tertentu) yang harus
dipertahankan dan potensial aksi yang harus disalurkan ke seluruh tubuh melalui
system hantaran khusus, yaitu berkas A-V.
1

Jantung memiliki beberapa sifat, yaitu:
1. Inotropik (contractility),
2. Chronotropik (rhythmicity),
3. Bathmotropik (excitability)
4. Dromotropik (conductivity)
Inotropik menunjukkan sifat kontraksi pada jantung. Sel otot jantung
memiliki miofibril-miofibril tertentu yang mengandung filamen aktin dan miosin
yang saling bertautan. Saat terjadi kontraksi, kedua filamen ini saling menyisip
dan bergeser satu sama lain.
Chronotropik menunjukkan sifat ritmik pada jantung. Adanya SA node
sebagai pacemaker membuat ritme jantung dapat dikontrol dengan baik, sehingga
siklus jantung berjalan dengan sempurna dan kebutuhan fisiologis tubuh dapat
terpenuhi.
Bathmotropik merupakan sifat peka rangsang dari otot jantung. Adanya
fast natrium influx menjadi awal terjadinya potensial aksi sehingga membentuk
plateu. Potensial aksi inilah yang membuat kontraksi otot jantung lebih lama
dibandingkan dengan otot rangka.
Dromotropik menunjukkan sifat jantung yang dapat menghantarkan
rangsang. Adanya sinsisium, yakni dimana sel-sel otot jantung saling terikat kuat,
sehingga bila salah satu sel otot terangsang, maka potensial aksi menyebar melalu
kisi-kisi yang berhubungan. Potensial aksi dari sinsium atrium dapat sampai ke
sinsisium ventrikel melalui berkas A-V.Jantung diinvervasi oleh saraf otonom.
Rangsangan terhadap saraf simpatis menyebabkan keempat sifat jantung
teraktivasi sedangkan rangsangan terhadap saraf parasimpatis menyebabkan
penghambatan impuls. Selain dipengaruhi oleh saraf, aktivitas jantung juga
dipengaruhi oleh faktor suhu dan obat-obatan.
2
2. METODE KERJA
2.1 Alat
1. kimograf








2. jepit Gaskell/arteri klem
3. gunting







5. kapas
6.
2.2 Bahan
1. larutan ringer









2.asetilkolin







3.adrenalin











2.3 Tata kerja
PERSIAPAN DAN PEMASANGAN ALAT
- Siapkan preparat kura-kura yang sudah di preparat
- lalu ikat keempat kaki nya sampai tidak bisa bergerak di atas papan
- potong pericardium dengan potongan y terbalik
- setelah itu ikat frenulum cordis (jaringan ikat yang menghubungkan apex
cordis dengan peri kardium) dengan benang dan benang ini di sambungkan
dengan pencatat kimograf dan
- pergerakan kimograf dengan kecepatan optimal (menyesuaikan dengan
kontraksi jantung kura tersebut)
PENCATATAN KONTRAKSI NORMAL
- Catat kontraksi normal jantung kura sebanyak kurang lebih 15 kontraksi
- Lalu perhatikan kontraksi nya serta lama kontraksi, frekuensi serta
amplitudonya

PENGARUH SUHU
- Pertama buat kontraksi normalnya sebagai control
- Lalu tetes kan larutan ringer dengan suhu 37 drajad sampai setengah tabung
dan bila terjadi perubahan dari kontraksi nya kemudian catat dengan
kimograf
- Bilas jantung kura dengan ringer untuk penetralan
- Kemudian buat jantung kura normal kontraksinya
- Teteskan kembali larutan ringer bersuhu 5 drajad sampai setengah tabung dan
bila terjadi peubahan gerak kontraksi catat serta perhatikan
PENGARUH OBAT- OBATAN
- Konraksi jantung dibuat normal kembali lalu tetes kan larutan adrenalin
1/10.000 sebanyak kurang lebih 3 tetes lalu perhatikan reaksi pada
kontraksinya lalu catat dengan kimograf
- Setelah itu cuci jantung dengan meneteskan larutan ringer dengan jumlah
banyak untuk menghilangkan reaksi obatnya
- Kontraksi di buat normal dulu lalu di teteskan asetilkolin 1/10.000 sebanyak 2
tetes lalu liat reaksi nya dan catat di kimograf
- Lalu bersihkan obat-obatan itu dengan meneteskan larutan ringer dengan
jumlah banyak

BLOK PADA JANTUNG
- Kontraksi jantung di normalkan
- Pada daerah antrium ventrikel diberi penjepit Gaskell (kimograf keadaan
mati),jepitlah dengan tidak begitu rapat tunggu sekitar 1 menit lalu perhatikan
denyutan antrium dan ventrikel
- Setelah irama denyut atrium dan ventrikel berlainan (blok parsial) jalankan
kimograf
- Lalu penjepit Gaskell di jepitkan kuat-kuat pada tempat yang sama sampai
denyut atrium tidak di ikuti lg oleh denyut ventrikel (blok total)
- Catat dan perhatikan hasilnya


OTOMASI JANTUNG
- Bebaskan jantung pada alat2 yang melekat
- Jepit pembuluh aorta dengan arteri klem lalu jantung dipotong dari organ
sekitarnya
- Lalu jantung di letakkan pada papan fiksasi dan jantung tetap di teteskan oleh
larutan ringer
- Kemudian perhatikan sifat otomasi jantung




3. HASIL
HASIL PENGAMATAN PRAKTIKUM JANTUNG KURA
No Jenis Perlakuan Pengamatan kontraksi jantung
Frekuensi
(per 20
detik)
Amplitudo
(cm)
Keterangan
1 Normal 17 0,6 Kontraksi stabil
2 Suhu 37 K: 17
P: 19
K: 0,6
P: 0,65
Pada suhu
37 terjadi
peningkatan jumlah
frekuensi dan
amplitudo kontraksi
5 K: 18
P: 15
K: 0,5
P: 0,4
Pada suhu
5 terjadi
penurunan jumlah
frekuensi dan
amplitudo kontraksi
3 Obat Adrenalin K: 16
P: 19
K: 0,6
P: 0,6
Adrenalin
mengakibatkan
peningkatan jumlah
frekuensi kontraksi,
amplitudo yang
terjadi tetap.
Asetilkolin K: 17
P: 14
K: 0,6
P:0,55
Asetilkolin
menurunkan jumlah
frekuensi dan
amplitudo kontraksi
4 Blok Parsial K: 14
P: 24
K: 0,2
P: 0,1
Grafik frekuensi blok
parsial menurun tak
beraturan dan mulai
mendatar

Total K: 14
P: 0
K: 0,2
P: 0,1
Grafik frekuensi blok
total berupa garis
lurus
5 Otomasi Jantung kura masih
dapat berkontraksi
meski telah diisolir




Gambar grafik pencatatan kontraksi normal:


Gambar grafik pengaruhsuhu 37 dan 5 :



Gambar grafik pengaruh obat-obatan:




Gambar grafik pengaruh blok pada jantung:

PERLAKUAN SUHU 37


Gambar grafik perlakuan otomasi jantung:


4. PEMBAHASAN
4.1 Diskusi Hasil
Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung yang utama yakni: otot atrium, otot
ventrikel dan serabut otot eksitatorik dan konduksi khusus. Tipe otot atrium dan
ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka, hanya saja durasi
kontraksi otot tersebut lebih lama. Sebaliknya, serabut serabut khusus eksitatorik dan
konduksi berkontraksi dengan lemah sekali sebab serabut-serabut ini hanya
mengandung sedikit serabut kontraktil: justru mereka memperlihatkan pelepasan
muatan listrik berirama yang otomatis dalam bentuk potensial aksi atau konduksi
potensial aksi yang melalui jantung, yang bekerja sebagai suatu sistem eksitatorik
yang mengatur denyut jantung yang berirama(Guyton AC.2010. Textbook of Medical
Physiology 12
th
ed. Philadepia: Elsevier Inc.).

KEADAAN NORMAL
Peristiwa yang terjadi pada jantung berawal dari permulaan sebuah denyut
jantung sampai permulaan denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung. Setiap
siklus diawali oleh pembentukan potensial aksi yang spontan. Siklus jantung terdiri
atas satu periode relaksasi yang di sebut sistol dan diastol.Sistol merupakan periode
kontraksi ventrikel, saat jantung memompakan darahnya dari ventrikel ke sirkulasi
pulmonal dan ke sirkulasi sistemik. Pada saat sistole katub-katub AV menutup
sedangkan katub-katub semilunaris aorta dan pulmonal membuka sehingga ventrikel
berkontraksi memompakan darahnya ke aorta dan A pulmonalis. Sedangkan diastole
menunjukkan periode relaksasi ventrikel atau kontraksi atrium saat ventrikel
menerima darah dari atrium yang sebelumnya telah menerima darah dari paru melalui
V.pulmonalis dan dari seluruh tubuh melalui vena cava. Pada saat distole katub-katub
semilunaris aorta dan pulmonal menutup sedangkan katub-katub AV membuka
sehingga atrium yang berkontraksi memompakan darahnya ke ventrikel (Guyton AC.
2010 . Textbook of Medical Physiology 12
th
ed. Philadepia: Elsevier Inc.).
Siklus jantung dimulai dari potensial aksi spontan di SA node yang dijalarkan ke
kedua atrium kemudian lewat AV node ke ventrikel. Karena adanya pengaturan
khusus sistem konduksi dari atrium ke ventrikel, terjadi keterlambatan penghantaran
impuls dari atrium ke ventrikel, sehingga atrium selalu lebih dulu berkontraksi
daripada ventrikel (Guyton AC. 2010 . Textbook of Medical Physiology 12
th
ed.
Philadepia: Elsevier Inc.).
Pada percobaan ini, dalam keadaan normal jantung kura-kura didapatkan frekuensi
sebesar 17 gelombang tiap 20 detik dan amplitudo 0,6 cm. Dapat dilihat pada kertas
kimograf bahwa grafik terlihat stabil amplitudonya. Amplitudo kontraksi yang
dihasilkan setiap kura di preparat kelompok kami mungkin berdeba-beda dikarenakan
ukuran dan kondisi kura yang juga berbeda.
2. PENGARUH SUHU
1) Suhu hangat (37
o
C)
Untuk menguji kontraksi jantung pada suhu hangat digunakan larutan Ringer
suhu 37
o
C. Diperoleh data sebagai berikut:
Kontrol
Frekuensi : 17 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0,6 cm
Perlakuan
Frekuensi : 19 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0,65 cm
2) Suhu Dingin (5
o
C)
Pengujian kontraksi jantung pada suhu dingin dilakukan dengan bantuan larutan
Ringer suhu 5
o
C, diperoleh:
Kontrol
Frekuensi : 18 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0,5 cm
Perlakuan
Frekuensi : 15 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0,4 cm
Pengaruh suhu dapat mempengaruhi frekuensi denyut jantung kura-kura yang
memiliki sifat poikilotermik (dapat menyesuaikan dengan suhu lingkungan). Pada
suhu 37
o
C terjadi kenaikan frekuensi dan amplitudo kontraksi jantung. Hal ini
dikarenakan permeabilitas sel otot terhadap ion meningkat sehingga ion inflow
meningkat, terjadilah depolarisasi. Saat potensial membran mencapai nilai ambang,
maka akan terjadi potensial aksi yang kemudian dikonduksikan ke AV node, lalu ke
bundle of his, kemudian ke saraf purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel
berkontraksi secara cepat. Akibatnya frekuensi denyut jantung meningkat. Tapi perlu
diperhatikan bahwa bila peningkatan suhu yang lama melemahkan sistem metabolik
jantung yang akhirnya menyebabkan kelemahan. (Guyton AC. 2010 . Textbook of
Medical Physiology 12
th
ed. Philadepia: Elsevier Inc.)
Sedangkan pada perlakuan suhu 5
o
C terlihat adanya penurunan frekuensi dan
amplitudo setelah pemberian larutan Ringer dengan suhu 5
o
C. Hal ini disebabkan
karena penurunan suhu menyebabkan penurunan permeabilitas membran sel otot
jantung terhadap ion, sehingga diperlukan waktu lama untuk mencapai nilai ambang,
jadi self excitation juga akan menurun. Akibatnya kontraksi otot jantung juga
mengalami penurunan.

3. PENGARUH OBAT
1. Adrenalin:
Kontrol
Frekuensi : 16 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0,6 cm
Perlakuan
Frekuensi : 19 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0,6 cm
2. Asetilkolin
Kontrol
Frekuensi : 17 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0,6cm
Perlakuan
Frekuensi : 14 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0,55 cm

Efektivitas pompa jantung juga dikendalikan oleh saraf simpatis dan parasimpatis,
yang sangat banyak menyuplai jantung. Adrenalin mempunyai efek yang sama seperti
perangsangan saraf simpatis.Peningkatan perangsangan saraf simpatis menyebabkan
peningkatan kecepatan lepasan nodus sinus; meningkatkan kecepatan konduksi
demikian juga dengan tingkat eksitabilitas dalam semua bagian jantung; dan
meningkatkan kekuatan kontraksi semua otot-otot jantung, baik otot atrium maupun
otot ventrikel. Perangsangan simpatis yang kuat dapat meningkatkan frekuensi denyut
jatung pada manusia dewasa dari frekuensi normal sebesar 70 kali denyut permenit
menjadi 180 sampai 200 per menit. Selain itu juga dapat meningkatkan frekuensi dan
amplitudo denyut jantung. Hal ini karena terjadi peningkatkan permeabilitas
membran sel otot terhadap Na dan Ca. Di dalam SA node, peningkatan permeabilitas
membran terhadap Na menyebabkan penurunan potensial membran sampai nilai
ambang. Sementara di dalam AV node peningkatan permeabilitas membran terhadap
Na akan mempermudah tiap sabut otot jantung untuk mengkonduksi impuls kepada
sabut otot berikutnya. Sehingga mengurangi waktu pengkonduksian impuls dari
atrium ke ventrikel. Sedang peningkatan permeabilitas membran terhadap Ca
menyebabkan kontraksi meningkat.
Acetylkolin mempunyai efek seperti perangsangan saraf parasimpatis, yaitu secara
umum menyebabkan melemahnya efektifitas jantung sebagai pompa. Perangsangan
serabut saraf parasimpatis di dalam nervus vagus yang kuat pada jantung dapat
menghentikan denyut jantung beberapa detik tetapi jantung biasanya akan berdenyut
20 sampai 40 kali permenit selama perangsangan parasimpatis terus berlanjut. Selain
itu perangangan saraf parasimpatis yang kuat dapat menurunkan kekuatan kontraksi
sampai 30 persen. Hal ini karena terjadi peningkatkan permeabilitas membran
terhadap ion K, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi, yaitu meningkatnya
permeabilitas negative dalam sel otot jantung yang membuat jaringan menjadi kurang
peka terhadap rangsangan. Di dalam AV node, hiperpolarisasi ini menyebabkan
penghambatan jungctional yang berukuran kecil untuk merangsang AV node,
sehingga terjadi perlambatan kontraksi impuls dan akhirnya terjadi penurunan
kontraksi.

4. BLOK JANTUNG
Secara normal, kontraksi jantung terjadi karena self excitation di SA node
yang kemudian dikonduksikan atau dihantarkan melalui aliran AV node (dengan
lebih dulu dilambatkan oleh AV junction) kemudian bundle of his dan serat
purkinje.
Pada hakikatnya jantung terdiri dari dua sinsitium (kesatuan fungsional) yaitu
sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel. Karena SA node sebagai pace maker terletak
di bawah dan medial terhadap muara vena cava superior pada dinding posterior
atrium kanan, maka atrium lebih dulu berkontraksi. Potensial aksi yang dicetuskan
SA node merambat dari atrium ke ventrikel (AV node) melalui AV junction.
Perlambatan konduksi impuls yang terjadi pada AV junction menyebabkan ventrikel
baru berkontraksi setelah atrium menyelesaikan kontraksinya sehingga pengisian
ventrikel bisa berlangsung dengan baik.
1). Blok Parsial
Blok parsial ini tidak menghentikan denyut jantung, hanya memperlambat saja. Blok
parsial ini terjadi bila ada penjepitan pada berkas AV node. Impuls yang dihantarkan
dari berkas AV node akan berkurang. Sehingga impuls yang dapat diteruskan ke
ventrikel juga berkurang. Ventrikel baru berkontraksi setelah atrium lebih dulu
berkontraksi beberapa kali.
Pada percobaan ini diperoleh data sebagai berikut:
Kontrol
Frekuensi : 14 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0,2cm
Perlakuan
Frekuensi : 24 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0,1 cm
Saat melakukan percobaan ini kelompok mengalami sedikit gangguan yaitu benang
pada frenulum cordis lepas sehingga kami harus mereparasi ulang. Hal ini
mengakibatkan frekuensi dan amplitudo kontrol jauh berbeda dengan kontrol awal.
Pada grafik kimograf dapat dilihat bahwa pada perlakuan ini, grafiknya menurun tak
beraturan dan hampir mendatar. Jumlah frekuensi tiap 20 detiknya juga jauh lebih
banyak daripada kontrol, mungkin dikarenakan oleh kesalaham sehabis pembetulan
posisi benang pada frenulum cordis kembali.
2) Blok Total
Pada percobaan ini diperoleh data sebagai berikut:
Kontrol
Frekuensi : 14 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0,2cm
Perlakuan
Frekuensi : 0 gelombang tiap 20 detik
Amplitudo : 0 cm
Penjepitan dilakukan pada berkas AV node seluruhnya. Dengan demikian tak terjadi
penjalaran impuls dari atrium ke ventrikel. Atrium masih berkontraksi namun tidak
diikuti dengan kontraksi ventrikel karena tak ada impuls dari atrium ke ventrikel
sehingga denyut jantung tak ada (ventrikel tak berkontraksi).
Pada grafik kimograf dapat dilihat bahwa grafik yang ditampilkan hanya berupa garis
lurus dikarenakan tidak berkontraksinya ventrikel jantung kura-kura.

5. OTOMASI JANTUNG
Kontraksi jantung tidak semata-mata tergantung dari impuls yang dihantarkan
oleh saraf. Jantung mempunyai kemampuan untuk self excitation sehingga dapat
berkontraksi secara otomatis walaupun telah dilepas dari tubuh dan semua saraf
menuju jantung telah dipotong.
Pada peristiwa self excitation, SA node menghantarkan impuls ke AV node yang
kemudian diteruskan ke serabut purkinje sehingga otot jantung dapat berkontraksi. Ini
menunjukkan bahwa self excitation adalah suatu sistem konduksi khusus dari SA
node sebagai pace maker. Self excitation ini dilakukan oleh SA node sebagai pace
maker karena membran selnya mudah dilewati ion Na sehingga RMPnya rendah.
Selain itu juga karena kebocoran alamiah ion Na+. (Guyton AC. 2010 . Textbook of
Medical Physiology 12
th
ed. Philadepia: Elsevier Inc.)
Dalam percobaan kami, otomasi jantung ini diperoleh frekuensi kontraksi 13
kontraksi per 20 detik dengan amplitudo 0,3 cm. Jadi, sifat otomasi jantung mampu
menyebabkan jantung tetap berdenyut meski tanpa ada impuls dari syaraf.














DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur C. Hall John. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; H. 189, 190, 205.

2. Hall, John E. 2010. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall. Ed 11.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; H. 65, 77, 78, 89.
3. Guyton AC. 2010 . Textbook of Medical Physiology 12
th
ed. Philadepia: Elsevier
Inc.).

Anda mungkin juga menyukai