Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan istilah groupers dan
merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik
dipasarkan domestik maupun padar internasional dan selain itu nilai jualnya cukup
tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton.pada tahun
1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan, 1990).
Ikan Kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan
karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi massal untuk melayani
permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup.Berkembangnya pasaran ikan
kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku
kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi
permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya.
Budidaya ikan kerapu telah dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, namun
dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, karena keterbatasan
benih. Selama ini para petani nelayan masih mengandalkan benih alam yang sifatnya
musiman. Namun sejak tahun 1993 ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)
sudah dapat dibenihkan, Balai Budidaya Laut Lampung sebagai unit Pelaksana
Teknis Direktorat Jenderal Perikanan,telah melakukan upaya untuk menghasilkan
benih melalui pembenihan buatan manipulasi lingkungan dan penggunaan hormon.
1.2 Tujuan Dan Kegunaan
1. A. Tujuan
Kegiatan PKPM ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui teknik
Pembenihan ikan kerapu dan membadingkan atara teori yang didapat dalam bangku
kuliah dan pengaplikasian dilapangan.
1. B. Kegunaan
Sedangkan kegunaan dari kegiatan yang akan dilakukan dalam PKPM ini untuk
menambah wawasan dan menjadi bahan informasi bagi masyarakat dalam hal teknik
pemeliharaan larva kerapu sekalipun dapat meningkat keterampilan dan
memunculkan jiwa wirausaha dan tenaga ahli bidang pembenihan kerapu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi dan Morfologi
Ikan kerapu bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan
menajam, maxillarry lebar diluar mata, gigi pada bagian sisi dentary 3 atau 4 baris,
terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian
dorsal dan poterior. Habitat benih ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak
ditumbuhi algae jenis reticulata dan Gracilaria sp,
Setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari pasar
berlumpur. Ikan kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makannya mencaplok
satu persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang
paling disukai kenis krustaceae (rebon, dogol dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan
(tembang, teri dan belanak)
Klasifikasi Kerapu Epinephelus fuscoguttatus Sigit Budileksono (1993.) dan Kisto
Mintardjo(1991).
Ikan kerapu macan (Epinehelus fuscoguttatus) digolongkan pada :
Class : Chondrichthyes
Sub class : Ellasmobranchii
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus
Species : Epinepheus s
2.2 Teknik Pembenihan
2.2.1 Sarana Pembenihan
a. Induk sebanyak 5 ekor betina dan 2 ekor jantan. Induk jantan berukuran panjang
77 - 78 cm dan berat 9,5 11 kg/ekor. Induk betina berukuran panjang 60 70 cm
dan berat 5,3 7,8 kg/ekor.
b. Pakan induk berupa ikan segar dari jenis selar, japuh dan jantan yang kandungan
proteinnya tinggi dan kandungan lemaknya rendah.
c. Kurungan apung untuk pemeliharaan induk berukuran 3 x 3 x 3 m3.
d. Bak pemijahan dengan kapasitas 100 ton.
e. Bak penetasan sekaligus juga merupakan bak pemeliharaan larva yang berukuran
4 x 1 x 1 m3 terbuat dari beton, berbentuk empat persegi panjang.
2.2.2 Metoda
Metoda yang digunakan adalah manipulasi lingkungan. Untuk merangsang
terjadinya perkawinan antara jantan dengan induk betina matang kelamin
digunakan metoda manipulasi lingkungan di bak terkontrol. Teknikpemija han
dengan manipulasi lingkungan ini dikembangkan berdasarkan pemijahan ikan
kerapu di alam, yaitu dengan rangsangan atau kejutan faktorfaktor lingkungan
seperti suhu, kadar garam, kedalaman air dan lain-lain. Pemijahan mengikuti fase
peredaran bulan; pada saat bulan terang atau bulan gelap.
2.2.3Pemeliharaan Induk
Induk ikan kerapu yang dipijahkan dipelihara di laut dalam kurungan apung dengan
padat penebaran induk 7,5 10 kg/m3. Pakan yang diberikan berupa ikan rucah
segar berkadar lemak rendah. Diluar pemijahan ikan, takaran pakan yang diberikan
sebesar 3 5% dari total berat badan ikan/hari, sedangkan pada musim pemijahan
diturunkan menjadi 1%. Disamping itu diberikan pula vitamin E dengan dosis 10
15 mg/ekor/minggu.
2.2.4 Sex reversal
Kerapu termasuk ikan yang hermaprodit protogyni, yaitu pada kehidupan awal
belum ditentukan jenis kelaminnya. Sel kelamin betina terbentuk setelah berumur 2
tahun dengan panjang 50 cm dan berat 5 kg. Sel kelamin betina berubah menjadi sel
kelamin jantan pada umur 4 tahun dengan panjang tubuh sekitar 70 cm dan berat 11
kg. Pada kenyataannya lebih banyak ditemui ikan kerapu jantan atau mempercepat
perubahan kelamin dari betina ke jantan dapat dipacu/dirangsang dengan hormon
testosteron. Pemberian hormon testosteron dilakukan secara oral melalui makan
setiap minggu, diikuti dengan penambahan multivitamin.Takaran yang diberikan
adalah :
1. Hormon testosteron 2 mg/kg induk
2. Multivitamin 10 mg/kg induk
2.2.5 Seleksi Induk
Kematangan kelamin induk jantan ikan kerapu diketahui denan cara mengurut
bagian perut ikan (stripping) ke arah awal sperma yang keluar warnan putih susu
dan jumlahnya banyak diamati untuk menentukan kualitasnya. Kematangannya
kelamin induk betina diketahui dengan cara kanulasi, yaitu memasukkan selang
plastik ke dalam lubang kelamin ikan, kemudian dihisap.Telur yang diperoleh
diamati untuk mengetahui tingkat kematangannya, garis tengah (diameter) telor
diatas 450 mikron.
2.2.6 Siklus Reproduksi dan Perkembangan Gonad
Ikan kerapu tikus ini bersifat hermaprodit protogini, yakni pada tahap
perkembangan mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin betina kemudian
berubah menjadi jantansetelah tumbuh besar /umurnya bertambah tua.
Menentukan jenis kelamin jatan dan betina dapat di lakukan dengan dua cara yaitu
menggunakan selang mikro (kanulasi) dan menggunakan metode pengurutan.
Fenomena perubahan jenis kelamin pada kerapu sangat erat hubungannya dengan
aktivitas pemijahan, umur, indeks kelamin, dan ukuran (Smith, 1982. dalam
Subyakto S. Dan Cahyaningsih S. 2003). Di habitat aslinya, kerapu melakukan
pemijahan pada malam hari, yakni antara pukul 8 malam hingga 3 pagi. Biasanya,
kerapu jantan akan berenang berputar-putar mengikuti kerapu betina. Setelah
kerapu betina mengeluarkan telurnya, kerapu jantan akan mengeluarkan spermanya
kemudian telur akan di buah oleh sperma. Fenomena perubahan jenis kelamin pada
kerapu sangat erat hubungannya dengan aktivitas pemijahan, umur, indeks kelamin
dan ukuran (Smith. 1982).
2.2.7 Pemijahan
a. Induk kerapu matang kelamin dipindahkan ke bak pemijahan yang sebelumnya
telah diisi air laut bersih dengan ketingian 1,5 m dan salinitas + 32 .
b. Manipulasi lingkungan dilakukan menjelang bulan gelap yaitu dengan cara
menaikkan dan menurunkan permukaan/tinggi air setiap hari. Mulai jam 09.00
sampai jam 14.00 permukaan air diturunkan sampai kedalaman 40cm dari dasar
bak. Setelah jam 14.00 permukaan air dikembangkan kepossisi semula (tinggi air 1,5
m). Perlakuan ini dilakukan terus meneruss ampai induk memijah secara alami.
c. Rangsangan hormonal induk kerapu matang kelamin disuntik dengan hormon
Human Chorionic Gonadotropin (HGG) dan Puberogen untuk merangsang
terjadinya pemijahan. Takaran hormon yang diberikan adalah :
1. HGG 1.000 2.000 IU/kg induk
2. Puberogen 150 225 RU/kg induk
d. Pengamatan pemijahan ikan dilakukan setiap hari setelah senja sampai malam
hari. Pemijahan umumnya terjadi pada malam hari antara jam 22.00 24.00 WIB.
Diduga musim pemijahannya terjadi 2 kali bulan Juni September dan bulan
Nopember Januari
e. Bila diketahui telah terjadi pemijahan, telur segera dipanen dan dipindahkan ke
bak penetasan.bak pemeliharaan larva.
2.2.8 Penetasan telur
Bak yang dipergunakan untuk penetasan telur sekaligus juga merupakan bak
pemeliharaan larva, terbuat dari beton, berbentuk empat persegi panjangdengan
ukuran 4 x 1 x 1 m3. Tiga hari sebelum bak penetasan/bak pemeliharaan larva
digunakan, perlu dipersiapkan dahulu dengan cara dibersihkan dan dicuci hamakan
memakai larutan chlorine (Na OCI) 50 100ppm.Setelah itu dinetralkan dengan
penambahan larutan Natrium thiosulfat sampai bau yang ditimbulkan oleh chlorine
hilang. Air laut dengan kadar garam 32 dimasukkan ke dalam bak, satu hari
sebelum larva dimasukkan dengan maksud agar suhu badan stabil berkisar antara 27
280C.Telur hasil pemijahan dikumpulkan dengan sistim air mengalir. Telur yang
dibuahi akan mengapung dipermukaan air dan berwarna jernih (transparan).
Sebelum telur ditetaskan perlu direndam dalam larutan 1 5 ppm acriflavin untuk
mencegah serang bakteri. Padat penebaran telur di Bak Penetasan berkisar 20 60
butir/liter air media. Ke dalam bak penetasan perlu ditambahkan Chlorella sp
sebanyak 50.000 100.000 sel/ml untuk menjaga kualitas air.Telur akan menetas
dalam waktu 18 22 jam setelah pemijahan pada suhu 27 280C dan kadar garam
30 32 .
Gambar 1. Grafik Prosentase Telur yang Dibuahi
2.3 Perkembangan Dan Pemeliharaan Larva
2.3.1 Perkembangan Larva
Larva yang baru menetas terlihat transparan, melayang-melayang dan gerakannya
tidak aktif serta tampak kuning telur dan oil globulenya. Larva akan berubah bentuk
menyerupai kerapu dewasa setelah berumur 31 hari.
Gambar 2 Perkembangan Bentuk Larva kerapu
Adapun perkembangan larva kerapu dari umur 1 hari (D1) sampai umur 31 hari
(D31) dapat ilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan larva ikan kerapu.
Hari Ke Tahap Perkembangan
Panjang
(mm)
D1 Larva menetas transparan,melayang dan tidak aktif 1,89 2,11
D3 Timbul bintik hitam dikepala dan pangkal perut 2,14-2,44
D7-8 Timbul calon sirip Punggung yang keras dan panjang 7,98 8,96
D9-11 Timbul calon sirip punggung yang keras dan panjang.
15,88
17,24
D15-17 Duri memutih, bagian ujung agak kehitaman 17,2 18,6
D23-26
Sebagian duri mengalami reformasi dan patah, pada
bagian ujung tumbuh sirip awal lunak
20,31
22,64
D29-31
Sebagian larva yang pertumbuhannya capat telah
berubah menjadi burayak (juvenil),bentuk dan
warnanya telah menyerupai ikan
22,40
23,42
Masa kritis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8) memasuki umur 9
hari (D9), dimana pada saat itu mulai terjadi perubahan bentuk tubuh yang sangat
panjang dan spesifik, sampai pada hari ke 20 (D20) larva berkembang dengan baik
dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kematian, akan tetapi memasuki hari
ke 22 (D22), 23 (D23) sebagian dari larva baik yan masih kecil maupun yang sudah
besar mulai nampak adanya kematian. Diawali dengan adanya gerakan memutar
(whirling) yang tidak terkendali kemudian terbalik lalu mati. Pada kasus tersebut
diupayakan dengan cara merubah pakan Artemia dengan kandungan W3 HUFA
yang lebih tingi. Dari kasus ini tentunya dapat diajukan suatu hepotesa sementara
bahwa kurannya unsur tertentu pada larva kerapu dalam waktu yang cukup lama
akan mempengaruhi kondisi fisik dan kelangsungan hidup larva.
2.3.2 Pemeliharaan Larva
Larva kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa kuning
telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan
selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan dari luar. Umur 3 hari (D3)
kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa
Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 3ekor/ml. Disamping itu
ditambahkan pula Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan antara 5.10 10
sel/ml. Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari (D16) dengan
penambahan secara bertahap hingga mencapai kepadatan 5 10 ekor/ml
plytoplankton 10 2.10 sel/ml media.Pada hari kesembilan (D9) mulai diberi pakan
naupli artemia yang baru menetas dengan kepadatan 0,25 0,75 ekor/ml media.
Pemberian pakan naupli artemia ini dilakukan sampai larva berumur 25 hari (D25)
dengan peningkatan kepadatan hingga mencapai 2 5 ekor/ml media.Disamping itu
pada hari ke tujuh belas (D17) larva mulai diberi pakan Artemia yang telah berumur
1 hari, kemudian secara bertahap pakan yang diberikan diubah dari Artemia umur 1
hari ke Artemia setengah dewasa dan akhirnya dewasa sampai larva berumur 50
hari. Skema jenis dan pemberian pakan larve kerapu dapat dilihat pada Gambar 3.
Pemberian pakan dengan cincangan daging ikan mulai dicoba pada saat
metamorfosa larva sempurna menjadi benih ikan kerapu.
Gambar 3. Grafik Jenis Pakan
2.3.3 Pengelolaan Kualitas Air
Bak penetasan telur yang sekaligus merupakan bak pemeliharaan larva perlu dijaga
kualitas airnya dengan penambahan phytoplankton Chlorella, dengan kepadatan
5.103 104 sel/ml. Phytoplankton akan menggeliminir pembusukkan yang
ditimbulkan oleh telur yang tidak menetas dan sisa cangkang telur yang
ditinggalkan. Pembersihan dasar bak dengan cara penyiponan dilakukan pada hari
pertama dengan maksud untuk membuang sisa-sisa telur yang tidak menetas dan
cangkang telur. Penggantian air dilaksanakan pertama kali pada saat larva berumur
6 hari (D6) yaitu sebanyak 5 10%. Penggantian air dilakukan setiap hari dan
dengan bertambahnya umur larva, maka volume air yang perlu diganti juga semakin
banyak.Pada saat larva telah berumur 30 hari (D30) pengganti air dilakukan
sebanyak 20% dan bila larva telah berumur 40 hari (D40) air yang diganti sebanyak
40%. Prosentase pengantian air selama pemeliharaan larve kerapu dapat dilihat
pada gambar 4.
Gambar 4. Grafik Prosentase Penggantian Air
2.3.4 Pengelolaan Pakan
Ikan kerapu merupakan ikan laut yang buas (karnivora ) dan sifat kanibalisme akan
muncul jika kekurangan pakan .oleh sebab itu pakan yang diberikan harus cukup
baik kualitas maupun kuantitas . pakan yang baik harus emenuhi gizi ikan kerapu
berupa : protein, karbohidrat, lemat, mineral, dan vitamin, sehingga ikan yang
dibudidayakan dapat tumbuh dengan baik.
Keberhasilan pembenihan ikan kerapu sangat tergantung pada kecukupan pakan.
Pemberian pakan harus tepat agar pakan yang diberikan dapat efisien dikonsumsi
ikan yang dipelihara dan memberikan kelansungan hidup dan pertumbuhan yang
baik sehingga penggunaan pakan menjadi efisien, karena berkaitan dengan
pencernaan dan pemakaian energi. Pemilihan jenis dan ukuran pakan yang tepat
akan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan pakan. Pakan yang digunakan dapat
berupa pakan alami/ pakan segar atau pakan buatan.
2.3.5 Hama dan Penyakit
Hama
Menurut Kordi, (2002) mengatakan bahwa hama merupakan organisme yang dapat
menimbulkan gangguan pada ikan budidaya di dalam kolam hama pada budidaya
ikan kerapu C. ada 2 macam yaitu : predator dan kompetitor.
Penyakit
Penyakit yang sering di menyerang ikan kerapu ada dua macam yaitu penyakit
infeksi, penyakit yang dapat menginfeksi ikan kerapu yaitu berupa jamur, bakteri
maupun virus. Sedangkan yang ke dua yaitu penyakit non infeksi adalah penyakit
pada ikan kerapu yang di sebabkan oleh ketidak sesuaian media pemeliharaan ikan
kerapu yang ada di tambak dengan kondisi aslinya di alam sehingga menyabakan
ikan kerapu tersebut stress.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan pengalaman kerja praktek mahasiswa (PKPM) yang akan dilaksanakan
selama tiga bulan yaitu taanggal 13 Maret 2013 sampai bulan juni 2013 di Balai
Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar di Desa Bentoloe kecamatan Galesong Selatan
3.2. Survei lokasi
Keadaan umum lokasi :
Balai Budiday Air Payau terletak di Desa Bentoloe kecamatan Galesong Selatan
Kabupaten Takalar kurang lebih 30 km kearah Selatan Kota Makassar.
Tempat pembenihan ikan berada di tepi perairan selatan Makassar. Berdasarkan
letak topografinya, pantai BBAP berdasar landai dan stuktur dasar perairan
lahannya tidak terjangkau pasang tertinggi, tidak mengalami erosi air laut terlindung
dari bahaya banjir, kualitas air laut bersalinitas 30 ppt, pH 7-8,5 dan suhu antara 27-
30
o
C. BBAP terdiri atas tiga lokasi yang berjarak kurang lebih 1 km satu dengan
yang lainnya. Lokasi satu terdiri dari atas bangunan kantor, asrama, rumah jaga,
perumahan karyawan, aula, sarana olahraga dan sarana pembenihan. Lokasi dua
terdiri atas sarana pembenihan, perumahan pegawai, tambak serta laboratorium.
Dan lokasi tiga terdiri atas pembenihan, perumahan pegawai.
Sesuai dengan kebutuhan usaha pembenihan maka harus dipilih daerah yang dekat
dengan sumber air laut yang bersih serta ditunjang dengan sarana yang memadai
seperti transportasi, listrik serta telepon, hal ini menjadi syarat pembenihan seperti
diungkapkan oleh Suyanto dan Mustahal (1997) yaitu bahwa pembenihan yang ideal
antara lain mempunyai sarana seperti :
1. Laboratorium kering untuk pengamatan
2. Laboratorium basah untuk pengamatan dan perawatan telur dan larva
3. Ruang Plankton
4. Ruang Mesin
5. Bak-Bak Pemijahan
6. Resevoar dan Filter
7. Kantor dan Gudang
Disekitar pembenihan terdapat pemukiman penduduk, pembenihan udang skala
rumah tangga (Backyard) serta pembenihan udang skala besar (haetchery untuk
kelancaran pengadaan saran produksi dan pemasaran benih terdapat jalan raya yang
cukup baik dan juga jaringan telepon tersedia.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan Data yang akan digunakan dalam kegiatan pengalaaman
kerja praktek mahasiswa (PKPM) yang akan dilaksanakan yaitu dengan cara
pengumpulan data berupa :
Data primer yaitu data yang diperoleh dengan cara melaksanakan dan mengikuti
kegiatan teknik produksi pemeliharaan larva kerapu secara lansung serta ikut
berperang akti dilapangan.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui stidi pustaka dengan cara
mengumpulkan data dari berbagai literatur dan melakukan wawancara dengan
pembimbing dan teknisi lapangan.
3.4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif yang bersumber pada
data primer dan data sekunder yang didapatkan selama kegiatan PKPM berlangsung
dan disajikan dalam bentuk tabel.
3.5. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam Praktek Kerja Pengalaman
Mahasiswa (PKPM) Pada pembenihan ikan kerapu Tikus di Balai Besar Budidaya Air
Payau (BBAP) adalah sebagai berikut :
3.2.1 Alat Dan Bahan
A. Bak Pemeliharaan Induk Dan Pematangan Gonad
1. Bak Beton 5. Sikat pembersih bak
2. Seser 6. Pakan Induk
3. Ember
4. Alat pengukur kulitas air(Thermometer,PH,Handrefraktomet)
B. Bak Penetasan Telur
1. Bak Beton
2. Ember
3. Baskom
4. Kolektor
C. Bak Penampungan Air
1. Bak Beton 4. kaporit
2. Aerasi
3. Blower
D. Bak Pemeliharaan Larva
1. Bak Beton 3. Pakan Larva
2. Blower 4. Aerasi
E. Bak Kultur Pakan Alami
1. Bak Fiber Kerucut 3. Branchinus,rotifer,chorella,Artemia
2. Aerasi 4. Ember
3.5.1 Persiapan Wadah
Bak sebelum di isi larva terlebih dahulu dibersihkan, dikeringkan dan dibilas atau
diremdam dengan kaporit. Air laut yang di saring sebelum digunakan di alirkan
melalui saluran sinar UV. Temperatur berkisar antara 27-29
o
C. Pengisian bak
dilakukan hanya sekitar setengah dari volume bak, untuk selanjutnya dilakukan
penambahan pakan alami fitoplankton, persiapan bak pemeliharaan larva
3.5.2 Pengelolaan induk
1. A. Pemeliharaan induk
Induk betina dan induk jantan dipelihara di bak terpisah. Induk diberikan pakan
pakan berupa ikan rucah (tembang dan ciko ciko ) pada pagi dan sore hari sesuai
dengan dosis yang telah ditentukan. Setelah pemberian pakan, dilakukan pergantian
air dengan cara membuka saluran pembuangan dan mengoperasikan pompa air laut
agar air dapat mengalir kedalam bak pemeliharaan. Jika air dalam bak sudah
diganti, pompa air laut dimatikan dan pompa resirkulasi dioperasikan agar air dalam
bak induk tersirkulasi.
1. B. Pematangan gonad induk
Pakan yang akan diberikan kepada induk, dibersihkan terlebih dahulu kemudian
Vitamin Nature E dan vitamin Enervon C yang berupa kapsul, dimasukkan kebagian
tubuh pakan. Pakan yang telah diberi vitamin, diterbar kebak pemeliharaan.
1. Pengelolaan Kualitas Air Induk
Air di bak pemeliharaan dibuang dengan cara membuka pipa pengeluaran yang
berada dibagian tengah bak. Bagian dasar bak pemeliharaan disipon dengan cara
alat sipon yang terbuat dari sikat dan tangaki besi didorong dari sisi bak ke bagian
tengah bak, dimana terdapat saluran pembuangan. Setelah bak pemeliharaan selesai
disipon, air bak diganti dengan air baru. Untuk menjaga air bak tetap bersih dan
dapat terganti hingga 200- 300% setiap harinya, pompa sirkulasi dioperasikan agar
air dalam bak pemeliharaan tersirkulasi selama 24 jam
1. D. Pengelolaan Pakan Induk
Pakan yang baru dibeli berupa ikan rucah (tembang dan ciko ciko) dan cumi- cumi
ditempatkan ke dalam baskom. Pakan ikan rucah dibersihkan dan dihilangkan
bagian kepalanya dan isi perutnya, sedangkan cumi- cumi dihilangkan tintanya.
Pakan yang sudah dibersihkan, dimasukkan kedalam kantong pakan yang terbuat
dari saringan hijau. Pakan yang sudah dikemas tersebut dimasukkan ke dalam
freezer. Pemberian pakan dilakukan setiapa hari dengan frekuensi pemberian satu
kali sehari yaitu pada pagi atau sore hari dengan dosis 3- 5% dari berat badan ikan.
1. E. Pemijahan
A. Induk kerapu matang kelamin dipindahkan ke bak pemijahan yang
sebelumnya telah diisi air laut bersih dengan ketingian 1,5 m dan salinitas +
32 .
B. Manipulasi lingkungan dilakukan menjelang bulan gelap yaitu dengan cara
menaikkan dan menurunkan permukaan/tinggi air setiap hari. Mulai jam
09.00 sampai jam 14.00 permukaan air diturunkan sampai kedalaman 40cm
dari dasar bak. Setelah jam 14.00 permukaan air dikembangkan ke possisi
semula (tinggi air 1,5 m). Perlakuan ini dilakukan terus menerus sampai
induk memijah secara alami.
C. Rangsangan hormonal induk kerapu matang kelamin disuntik denganhormon
Human Chorionic Gonadotropin (HGG) dan Puberogen untuk merangsang
terjadinya pemijahan. Takaran hormon yang diberikan adalah : HGG 1.000
2.000 IU/kg induk dan Puberogen 150 225 RU/kg induk
D. Pengamatan pemijahan ikan dilakukan setiap hari setelah senja sampai
malam hari. Pemijahan umumnya terjadi pada malam hari antara jam22.00
24.00 WIB. Diduga musim pemijahannya terjadi 2 kali bulan Juni
September dan bulan Nopember Januari.
E. Bila diketahui telah terjadi pemijahan, telur segera dipanen dan dipindahkan
ke bak penetasan.bak pemeliharaan larva.
F. F. Pengendalian Penyakit
Bak fiber yang akan digunakan untuk penyembuhan, diisi dengan air laut steril
hingga penuh dan diberi aerasi. Induk yang luka dipisahkan dari induk yang sehat,
kemudian induk tersebut diobati dengan cara menempelkan bubuk elbazin pada
bagian tubuh yang luka. Induk yang sudah diobati, dipelihara dalam bak
penyembuhan hingga lukanya benar- benar sembuh.
1. G. Seleksi Induk Matang Gonad
Induk jantan dan betina ditangkap dengan menggunakan saringan hijau. Untuk
mengetahui induk yang matang gonad, dilakukan dengan cara stripping (bagian
perut induk diurut ke arah anus). Jika terdapat cairan putih pada jantan yang
jumlahnya cukup banyak, sedangkan induk betina dikanulasi. Induk yang matang
gonad dipisahkan untuk dipijahkan dengan system manipulasi lingkungan.
3.5.3. Pemijahan Alami Sistem Manipulasi Lingkungan
Induk kerapu tikus D. yang matang gonad dimasukkan ke dalam bak pemijahan
yang telah disiapkan sebelumnya dengan sex ratio 1: 2. Pada siang hari dilakukan
penjemuran yaitu menurunkan volume air bak sehingga volume air bak tersisa 20%
dari volume bak dan pada sore hari menjelang malam, air dinaikkan atau ditambah
sehingga volume air mencapai 80% dari volume bak. Pemberian pakan tetap
dilakukan pada pagi hari. Kolektor telur dipasang dikotak panen dengan cara diikat
pada bagian pipa pengeluaran telur.
3.5.4. Penyiapan Pakan Alami untuk Larva
Kultur Chlorella
Persiapan untuk kultur Chlorella adalah mencuci bak dengan sikat kemudian dibilas
hingga bersih dan dikeringkan selama 2 jam. Setelah itu diisi dengan air sebanyak 8
ton (8000 liter) dan diberi kaporit yang berfungsi untuk treatment air dan air
dibiarkan selama 12 jam. Setelah ditreatment selama 12 jam, bibit Chlorella sp
dimasukan sebanyak 1-2 ton dengan menggnakan pompa celup. Bibit tersebut
berasal dari bak lain yang telah berumur 7-8 hari. Kemudian dilakukan pemupukan
dengan cara dilarutkan dalam ember. Dosis pupuk yang digunakan adalah urea 40
ppm. ZA 30 ppm, SP-36 20 ppm, FeCl3 1-3 ppm dan EDTA 1-3 ppm.
Kultur Rotifera (Branchionus plicatilis)
Ukuran akuarium yang dapat digunakan sebagai wadah pemeliharaan adalah 60 x
40 x 50 cm, sedangkan fiberglass yang biasa dipakai adalah yang berukuran hingga 1
ton. Wadah dicuci bersih dan dikeringkan di bawah terik matahari.Akuarium diisi
dengan air kolam dan volume air yang dimasukkan dihitung. Hal ini diperlukan
untuk memperkirakan jumlah pupuk yang akan digunakan. Pupuk yang digunakan
adalah kotoran ayam atau kotoran kuda dengan dosis 300-400 g/liter air. Pemberian
pupuk dilakukan dengan jalan membungkus pupuk tersebut dalam kain, kemudian
digantung hingga seluruh pupuk terendam air. Setelah tujuh hari, kondisi air media
sudah siap sitebari bibit rotifer. Panen dapat dilakukan pada minggu berikutnya
ketika populasi rotifera mencapai puncak. Pemanenan dilakukan dengan
menggunakan planktonnet dengan cara menciduk langsung atau melaluio
penyifonan. Kepadatan populasi akan bisa dipertahankan tetap tinggi selama satu
bulan apabila setiap 5-6 hari dilakukan pemupukan ulang sebanyak separuh dosis
pupuk awal.
Kultur artemia salina
Penetasan artemia yang baik yaitu dengan penetasan dekapsulasi. Dekapsulai adalah
proses penipisan cangkang telur luar kista dengan menngunakan larutan clorin.
Proses dekapsulai adalah kista dicuci dengan air dan dimasukan dalam ember,
kemudian dimasukan larutan clorin sebanyak 500 ml dan diaduk hingga berubah
warna menjadi orange. Suhu saat dekapsulasi dipertahankan <>oC. Lama
dekapsulasi 5-15 menit, setelah itu kista disaring dan dicuci bersih dengan air lalu
diberi tiosulfat agar menetralkan clorin. Kista artemia siap dikultur di bak yang diisi
dengan air dan aerasi selama 12-24 jam
3.3.1. Penebaran/Penetasan Telur
Telur ikan kerapu tikus yang yang baru datang di pindahkan kedalam bak
kerucut dan diketahui volumenya untuk memudahkan dalam perhitungan jumah
telur. Telur ikan kerapu tikus yang baik akan terapung pada permukaan air dengan
warna transparan dengan prensentase telur yang mengapung >50%. Telur yang jelek
mengendap pada dasar bak dan warna putih susu. Sebelum telur ditebar terlebih
dahulu dilakukan perhitungan telur untuk mengetahui jumlah telur yang ada. Telur
yang telah diketahui jumlahnya selanjutnya ditebar dalam bak pemeliharaan larva
dengan kepadatan 10-15 btr/liter. Bak pemeliharaan larva yang digunakan adalah
bak semen berbentuk persegi panjang tanpa sudut mati. Dilengkapi aerasi dengan
jarak 50-80 cm. Sumber aerasi berasal dari blower yang dialirkan melalui intalasi
pipa, selanjutnya melalui slang aerasi dan terakhir melalui batu aerasi yang
diletakkan pada dasar bak. Kecepatan aerasi diatur berdasarkan umur dan kekuatan
larva. Larva umur DO_D2 kekuatan aerasi agak kuat, antara umur D3-D10 kekuatan
aerasi agak kecil/sedang, antara umur D11-D25 kekuatan aerasi ditambakan sedikit-
demi untuk mengindari larva bergerembol pada permukaan air. Setelah larva
berumur lebih dari D25 dan sudah mulai berenang aktif mengeliling dinding bak
pemeliharaan, maka aerasi harus diperkuat agar oksigen yang tersedia dalam air
media pemeliharaan cukup untuk mendukung kehidupan larva.
3.3.3. Pemeliharaan Larva
Telur yang telah ditebar akan menetas dan berubah menjadi larva setelah 17-25 jam
dari waktu pemijahan, larva yang berumur 1-2 hari (D1-2) masih bersifat planktonis,
berwarna transparan dan sistem penglihatan belum berfungsi. Sumber makanan
sepenuhnya masih tergantung pada kuning telur yang ada pada bagian perut (yolk
egg) yang berfungsi sebagai cadangan makanan.
Pengaturan suplai oksigen ke dalam bak pemeliharaan agar tidak terlalu besar
gelembung udaranya untuk memudahkan larva menagkap makanan yang di
umpankan, karena kuningtelur sebaga cadangan makanan sudah diserap habis
pada saat larva berumur 3 hari (D3). Pada saat ini mulut dan system penglihatan
larva sudah mulai berfungsi sehingga larva sudah mulai mencari pakan dari luar.
Larva yang tidak berhasil mendapatkan asupan pakan dari luar hanya mampu
bertahan hidup hingga D6-D7.
Bakal sirip larva punggu (spina dorsalis) dan sirip perut (spina ventralis) mulai
tampak beruba tonjol pada saat larva berumur D10 dan pada saat D15-D20 spina
sudah terlihat jelas. Pertambahan panjang spina berlangsung sampai larva berumur
D28, dan selanjutnya akan mereduksi menjadi duri keras pertama pada sirip
punggung dan sirip perut. Spina mereduksi sampai umur D37 yang diikuti oleh
bertambah penjangnya tubuh yang selanjut akan menjadi ikan muda yang berwarna
putih transparan sampai umur D45, selanjutnya ikan muda akan mengalami
perubahan warna yang sama seperti ikan dewasa (juvenile).
1. 1. Pengelolaan Pakan
A. A. Pemberian minyak cumi
Minyak cumi yang diberikan dengan cara memipet dari dalam botol minyak cumi
menggunakan pipet skala 0,1 ml, kemudian menebarkan ke atas permukaan air
pemeliaharaan larva. Cara pemberian cumi dilakukan di sudut dan pertengahan bak
hingga minyak cumi yag ada dalam pipet skala habis.
1. B. Pemberian chlorella
Bak penampungan chlorella diletakkan di atas bak pemeliharaan induk.
Perlengkapan aerasi dimasukkan dalam bak penampungan disertai selang aerasi
untuk mengalirkan chlorella ke bak pemeliharaan larva. Filter kapas dipasang pada
ujung selang spiral dan ujung yang satunya dipasang pada pipa yang berasal dari bak
chlorella. Setelah selang spiral terpasang, kran diputar dan chlorella mengalir ke bak
penampungan hingga mencapai volume yang dibutuhkan. Selang aerasi yang telah
dipasang tadi, dihisap dan chlorella yang berasal dari bak penampungan dialirkan ke
bak pemeliharaan larva dengan system gravitasi.
1. C. Pemberian rotifer
Rotifer yang sudah dikayakan disaring kemudian dimasukkan ke dalam ember.
Pemberian rotifer dilakukan secara hati- hati dengan menggunakan gayung
kemudian ditebar merata ke dalam bak pemeliharaan.
1. D. Pemberian artemia
Artemia yang sudah dikayakan disaring kemudian dimasukkan ke dalam ember.
Pemberian artemia dilakukan secara hati- hati dengan menggunakan gayung
kemudian ditebar merata ke dalam bak pemeliharaan.
1. E. Pemberian pakan buatan
Pakan buatan love larva dimsukkan ke dalam botol pakan. Pemberian pakan buatan
dilakukan dengan cara botol pakan disemprotkan ke permukaan air bak
pemeliharaan. Pada fase benih diberikan pakan pellet yang sesuai dengan ukuran
bukaan mulutnya dengan cara menebar ke dalam bak pemaliharaan.
1. 2. Pengelolaan kualitas air
A. A. Penyiponan dan pergantian air
Ujung pipa sipon yang dimasukkan ke dalam air pemeliharaan diberi kapas sebagai
pembersih dasar bak dan ujung satunya disambung dengan selang sipon. Selang
sipon dihisap agar air kotor dalam bak pemeliaharaan keluar. Penyiponan dilakukan
dengan menggerakkan pipa sipon secara perlahan- lahan ke dasar bak yang terdapat
kotoran.
Air dalam bak pemeliaharaan dibuang sekitar 20% dari volume air dengan cara pipa
pengeluaran dicabut. Setelah dilakukan pembuangan air, pompa celup disambung
pada selang spiral untuk mengalikan air dari bak treatment air yang sudah
disterilkan. Pompa celup dioperasikan untuk mengalirkan air laut steril ke bak
pemliharaan yang akan diganti airnya.
1. B. Pengukuran parameter kualitas air
Unuk mengukur salinitas air, digunakan handrafraktometer. Cara mengunakan alat
tersebut yaitu handrafraktometer dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan
tissue kemudian dinetralkan. Air sampel diambil dari bak pemeliharaan larva
sebanyak 1 tetes dan dimasukkan ke alat tersebut dan dilihat berapa angka yang
ditunjukkan. Untuk mengukur suhu diperlukan thermometer yang digantung diatas
permukaan air, sehingga setiap saat nilai suhu dapat dilihat. Untuk mengukur pH air
digunakan pH meter, sedangkan untuk mengukur oksigen terlarut diperlukan
DOmeter yang masing- masing alat tersebut dapat dicelupkan ke dalam air bak
pemeliharaan dan nilainya langsung. Tertera di layar alat tersebut.
1. 3. Pengamatan laju pertumbuhan
2. A. Grading
Larva ikan kerapu yang digrading, ditangkap ddengan menggunakan seser dan
dimasukkan ke dalam baskom da diberi aerasi. Dalam bskom tersebut
digrading antara larva ukuran kecil, sedang dan besar dipisahkan pada baskom yang
berbeda dengan menggunakan potongan botol air mineral dan gayung. Larva yang
sudah digrading, dimasukkan kedalam bak peneliharaan baru sesuai dengan
ukurannya yaitu satu tempat utuk ukuran kecil, satu tempat untuk ukuran sedang
dan demikian pula untuk ukuran yang besar.
1. B. Perhitungan laju pertumbuhan
Untuk menghitung laju pertumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan 5 ekor
benih ikan kerapu sebagai sampel. Pengukuran panjang, dilakukan dengan
mengukur mulai ujung mulut sampai ujung ekor serta lebar mulai dari sirip
punggung sampai bagian bawah perut dengan menggunakan mistar. Penentuan
berat dilakukan dengan menimbang sampel menggunakan timbangan analitik.
1. C. Pemindahan benih
Grading dilakukan sebelum larva dipindahkan.setelah melaewati proses grading
maka Larva dipindahkan ke dalam baskom yang berisi air laut steril dengan
menggunakan seser. Baskom yang sudah diisi larva kemudian dipindahkan dan
ditebar ke bak pendederan secara perlahan- lahan.
1. D. Pengendalian penyakit
Benih yang sakit ditangkap dengan menggunakan seser dan dimasukkan ke dalam
baskom yang berisi formalin, elbazin dan air tawar. Benih yang terkena jamur atau
protozoa direndam dengan larutan formalin 10 ppm dan air tawar selama 10 menit.
Sedangkan benih kerapu yang berlendir direndam dengan larutan elbazin 5 ppm
selama 10 menit. Benih ikan yang sudah direndam dimasukkan kedalam bak
penyembuhan atau bak karantina yang telah diisi dengan air laut steril.
3.3.4. Panen Dan Pengepakan
Hasil akhir dari suatu produksi yaitu panen.Benih yang akan dipanen ditangkap
Dengan menggunakan seser kemudian dimasukkan ke dalam tudung saji untuk
dihitung. Kantong benih diletakkan dalam baskom kemudian diisi dengan air laut
steril. Benih yang sudah dihitung dimasukkan kedalam kantong benih dengan
kepadatan 100 ek/ kantong (disesuaikan dengan ukuran ikan dan lama pengakutan)
dan diberi oksigen dengan perbandingan oksigen dan air 1 : 3. Kantong benih diikat
dengan karet gelang dan dimasukkan kedalam sterofoam. Kotak sterofoam diberi es
batu disekitar kantong benih kemudian diisolasi dan ditutup rapat serta diberi label.
Kotak sterofoam yang sudah ditutup rapat siap dikirim pada konsumen.

Anda mungkin juga menyukai