Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)




A. DEFINISI
1. BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium
uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002).
2. Hiperplasi prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hyperplasia
kelenjar atau hyperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan
hipertropi prostat namun secara histology yang dominan adalah hyperplasia (Long,
2006).
3. BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran kelenjar prostat yang dijumpai
lebih dari 50 % pria berusia diatas 60 tahun. BPH dapat menyebabkan penekanan
pada uretra di tempat uretra menembus prostat sehingga berkemih menjadi sulit,
mengurangi kekuatan aliran urine, atau menyebabkan urine tidak menentes ( Corwin,
2009).











Menurut Sjamsuhidajat (2005) derajat berat BPH dibagi menjadi 4 stadium yaitu:
1) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.
2) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak
sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa tidak enak BAK atau disuria
dan menjadi nocturia.
3) Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik (over flow inkontinen).

Menurut Brunner & Suddarth (2002) pemeriksaan kelenjar prostat terdiri dari :
1. Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
a. Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
b. Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
c. Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
d. Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
e. Grade 4 : Penonjolan prostat >4 cm ke dalam rectum.
Pada grade 3-4 batas prostat tidak teraba.prostat fibrotic, teraba lebih kecil dari
normal.
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing
dahulu kemudian dipasang kateter.
a. Normal : Tidak ada sisa
b. Grade I : sisa 0-50 cc
c. Grade II : sisa 50-150 cc
d. Grade III : sisa > 150 cc
e. Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing
3. Intra uretral grading: dengan alat perondoskope dengan diukur/ dilihat berapa jauh
penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra.
a. Grade 1: Clinical grading sejak berbulan- bulan, bertahun- tahun, mengeluh kalau
kencing tidaklancar, pancaran lemah, nokturia
b. Grade 2: Bila miksi terasa panas, sakit, disturia
c. Grade 3: gejala makin berat
d. Grade 4: Buli- buli penuh, disturi, overflow inkontinensia. Bila overflow
inkontinensia dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat.
Pasien menggigil, panas 40-41
0
celsius, kesadaran menurun.

B. ETIOLOGI
Penyebab prostat hiperplasi sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estrogen testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan
penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya
hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan
transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4. Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell
Terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma
dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.



C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi uretra yang menyebabkan
kesulitan berkemih. Retensi urine dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung
kemih, hipertropi kandung kemih dan sistitis retensi urin. Ada pun manifestasi klinisnya
sebagai berikut:
1) Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya
tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2) Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

D. PATOFISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang
dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona,
antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan
periuretra (Purnomo, 2000).
Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi
perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo
(2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron
inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat. Oleh karena
pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus
urinarius juga terjadi perlahan-lahan.
Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya
disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher
vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh
sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada
tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah
pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi
keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal.
Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat
seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar
diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang
besar disebut divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih.
Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada
hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala
obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga
kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada
akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung
kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria). Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko
urinaria tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi
dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan
ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian
atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia
dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang
menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan
bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).


E. AKIBAT YANG DITIMBULKAN/ KOMPLIKASI
Kemungkinan terjadi hidronefrosis
Penurunan fungsi untuk ereksi mengakibatkan kemandulan
Gagal ginjal, hernia atau hemoroid
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu
melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak
diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2009).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).



F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :
a. Laboratorium
1) Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
2) Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
b. Pencitraan
1) Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan
tanda dari retensi urin.
2) IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
Indikasi: disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH: Impresi prostat, hockey stick ureter
3) Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin
dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor
4) Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika
dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum
5) USG
Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai pembesaran
prostat jinak/ganas
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung
pada stadium-stadium dari gambaran klinis
(a) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin
dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan,
tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya
adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
(b) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
(c) Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat
sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya
dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans
vesika, retropubik dan perineal.
(d) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi
urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive
dengan TUR atau pembedahan terbuka. Pada penderita yang keadaan umumnya
tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan
konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan
konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi
LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat
dilakukan dengan:
a. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi,
hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
b. Medikamentosa
1. Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-1, dan prostat
memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan
dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh
reseptor 1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa
perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala dan tanda (sing and symptom)
BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan
selektifitas reseptor dan waktu paruhnya
2. Penghambat 5-Reduktase (5-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5-Reduktase yang menghambat perubahan
testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel
prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki
gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek
maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala
3. Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5-Reduktase
memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin
hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian
terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung
4. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan
untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa
selama beberapa tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas
dan keamanan fitoterapi belum banyak diuji
c. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal,
infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter,
hidronefrosis jenis pembedahan:
(1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui
sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
(2) Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung
kemih.
(3) Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian
bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
(4) Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara
skrotum dan rektum.
(5) Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah,
uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.

d. Terapi Invasif Minimal
1). Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar
prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
2). Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3). Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Sirkulasi :
Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal )
b. Eliminasi :
Penurunan kekuatan / kateter berkemih.
Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.
Nokturia, disuria, hematuria.
Duduk dalam mengosongkan kandung kemih.
Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary stasis).
Konstipasi (penonjolan prostat ke rektum)
Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat peningkatan
tekanan abdomen pada saat pengosongan kandung kemih)
c. Makanan / cairan:
Anoreksia, nausea, vomiting.
Kehilangan BB mendadak.
d. Nyeri / nyaman :
Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens (pada
prostatitis akut).
Rasa nyaman : demam
e. Seksualitas :
Perhatikan pada efek dari kondisinya/tetapi kemampuan seksual.
Takut beser kencing selama kegiatan intim.
Penurunan kontraksi ejakulasi.
Pembesaran prostat.
f. Pengetahuan / pendidikan :
Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.
Penggunaan obat antihipertensi atau antidepresan, antibiotika / antibakterial
untuk saluran kencing, obat alergi.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre op:
a. Nyeri akut b.d agen injuri biologi
b. Cemas b.d krisis situasional (tindakan operasi)
c. Kurang pengetahuan b.d kurangnya paparan informasi
Intra op:
a. Distress spiritual
b. Resiko cidera
c. Resiko perdarahan
Post op:
a. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
b. Distress Spiritual
c. Risiko cidera
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Kerusakan eliminasi urine urin

Definisi :
Pengosongan kandung kemih yang
tidak sempurna

Batasan karakteristik :
- Distensi kandung kemih
- Sedikit, sering kencing atau
tidak adanya urin yang keluar
- Urin jatuh menetes
- Disuria
- Inkontinentia overflow
- Urin residual
- Sensasi penuh dari kandung
kemih

Faktor yang berhubungan :
- Infeksi traktus urinarus
- Obstruksi anatomik
- Penyebab multiple
- Kerusakan sensori motorik

NOC :
Urinary continence
Urinary elimination

Kriteria Hasil :
Pengeluaran urin dapat diprediksi
Dapat secara sempurna dan teratur
mengeluarkan urin dari kandung
kemih; mengukur volume residual
urin < 150 200 ml atau 25 % dari
total kapasitas kandung kemih
Mengoreksi atau menurunkan
gejala obstruksi
Klien bebas dari kerusakan saluran
kemih bagian atas.
NIC :
Urinary Chateterization
- Jelaskan prosedur dasn rasional dari intervensi
- Sediakan peralartan kateterisasi
- Pertahankan teknik aseptik yang ketat
- Masukan secara langsung atau retensi kateter
ke dalam bladder
- Hubungkan kateter pada kantung drainase
- Amankan kateter pada kulit
- Pertaahankan sistem drainase tertutup
- Monitor intake dan input.

Urinary Retentiuon care
- Monitor eliminasi urin
- Monitor tanda dan gejala retensi urin
- Ajarkan kepada klien tanda dan gejala retensi
urin
- Catat waktu setiap eliminasi urin
- Anjurkan klien/keluarga untuk menmcatat
outpout urin
- Ambil spesimen urin
- Ajarkan klien meminum 8 gelasa cairan sehari
- Bantu klien dalam BAK rutin

Fluid management
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik
), jika diperlukan
Monitor vital sign
Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
intake kalori harian
Lakukan terapi IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan
Berikan cairan IV pada suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan
Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi

2. Nyeri Kronis

Definisi :
Sensori yang tidak menyenangkan
dan pengalaman emosional yang
muncul secara aktual atau potensial
kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional):
serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat
yang dapat diantisipasi dengan akhir
yang dapat diprediksi dan dengan
durasi lebih dari 6 bulan.

Batasan karakteristik :
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
NIC :
PAIN MANAGEMENT
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Laporan secara verbal atau non
verbal
- Fakta dari observasi
- Posisi antalgic untuk
menghindari nyeri
- Gerakan melindungi
- Tingkah laku berhati-hati
- Muka topeng
- Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi
dengan orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh :
jalan-jalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan
dan minum

Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal

menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri


Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
psikologis)

pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

3. Nyeri akut b/d cidera fisik akibat
pembedahan

Definisi :
Sensori yang tidak menyenangkan
dan pengalaman emosional yang
muncul secara aktual atau potensial
kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional):
serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat
yang dapat diantisipasi dengan akhir
yang dapat diprediksi dan dengan
durasi kurang dari 6 bulan.

Batasan karakteristik :
- Laporan secara verbal atau non
verbal
- Fakta dari observasi
- Posisi antalgic untuk
menghindari nyeri
- Gerakan melindungi
- Tingkah laku berhati-hati
- Muka topeng
- Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda vital dalam rentang normal

Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi
dengan orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh :
jalan-jalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan
dan minum

Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis)

dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis,kebutuhan pengobatan b/d
keterbatasan kognitif.

Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya
informasi kognitif sehubungan
dengan topic spesifik.

Batasan karakteristik :
memverbalisasikan adanya masalah,
NOC :
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu
NIC :
Teaching : disease Process
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifik
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
tepat
ketidakakuratan mengikuti instruksi,
perilaku tidak sesuai.

Faktor yang berhubungan :
keterbatasan kognitif, interpretasi
terhadap informasi yang salah,
kurangnya keinginan untuk mencari
informasi, tidak mengetahui sumber-
sumber informasi.

menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya
identifikasi kemungkinan penyebab, dengna
cara yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat
Hindari harapan yang kosong
Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat.

5.

Resiko Infeksi b/d tindakan invasive
Resiko Infeksi b/d tindakan invasive

Definisi : Peningkatan resiko
masuknya organisme patogen

Faktor-faktor resiko :
- Prosedur Infasif
- Ketidakcukupan pengetahuan
untuk menghindari paparan
patogen
- Trauma
- Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan
- Ruptur membran amnion

NOC :
Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
Mendeskripsikan proses penularan
penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya,
Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
lain
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
- Agen farmasi (imunosupresan)
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan lingkungan
patogen
- Imonusupresi
- Ketidakadekuatan imum buatan
- Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan respon
inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan tubuh
primer (kulit tidak utuh, trauma
jaringan, penurunan kerja silia,
cairan tubuh statis, perubahan
sekresi pH, perubahan
peristaltik)
- Penyakit kronik
Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif

6. Cemas b/d perubahan status NOC : NIC :
kesehatan (rencana tindakan operasi )

Definisi :
Perasaan gelisah yang tak jelas dari
ketidaknyamanan atau ketakutan
yang disertai respon autonom
(sumner tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu); perasaan
keprihatinan disebabkan dari
antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini
merupakan peringatan adanya
ancaman yang akan datang dan
memungkinkan individu untuk
mengambil langkah untuk menyetujui
terhadap tindakan
Ditandai dengan
Gelisah
Insomnia
Resah
Ketakutan
Sedih
Fokus pada diri
Kekhawatiran
Cemas

Anxiety control
Coping
Impulse control
Kriteria Hasil :
Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan
dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya
kecemasan

Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
pelaku pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur
Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
Temani pasien untuk memberikan keamanan
dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
Dorong keluarga untuk menemani anak
Lakukan back / neck rub
Dengarkan dengan penuh perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
Barikan obat untuk mengurangi kecemasan





















DAFTAR PUSTAKA

Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Smeltzer, Suzanne & Bare, B. E. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner &
Suddarth, ed. 8. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Patofisiologi: buku saku; alih bahasa, Nike Budhi Subekti; editor
edisi bahasa Indonesia, Egi Komara Yudha. Jakarta :EGC
Sjamsuhidajat ; R & Jong, W.D. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Soesanto Wibowo, Puruhito, Setiono Basuki.(2005). Pedoman Teknik Operasi.

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
    LP Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
    Dokumen22 halaman
    LP Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
    Diyah Rahmawati
    86% (7)
  • 31 27 1 SM
    31 27 1 SM
    Dokumen7 halaman
    31 27 1 SM
    Diyah Rahmawati
    Belum ada peringkat
  • LP Ich
    LP Ich
    Dokumen6 halaman
    LP Ich
    Diyah Rahmawati
    100% (1)
  • Analisa Jurnal Bedah PONV
    Analisa Jurnal Bedah PONV
    Dokumen13 halaman
    Analisa Jurnal Bedah PONV
    Diyah Rahmawati
    0% (1)
  • LP Stroke
    LP Stroke
    Dokumen20 halaman
    LP Stroke
    Diyah Rahmawati
    100% (5)
  • Pijat Oksitosin
    Pijat Oksitosin
    Dokumen14 halaman
    Pijat Oksitosin
    meldaiska
    Belum ada peringkat
  • LP BPH
    LP BPH
    Dokumen21 halaman
    LP BPH
    Diyah Rahmawati
    Belum ada peringkat
  • Askep Tetanus
    Askep Tetanus
    Dokumen10 halaman
    Askep Tetanus
    Diyah Rahmawati
    Belum ada peringkat
  • Saturasi O2
    Saturasi O2
    Dokumen5 halaman
    Saturasi O2
    Dendi Kusuma
    Belum ada peringkat
  • Askep GEA
    Askep GEA
    Dokumen11 halaman
    Askep GEA
    Diyah Rahmawati
    Belum ada peringkat
  • LP CKD
    LP CKD
    Dokumen21 halaman
    LP CKD
    Diyah Rahmawati
    80% (5)
  • LP Ppok
    LP Ppok
    Dokumen14 halaman
    LP Ppok
    Diyah Rahmawati
    100% (5)
  • LP Hemodialisa
    LP Hemodialisa
    Dokumen10 halaman
    LP Hemodialisa
    Diyah Rahmawati
    100% (1)
  • SAP Oksitosin
    SAP Oksitosin
    Dokumen15 halaman
    SAP Oksitosin
    Diyah Rahmawati
    100% (1)
  • LP KPD
    LP KPD
    Dokumen14 halaman
    LP KPD
    Diyah Rahmawati
    50% (2)
  • 1346 3052 1 PB
    1346 3052 1 PB
    Dokumen6 halaman
    1346 3052 1 PB
    Diyah Rahmawati
    Belum ada peringkat
  • SAP Nutrisi Balita
    SAP Nutrisi Balita
    Dokumen8 halaman
    SAP Nutrisi Balita
    Diyah Rahmawati
    Belum ada peringkat