Konjungtivitis Okuli Dekstra ec Bahan Kimia ec Kecelakaan Kerja
Kelompok F4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 11470 No. Telp. 021-56942061.
Abstrak Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia. Konjungtivitis ini merupakan salah satu penyakit mata yang menular bila disebabkan oleh agen infeksius tetapi ada juga konjungtivitis jenis tertentu merupakan suatu reaksi alergi dalam tubuh yang termanifestasikan
pada mata. Kata kunci: Konjungtivitis, bahan-bahan kimia, alergi.
Abstract Conjunctivitis is an inflammation of the conjunctiva (the outer layer of the eye and the inner lining of the eyelid) caused by microorganisms (viruses, bacteria, fungi, chlamydia), allergies, irritating chemicals. Conjunctivitis is one of the infectious eye disease when caused by infectious agents, but there are also certain types of conjunctivitis is an allergic reaction in the body which manifests itself in the eye. Keywords: Conjunctivitis, chemicals, allergies.
Pendahuluan Kesehatan kerja merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat memfokuskan perhatian pada masyarakat pekerja baik yang ada di sektor formal maupun yang berada pada sektor informal
. Kesehatan kerja bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatansetinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. Tujuan tersebut dicapai dengan usaha-usaha preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan 2
yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja serta penyakit umum. Kesehatan kerja dapat dicapai secara optimal jika tiga komponen kesehatan berupa kapasitas dari pekerja, beban kerja dan lingkungan kerja dapat berinteraksi secara baik dan serasi. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai menentukan diagnosis akibat kerja.
7 Langkah Diagnosis Okupasi 1. Diagnosis Klinis Anamnesis Anamnesis merupakan suatu wawancara atau proses komunikasi antara pasien dan dokter untuk mendapatkan informasi yang di dapat dari pasien mengenai biodata dan keluhan atau riwayat penyakit dari pasien.
Anamnesis sedikitnya harus menanyakan tentang gangguan penglihatan, kemerahan pada satu atau kedua mata, gatal pada satu atau kedua mata, sensasi berpasir pada satu atau kedua mata dan keluarnya cairan pada satu atau kedua mata. Bila ditemukan salah satu keluhan ini, maka perlu dikenali secara lebih rinci. Pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat diajukan antara lain: - Apakah awitannya, mendadak atau perlahan-lahan? Lamanya? - Mata mana yang terkena, atau apakah menyerang keduanya? Apakah semakin parah? - Apakah penglihatan membaik dan memburuk bergantian? - Apakah keadaan yang memperburuk atau memperingan? - Apakah disertai sakit kepala? - Apakah sakit ketika mata digerakkan? - Apakah terasa gatal? Sering dikucek? - Apakah keluar cairan dari mata? Sifat dan warnanya? - Adakah rasa silau ketika melihat cahaya? - Adakah riwayat trauma sebelumnya? Faktor pencetus keluhan pasien? - Apakah sudah menggunakan obat untuk keluhan ini dan perkembangannya? - Apakah ada riwayat penggunaan steroid jangka panjang? - Adakah riwayat penyakit menahun seperti alergi, hipertensi dan kencing manis? - Apakah pasien pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya? - Apakah ada ahli keluarga yang mempunyai gejala yang sama? - Apakah riwayat penyakit menahun seperti alergi, asma dan sebagainya di keluarga? - Apakah pasien menggunakan kaca mata atau lensa kontak? - Bagaimanakah keadaan lingkungan rumah pasien? - Apakah ada kebiasaan merokok atau mengkonsumsi alkohol? 3
Riwayat Pekerjaan - Identifikasi tempat kerja dan pekerjaan pasien. - Menanyakan sudah berapa lama bekerja di tempat tersebut. - Apakah riwayat pekerjaan sebelumnya? - Berapa lama pasien bekerja dalam 1 hari? - Apakah sering kerja lembur atau lebih dari shift kerjanya? - Menanyakan alat kerja, bahan kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. - Apakah kemungkinan pajanan yang dialami? - Apakah menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja atau di lingkungan kerja? - Apakah ada hubungan gejala dan waktu kerja? - Apakah ada pekerja lain yang mengalami hal sama? Pemeriksaan Fisik a. Status Generalis : Keadaan umum : Keadaan Baik Kesadaran : Compos Mentis Tinggi badan : 150cm Berat badan : 30kg Tanda Vital o Tensi : mmHg o Nadi : x / menit o Suhu : C o Pernafasan : x / menit Kepala : Normocephali, tidak tampak ada lesi di kepala. Mata : (lihat status lokalis) Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, serumen - / - Hidung : Bentuk normal, sekret - / -, krepitasi - / - Mulut : Bentuk normal, bibir tidak kering, sianosis tidak ada, Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang Leher : Bentuk normal, Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar, tidak teraba adanya benjolan Thorax Paru-paru o Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, luka dan 4
benjolan tidak tampak. o Palpasi : Stem fremitus paru kanan sama dengan paru kiri o Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru o Auskultasi : Suara nafas vesikuler + / +, ronkhi - / -, wheezing - / -
Jantung o Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis o Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS V MCLS o Perkusi : Redup, Batas atas : ICS III parasternal line sinistra Batas kiri : ICS V MCLS Batas kanan : ICS V midsternal line o Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular murni, Murmur -/-, Gallop -/- Abdomen o Inspeksi : datar, tidak tampak adanya kelainan o Palpasi : supel,hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium - o Perkusi : timpani o Auskultasi : bising usus (+) normal Genitalia eksterna : Perempuan Kulit : warna, turgor kulit baik Ekstremitas : ekstremitas superior et inferior tidak tampak kelainan.
b. Status Lokalis : VISUS Keterangan OD OS Tajam Penglihatan 6/24 6/6 Pinhole Maju, dikoreksi 1,57D Tidak ada KEDUDUKAN BOLA MATA Deviasi Tidak ada Tidak ada Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR Edema Tidak ada Tidak ada 5
KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR Hiperemis Ada Tidak ada KONJUNGTIVA BULBI Injeksi konjungtiva Ada Tidak ada Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada Perdarahan subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada Pterigium Tidak ada Tidak ada SISTEM LAKRIMAL Punctum lakrimalis Terbuka Terbuka Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan SKLERA Warna Hiperemis Putih Ikterik Tidak ada Tidak ada IRIS Bentuk Bulat Bulat PUPIL Letak Tengah Tengah Bentuk Bulat Bulat Refleks cahaya langsung Positif Positif Refleks cahaya tak langsung Positif Positif LENSA Kejernihan Jernih Jernih PALPASI Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada Massa tumor Tidak ada Tidak ada Tonometri Schiotz 19,3 17,1 KAMPUS VISI 6
Tes Konfrontasi Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan Mata : Pemeriksaan tajam penglihatan Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan perimeter (sebagai alat pemeriksaan pandangan) Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat adanya efek epitel kornea) Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak adanya kebocoran kornea) Pemeriksaan oftalmoskop Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop (untuk melihat benda menjadi lebih besar dibanding ukuran normalnya)
b) Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pegecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. 1
Pemeriksaan Tempat Kerja - Memeriksa peralatan pembersih yang digunakan. Apakah peralatan tersebut digunakan dan disimpan dengan baik atau tidak. Diperiksa vacuum cleaner yang digunakan apakah masih dalam keadaan baik atau tidak, filternya dibersihkan dan diganti baru jika kotor. Sabun pencuci yang digunakan apakah mengandungi bahan kimia yang berbahaya atau tidak. Pewangi ruangan yang digunakan apakah selamat dan tidak mengandungi bahan-bahan kimia berbahaya. - Memeriksa sistem pencahayaan gedung. Diperiksa keadaan lampu-lampu yang digunakan apakah cukup terang dan jika terdapat lampu yang rusak, tidak menyala atau kurang kecerahannya harus diganti baru. - Memeriksa kebisingan ruang bekerja. Harus diperhatikan dan diperiksa sama ada kebisingan ruangan tersebut berada di bawah 80dB. Jika pekerja terpapar bunyi yang 7
terlalu bising bisa mengganggu konsentrasi pekerjaannya dan juga mengganggu fungsi pendengaran. - Memeriksa sistem ventilasi ruangan, sistem pendinginan ruangan. Harus dipastikan alat air-conditioner (AC) berfungsi dengan baik dan diservis secara berkala. 2
Resume Nn. S, 23 tahun, datang dengan keluhan penglihatan menurun sejak sehari yang lalu disertai mata kanan yang berair. Pasien belum bernikah dan masih belajar. Pasien juga mengeluhkan mata merah sejak 2 minggu yang lalu, gatal pada malam hari yang berkurang kalau dikucek sejak 2 hari yang lalu, dan silau saat melihat cahaya. Selain itu, ada sekret kekuningan, lengket yang tidak nyeri pada mata kanannya. Pasien sebagai pekerja cleaning service mengalami keluhan-keluhan di atas secara terus-menerus dan sudah membeli obat tetes mata di warung tetapi tidak ada perbaikan gejala. Keluhan pasien timbul karena kecipratan air obat pel secara tidak sengaja saat bekerja 2 minggu yang lalu yang mengenai wajah dan mata kanannya karena pasien tidak memakai alat pelindung diri. Pasien mempunyai riwayat penyakit alergi terhadap debu, asap dan udara dingin dan pernah mengalami keluhan mata merah, gatal dan hidung meler. Bapa pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi. Pasien tinggal di lingkungan yang banyak sampah dan gang padat dimana cahaya matahari tidak masuk ke rumahnya yang tetap bersih. Pasien tidak merokok atau mengkonsumsi alcohol atau narkoba.
Working Diagnosis (Diagnosis Klinis) Konjungtivitis Okuli Dekstra ec Bahan Kimia Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput konjungtiva bulbi dan tarsal, yang dapat disebabkan oleh infeksi, iritan dan alergi di tempat kerja. Kriteria diagnosois adalah sebagai berikut. Pada anamnesis didapatkan adanya pajanan debu, angin, sinar UV, bahan kimia. Adanya keluhan rasa gatal, mata merah, mata berair dan mata mengganjal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya secret pada mata, konjungtiva yang hiperemis,terdapat lakrimasi dan udema palpebra. 1 Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi- substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat- 8
obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan. 3
Differential Diagnosis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lender yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan bakteri seperti konjungtivitis gonokok, virus, klamidia, alergi toksik dan molluscum contagiosum.
Tabel 1. Diagnosis Banding Tipe Konjungtivitis 1 Klinik & Sitologi Viral Bakteri Klamidia Atopik (Alergi) Gatal Minim Minim Minim Hebat Hiperemia Umum Umum Umum Umum Airmata Profuse Sedang Sedang Sedang Eksudasi Minim Mengucur Mengucur Minim Adenopati preaurikular Lazim Jarang Lazim hanya konjungtivitis inklusi Tidak ada Pewarnaan Monosit Bakteri, PMN PMN, plasma sel badan inklusi Eosinofil Sakit tenggorok, panas Kadang- kadang Kadang- kadang Tidak ada Tidak ada
fotofobia Sekret Banyak - - - Palpebra Normal Normal Normal Edema Kornea Jernih Bercak infiltrat Gumpalan sel radang Edema, suram COA Cukup Cukup Sel radang (+) Dangkal Humor Aquous Normal Normal Sel radang (+), flare (+) Kental Iris Normal Normal Kadang edema Kripta menghilang karena edema Pupil Normal Normal Miosis Midriasis Lensa Normal Normal Sel radang menempel Keruh
2. Pajanan yang Dialami Pajanan tersebut antara lain pajanan debu, angin, sinar UV dan bahan kimia. 4 Asam, alkali, asap, angin dan hampir setiap substansi yang masuk ke sacus conjunctivae dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make up seperti mascara dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu campuran asam dan kabut akan menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Tidak ada efek pada mata yang permanen namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun. 3
3. Hubungan Pajanan Dengan Penyakit Pada luka karena bahan kimia asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efeknya langsung. Bahan kimia alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap didalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlengkatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra 10
(symblepharon) dan leukoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun gejala utama bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkap. 3
4. Pajanan yang Dialami Cukup Besar Pada langkah ini ditentukan besarnya pajanan yang dialami oleh pasien yang diduga mengalami penyakit akibat kerja. Apakah pajanan yang telah ditentukan dan dihubungakn dengan penyakti terjadi setiap hari? Berapa lamanya ia bekerja dalam seminggu? Waktu ia terpajan dengan pajanan tersebut? Masa kerja yang sudah berlangsung dengan adanya pajanan tersebut juga mempengaruhi terjadinya penyakit akibat kerja. 4
Patofisiologi Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur. Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika pasien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea terkena. 3
11
Manifestasi Klinis Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan secret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membrane, pseudomembran, granulasi, flikten, mata seperti adanya benda asing dan adenopati preaurikuler. Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel pada konjungtiva. Bilik mata dan pupil dalam bentuk normal. 1 Epidemiologi Di negara maju seperti Amerika (2005), insidens rate konjungtivitis bakteri sebesar 135 per 10.000 penderita konjungtivitis bakteri baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa dan juga lansia. Berdasarkan Bank Data Departemen Kesehatan Indonesia (2004), pasien rawat inap konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis 12,6%, dan pasien rawat jalan konjungtivitis 28,3% (DEPKES RI, 2004). Indonesia pada tahun 2009 dari 135.749 kunjungan ke poli mata, total kasus konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva 73% dan yang tersering diderita adalah konjungtivitis jenis kataralis epidemika 80%. Konjungtivitis juga termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2009. 5
Etiologi Faktor resiko adalah sebagai berikut. Pajanan angin, debu, asap dan kabut. Pajanan uap, zat kimiawi, beberapa jenis polutan di udara, sinar UV juga merupakan faktor resiko. Faktor lainnya adalah cahaya dari peralatan elektronik. Yang paling berpengaruh biasanya adalah pajanan biologi seperti virus, bakteri, dan sebagainya. 4 Pemakaian alat pelindung diri merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko paparan zat-zat kimia terhadap tenaga kerja. Kontinuitas dan jenis pemakaian alat pelindung diri secara tidak langsung berpengaruh terhadap besarnya pajanan terhadap tenaga kerja. 2 5. Peranan Faktor Individu Cara yang paling umum tertular konjungtivitis adalah lupa mencuci tangan dan sering memegang mata. Tangan sering kali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung (menggunakan permukaan permukaan lain seperti handuk, gelas). 6 Riwayat infeksi, riwayat alergi, riwayat penyakit kronis pada mata juga mempengaruhi terjadinya konjungtivitis akibat kerja. Selain itu, perlu ditanyakan apakah pasien sahaja yang 12
mempunyai keluhan tersebut atau adakah teman satu bagian yang sakit seperti pasien. Riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan berolahraga, status kesehatan mental dan hygiene perorangan perlu ditanyakan untuk menegakkan diagnosis. 4
6. Faktor Lain di Luar Pekerjaan Perlu anamesis lanjutan mengenai adanya faktor resiko lain di luar pekerjaanya yang menjadi faktor terjadinya konjungtivitis pada pasien. Tanyakan mengenai kebiasaan atau hobi yang dapat berhubungan dengan terjadinya iritasi pada mata seperti mengendarai motor, pemakaian lensa kontak, pemakaian kosmetik pada mata, memancing dan sebagainya. Pajanan yang dialami di rumah seperti faktor higenis kawasan tempat tinggal merupakan faktor lain terjadinya gejala seperti ini. Perlu ditanyakan juga adakah pasien mempunyai pekerjaan sambilan lain untuk memastikan bahawa sakit yang dialaminya itu datang dari pekerjaan yang mana. 4 7. Diagnosis Okupasi Pasien tersebut menderita konjungtivitis okuli dekstra et causa bahan kimia et causa kecelakaan kerja (Penyakit Akibat Kerja).
K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang, menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni: a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami,buatan), kimia (organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan). b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku. c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi. 13
d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia. Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work). Keselamatan kerja atau Occupational Safety secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya menuju masyarakat makmur sejahtera. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. 6,7
Klasifikasi Menurut ILO 1962, kecelakaan kerja diklasifikasikan menjadi 4 golongan, yaitu: a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan Menurut jenis kecelakaan, kecelakaan diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Terjatuh 2. Tertimpa benda 3. Tertumbuk 4. Terjepit 5. Gerakan melebihi kemampuan 6. Pengaruh suhu 7. Terkena arus listrik 8. Terkena bahan-bahan bernahaya/radiasi
14
b. Klasifikasi menurut penyebab kecelakaan 1. Mesin 2. Alat angkut 3. Peralatan lain seperti dapur pembakan atau pemanas, instalasi listrik 4. Bahan-bahan zat kimia atau radiasi 5. Lingkungan kerja misal di ketinggian atau kedalaman tanah c. Klasifikasi menurut Sifat Luka / Kelainan 1. Patah tulang 2. Dislokasi ( keseleo ) 3. Regang otot (urat) 4. Memar dan luka dalam yang lain 5. Amputasi 6. Luka di permukaan 7. Geger dan remuk 8. Luka bakar 9. Keracunan-keracunan mendadak 10. Pengaruh radiasi 11. Lain-lain d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau cacat di tubuh 1. Kepala 2. Leher 3. Badan 4. Anggota atas 5. Anggota bawah 6. Banyak tempat 7. Letak lain yang tidak termasuk dalam klsifikasi tersebut. Undang-undang dan peraturan keputusan menteri berhubungan K3: 1. UU No 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Kerja 2. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 15
3. UU Kesehatan no 23 tahun 1992 pasal 23 tentang Kesehatan 4. UU No 3 tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 5. Permenaker No 05/men 1996, setiap perusahaan yang memperkerjakan >100 orang dan atau yang mengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem manajemen K3 (bab III pasal 3) 6. PP No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 7. UU No 13 tahun 2003 tentang perundang-undangan Tenaga Kerja. 6,7
Teori Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu: 1. Teori Heinrich ( Teori Domino) Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian . Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian. Heinrich dengan Teori Dominonya menggolongkan penyebab kecelakaan menjadi 2, yaitu: a. Unsafe Action (Tindakan tidak aman) Unsafe action adalah suatu tindakan yang memicu terjadinya suatu kecelakaan kerja. Contohya adalah tidak mengenakan masker, merokok di tempat yang rawan terjadi kebakaran, tidak mematuhi peraturan dan larangan K3, dan lain-lain. Tindakan ini bisa berbahaya dan menyebabkan terjadinya kecelakaan. b. Unsafe Condition (Kondisi tidak aman) Unsafe condition berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Banyak ditemui bahwa penyebab terciptanya kondisi yang tidak aman ini karena kurang ergonomis. Unsafe condition ini contohnya adalah lantai yang licin, tangga rusak, udara yang pengap, pencahayaan kurang, terlalu bising, dan lain-lain. 7
16
2. Teori Multiple Causation Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut perlu diteliti. 3. Teori Gordon Menurut Gordon, kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat. Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara detail. 6,7,8 4. Teori Reason Reason menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat lubang dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja.
5. Teori Frank E. Bird Petersen Penelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan, Bird mengadakan modifikasi dengan teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai berikut: Manajemen kurang kontrol Sumber penyebab utama Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar) Kontak peristiwa (kondisi di bawah standar) Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda). Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen. 6,7,8
17
Faktor Risiko Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia. Kecelakaan kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni: a. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan (PAK) b. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (PAHK) Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke dan dari tempat kerja.
Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja. Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi 2, yakni:
a. Faktor Fisik. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya. b. Faktor Manusia. Perilaku pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya karena kelengahan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia.
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Prinsip-prinsip penerapan SMK3 mengacu kepada 5 prinsip dasar SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. PER 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja BAB III ayat (1) yaitu : 1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3. 2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, ttujuan dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. 3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan, serta sasaran keselamatan dan kesehata kerja. 4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. 18
5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.
Sebagai program publik, jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan membayar iuran. Program JAMSOSTEK memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia, khususnya tenaga kerja, jika mengalami risiko-risiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. 5 Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program JAMSOSTEK, terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan atau membutuhkan perawatan medis.
Jamsostek dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi risiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dan membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupandi hari tua maupun keluarganya, bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan belas kasihan dari orang lain. Agar pembiyaan dan manfaat optimal, pelaksanaan program JAMSOSTEK dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit, dan yangberpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah. 10
Badan Penyelenggara dan Dasar Hukum Pemerintah RI menunjuk PT. Jamsostek (Persero) sebagai Badan Pengawas Penyelenggara JaminanSosial Tenaga Kerja melalui Peraturan No. 36 Tahun 1995. Program JAMSOSTEK kepesertaannya diatur secara wajib melalui Undang- Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sedangkan pelaksanaannya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993, Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER 12 / MEN / VI / 2007. 10
19
Jenis Program Undang -Undang No. 3 tahun 1992 baru mengatur jenis Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
a. Program Jaminan Hari Tua Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu. Iuran Program Jaminan Hari Tua ini Ditanggung Perusahaan 3,7%. Sedangkan yang Ditanggung Tenaga Kerja adalah 2%. Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja: Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI b. Program Jaminan Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran. 10
20
c. Program Jaminan Kematian Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 12 Juta terdiri dari Rp 10 juta santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman dan santunan berkala. Manfaat Program JK Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti: Santunan Kematian: Rp 10.000.000,-; Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,; Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan). 10 Penatalaksanaan Medikamentosa : Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjunctivae dengan air atau larutan garam sangat penting. Setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simptomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari dan beri analgetika sistemik bila perlu. 3 Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Dapat diberikan tetes air mata buatan atau artificial tears. Jika telah terjadi infeksi sekunder dapat diberikan tetes mata atau salep mata antibiotik. 4 Non-medikamentosa : Untuk pengendalian bahaya kimia, ada empat tipe pengendalian yang dapat dilakukan, yaitu inherent, active, passive dan procedural. 1. Inherently Safer Alternative (ISA) ISA adalah strategi pengendalian bahaya dengan cara mengganti bahan baku atau proses berbahaya dengan bahan baku atau proses yang tingkat bahayanya lebih rendah. Saat yang paling tepat melakukan ISA adalah pada saat awal pengembangan produk atau proses (development stage). Ada empat strategi yang dapat dilakukan dalam ISA, yaitu:
a. Miminize; menggunakan bahan kimia berbahaya dalam jumlah kecil, baik selama 21
penyimpanan, proses maupun pengiriman. Dengan mengurangi jumlah bahan kimia maka risiko dari bahan tersebut juga menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah yang lebih besar. b. Subtitute; mengganti bahan kimia yang berbahaya dengan bahan kimia yang kurang berbahaya. Misalnya pelarut organik yang bersifat mudah terbakar diganti dengan air. c. Moderate; jika dua hal diatas tidak bisa dilakukan maka kita dapat melakukan proses atau penyimpanan pada kondisi yang lebih aman, misalnya pengenceran, penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah, proses yang lebih sederhana dan sebagainya. Sehingga laju reaksi atau energi yang reaksi yang dihasil lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi normal. d. Dilution; melarutkan untuk mengurangi tingkat bahaya reaktifitas, baik pada saat proses produksi maupun penyimpanan.
2. Passive Control Passive control adalah mengurangi bahaya atau resiko dengan merancang proses dan peralatan yang lebih aman. Passive control dapat mengurangi frekuensi atau konsekuensi dari bahaya tersebut tanpa fungsi aktif peralatan apapun, misalnya tempat penampungan (contaiment), dinding tahan api, pipa atau tangki yang tahan terhadap tekanan tinggi.
3. Active Control Active control menggunakan sistem engineering control, misalnya safety interlock, emergency shutdown system, smoke detector dan lain sebagainya. 4. Procedural Control Procedural control disebut juga administrative control, yaitu proses pengendalian dengan cara membuat prosedur administratif menggurangi bahaya dan resiko dari bahaya kimia. Misalnya work instruction, safe operating limit, work permit dan sebagainya. 2 Pencegahan a. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih. b. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit. c. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain. d. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya. 22
e. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari. f. Hindari berbagi bantal, handuk dan sapu tangan dengan orang lain. g. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan hindari mengucek-ngucek mata. h. Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata. 11
Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. 1. Pencegahan Primer Health Promotion 1. Penyuluhan dan edukasi perilaku kesehatan 2. Faktor bahaya di tempat kerja 3. Perilaku kerja yang baik 4. Olahraga 5. Gizi seimbang 2. Pencegahan Sekunder Specific Protection 1. Pengendalian melalui perundang-undangan 2. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja 3. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri (APD) 4. Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi 3. Pencegahan Tersier - Early Diagnosis and Prompt Treatment 1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja 2. Pemeriksaan kesehatan berkala 3. Surveilans 4. Pemeriksaan lingkungan secara berkala 5. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja 6. Pengendalian segera di tempat kerja 2
Prognosis Dubia ad bonam.
23
Kesimpulan Pasien ini menderita Conjunctivitis OD e.c bahan kimia e.c PAK karena tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) saat bekerja, hipotesis dapat diterima. Banyak faktor dan hal hal tertentu yang menyangkut penyakit akibat kerja ini, seperti faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, psiko-sosial sehingga menghasilkan dampak yang negatif bagi para pekerja itu sendiri. Hal tersebut dapat di cegah dengan mengetahui tata cara / ergonomi yang benar dan tata laksana yang benar saat bekerja. Seharusnya para pekerja disediakan alat APD saat dia bekerja dan para pekerja tersebut harus menggunakan nya saat bekerja karena kita tidak pernah tau kapan kecelakaan itu akan datang.
Daftar Pustaka
1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.116-7. 2. Rampai KG, Noorhassim I. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Edisi 3. Jakarta: Erlangga, 2006. 3. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum. Jakarta: Penerbit Widya Medika; 2000.h.119. 4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Penyakit mata akibat kerja. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2011.h.7-9. 5. Hutagalung PY, Hiswani, Jemadi. Karakteristik Penderita Konjungtivitis. Medan: FKM USU; 2013.h1-10.h.120-37. 6. .Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC, 2010. h. 8-- 270. 7. Arias KM. Investigasi dan pengendalian wabah di fasilitas pelayanan kesehatan. Jakarta: EGC, 2009. h. 3-4 8. Harrington JM, Gill ES. Buku saku kesehatan kerja oleh Edisi ke-3. Jakarta: EGC, 2003. h. 5-9. 9. Suardi R. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Jakarta: PPM; 2005. h. 1-180. 10. Jamsostek. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/57132449/JAMSOSTEK, 6 Oktober 2013. 11. Riantama DY. Hubungan kebiasaan cuci tangan pada anak dengan infeksi konjungtiva. Surabaya: FK UHT; 2011.h.1-8.