Anda di halaman 1dari 23

1

Konjungtivitis Okuli Dekstra ec Bahan Kimia ec Kecelakaan Kerja


Kelompok F4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 11470
No. Telp. 021-56942061.



Abstrak
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam
kelopak mata) yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia),
alergi, iritasi bahan-bahan kimia. Konjungtivitis ini merupakan salah satu penyakit mata yang
menular bila disebabkan oleh agen infeksius tetapi ada juga konjungtivitis jenis tertentu
merupakan suatu reaksi alergi dalam tubuh yang termanifestasikan

pada mata.
Kata kunci: Konjungtivitis, bahan-bahan kimia, alergi.

Abstract
Conjunctivitis is an inflammation of the conjunctiva (the outer layer of the eye and the inner
lining of the eyelid) caused by microorganisms (viruses, bacteria, fungi, chlamydia),
allergies, irritating chemicals. Conjunctivitis is one of the infectious eye disease when caused
by infectious agents, but there are also certain types of conjunctivitis is an allergic reaction in
the body which manifests itself in the eye.
Keywords: Conjunctivitis, chemicals, allergies.

Pendahuluan
Kesehatan kerja merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat memfokuskan
perhatian pada masyarakat pekerja baik yang ada di sektor formal maupun yang berada pada
sektor informal

. Kesehatan kerja bertujuan agar pekerja memperoleh derajat
kesehatansetinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. Tujuan tersebut dicapai dengan
usaha-usaha preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
2

yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja serta penyakit umum. Kesehatan
kerja dapat dicapai secara optimal jika tiga komponen kesehatan berupa kapasitas dari
pekerja, beban kerja dan lingkungan kerja dapat berinteraksi secara baik dan serasi. Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai menentukan diagnosis akibat kerja.

7 Langkah Diagnosis Okupasi
1. Diagnosis Klinis
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu wawancara atau proses komunikasi antara pasien dan
dokter untuk mendapatkan informasi yang di dapat dari pasien mengenai biodata dan
keluhan atau riwayat penyakit dari pasien.

Anamnesis sedikitnya harus menanyakan
tentang gangguan penglihatan, kemerahan pada satu atau kedua mata, gatal pada satu atau
kedua mata, sensasi berpasir pada satu atau kedua mata dan keluarnya cairan pada satu
atau kedua mata. Bila ditemukan salah satu keluhan ini, maka perlu dikenali secara lebih
rinci. Pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat diajukan antara lain:
- Apakah awitannya, mendadak atau perlahan-lahan? Lamanya?
- Mata mana yang terkena, atau apakah menyerang keduanya? Apakah semakin parah?
- Apakah penglihatan membaik dan memburuk bergantian?
- Apakah keadaan yang memperburuk atau memperingan?
- Apakah disertai sakit kepala?
- Apakah sakit ketika mata digerakkan?
- Apakah terasa gatal? Sering dikucek?
- Apakah keluar cairan dari mata? Sifat dan warnanya?
- Adakah rasa silau ketika melihat cahaya?
- Adakah riwayat trauma sebelumnya? Faktor pencetus keluhan pasien?
- Apakah sudah menggunakan obat untuk keluhan ini dan perkembangannya?
- Apakah ada riwayat penggunaan steroid jangka panjang?
- Adakah riwayat penyakit menahun seperti alergi, hipertensi dan kencing manis?
- Apakah pasien pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya?
- Apakah ada ahli keluarga yang mempunyai gejala yang sama?
- Apakah riwayat penyakit menahun seperti alergi, asma dan sebagainya di keluarga?
- Apakah pasien menggunakan kaca mata atau lensa kontak?
- Bagaimanakah keadaan lingkungan rumah pasien?
- Apakah ada kebiasaan merokok atau mengkonsumsi alkohol?
3

Riwayat Pekerjaan
- Identifikasi tempat kerja dan pekerjaan pasien.
- Menanyakan sudah berapa lama bekerja di tempat tersebut.
- Apakah riwayat pekerjaan sebelumnya?
- Berapa lama pasien bekerja dalam 1 hari?
- Apakah sering kerja lembur atau lebih dari shift kerjanya?
- Menanyakan alat kerja, bahan kerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
- Apakah kemungkinan pajanan yang dialami?
- Apakah menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja atau di lingkungan kerja?
- Apakah ada hubungan gejala dan waktu kerja?
- Apakah ada pekerja lain yang mengalami hal sama?
Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis :
Keadaan umum : Keadaan Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi badan : 150cm
Berat badan : 30kg
Tanda Vital
o Tensi : mmHg
o Nadi : x / menit
o Suhu : C
o Pernafasan : x / menit
Kepala : Normocephali, tidak tampak ada lesi di kepala.
Mata : (lihat status lokalis)
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, serumen - / -
Hidung : Bentuk normal, sekret - / -, krepitasi - / -
Mulut : Bentuk normal, bibir tidak kering, sianosis tidak ada,
Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
Leher : Bentuk normal, Kelenjar Getah Bening tidak teraba
membesar, tidak teraba adanya benjolan
Thorax
Paru-paru
o Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, luka dan
4

benjolan tidak tampak.
o Palpasi : Stem fremitus paru kanan sama dengan paru kiri
o Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi : Suara nafas vesikuler + / +, ronkhi - / -, wheezing - / -

Jantung
o Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
o Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS V MCLS
o Perkusi : Redup, Batas atas : ICS III parasternal line sinistra
Batas kiri : ICS V MCLS
Batas kanan : ICS V midsternal line
o Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular murni, Murmur -/-, Gallop -/-
Abdomen
o Inspeksi : datar, tidak tampak adanya kelainan
o Palpasi : supel,hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium -
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia eksterna : Perempuan
Kulit : warna, turgor kulit baik
Ekstremitas : ekstremitas superior et inferior tidak tampak kelainan.

b. Status Lokalis :
VISUS
Keterangan OD OS
Tajam Penglihatan 6/24 6/6
Pinhole Maju, dikoreksi 1,57D Tidak ada
KEDUDUKAN BOLA MATA
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak ada Tidak ada
5

KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Ada Tidak ada
KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva Ada Tidak ada
Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan
subkonjungtiva
Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
SISTEM LAKRIMAL
Punctum lakrimalis Terbuka Terbuka
Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
SKLERA
Warna Hiperemis Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
IRIS
Bentuk Bulat Bulat
PUPIL
Letak Tengah Tengah
Bentuk Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung Positif Positif
Refleks cahaya tak
langsung
Positif Positif
LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
PALPASI
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tonometri Schiotz 19,3 17,1
KAMPUS VISI
6

Tes Konfrontasi Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Mata :
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan perimeter (sebagai alat pemeriksaan
pandangan)
Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat adanya efek epitel kornea)
Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak adanya kebocoran
kornea)
Pemeriksaan oftalmoskop
Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop (untuk melihat benda menjadi
lebih besar dibanding ukuran normalnya)

b) Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat
sediaan yang dicat dengan pegecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang
polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan
giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.
1

Pemeriksaan Tempat Kerja
- Memeriksa peralatan pembersih yang digunakan. Apakah peralatan tersebut
digunakan dan disimpan dengan baik atau tidak. Diperiksa vacuum cleaner yang
digunakan apakah masih dalam keadaan baik atau tidak, filternya dibersihkan dan
diganti baru jika kotor. Sabun pencuci yang digunakan apakah mengandungi bahan
kimia yang berbahaya atau tidak. Pewangi ruangan yang digunakan apakah selamat
dan tidak mengandungi bahan-bahan kimia berbahaya.
- Memeriksa sistem pencahayaan gedung. Diperiksa keadaan lampu-lampu yang
digunakan apakah cukup terang dan jika terdapat lampu yang rusak, tidak menyala
atau kurang kecerahannya harus diganti baru.
- Memeriksa kebisingan ruang bekerja. Harus diperhatikan dan diperiksa sama ada
kebisingan ruangan tersebut berada di bawah 80dB. Jika pekerja terpapar bunyi yang
7

terlalu bising bisa mengganggu konsentrasi pekerjaannya dan juga mengganggu
fungsi pendengaran.
- Memeriksa sistem ventilasi ruangan, sistem pendinginan ruangan. Harus dipastikan
alat air-conditioner (AC) berfungsi dengan baik dan diservis secara berkala.
2

Resume
Nn. S, 23 tahun, datang dengan keluhan penglihatan menurun sejak sehari yang lalu disertai
mata kanan yang berair. Pasien belum bernikah dan masih belajar. Pasien juga mengeluhkan
mata merah sejak 2 minggu yang lalu, gatal pada malam hari yang berkurang kalau dikucek
sejak 2 hari yang lalu, dan silau saat melihat cahaya. Selain itu, ada sekret kekuningan,
lengket yang tidak nyeri pada mata kanannya. Pasien sebagai pekerja cleaning service
mengalami keluhan-keluhan di atas secara terus-menerus dan sudah membeli obat tetes mata
di warung tetapi tidak ada perbaikan gejala. Keluhan pasien timbul karena kecipratan air obat
pel secara tidak sengaja saat bekerja 2 minggu yang lalu yang mengenai wajah dan mata
kanannya karena pasien tidak memakai alat pelindung diri. Pasien mempunyai riwayat
penyakit alergi terhadap debu, asap dan udara dingin dan pernah mengalami keluhan mata
merah, gatal dan hidung meler. Bapa pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi. Pasien
tinggal di lingkungan yang banyak sampah dan gang padat dimana cahaya matahari tidak
masuk ke rumahnya yang tetap bersih. Pasien tidak merokok atau mengkonsumsi alcohol
atau narkoba.

Working Diagnosis (Diagnosis Klinis)
Konjungtivitis Okuli Dekstra ec Bahan Kimia
Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput konjungtiva bulbi dan tarsal, yang
dapat disebabkan oleh infeksi, iritan dan alergi di tempat kerja. Kriteria diagnosois adalah
sebagai berikut. Pada anamnesis didapatkan adanya pajanan debu, angin, sinar UV, bahan
kimia. Adanya keluhan rasa gatal, mata merah, mata berair dan mata mengganjal. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya secret pada mata, konjungtiva yang hiperemis,terdapat
lakrimasi dan udema palpebra.
1
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang
terjadi oleh pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis,
seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan
oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-
8

obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini
dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan.
3

Differential Diagnosis

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lender yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis.
Konjungtivitis dapat disebabkan bakteri seperti konjungtivitis gonokok, virus, klamidia,
alergi toksik dan molluscum contagiosum.

Tabel 1. Diagnosis Banding Tipe Konjungtivitis
1
Klinik & Sitologi Viral Bakteri Klamidia Atopik (Alergi)
Gatal Minim Minim Minim Hebat
Hiperemia Umum Umum Umum Umum
Airmata Profuse Sedang Sedang Sedang
Eksudasi Minim Mengucur Mengucur Minim
Adenopati
preaurikular
Lazim Jarang Lazim hanya
konjungtivitis
inklusi
Tidak ada
Pewarnaan Monosit Bakteri, PMN PMN, plasma sel
badan inklusi
Eosinofil
Sakit tenggorok,
panas
Kadang-
kadang
Kadang-
kadang
Tidak ada Tidak ada

Tabel 2. Diagnosis Banding Konjungtivitis
1
Pemeriksaan/DD Konjungtivitis Keratitis Uveitis Anterior Glaucoma
Kongestif Akut
Visus Normal Tergantung
letak infiltrate
Menurun
perlahan,
tergantung letak
radang
Menurun
mendadak
Hiperemi Konjungtiva Perikornea Siliar Mix injeksi
Epifora, - + + -
9

fotofobia
Sekret Banyak - - -
Palpebra Normal Normal Normal Edema
Kornea Jernih Bercak infiltrat Gumpalan sel
radang
Edema, suram
COA Cukup Cukup Sel radang (+) Dangkal
Humor Aquous Normal Normal Sel radang (+),
flare (+)
Kental
Iris Normal Normal Kadang edema Kripta
menghilang
karena edema
Pupil Normal Normal Miosis Midriasis
Lensa Normal Normal Sel radang
menempel
Keruh

2. Pajanan yang Dialami
Pajanan tersebut antara lain pajanan debu, angin, sinar UV dan bahan kimia.
4
Asam,
alkali, asap, angin dan hampir setiap substansi yang masuk ke sacus conjunctivae dapat
menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray
rambut, tembakau, bahan-bahan make up seperti mascara dan berbagai asam dan alkali.
Di daerah tertentu campuran asam dan kabut akan menjadi penyebab utama konjungtivitis
kimia ringan. Tidak ada efek pada mata yang permanen namun mata yang terkena seringkali
merah dan terasa mengganggu secara menahun.
3

3. Hubungan Pajanan Dengan Penyakit
Pada luka karena bahan kimia asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan
efeknya langsung. Bahan kimia alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat
menyusup kedalam jaringan dan menetap didalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus
merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali
tersebut dan jumlah yang masuk. Perlengkatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra
10

(symblepharon) dan leukoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya
adalah alkali. Pada kejadian manapun gejala utama bahan kimia adalah sakit, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat
diungkap.
3


4. Pajanan yang Dialami Cukup Besar
Pada langkah ini ditentukan besarnya pajanan yang dialami oleh pasien yang diduga
mengalami penyakit akibat kerja. Apakah pajanan yang telah ditentukan dan dihubungakn
dengan penyakti terjadi setiap hari? Berapa lamanya ia bekerja dalam seminggu? Waktu ia
terpajan dengan pajanan tersebut? Masa kerja yang sudah berlangsung dengan adanya
pajanan tersebut juga mempengaruhi terjadinya penyakit akibat kerja.
4

Patofisiologi
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor
lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari
substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus
menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke
duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya
agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel,
kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema
pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan
folikel ). Sel sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel
sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat
konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh pembuluh
konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan
mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan
pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi
tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga
timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika pasien
mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea terkena.
3



11

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva
bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan secret yang lebih nyata di pagi hari,
pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membrane,
pseudomembran, granulasi, flikten, mata seperti adanya benda asing dan adenopati
preaurikuler. Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel
pada konjungtiva. Bilik mata dan pupil dalam bentuk normal.
1
Epidemiologi
Di negara maju seperti Amerika (2005), insidens rate konjungtivitis bakteri sebesar
135 per 10.000 penderita konjungtivitis bakteri baik pada anak-anak maupun pada orang
dewasa dan juga lansia. Berdasarkan Bank Data Departemen Kesehatan Indonesia (2004),
pasien rawat inap konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis 12,6%, dan pasien rawat
jalan konjungtivitis 28,3% (DEPKES RI, 2004). Indonesia pada tahun 2009 dari 135.749
kunjungan ke poli mata, total kasus konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva 73%
dan yang tersering diderita adalah konjungtivitis jenis kataralis epidemika 80%.
Konjungtivitis juga termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun
2009.
5

Etiologi
Faktor resiko adalah sebagai berikut. Pajanan angin, debu, asap dan kabut. Pajanan
uap, zat kimiawi, beberapa jenis polutan di udara, sinar UV juga merupakan faktor resiko.
Faktor lainnya adalah cahaya dari peralatan elektronik. Yang paling berpengaruh biasanya
adalah pajanan biologi seperti virus, bakteri, dan sebagainya.
4
Pemakaian alat pelindung diri merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko paparan
zat-zat kimia terhadap tenaga kerja. Kontinuitas dan jenis pemakaian alat pelindung diri
secara tidak langsung berpengaruh terhadap besarnya pajanan terhadap tenaga kerja.
2
5. Peranan Faktor Individu
Cara yang paling umum tertular konjungtivitis adalah lupa mencuci tangan dan sering
memegang mata. Tangan sering kali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan
patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun
kontak tidak langsung (menggunakan permukaan permukaan lain seperti handuk, gelas).
6
Riwayat infeksi, riwayat alergi, riwayat penyakit kronis pada mata juga mempengaruhi
terjadinya konjungtivitis akibat kerja. Selain itu, perlu ditanyakan apakah pasien sahaja yang
12

mempunyai keluhan tersebut atau adakah teman satu bagian yang sakit seperti pasien.
Riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan berolahraga, status kesehatan mental dan
hygiene perorangan perlu ditanyakan untuk menegakkan diagnosis.
4


6. Faktor Lain di Luar Pekerjaan
Perlu anamesis lanjutan mengenai adanya faktor resiko lain di luar pekerjaanya yang
menjadi faktor terjadinya konjungtivitis pada pasien. Tanyakan mengenai kebiasaan atau hobi
yang dapat berhubungan dengan terjadinya iritasi pada mata seperti mengendarai motor,
pemakaian lensa kontak, pemakaian kosmetik pada mata, memancing dan sebagainya.
Pajanan yang dialami di rumah seperti faktor higenis kawasan tempat tinggal merupakan
faktor lain terjadinya gejala seperti ini. Perlu ditanyakan juga adakah pasien mempunyai
pekerjaan sambilan lain untuk memastikan bahawa sakit yang dialaminya itu datang dari
pekerjaan yang mana.
4
7. Diagnosis Okupasi
Pasien tersebut menderita konjungtivitis okuli dekstra et causa bahan kimia et causa
kecelakaan kerja (Penyakit Akibat Kerja).

K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja)
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan
sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga
menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma
baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar
mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh
karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status
kesehatan seseorang, menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni:
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami,buatan), kimia (organik/anorganik, logam
berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi,
pendidikan, pekerjaan).
b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan,
rehabilitasi.
13

d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta prakteknya yang
bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental
maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar kesehatan pada
sektor industri saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang
dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).
Keselamatan kerja atau Occupational Safety secara filosofi diartikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan
karyanya menuju masyarakat makmur sejahtera. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang
tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian
terhadap proses.
6,7

Klasifikasi
Menurut ILO 1962, kecelakaan kerja diklasifikasikan menjadi 4 golongan, yaitu:
a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
Menurut jenis kecelakaan, kecelakaan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Terjatuh
2. Tertimpa benda
3. Tertumbuk
4. Terjepit
5. Gerakan melebihi kemampuan
6. Pengaruh suhu
7. Terkena arus listrik
8. Terkena bahan-bahan bernahaya/radiasi

14

b. Klasifikasi menurut penyebab kecelakaan
1. Mesin
2. Alat angkut
3. Peralatan lain seperti dapur pembakan atau pemanas, instalasi listrik
4. Bahan-bahan zat kimia atau radiasi
5. Lingkungan kerja misal di ketinggian atau kedalaman tanah
c. Klasifikasi menurut Sifat Luka / Kelainan
1. Patah tulang
2. Dislokasi ( keseleo )
3. Regang otot (urat)
4. Memar dan luka dalam yang lain
5. Amputasi
6. Luka di permukaan
7. Geger dan remuk
8. Luka bakar
9. Keracunan-keracunan mendadak
10. Pengaruh radiasi
11. Lain-lain
d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau cacat di tubuh
1. Kepala
2. Leher
3. Badan
4. Anggota atas
5. Anggota bawah
6. Banyak tempat
7. Letak lain yang tidak termasuk dalam klsifikasi tersebut.
Undang-undang dan peraturan keputusan menteri berhubungan K3:
1. UU No 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Kerja
2. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
15

3. UU Kesehatan no 23 tahun 1992 pasal 23 tentang Kesehatan
4. UU No 3 tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
5. Permenaker No 05/men 1996, setiap perusahaan yang memperkerjakan >100 orang
dan atau yang mengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem manajemen K3 (bab III
pasal 3)
6. PP No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
7. UU No 13 tahun 2003 tentang perundang-undangan Tenaga Kerja.
6,7

Teori Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya
kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya. Adapun beberapa
teori mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:
1. Teori Heinrich ( Teori Domino)
Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian . Ada
lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu lingkungan, kesalahan
manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian.
Heinrich dengan Teori Dominonya menggolongkan penyebab kecelakaan menjadi 2, yaitu:
a. Unsafe Action (Tindakan tidak aman)
Unsafe action adalah suatu tindakan yang memicu terjadinya suatu kecelakaan kerja.
Contohya adalah tidak mengenakan masker, merokok di tempat yang rawan terjadi
kebakaran, tidak mematuhi peraturan dan larangan K3, dan lain-lain. Tindakan ini bisa
berbahaya dan menyebabkan terjadinya kecelakaan.
b. Unsafe Condition (Kondisi tidak aman)
Unsafe condition berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan. Banyak ditemui bahwa penyebab terciptanya kondisi yang tidak aman
ini karena kurang ergonomis. Unsafe condition ini contohnya adalah lantai yang licin, tangga
rusak, udara yang pengap, pencahayaan kurang, terlalu bising, dan lain-lain.
7


16

2. Teori Multiple Causation
Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu penyebab
terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak
aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut perlu
diteliti.
3. Teori Gordon
Menurut Gordon, kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban kecelakaan,
perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak dapat dijelaskan
hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat. Oleh karena itu,
untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan maka
karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang
mendukung harus dapat diketahui secara detail.
6,7,8
4. Teori Reason
Reason menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat lubang dalam sistem
pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan
mengenai keselamatan kerja.

5. Teori Frank E. Bird Petersen
Penelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan, Bird mengadakan modifikasi dengan
teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai berikut:
Manajemen kurang kontrol
Sumber penyebab utama
Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar)
Kontak peristiwa (kondisi di bawah standar)
Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda).
Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki
manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan kondisi di
bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala
penyebab utama akibat kesalahan manajemen.
6,7,8


17

Faktor Risiko
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor fisik dan faktor
manusia. Kecelakaan kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni:
a. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan (PAK)
b. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (PAHK)
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga
mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau
transport ke dan dari tempat kerja.

Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan
dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan
kerja. Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi 2, yakni:

a. Faktor Fisik. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety
condition misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya.
b. Faktor Manusia. Perilaku pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi keselamatan,
misalnya karena kelengahan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian
yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia.

Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Prinsip-prinsip penerapan SMK3 mengacu kepada 5 prinsip dasar SMK3 sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. PER
05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja BAB III ayat
(1) yaitu :
1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen
terhadap penerapan Sistem Manajemen K3.
2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, ttujuan dan sasaran penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja.
3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai
kebijakan, tujuan, serta sasaran keselamatan dan kesehata kerja.
4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
18

5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara
berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) adalah program publik yang memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu yang
penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.

Sebagai program publik, jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti
bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun1992, berupa
santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi
dan membayar iuran. Program JAMSOSTEK memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk
menjaga harkat dan martabat manusia, khususnya tenaga kerja, jika mengalami risiko-risiko
sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.
5
Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program JAMSOSTEK, terbatas saat terjadi
peristiwa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua dan meninggal dunia, yang
mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan atau
membutuhkan perawatan medis.

Jamsostek dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi risiko sosial
ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dan membiayai perawatan pada
waktu sakit, kehidupandi hari tua maupun keluarganya, bila meninggal dunia. Harga
diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan belas kasihan dari orang
lain. Agar pembiyaan dan manfaat optimal, pelaksanaan program JAMSOSTEK dilakukan
secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang
sakit, dan yangberpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.
10


Badan Penyelenggara dan Dasar Hukum
Pemerintah RI menunjuk PT. Jamsostek (Persero) sebagai Badan Pengawas
Penyelenggara JaminanSosial Tenaga Kerja melalui Peraturan No. 36 Tahun 1995.
Program JAMSOSTEK kepesertaannya diatur secara wajib melalui Undang- Undang No. 3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sedangkan pelaksanaannya dituangkan
dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993, Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993
dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER 12 / MEN / VI / 2007.
10


19

Jenis Program
Undang -Undang No. 3 tahun 1992 baru mengatur jenis Program Jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

a. Program Jaminan Hari Tua
Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja
karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua.
Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan
pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.
Iuran Program Jaminan Hari Tua ini Ditanggung Perusahaan 3,7%. Sedangkan yang
Ditanggung Tenaga Kerja adalah 2%.
Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil
pengembangannya. Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang
terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja:
Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap
Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa
tunggu 1 bulan
Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI
b. Program Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau
seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau
cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan
kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab
pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan
kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha.
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja
yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali
dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini
sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok
jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran.
10

20

c. Program Jaminan Kematian
Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek yang
meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya
meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa
uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan
jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 12 Juta terdiri dari Rp 10 juta santunan kematian
dan Rp 2 juta biaya pemakaman dan santunan berkala.
Manfaat Program JK
Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti: Santunan
Kematian: Rp 10.000.000,-; Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,; Santunan Berkala: Rp
200.000,-/ bulan (selama 24 bulan).
10
Penatalaksanaan
Medikamentosa :
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjunctivae dengan air atau larutan garam
sangat penting. Setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai
antidotum kimiawi. Tindakan simptomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit
setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari dan beri analgetika sistemik bila perlu.
3
Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Dapat diberikan
tetes air mata buatan atau artificial tears. Jika telah terjadi infeksi sekunder dapat diberikan
tetes mata atau salep mata antibiotik.
4
Non-medikamentosa :
Untuk pengendalian bahaya kimia, ada empat tipe pengendalian yang dapat dilakukan, yaitu
inherent, active, passive dan procedural.
1. Inherently Safer Alternative (ISA)
ISA adalah strategi pengendalian bahaya dengan cara mengganti bahan baku atau proses
berbahaya dengan bahan baku atau proses yang tingkat bahayanya lebih rendah. Saat yang
paling tepat melakukan ISA adalah pada saat awal pengembangan produk atau proses
(development stage). Ada empat strategi yang dapat dilakukan dalam ISA, yaitu:

a. Miminize; menggunakan bahan kimia berbahaya dalam jumlah kecil, baik selama
21

penyimpanan, proses maupun pengiriman. Dengan mengurangi jumlah bahan kimia maka
risiko dari bahan tersebut juga menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah yang
lebih besar.
b. Subtitute; mengganti bahan kimia yang berbahaya dengan bahan kimia yang kurang
berbahaya. Misalnya pelarut organik yang bersifat mudah terbakar diganti dengan air.
c. Moderate; jika dua hal diatas tidak bisa dilakukan maka kita dapat melakukan proses atau
penyimpanan pada kondisi yang lebih aman, misalnya pengenceran, penyimpanan dengan
suhu yang lebih rendah, proses yang lebih sederhana dan sebagainya. Sehingga laju reaksi
atau energi yang reaksi yang dihasil lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi normal.
d. Dilution; melarutkan untuk mengurangi tingkat bahaya reaktifitas, baik pada saat proses
produksi maupun penyimpanan.

2. Passive Control
Passive control adalah mengurangi bahaya atau resiko dengan merancang proses dan
peralatan yang lebih aman. Passive control dapat mengurangi frekuensi atau konsekuensi dari
bahaya tersebut tanpa fungsi aktif peralatan apapun, misalnya tempat penampungan
(contaiment), dinding tahan api, pipa atau tangki yang tahan terhadap tekanan tinggi.

3. Active Control
Active control menggunakan sistem engineering control, misalnya safety interlock,
emergency shutdown system, smoke detector dan lain sebagainya.
4. Procedural Control
Procedural control disebut juga administrative control, yaitu proses pengendalian dengan cara
membuat prosedur administratif menggurangi bahaya dan resiko dari bahaya kimia. Misalnya
work instruction, safe operating limit, work permit dan sebagainya.
2
Pencegahan
a. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
b. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit.
c. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain.
d. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
22

e. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
f. Hindari berbagi bantal, handuk dan sapu tangan dengan orang lain.
g. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan
hindari mengucek-ngucek mata.
h. Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah
membersihkan kotoran mata.
11

Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja bukan
menjadi lahan untuk menuai penyakit.
1. Pencegahan Primer Health Promotion
1. Penyuluhan dan edukasi perilaku kesehatan
2. Faktor bahaya di tempat kerja
3. Perilaku kerja yang baik
4. Olahraga
5. Gizi seimbang
2. Pencegahan Sekunder Specific Protection
1. Pengendalian melalui perundang-undangan
2. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja
3. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri
(APD)
4. Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi
3. Pencegahan Tersier - Early Diagnosis and Prompt Treatment
1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
2. Pemeriksaan kesehatan berkala
3. Surveilans
4. Pemeriksaan lingkungan secara berkala
5. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
6. Pengendalian segera di tempat kerja
2


Prognosis
Dubia ad bonam.



23

Kesimpulan
Pasien ini menderita Conjunctivitis OD e.c bahan kimia e.c PAK karena tidak
menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) saat bekerja, hipotesis dapat diterima. Banyak
faktor dan hal hal tertentu yang menyangkut penyakit akibat kerja ini, seperti faktor fisik,
kimia, biologi, ergonomi, psiko-sosial sehingga menghasilkan dampak yang negatif bagi para
pekerja itu sendiri. Hal tersebut dapat di cegah dengan mengetahui tata cara / ergonomi yang
benar dan tata laksana yang benar saat bekerja. Seharusnya para pekerja disediakan alat APD
saat dia bekerja dan para pekerja tersebut harus menggunakan nya saat bekerja karena kita
tidak pernah tau kapan kecelakaan itu akan datang.

Daftar Pustaka

1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.116-7.
2. Rampai KG, Noorhassim I. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Edisi 3. Jakarta:
Erlangga, 2006.
3. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum. Jakarta: Penerbit Widya
Medika; 2000.h.119.
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Penyakit mata akibat kerja. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI; 2011.h.7-9.
5. Hutagalung PY, Hiswani, Jemadi. Karakteristik Penderita Konjungtivitis. Medan:
FKM USU; 2013.h1-10.h.120-37.
6. .Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC, 2010. h. 8--
270.
7. Arias KM. Investigasi dan pengendalian wabah di fasilitas pelayanan kesehatan.
Jakarta: EGC, 2009. h. 3-4
8. Harrington JM, Gill ES. Buku saku kesehatan kerja oleh Edisi ke-3. Jakarta: EGC,
2003. h. 5-9.
9. Suardi R. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Jakarta: PPM; 2005. h.
1-180.
10. Jamsostek. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/57132449/JAMSOSTEK, 6
Oktober 2013.
11. Riantama DY. Hubungan kebiasaan cuci tangan pada anak dengan infeksi
konjungtiva. Surabaya: FK UHT; 2011.h.1-8.

Anda mungkin juga menyukai