Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan
orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus
kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di
Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan
tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu
jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa
diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai
perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai
mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke
samping, depan, atau belakang.
Penanganan fraktur harus dilakukan dengan cepat dan tindakan tepat agar imobilisasi
dilakukan sesegera mungkin karena pergerakan pada fragmen tulang dapat menyebabkan nyeri.
Kerusakan jaringan lunak dan perdarahan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya syok
dan komplikasi neurovaskuler.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat masalah
bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur femur dekstra post
pemasangan open reduksi internal fiksation.

1.2. Rumusan masalah
2. Apa definisi post op ORIF fraktur femur dekstra ?
3. Apa etiologi dari post op ORIF fraktur femur dekstra?
4. Bagaimana manifestasi klinik post op ORIF fraktur femur dekstra?
5. Apa klasifikasi post op ORIF fraktur femur dekstra?
6. Bagaimana patofisiologi dari post op ORIF fraktur femur dekstra?
7. Bagaimana WOC dari post op ORIF fraktur femur dekstra?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik post op ORIF fraktur femur dekstra?
9. Bagaimana penatalaksanaan post op ORIF fraktur femur dekstra?
10. Apa komplikasi dari post op ORIF fraktur femur dekstra?
11. Bagaimana ASKEP post op ORIF fraktur femur dekstra?


1.3 Tujun
1) Menjelaskan definisi post op ORIF fraktur femur dekstra?
2) Menjelaskan etiologi dari post op ORIF fraktur femur dekstra?
3) Menjelaskan manifestasi klinik post op ORIF fraktur femur dekstra?
4) Menjelaskan klasifikasi post op ORIF fraktur femur dekstra?
5) Menjelaskan patofisiologi dari post op ORIF fraktur femur dekstra?
6) Menjelaskan WOC dari post op ORIF fraktur femur dekstra?
7) Menjelaskan pemeriksaan diagnostik post op ORIF fraktur femur dekstra?
8) Menjelaskan penatalaksanaan post op ORIF fraktur femur dekstra?
9) Menjelaskan komplikasi dari post op ORIF fraktur femur dekstra?
10) Menjelaskan ASKEP post op ORIF fraktur femur dekstra?

1.4 Manfaat
2 Menambah wawasan pengetahuan mengenai kasus ruptur tendon achilles dan penerapan konsep
keperawatan pada kasus ruptur tendon achilles.
3 Menambah wawasan pengetahuan mengenai penerapan diagnosa keperawatan pada kasus ruptur
tendon achilles.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Muskuloskletal

A. Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses Osteogenesis menjadi tulang. Proses ini
dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan
garam kalsium. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia.

Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentukannya :
1. Tulang panjang (Femur, Humerus)
terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis.
Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat
daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebutlempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan.
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan
digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang
dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau
trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan
tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang
pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis
medularis berisi sumsum tulang.
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu
lapisan luar dari tulang yang padat.
3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah
tulang concellous.
4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan
persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga
jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2%
subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan
kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.Osteosit adalah sel dewasa yang
terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran,
resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon
terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella.
Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut
kedalam kanalikuliyang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang
terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakanperiosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat
perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang
dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan
pada permukaan tulang).


B. Otot
Otot dibagi dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama untuk kontraksi dan
menghasilkan pergerakan dari bagian tubuh atau seluruh tubuh. Kelompok otot terdiri dari :
1) Otot rangka (otot lurik) : didapatkan pada sistem skeletal danberfungsi untuk memberikan
pengontrolan pergerakan mempertahnakan sikap dan menghasilkan panas.
2) Otot viseral (otot polos) : didapatkan pada saluran pencernaan, saluran perkemihan dan
pembuluih darah. Dipengaruhi oleh sistem saraf otonom dan kontraksinya tidak dibawah kontrol
keinginan.
3) Otot jantung : didapat hanya pada jantung dan kontraksinya tidak kontorl keinginan.
Otot rangka merupakan otot yang mempunyai variasi ukuran dan bentuk dari panjang dan
tipis sampai dengan yang lebar dan datar atau dapat berbentuk massa-massa yang besar sekali.
Kontraksi otot rangka hanya dapat dirangsang. Energi kontraksi otot dipenuhi dari pemecahan
adenosin triphospate (ATP) dan kegiatan kalsium. Serat-serat dengan oksigenasi secara adekuat
dapat berkontraksi lebih kuat, bila dibandingkan dengan oksigenisasi tidak adekuat.
Pergerakan ditimbulkan oleh tarikan otot pada tulang yang berperan sebagai pengungkit
dan sendi berpungsi sebagai tumpuan/penopang. Otot rangka lebih besar dari pembuluh darah.
Selama kontraksi otot akan terjadi perubahan kimia. Akibatnya terjadi pembentukan produk-
produk sisa metabolisme. Otot yang lelah dan nyeri terjadi pada saat otot kekurangan oksigen
dan produk buangan tidak dapat dikeluarkan.
C. Kartilago
Kartilago terdiri dari serat-serat dilekatkan pada suatu gelatin yang kuat. Kartilago sangat
kuat tetapi fleksible dan tidak bervaskuler. Nutrisi mencapai kesel-sel kartilago dengan
proses difusi melalui gelatin dari kapiler-kapiler yang berada di perichondrium (fibrous yang
menutupi kartilago ) atau sejumlah serat-serat kolagen didapatkan pada kartilago, dimana
tipenya: fibrous, hyaline, atau elastik. Fibrous atau (fifibrocartilago) mempunyai banyak serat-
serat dan oleh karena itu paling besar kekuatannya untuk merenggang . Fibrocartilagomenyusun
diskus intervertebralis. Arthicular (Hyaline) cartilage-halus, putih, putih, berkilau dan kenyal
membungkus permukaan persediaan dari tulang dan beberapa sebagian bantalan. Kartilago
elastik mempunyai paling sedikit serat-serat dan sering didapatkan pada daerah telinga luar.

D. Sumsum Tulang
jaringan vaskuler dalam rongga sumsum (batang) tulang panjang dan dalam tulang pipih.
Sumsum tulang merah, yang terutama terletak di sternum, ilium, vertebra dan rusuk pada orang
dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewas, tulang
panjang terisi oleh sumsum lemak kuning. Biopsi sumsum tulang dilakukan pada tulang pipih.

E. Ligament
Ligament adalah sekumpulan dari jaringan fibrous yang tebal dimana merupakan akhiran
dari suatu aoat dan berfungsi mengikat suatu tulang.

F. Tendon
Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibon yang membungkus setiap otot
dan berkaitan dengan prioteum jaringan penyambung yang mengelilingi tendon tertentu
khususnya pada pergelangan tangan dan tumit. Pembungkus ini dibatasi oleh membram synovial
lumbrika untuk memudahkan pergerakan tendon.

G. Fasia
Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambun longgar yang didapatkan langsung
dibawah kulit sebagai fasisupervisial atau pembungkus tebal, jaringan penyambung fibrous yang
membungkus otot, saraf dan pembuluh darah. Bagian akhir diketahui sebagai fasia dalam.

H. Bursae
Burse adalah suatu kantong kecil dair jaringan penyambung disuatu tempat, dimana
digunakan diatas bagian yang bergerak, misalnya terjadi antara kulit dan tulang, anatar tendon
dan tulang atau antara otot. Burse bertindak sebagai penampang antara bagian yang bergerak,
seperti pada olecra non bursae, terletak antara presesus dan kulit.
I. Persendian
Pergerakan tidak akan mungkin terjadi bila kelenturan dalam rangka tulang tidak ada.
Kelenturan dimungkinkan karena adanya persendian, atau letak dimana tulang-tulang berada
bersama-sama. Bentuk dari persendian akan ditetapkan berdasarkan jumlah dan tipe pergerakan
yang memungkinkan, dan klasifikasi didasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan.

Menurut klasifikasi terdapat 3 kelas utama persendian yaitu :
1) Sendi Synarthroses (sendi yang tidak bergerak). Misalnya adalah sendi pada tulang tengkorak
2) Sendi Amphiarthroses (sendi yang sedikit pergerakannya). Contoh sendi pada vetebra dan
simfisis pubis.
3) Sendi Diarthroses (sendi yang banyak pergerakannya). Jenis sendi Diartrotis :
Sendi Peluru, missal pada persendihan panggul dan bahu, memungkinkan gerakan bebas penuh
Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah contohnya pada siku dan
lutut.
Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang saling tegak lurus. Sendi pada dasar ibu
jari adalah sendi pelana.
Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna. Memungkinkan rotasi untuk
melakukan aktifitas seperti memutar pegangan pintu.
Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah dan contohnya adalah sendi-
sendi tulang karpalia dipergelangan tangan.
Pada sendi yang dapat digerakkan, ujung persendian tulang ditutupi oleh tulang rawang
hialin yang halus. Persendian tulang tersebut dikelilingi oleh selubung fibrus kapsul sendi.
Kapsul dilapisi oleh membran, sinovium, yang mengsekresi cairan pelumas dan peredam getaran
kedalam kapsul sendi. Maka, permukaan tulang tidak dapat kontak langsung.pada beberapa sendi
sinovial, terdapatr diskus pibrokartilago diantara permukaan tulang rawang sendi. Bagian ini
merupakan peredam getaran.
Adapun pergerakan yang dapat dilakukan oleh sendi-sendi adalah:
Fleksi
Ekstensi
Adduksi
Abduksi
Rotasi
Sirkumduksi
Pergerakan khusus: supinasi, inversio, eversio, protacsio.

2.2 Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenisnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat di absorbsinya (Smeltzer
& Bare, 2002 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi
apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang. (Price, 2006 : 1365).
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. Patah tulang dapat terjadi dalam keadaan normal atau patologis. Pada
keadaan patologis, misalnya kanker tulang atau osteoporosis, tulang menjadi lebih lemah. Dalam
keadaan ini, kekerasan sedikit saja akan menyebabkan patah tulang. (Oswari , 2005 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontiunitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005 : 840).
Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang bisa terjadi akibat truma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI
dalam Jitowiyono, 2010 : 15).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan
oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada
fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil
yang lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal
Fixation).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).

ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan
pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin
kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku
maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa pengertian fraktur adalah
terputusnya kontiunitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
atau kekerasan, bisa dalam keadaan normal atau patologis.
2.2 Epidemologi
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan
orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus
kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di
Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia
Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai
9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data
itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal
dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada
tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak
2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari
sampai September, jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan
tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu
jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa
diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai
perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai
mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke
samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam kenyataan
sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur
ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas,
tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut
fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi
pada batang femur 1/3 tengah. (http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur)

2.3. Etiologi
Menurut Barbara C Long (1996)
1) Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
kontraksi otot ekstrim.
2) Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3) Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis. Fraktur
patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya struktur tulang
akibat proses patologik. Proses patologik dapat disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti
vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum. Factor lain yang menyebabkan proses patologik adalah
akibat dari proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat
keganasan.


Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.

2.4 Tanda Dan Gejala

1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
2) Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui
dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3) Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4) Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
6) Peningkatan temperatur lokal
7) Pergerakan abnormal
8) Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
9) Kehilangan fungsi
2.5 Klasifikasi
Penampakan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
tulang seperti terlihat pada foto.
b) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
1. Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa di bawahnya.
3. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada
tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
meruakan akibat trauma angulasi juga.
c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke
arah permukaan lain.
e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser
dan periosteum masih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen, terbagi atas:
1. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
2. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6. Berdasarkan posisi frakur, Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a) 1/3 proksimal
b) 1/3 medial
c) 1/3 distal
7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup
ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma
kompartement.

2.6. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996: 356).
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena
trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan
bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi konservatif meliputi
proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi
internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian yang
patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak
cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari
imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin,
sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu
sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami
cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi. (Price, 1995:
1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang
hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)

2.8. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar rontgen
(x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,
maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur,
deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan
untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
b) Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase
(AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab
infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.(Ignatavicius, Donna D, 1995)



2.9. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dengan konservatif dan operatif
1. Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya
pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat
terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi.

a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi
dilakukan pemasangan gips adalah :
Immobilisasi dan penyangga fraktur
Istirahatkan dan stabilisasi
Koreksi deformitas
Mengurangi aktifitas
Membuat cetakan tubuh orthotik

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
Gips patah tidak bisa digunakan
Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
Jangan merusak / menekan gips
Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

b. Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas
pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu
panjang tulang yang patah.

Metode pemasangan traksi antara lain :
Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
Traksi mekanik, ada 2 macam :
Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu
4 minggu dan beban < 5 kg.
Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan
metal.

Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
Mengurangi nyeri akibat spasme otot
Memperbaiki & mencegah deformitas
Immobilisasi
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :
Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat
dipertahankan
Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman




2. Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin
adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada
umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang
anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen
tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini
dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal Fixation). Merupakan
tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant
pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah
Tujuan:
Imobilisasi sampai tahap remodeling
Melihat secara langsung area fraktur
Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF )
Menurut Apley (1995) terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain:
1. Sekrup kompresi antar fragmen
2. Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah
3. Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar
4. Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan tibia
5. Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur
Indikasi ORIF :
1. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus dan
fraktur collum femur.
2. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.
3. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur
Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
4. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya :
fraktur femur
Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal Fixation).
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak.
Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk
Indikasi OREF :
1. Fraktur terbuka derajatI II
2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
5. Fraktur Pelvis
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
1. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
2. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
3. Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
4. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
5. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa
komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir
normal selama penatalaksanaan dijalankan

2.10. Komplikasi
1) Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2) Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
3) Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4) Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam
satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5) Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
6) Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai
80 fraktur tahun.
7) Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
8) Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
9) Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
10) Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan
vasomotor instability.

2.11. Asuhan keperawatan
A. askep teori
1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan data
a) Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, no register
dan tanggal MRS.
b) Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila digerakkan.
c) Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah mengalami tindakan
operasi apa tidak.
d) Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
e) Riwayat Penyakit Keluarga.
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur / penyakit menular.

b. Pola-pola fungsi
a) Pola aktivitas dan latihan
Aktifitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat adanya luka operasi sehingga perlu
dibantu baik perawat maupun klien.
b) Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat px megnalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri luka post
op.
c) Pola persepsi dan konsep diri
Setelah px mengalami post op px akan mengalami gangguan konsep diri karena perubahan cara
berjalan akibat kecelakaan.
d) Pola sensori dan kognitif
Biasanya px mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan lunak dan
hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan.
e) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya px pada post op akan mengalami gangguan / perubahan dalam menjalankan ibadanya.
f) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
g) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu
juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan
pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
h) Pola Tidur dan Istirahat.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
i) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
j) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap.
k) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.


l) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.

c. Pemeriksaan fisik
a) Pada pasien post op terdapat adanya perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti
warna kulit, tekstur kasar ada / tidak, terjadi rembesan darah pada luka post op ada / tidak.
b) Sistem Ektremitas dan Neurologis
Pada pasien fraktur, post op, Ekstremitas kaki kanan tidak bisa digerakkan dengan bebas dan
terdapat adanya jahitan apa tidak.
c) Sistem Respirasi
Biasanya pada pasien post op fraktur ada / tidak perubahan yang menonjol seperti bentuk data
ada / tidaknya sesak nafas, suara tambahan, pernafasan cuping hidung.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Nyeri b.d kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
b) Ansietas b.d pengetahuan tentang luka post op.
c) gangguan mobilitas fisik b.d nyeri,pembengkakan, prosedur bedah,immobilisasi. terapi
restriktif (imobilisasi)
d) Risti infeksi b.d port de entre luka fraktur femur
e) Infeksi b.d adanya inflan fairule
f) Gangguan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
g) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang terpajan
atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya
informasi yang ada.
h) Gangguan citra tubuh b.d pemasangan eksternal fixation



3. RENCANAAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL
1 Nyeri b.d kerusakan
neuromuscular,
gerakan fragmen
tulang, edema, cedera
jaringan lunak,
pemasangan traksi,
stress/ansietas.
TUJUAN:
Dalam waktu
Nyeri berkurang
dan terkontrol

KRITERIA
HASIL
1. Kaji ulang tingkat
skala nyeri
2. Jelaskan sebab- sebab
timbulnya nyeri
3. Anjurkan klien untuk
melakukan tenik
relaksasi dan distraksi
1. untuk mengetahui /
menentukan tingkat
keparahan.
2. menambahn
pengetahuan
individu terhadap
penyakitnya.
Nyeri berkurang
(skala nyeri : 0)
Klien tidak
menyeringai/
Klien tampak
tenang.
Nyeri berkurang
atau hilang,
4. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian obat anti
biotik.
3. mengantisipasi
lebih awal bila
timbul nyeri.
4. membantu untuk
membatasi nyeri
dan antibiotik
untuk mencegah dan
mengatasi infeksi.
2 Ansietas b.d
pengetahuan tentang
luka post op.
TUJUAN
Klien tidak merasa
cemas lagi.

KRITERIA
HASIL
Klien tampak
rileks, klien tidak
gelisah


1. Lakukan pendekatan
pada klien tentang
penyakitnya.
2. Berikan penjelasan
pada klien tentang
penyakitnya
3. berikan motivasi pada
klien dan keluarga.
4. Observasi TTV.

5. Kolaborasi dengan
tim dokter dalam
pemberian terapi /
obat.
1. Klien kooperatif
dengan perawatnya.
2. Klien megerti
tentang
penyakitnya.

3. Memberi dorongan
pada klien untuk
sembuh
4. Memonitor
kekurangan /
keadaan klien.
5. Menjalankan fungsi
independent.



3 gangguan mobilitas
fisik b.d
nyeri,pembengkakan,
prosedur
bedah,immobilisasi.
terapi restriktif
TUJUAN
Klien mampu
meningkatkan /
mempertahankan
mobilitas pada
tingkat yang
1. Pertahankan
pelaksanaan aktivitas
rekreasi terapeutik
(radio, koran,
kunjungan
teman/keluarga)
1. Memfokuskan
perhatian,
meningkatakan rasa
kontrol diri/harga
diri, membantu
menurunkan isolasi
(imobilisasi),
kerusakan
neuromusklar.
paling tinggi.

KRITERIA
HASIL
memprtahankan
posisi fungsional,
meningkatnya
kekuatan / fungsi
yang sakit dan
menunjukkan
teknis yang
memampukan
melakukan
aktivitas.



sesuai keadaan klien.
2. Bantu latihan rentang
gerak pasif aktif pada
ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat
sesuai keadaan klien.
3. Berikan papan
penyangga kaki,
gulungan
trokanter/tangan
sesuai indikasi.
4. Bantu dan dorong
perawatan diri
(kebersihan/eliminasi)
sesuai keadaan klien.
5. Ubah posisi secara
periodik sesuai
keadaan klien.
6. Dorong/pertahankan
asupan cairan 2000-
3000 ml/hari.
7. Berikan diet tinggi
kalori tinggi protein.
8. Kolaborasi
pelaksanaan
fisioterapi sesuai
indikasi.
9. Evaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan
program imobilisasi.
sosial.
2. Meningkatkan
sirkulasi darah
muskuloskeletal,
mempertahankan
tonus otot,
mempertahakan
gerak sendi,
mencegah
kontraktur/atrofi
dan mencegah
reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
3. Mempertahankan
posis fungsional
ekstremitas.
4. Meningkatkan
kemandirian klien
dalam perawatan
diri sesuai kondisi
keterbatasan klien.
5. Menurunkan
insiden komplikasi
kulit dan pernapasan
(dekubitus,
atelektasis,
penumonia)
6. Mempertahankan
hidrasi adekuat,
mencegah
komplikasi urinarius
dan konstipasi.
7. Kalori dan protein
yang cukup
diperlukan untuk
proses
penyembuhan dan
mem-pertahankan
fungsi fisiologis
tubuh.
8. Kerjasama dengan
fisioterapis perlu
untuk menyusun
program aktivitas
fisik secara
individual.
9. Menilai
perkembangan
masalah klien.
4 Risti infeksi b.d port
de entre luka fraktur
femur, terputusnya
kontinuitas jaringan
akibat prosedur
pembedahan.
TUJUAN
3X24 jam resiko
infeksi berkurang,
bebas drainase
purulen atau
eritema dan
demam.

KRITERIA
HASIL
Luka bersih
Tidak ada pus
atau nanah
1. Lakukan perawatan
luka dengan teknik
aseptic
2. Inspeksi
luka,perhatikan
karakteristik drainase.
3. Awasi tanda-tanda
vital.
4. Kalaborasi
Pemberian antibiotik.
5. Analisa hasil
pemeriksaan
laboratorium (Hitung
1. teknik aseptic dapat
mengurangi bakteri
pathogen oada
daerah luka.
2. untuk
mengobservasi
keadaan luka,
sehinggga dapat
menentukan
tindakan
selanjutnya.
3. tanda-tanda vital
untuk mengetahui
Luka kering


darah lengkap, LED,
Kultur dan sensitivitas
luka/serum/tulang)


keadaan umum
klien
4. antibiotic dapat
membunuh bakteri
yang dapat
menyebabkan
infeksi.
5. Leukositosis
biasanya terjadi
pada proses infeksi,
anemia dan
peningkatan LED
dapat terjadi pada
osteomielitis. Kultur
untuk
mengidentifikasi
organisme penyebab
infeksi.
5 Infeksi b.d adanya
inflan fairule

TUJUAN
Dalam waktu 2 x
24 jam infeksi
berkurang

KRITERIA
HASIL
Tidak
menunjukkan
adanya kemerahan
pada klien
1. Observasi keadaan
luka pasien
2. Gunakan tehnik
septic dan aseptic
selama perawatan luka
3. Tekankan tehnik cuci
tangan yang baik
untuk setiap individu
yang kontak dengan
pasien
4. Kolaborasi pemberian
antibiotic
1. Mengetahui
keadaan luka pasien
2. Mencegah terpajan
organism infeksius
3. Mencegah
kontaminasi silang
dan menurunkan
resiko penyebaran
infeksi
4. Antibiotic dapat
membantu
mengurangi
penyebaran
6 Gangguan integritas
kulit b.d fraktur
terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat,
sekrup)

TUJUAN
ketidak nyamanan
klien hilang
Mencapai
penyembuhan luka
pada waktu yang
sesuai.

KRITERIA
HASIL
tidak ada tanda-
tanda infeksi
seperti pus.
luka bersih tidak
lembab dan tidak
kotor,
Tanda-tanda vital
dalam batas
normal atau dapat
ditoleransi.
mencapai
penyembuhan luka
sesuai waktu
1. Kaji kulit dan
identifikasi pada tahap
perkembangan luka.
2. Kaji lokasi, ukuran,
warna, bau, serta
jumlah dan tipe cairan
luka
3. Pantau peningkatan
suhu tubuh.
4. Berikan perawatan
luka dengan tehnik
aseptik. Balut luka
dengan kasa kering
dan steril, gunakan
plester kertas.
5. Kolaborasi
pemberian antibiotik
sesuai indikasi.
6. Pertahankan tempat
tidur yang nyaman
dan aman (kering,
bersih, alat tenun
kencang, bantalan
bawah siku, tumit).
7. Masase kulit terutama
daerah penonjolan
tulang dan area distal
bebat/gips.
8. Lindungi kulit dan
gips pada daerah
perianal.
1. mengetahui sejauh
mana
perkembangan luka
mempermudah
dalam melakukan
tindakan yang tepat.
2. mengidentifikasi
tingkat keparahan
luka akan
mempermudah
intervensi.
3. suhu tubuh yang
meningkat dapat
diidentifikasikan
sebagai adanya
proses peradangan.
4. tehnik aseptik
membantu
mempercepat
penyembuhan luka
dan mencegah
terjadinya infeksi.
5. antibiotik berguna
untuk mematikan
mikroorganisme
pathogen pada
daerah yang
berisiko terjadi
infeksi.
6. Menurunkan risiko
kerusakan/abrasi
9. Observasi keadaan
kulit, penekanan
gips/bebat terhadap
kulit, insersi
pen/traksi.


kulit yang lebih
luas.
7. Meningkatkan
sirkulasi perifer dan
meningkatkan
kelemasan kulit dan
otot terhadap
tekanan yang relatif
konstan pada
imobilisasi.
8. Mencegah
gangguan integritas
kulit dan jaringan
akibat kontaminasi
fekal.
9. Menilai
perkembangan
masalah klien.
7 Kurang pengetahuan
tentang kondisi,
prognosis dan
kebutuhan
pengobatan b.d
kurang terpajan atau
salah interpretasi
terhadap informasi,
keterbatasan kognitif,
kurang
akurat/lengkapnya
informasi yang ada.

TUJUAN
klien akan
menunjukkan
pengetahuan
meningkat .

KRITERIA
HASIL
klien mengerti dan
memahami tentang
penyakitnya.

1. Kaji kesiapan klien
mengikuti program
pembelajaran.
2. Diskusikan metode
mobilitas dan
ambulasi sesuai
program terapi fisik.
3. Ajarkan tanda/gejala
klinis yang
memerlukan evaluasi
medik (nyeri berat,
demam, perubahan
sensasi kulit distal
1. Efektivitas proses
pemeblajaran
dipengaruhi oleh
kesiapan fisik dan
mental klien untuk
mengikuti program
pembelajaran.
2. Meningkatkan
partisipasi dan
kemandirian klien
dalam perencanaan
dan pelaksanaan
program terapi fisik.
cedera)
4. Persiapkan klien
untuk mengikuti terapi
pembedahan bila
diperlukan.
Rasional :
3. Meningkatkan
kewaspadaan klien
untuk mengenali
tanda/gejala dini
yang memerulukan
intervensi lebih
lanjut.
4. Upaya pembedahan
mungkin diperlukan
untuk mengatasi
masalah sesuai
kondisi klien.
8 Gangguan citra tubuh
b.d pemasangan
eksternal fixation
TUJUAN
waktu 1 x 24 jam
citra diri pasien
meningkat.

KRITERIA
HASIL
Mampu
menyatakan atau
mengomunikasika
n dengan orang
terdekat tentang
situasi dan
perubahan yang
sedang terjadi.
Mampu
menyatakan
penerimaan diri
terhadap situasi.
1. Observasi makna
perubahan yang
dialami oleh pasien
2. Libatkan keluarga
atau orang terdekat
dalam perawatan
3. Catat perilaku
menarik diri :
peningkatan
ketergantungan,
manipulasi atau tidak
terlibat pada
perawatan
4. Monitor gangguan
tidur atau adanya
peningkatan kesulitan
konsentrasi.

1. Mengetahui
perasaan pasien
tentang keadaannya
dan control
emosinya
2. Dukung keluarga
dan orang terdekat
dapat mempercepat
proses
penyembuhan
3. Dugaan masalah
pada penilaian yang
dapat memerlukan
evaluasi lanjut dan
terapi lebih ketat
4. Dapat
mengindikasikan
terjadinya depresi
dimana memerlukan
intervensi dan
evaluasi lebih
lanjut.



B. Askep Kasus

Scenario
Tn. Pr (29 th) sekitar 2 tahun yang lalu mengalami kecelakaan lalu lintas saat
mengendarai sepeda motor. Pada saat kejadian, menggeluh nyeri di area kaki kanan. Setelah
kejadian tersebut pasien dibawa ke RS A dan dilakukan tindakan medis, pemeriksaan diagnostic
yang dilakukan rontgsen tampak fraktur pemur dextra. Pada keesokan harinya dilakukan operasi
dengan internal fixation, control kerumah sakit tidak teratur. Dari luka post op keluar cairan
nanah berbau, sekitar 4 bulan pasca operasi pertama, nyeri dirasakan dibagian dalam tulang
dengan intensitas semakin meninggkat, terbentuk lubang dibagian tengah luka operasi dengan
nanah keluar bertambah banyak. Dilakukan rontgen ulang didapatkan inplant failure, operasi
kedua dilakukan untuk repair internal fixation dan pemasangan internal fixation ke-2
menggunakan broad plate dan screw. Pasca operasi ke-2 kontrol dilakukan secara teratur pada
permulaannya, namun selanjutnya pasien mengobati dengan membeli antibiotic dan
menentuykan dosisnya sendiri. Selama pengobatan mandiri tidak menunjukkan perbaikan.
Pasien dating kembali ke RS A, kemudian dirujuk ke RS B untuk penanganan lanjut.
Direncanakan akan dilakukan operasi ilizarov, namun tetap menolak. Pasien inggin agar
dilakukan operasi biasa saja. 1 april 2013 dilakukan operasi dengan external fiksasi konvensional
dilakukan. Tetapi yang didapatkan: tranfusi PRC, ceftriaxone 2x1 gr, gentamycine 2x80 mg,
ketorolac 3x1 amp, ranitidine 3x1 amp

2. Pengkajian

Biodata
Nama : Tn. Pr
Umur : 29 tahun
Riwayat Kesehatan

Keluhan utama
Nyeri di area kaki kanan karna luka operasi
Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan 2tahun yang lalu klien mengalami kecelakaan lalulintas mengendarai
sepeda motor, lalu klien di bawa ke Rumah sakit A kemudian dilakukan tindakan medic
pemeriksaan diagnostic rontgen tampak fraktur femur dextra karena menggalami fraktur pada
paha kanan. Kemudian klien dilakukan tindakan bedah dengan operasi internalfixation . Dan
control kerumah sakit tidak teratur dan pada kuka post op keluar cairan nanah berbau dan
mengalami implant failure operasi kedua pun dilakukan namun klien mengibati dan membeli
antibiotic dengan menentukan dosis sendiri. Klien kemudian dirujuk ke RS B dianjurkan oleh
dokter untuk operasi ilizarov namun klien menolak, lalu operasi dilakukan pada tanggal 1 April
2013 dengan operasi external fiksasi konvensional.
Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami fraktur 2tahun yang lalu.mengalami nyeri yang meningkat sekitar
4bulan pasca operasi dan terbentuklubang ditengah tulang dan berbau nanah.

3. Data focus

DS:
Klien mengatakan nyeri setelah pasca operasi
Klien menolak pemasangan operasi ilizarov
Klien mengta
DO:
Rontgen ulang didapatkan inplant failure
Rontgen adanya Fraktur femur dextra
Terbentuklubang ditengah tulang dan mengeluarkan nanah banyakdan berbau
Dilakukan tindakan operasi internal fixation

4. Analisis data

NO Data Etiologi Masalah
1. DS:
Klien mengeluh nyeri dengan intesitas
makin meningkat setelah pasca operasi

DO:
Dilakukan operasi internal fixation

Gangguan
neuromuskular
Nyeri
2. DS:
DO:
Adanya fraktur femur dextra

Pemasangan
fiksasi eksterna
Gangguan citra
tubuh
3. DS:
Klien mengobati dan membeli
antibiotic sendri dan menentukan dosis
sendri

DO:
Klien secara tidak teratur kontrol
kerumah sakit

Keterbatasan
kognitif
Kurang
pengetahuan
4. DS:
Klien mengatakan adanya lubang
ditengah tulang dan berbau nanah
Inplant failure Infeksi



5. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri b,d Adanya neuromusklosklektal
2. Infeksi b,d inplant failure
3. Gangguan citra tubuh b,d pemasangan fiksasi eksterna
4. Kurang pengetahuan b,d Keterbatasan kognitif

5. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria
hasil
Rencana Rasional
1. Nyeri b,d
Adanya luka
insisi bedah

Tujuan
Nyeri berkurang
sampai dengan hilang.
Dalam 3x24 jam
Klien dapat
bertoleransi terhadap
nyeri yang ditandai
dengan :
Nyeri berkurang
sampai hilang
Ekspresi wajah klien
tampak rilek
Tanda vital dalam
batas normal

1. Lakukan pengkajian nyeri
meliputi skala, intensitas,
dan jenis nyeri.
2. Mengobservasi keadaan
umum klien
3. Kaji adanya edema,
hamatom, dan spasme otot.
4. Tinggikan ekstremitas yang
sakit.
5. Berikan kompres dingin
(es).
6. Ajarkan klien teknik
relaksasi, seperti distraksi,
dan imajinasi terpimpin.
7. Laporkan kepada tim medik,
bila nyeri tidak terkontrol.
8. Kolaborasi dengan tim
medis dalam memberikan
obat-obatan analgetik
1. Untuk mengetahui
karakteristik nyeri agar
dapat menentukan
diagnosa selanjutnya.
2. Untuk mengetahui tanda-
tanda vital
3. Adanya edema, hematom
dan spasme otot
menunjukkan adanya
penyebab nyeri.
4. Meningkatkan aliran balik
vena dan mengurangi
edema dan mengurangi
nyeri.
5. Menurunkan edema dan
pembentukan hematoma
6. Menghilangkan /
mengurangi nyeri secara
non farmakologis
7. Agar dapat menentukan
terapi yang tepat
8. Pemberian rutin
mempertahankan kadar
analgesic darah secara
adekuat, mencegah
fluktuasi dalam
menghilangkan nyeri.
2. Infeksi b,d
inplant
failure


Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Dalam waktu 3x 24
jam tanda-tanda infeksi
tidak terjadi dengan
kriteria hasil:
Bengkak di kaki
sebelah kanan mulai
berkurang sampai
dengan hilang
Kulit disekitar balutan
perban elastic tidak
tampak kemerahan dan
bersih
Tanda vital dalam
batas normal
1. Kaji adanya tanda-tanda
infeksi seperti kemeahan,
pengeluaran nanah ,bengkak,
2. Mengobservasi tanda-tanda
vital
3. Pantau luka operasi dan
cairan yang keluar dari luka
4. Pantau adanya infeksi pada
saluran kemih
5. Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian
terapi antibiotik
1. Untuk menentukan
antibiotic yang tepat untuk
pasien
2. Peningkatan suhu tubuh di
atas normal menunjukkan
adanya tanda-tanda infeksi.
3. Adanya cairan yang keluar
dari luka menunjukkan
adanya tanda infeksi dari
luka.
4. Retensi urine sering terjadi
setelah pembedahan
5. Antibiotik dapat menekan
perkembangan
mikroorganisme yang
merugikan
3. Gangguan
citra tubuh
b,d
pemasangan
fiksasi
eksterna

Tujuan
Dapat menerima
perubahan dalam
penampilan diri
Dalam waktu 1 x 24
Jam klien dapat
menerima keadaan
1. Dorong klien
mengungkapkan perasaan
dan rasa ketakutan, mengenai
perubahan konsep diri.
2. Bantu klien dalam
penerimaan perubahan citra
diri sesuai kebutuhan klien.
1. Ekspresi emosi membantu
pasien mulai menerima
kenyataan dan realitas
hidup
2. Agar pasien diri dengan
proses dapat memahami
perubahan citra
dirinya yang ditandai
dengan :
Klien memperlihatkan
konsep diri yang positif
Klien mampu
menerima keadaannya
Klien tidak malu
dengan kakinya yang
patah
Klien tampak tenang
dan rileks
3. Jelaskan setiap
kesalahpahaman yang di
alami klien, untuk membantu
penyesuaian terhadap
perubahan kapasitas fisik dan
konsep diri.
4. Susun sasaran dan tujuan
yang akan dicapai bersama
klien.
5. Anjurkan dan motivasi klien
untuk melakukan perawatan
diri sendiri mandiri sesuai
kemampuan.
6. Berikan dukungan dan
pujian terhadap upaya klien.
Anjurkan keluarga/orang
terdekat untuk mendukung
penyembuhan klien dengan
dampak masalah
muskuloskeletal
rekonstruksi perbaikan
pada dirinya.
3. Salah memberikan
informasi akan berakibat
salah persepsi.
4. Agar proses penyampaian
informasi tersusun sesuai
rencana.
5. Perawatan diri secara
mandiri dapat menambah
kepercayaan dalam diri
klien.
6. Dukungan bantuan orang
terdekat memotivasi dan
membantu proses
rehabilitasi.
Keluarga merupakan orang
terdekat yang dapat
membantu proses
penyembuhan penyakit
klien
4. Kurang
pengetahuan
b,d
Keterbatasan
kognitif
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam pasien
menunjukkan
pengetahuan tentang
proses penyakit dengan
kriteria hasil:
1. Kaji tingkat pengetahuan
pasien dan keluarga
2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal
ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala
yang biasa muncul pada
1. Tingkat pengetahuan
pasien dan keluarga dapat
mebantu untuk memahami
apa yang kita lakukan
terhadapklien
2. Penjelasan ini dapat
membantu klien
mengetahui tanda-tanda
penyakit dan apa yang
Pasien dan keluarga
menyatakan
pemahaman tentang
penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
penyakit, dengan cara yang
tepat dan Gambarkan proses
penyakit, dengan cara yang
tepat
4. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang
tepat
5. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan

harus dilakukan terhadap
dirinnya agar sembuh
3. Penjelasan tanda-tanda
yang muncul agar dapat
langsung dicegah agar
tidak terjadi komplikasi
4. Informasi kemajuan
terhadap keluarga dapat
memberikan kebaikan
terhadap keluarga dan
pasien
5. Pilihan terapi ini dapat
memberikan klien agar
percaya dan mau
memahami penjelasan
tentang penyakit dan
pengobatan klien.









KLARISIFIKASI MASALAH

1. Antibiotic
Adalah jenis obat keras yang digunakan untuk pengobatan infeksi, termasuk penyakit-penyakit
infeksi yang mengancam jiwa/kehidupan
seseorang.(http://sehatpro.blogspot.com/2012/04/pengertian-antibiotik-dan-cara.html)
2. Post op
Adalah masa yang dimulai ketika masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah.
(http://thefuturisticlovers.wordpress.com/2011/10/29/kmb)
3. Rontgen
Adalah alat potret yg menggunakan sinar X dapat menembus bagian-bagian dl dalam
tubuh.(http://deskripsi.com/r/rontgen)
4. Ranitidin
Adalah salah satu obat yang cukup dikenal dikalangan masyarakat umum, yang disebabkan
pemanfaatan obat ini yang cukup tinggi
(http://ruangdiskusiapoteker.blogspot.com/2012/07/ranitidin.html)
5. Screw
Adalah skrup atau baling .(http://sehatpro.blogspot.com/2012/04/pengertian-antibiotik-dan-
cara.html)
6. External fixation konvensional
Adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang
(http://ortotikprostetik.blogspot.com/2011/04/fiksasi-eksterna-external-fixation.html)
7. Repair Internal fixation
Adalah perbaikan yang dilakukan pada pemasangan alat yang diletakkan di dalam kulit
(http://www.artikel.fraktur-femur-dextra.html)
8. Operasi Illizarov
Adalah operasi yang mengunakan alat ekstensi fixation untuk mempertahankan tulang atau
menjaga agar tidak terjadi pergeseran tulang. (http://mukipartono.com/pemanjangan-
tulangilizarov/)
9. Implant failure
Adalah kegagalan pada pemasangan implant (http://en.wikipedia.org/wiki/Dental_implant)
10. Broad plate
Adalah alat yang berupa piring yang luas atau piring hitam ((http://www.artikata.com/arti-
101963-Broad plate.html)
11. Tranfusi PRC
Adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang kesistem peredaran
orang lain.(http://tranfusi darah.wikipedia)
12. Ceftriaxone
Adalah kelompok obat setalospolin bekerja mematikan bakteri dalam tubuh
(http://www.artikata.com/arti-101963-ceftriaxone.html)
13. Ceterolac
Adalah sekelompok obat NSAID yang bekerja untuk mengatasi nyeri
(http://www.artikata.com/arti-101963-ketorolac.html)
14. Gentamycine
Adalah Gentamisin adalah antibiotik aminoglikosida, digunakan untuk mengobati berbagai jenis
infeksi bakteri, terutama yang disebabkan oleh organisme Gram-negatif.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Gentamicin)
15. Fraktur femur dextra
Adalah terputusnya kontiunitas tulang pada tulang paha bagian kanan
(http://www.artikel.fraktur-femur-dextra.html)









IDENTIFIKASI MASALAH


1. Mengapa pada luka post off mengeluarkan cairan nanah berbau dan terbentuk lubang pada
tulang.?
Jawab : karena setelah 4 bulan melakukan post op kontrol tidak teratur sehingga telah terjadi
infeksi pada daerah post op paha kanan pasien. (muttaqin, A. 2011)

2. Mengapa pasien menolak operasi illizarov.?
Jawab : karena kurang pengetahuan pasien tentang operasi iliizarov ,juga membutuhkan biaya
yang besar. (www.operasi ilizarov.com)

3. Mengapa bisa terjadi inflant failure.?
Jawab : karena imobilisasi yang tidak tepat setekah pemasangan inflant (muttaqin, A. 2011)

4. Mengapa pada operasi ke 2 di lakukan pemasangan fictation.?
Jawab : untuk menjaga supaya posisi tulang tidak bergeser (hidayat, A. 2013)

5. Mengapa pasien mengeluh nyeri pada kaki kanandan pada operasi pertama.?
Jawab : Karena telah terjadi kerusakan pada jaringan lunak sehingga menyebabkan adanya
kompresi saraf dan menyebabkan respon neourogenik yaitu nyeri(muttaqin, A. 2011)

6. Mengapa pada kasus ini menggunakan obat ranitidin,dan mengapa bisa terjadi peningkatan asam
lambung.?
Jawab : karena mengkonsumsi keterolac yang terkelompok dalam obat NSAID (Non Steroit
Anti Inflamation Drug) yang memiliki efek samping meningkatkan asam lambung oleh karena
itu pasien mengkonsumsi obat ranitidine (anonym.2011)


7. Mengapa pada kasus ini pasien memberi obat antibiotik sendiri tetap tidak sembuh.?
Jawab : karena kurang pengetahuan . (anonym. 2011)

8. Mengapa pada kasus ini terjadi tranfusi PRC.?
Jawab : karena sewaktu pembedahan terjadi pendarahan sehingga pasien membutuhkan transfusi
darah (hidayat, A. 2013)

























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan
oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada
fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil
yang lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal
Fixation).
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan
pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin
kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku
maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
penyebab dari fraktur yaitu: Cedera, Letih, Kelemahan tulang, Kekerasan langsung,
Kekerasan tidak langsung, Kekerasan akibat tarikan otot, dan tanda atau gejala dari fraktur femur
dekstra yaitu; Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Deformitas, Pemendekan tulang, Krepitasi, Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
, Peningkatan temperatur lokal, Pergerakan abnormal, Echymosis (perdarahan subkutan yang
lebar-lebar), Kehilangan fungsi.










DAFTAR PUSTAKA


Anonym, 2012. (http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur)
Anonym, 2011. (http://thefuturisticlovers.wordpress.com)
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Monica Ester, Penerjemah Jakarta: EGC
Muttakin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Mansjoer, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Media Aesculapius: Jakarta
Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki. Volume 2. Edisi 6. EGC
: Jakarta.
Smeltzer & Bare, (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. Volume 3. Edisi 8. EGC: Jakarta
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II. Edisi 8. Agung Waluyo,
Penerjemah. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat R., (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta
Wilkinson, Judith.M & ahern, Nancy R. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. Buku
kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai