Anda di halaman 1dari 31

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. EKOWISATA
1. Pengertian Ekowisata
Ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan
alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung
upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif dan memberikan
keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal (World
Conservation Union (WCU).
Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia,
ekowisata merupakan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang
bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya)
dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sehingga memberikan
manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat (Zulukhu : 2009).
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengembangan Ekowisata di Daerah memberikan defenisi ekowisata yaitu kegiatan
wisata alam di daerah yang bertanggung jawabdengan memperhatikan unsur
pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumber daya
alam serta peningkatan pendapatan masyarakat lokal.
Ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata
berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan
(alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Sementara
ditinjau dari segi pengelolaannya, ekowisata dapat didefenisikan sebagai
penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami
atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi
berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan
budaya) dan meningkatkan kesejahtraan masyarakat setempat (Garis Besar Pedoman
pengembangan Ekowisata Indonesia).
10

Menurut Fandeli (2002), ekowisata merupakan konsep pembangunan
pariwisata yang memperhatikan adanya keseimbangan antara aspek kelestarian alam
dan ekonomi.
Sedangkan menurut Crabtree et al.(2002 ), Ekowisata merupakan pariwisata
yang berkelanjutan secara ekologi dengan fokus utama pada pengalaman pada daerah
alami untuk membantu meningkatkan pemahaman, apresiasi serta konservasi
terhadap lingkungan serta budaya.
Low choy dan Heillbron (1997) merumuskan adanya lima faktor batasan yang
mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata yaitu :
1. Lingkungan, ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang
relatif belum terganggu.
2. Masyarakat, ekowisata harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan
ekonomi langsung kepada masyarakat.
3. Pendidikan dan pengalaman, ekowisata harus dapat meningkatkan
pemahaman akan lingkungan alam budaya dengan adanya pengalaman
yang dimiliki.
4. Manajemen, ekowisata harus dikelola secara baik dan menjamin
keberlanjutan lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk
peningkatan kesejahtraan sekarang maupun generasi mendatang.
5. Berkelanjutan, ekowisata dapat memberikan sumbangan positif bagi
berkelanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka
panjang.
2. Kebijakan yang terkait Ekowisata
Beberapa peraturan perundangan telah disusun untuk menunjang
pengembangan kegiatan pariwisata alam dan upaya konservasi antara lain:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Pengembangan Ekowisata Di Daerah.
11

b. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya.
c. UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.
d. PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona
Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata
Alam.
e. Keputusana Menhut No. 441/Kpts-II/1994 tentang sarana prasarana
Pengusahaan Pariwisataan Alam.
f. Keputusan Menhut No. 441/Kpts-II/1990 tentang Pengenaan Iuran
Pungutan Usaha di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan
Raya dan Taman Wisata Laut.
g. Keputusan Menhut No. No. 446/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara
Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata
Alam.
h. Keputusan Menhut No. No. 878/Kpts-II/1992 tentang Tarif Pungutan
Masuk ke Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan
Taman Wisata Laut.
i. Keputusan Menhut No. No. 447/Kpts-II/1996 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam (sumber : 1_4 Ekowisata
pdf).
3. Ciri-ciri Ekowisata dan Perkembanganya
Menurut Fendeli et. Al (2000), ekowisata mulanya hanya bercirikan bergaul
dengan alam untuk mengenali dan menikmati. Menikmatinya kesadaran manusia
akan meningkatnya kerusakan / menumbuhkan rasa cinta alam pada semua anggota
masyarakat dan keinginan untuk sekedar menikmati telah berkembang menjadi
memelihara dan menyayangi, berarti mengkonservasi secara lengkap. Ciri-ciri
ekowisata sekarang yang mengandung unsur utama yaitu:
12

a. Konservasi
b. Edukasi untuk berperan serta.
c. Pemberdayaan masyarakat setempat lebih lanjut dijelaskan bahwa
pengusahaan.
d. Ekowisata dalam kawasan hutan harus bersasaran:
a) Melestarikan hutan dan kawasannya.
b) Membidik semua orang untuk ikut melestarikan hutan yang
dimaksud, bai itu pengunjung, karyawan perusahaan sendiri
sampai masyarakat yang ada didalam dan sekitarnya.
c) Meningkatkan kesejahtraan masyarakat setempat agar dengan
demikian tidak mengganggu hutan.
4. Prinsip dan Kriteria Ekowisata
Adapun prinsip dan kriteria yang harus di perhatikan dalam pengembangan
ekowisata, antara lain:
Tabel 2.1 Prinsip dan kriteria Ekowisata
Prinsip Ekowisata Kriteria Ekowisata
1. memiliki kepedulian, tanggung jawab
dan komitmen terhadap pelestarian
lingkungan alam dan budaya,
melaksanakan kaidah-kaidah usaha yang
bertanggung jawab dan ekonomi
berkelanjutan.
a. Memperhatikan kualitas daya dukung
lingkungan kawasan tujuan, melalui
pelaksanaan sistem permintakatan
(zonasi).
b. Mengelolah jumlah pengunjung, sarana
dan fasilitas sesuai dengan daya
dukung lingkungan daerah tujuan.
c. Meningkatkan kesadaran dan apresiasi
para pelaku terhadap lingkungan alam
dan budaya.
d. Memamfaatkan sumber daya lokal
13

secara lestari dalam penyelenggaraan
kegiatan ekowisata.
e. Meminimumkan dampak negatif yang
ditimbulkan dan bersifat ramah
lingkungan.
f. Mengelolah usaha secara sehat.
g. Menekankan tingkat kebocoran
pendapatan (leakage) serendah-
rendahnya.
h. Meningkatkan pendapatan masyarakat
setempat.
2. Pengembangan harus mengikuti
kaidah-kaidah ekologis dan atas dasar
musyawarah dan pemufakatan masyrakat
setempat.
a. Melakukan penelitian dan perencanaan
terpadu dalam pengembangan
ekowisata.
b. Membangun hubungan kemitraan
dengan masyarakat setempat dalam
proses perencanaan dan pengelolaan
ekowisata.
c. Menggugah prakarsa aspirasi
masyarakat setempat untuk
pengembangan ekowisata.
d. Memberikan kebebasan kepada
masyarakat untuk bisa menerima atau
menolak pengembangan ekowisata.
e. Menginformasikan secara jelas dan
benar konsep dan tujuan
pengembangan kawasan tersebut
kepada mayarakat setempat.
14

f. Membuka kesempatan untuk
melakukan dialog dengan seluruh pihak
yang terlibat (multi stakeholders)
dalam proses perencanaan dan
pengelolaan ekowisata.
3. Memberikan manfaat kepada
masyarakat setempat.
a. Membuka kesempatan kepada
masyarakat setempat untuk membuka
usaha ekowisata dan menjadi pelaku-
pelaku ekonomi kegiatan ekowisata
baik secara aktif maupun pasif.
b. Memberdayakan masyarakat dalam
upaya peningkatan usaha ekowisata
untuk meningkatkan kesejahtraan
penduduk setempat.
c. Meningkatkanketerampilan masyarakat
setempat dalam bidang-bidang yang
berkaitan dan penunjang
pengembangan ekowisata.
d. Menekan tingkat kebocoran
pendapatan (leakage) serendah-
rendahnya.
4. Peka dan menghormati nilai-nilai
sosial budaya dan tradisi keagamaan
masyarakat setempat.
a. Menetapkan kode etik ekowisata bagi
wisatawan, pengelola dan pelaku usaha
ekowisata.
b. Melibatkan masyarakat setempat dan
pihak-pihak lainnya (multi
stakeholders) dalam penyusunan kode
etik wisatawan, pengelola dan pelaku
15

usaha ekowisata.
c. Melakukan pendekatan meminta saran-
saran dan mencari masukan dari
tokoh/pemuka masyarakat setempat
tingkat paling awal sebelum memulai
langkah-langkah dalam proses
pengembangan ekowisata.
d. Melakukan penelitian dan pengenalan
aspek-aspek sosial budaya masyarakat
setempat sebagai bagian terpadu dalam
proses perencanaan dan pengelolaan
ekowisata.
5. Memperhatikan perjanjian, peraturan,
perundang-undangan baik ditingkat
Nasional maupun Internasional.
a. Memperhatikan dan melaksanakan
secara konsisten: Dokumen-dokumen
Internasional yang mengikat (agenda 21,
habitat Agenda, Sustainable Tourism,
Bali Declaration dsb). GBHN Pariwisata
Berkelanjutan, Undang-undang dan
peraturan-peraturan yang berlaku.
b. Menyusun peraturan-peraturan baru
yang diperlukan dan memperbaiki dan
menyempurnakan peraturan-peraturan
lainnya yang telah ada sehingga secara
keseluruhan membentuk sistem per-UU-
an dan sistem hukum yang konsisten.
c. Memberlakukan peraturan uang berlaku
dan memberikan sangsi atas
pelanggarannya secara konsekuensi
16

sesuai dengan ketentuan yang berlaku
(law enforcement).
d. Membentuk kerja sama dengan
masyarakat setempat untuk melakukan
pengawasan dan pencegahan terhadap
dilanggarnya peraturan yang berlaku.

5. Tujuan Ekowisata
Kriteria pengembangan ekowisata disusun dengan tujuan sebagai berikut:
a. Untuk menyamakan persepsi para pengembangan pariwisata di taman
nasional dan taman wisata alam.
b. Sebagai acuan dalam memanfaatkan potensi kawasan secara lestari.
6. Manfaat Ekowisata
Manfaat yang dari kegiatan ekowisata yaitu:
a. Peningkatan penghasilan dan devisa negara.
b. Tersedianya kesempatan kerja baru.
c. Berkembangnya usaha-usaha baru.
d. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan wisatawan tentang pentingnya
konservasi sumberdaya alam.
e. Peningkatan partisipasi masyarakat.
f. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Manfaat lain dari kegiatan ekowisata dapat berupa:
a. Meningkatnya nilai ekonomi sumberdaya ekosistem.
b. Meningkatnya upaya pelestarian lingkungan.
c. Meningkatnya keuntungan langsung dan tidak langsung dari para
stakeholders.
17

d. Terbangunnya konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan
internasional.
e. Meningkatnya promosi penggunaan sumberdaya alam secara
berkelanjutan.
f. Berkurangnya ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang ada di
objek wisata.
7. Keuntungan Kegiatan Ekowisata
Drum (2002) menyatakan bahwa ada 6 (enam) keuntungan dalam
implementasi kegiatan ekowisata, yaitu:
a. Memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam
lingkungan yang dijadikan sebagai objek wisata.
b. Menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian
lingkungan.
c. Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para
stakeholders.
d. Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, Nasional dan
Internasional.
e. Mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
f. Mengurangi ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang ada di
objek wisata tersebut (Sumber : www.balitourismwatch.com).
8. Kebijakan Pengembangan Ekowisata
Kebijakan pengembangan ekowisata merupakan implementasi sistem
manajemen nasional yang melekat kepada sistem kelembangaan yang sedang berlaku.
Kebijakan ekowisata dapat mengacu kepada hubungan antar industri maupun
terlaksananya fungsi-fungsi organisasi. Hubungan antar industri ditunjukkan dengan
keterkaitan sektor jasa ekowisata dengan sektor lain, misalnya kehutanan, perkotaan,
pendidikan, dan infra struktur. Sementara hubungan fungsional organisasi mengacu
kepada fungsi-fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Lebih jauh, dalam
banyak hal kebijakan eokowisata juga mengacu kepada perkembangan lingkungan
18

global. Pengelolaan industri jasa pariwisata secara langsung berada dalam wewenang
Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
(Kemenbudpar) dan Kementerian dalam Negeri (Kemendagri). Ketiganya merupakan
unsur pelaksana yang mengoperasionalkan ke dalam rambu-rambu pengelolaan
ekowisata secara berkelanjutan. Pemerintah daerah (Kemendagri) berperan dalam
upaya mengkoordinasikan dan mengendalikan peran dan aliran manfaat kepada
masyarakat, penduduk lokal dan swasta, melalui kebijakan penataan ruang, prosedur
investasi dan perihal teknis lainnya. Peran pemerintah daerah sangat penting untuk
mengoperasionalkan pengembangan ekowisata dilandasi prinsip-prinsip sesuai
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2009
Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, dalam Pasal 2 yaitu :
a. Kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata.
b. Konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan
secara lestari sumber daya alam yang digunakan untuk ekowisata.
c. Ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan
menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta
memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan.
d. Edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah
persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan
komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya.
e. Memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung.
f. Partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan
menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di
sekitar kawasan.
g. Menampung kearifan lokal.
Melalui Permendagri Nomor 33 Tahun 2009 dapat menjamin tercapainya
sasaran yaitu pertumbuhan ekonomi wilayah, pengunjung memperoleh pengalaman
dan ketrampilan, masyarakat dan penduduk lokal memperoleh kesempatan kerja dan
19

penghasilan, swasta memperoleh nilai tambah dan pemerintah daerah memperoleh
pajak/retribusi untuk dikembalikan ke upaya-upaya konservasi.
Ekowisata memerlukan dukungan fungsi perencanaan makro berasal dari
kebijakan ekonomi nasional. Perencanaan makro bersentuhan dengan antisipasi
perubahan di tingkat internasional, mencakup perdagangan luar negeri, isu
lingkungan global dan pengelolaan wilayah. Perencanaan makro ini pula yang
mengkoordinasi implementasi perubahan dan pengembangan kelembagaan di tingkat
nasional, seperti ratifikasi Convention on Biological Diversity (CBD). Aspek
perencanaan di tingkat teknis mendukung ekowisata melalui kelembagaan dan
penyediaan pertanahan, infrastruktur dan kapasitas daerah.
Ekowisata memerlukan fungsi pengendalian dan monitoring agar senantiasa
terpelihara kualitas aliran manfaat. Manfaat ekowisata dalam wujud konservasi air
dan habitat berguna untuk irigasi sektor pertanian, pemijahan sektor perikanan dan
usaha-usaha jasa lain. Perencanaan teknis menjadi daya taris dan motivasi
pengelolaan dan pengembangan ekowisata.
Atas dasar hubungan kelembagaan tersebut, fungsi koordinasi menjadi
penting. Landasan koordinasi yaitu Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata, yang menginstruksikan meteri
dan badan-badan pemerintah terkait serta semua Gubernur dan Bupati/Walikota untuk
mendukung dan berkoordinasi erat bagi percepatan pembangunan pariwisata
Indonesia.
Kelembagaan teknis ekowisata Kemenhut dioperasionalkan oleh Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA). Perijinan
investasi ekowisata berada dalam direktorat manfaat jasa lingkungan dan wisata alam.
Melalui analisis dan usulan Ditjen PHKA, menteri kehutanan menetapkan peraturan-
peraturan internal teknis, yang secara umum memuat alasan, substansi, panduan, dan
prosedur, dan job deskripsi pelaksanaan tugas, sesuai Peraturan Menhut Nomor
P.48/Menhut-II/2010 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,
Taman Nasiona, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, dalam peraturan
20

tersebut, jasa usaha ekowisata dapat dimasukkan ke dalam penyediaan jasa wisata
alam, yang meliputi informasi pariwisata, pramuwisata, transportasi, perjalanan
wisata, cinderamata, dan makanan minuman, dan penyediaan sarana wisata alam
yang meliputi wisata tirta, akomodasi, transportasi, dan wisata petualangan.
Seiring dengan berkembangnya tujuan-tujuan ekowisata di luar wilayah
taman nasional atau otoritas kementerian kehutanan, serta semangat pembangunan
otonomi daerah, sesua Permendagri Nomor 33 Tahun 2009 pelaku usaha ekowisata
dapat berbentuk perseorangan dan/atau badan hukum, atau pemerintah daerah, atau
kerja sama diantara mereka. Pemerintah daerah juga bertanggungjawab dalam
pengendalian melalui pemberian izin pengembangan ekowisata, pemantauan
pengembangan ekowisata, penertiban atas penyalahgunaan izin pengembangan ekowisata,
dan penanganan dan penyelesaian masalah atau konflik yang timbul dalam
penyelenggaraan ekowisata. Pengendalian ekowisata dilakukan antara lain terhadap
fungsi kawasan, pemanfaatan ruang, pembangunan sarana dan prasarana, kesesuaian
spesifikasi konstruksi dengan desain teknis, dan kelestarian kawasan ekowisata.
Peran Kemenbudpar dalam kebijakan pengembangan ekowisata
menitikberatkan dalam aspek layanan, substansi dan promosi/pengembangan
kebudayaan. Standar mutu manajemen menjadi unsur penting untuk dipromosikan.
Tanpa mengurangi prinsip-prinsip kesederhanaan, hemat energi, konservasi atau
kemudahan pengendalian, aspek-aspek umum mutu manajemen perlu dipenuhi,
misalnya kebersihan, kecepatan layanan, teknologi informasi dan keamanan.

9. Hal penting dalam perencanaan ekowisata
Pengembangan pariwisata tentu memiliki dampak positif dan negatif. Untuk
meminimalkan dampak negatif, perlu diperhatikan beberapa hal bagi setiap
perencanaan wisata. Hal ini perlu karena menyangkut kelangsungan pertumbuhan
kawasan wisata dan kelangsungan para pelaku wisata yang berada dalam kawasan
tersebut.
21

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Volume atau jumlah wisatawan yang berkunjung.
b. Karakteristik dari wisatawan dengan berbagai keinginan untuk berwisata.
c. Tipe dari aktifitas wisata yang dapat ditawarkan pada sebuah kawasan wisata
beserta variasi wisata yang mungkin dilakukan.
d. Kondisi sosial budayamasyarakat pada kawasan wisata tersebut.
e. Kondisi lingkungan di sekitar kawasan tersebut.
f. Kemampuan masyarakat untuk beradaptasi terhadap perkembangan
kepariwisataan.
10. Sarana pendukung pada program ekowisata
Beberapa hal di bawah ini perlu dipersiapkan untuk mendukung
terselenggarakannya program ekowisata, yaitu :
a. Akses ke lokasi wisata mudah dijangkau.
b. Keindahan alam yang mendukung, misalnya flora dan fauna yang khas.
c. Pemandu profesional tersedia.
d. Penginapan (home stay) yang layak dan nyaman.
e. Makanan.
f. Kerajinan atau cenderamata lain.
g. Paket program.
11. Definisi dan Deskripsi Ekowisata Bahari
a. Defenisi Ekowisata bahari
Wisata bahari adalah wisata minat khusus yang memiliki aktivitas yang
berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut (marine) maupun kegiatan
yang dilakukan di bawah permukaan laut (submarine).
Ekowisata bahari pada dasarnya mencoba untuk menetapkan dan memelihara
suatu hubungan simbiotik antara wisata dengan lingkungan bahari yang alami. Ini
22

berarti berkaitan dengan wisata yang memberikan wisatawan suatu kepuasan
pengalaman sambil menghargai nilai konservasi yang hakiki dari lingkungan alami
dimana ekowisata bahari tergantung dari hal itu (META, 2002). Obyek ekowisata
bahari dapat dikelompokkan berdasarkan komoditi, ekosistem dan kegiatan (Tabel 1)
Objek Komoditi Objek Ekosistem Objek Kegiatan
Penyu Terumbu Karang Perikanan Tangkap
Duyung Mangrove Perikanan Budidaya
Paus Lamun Sosial Budaya
Lumba-lumba Goba
Hiu Pantai
Spesies endemik
Pasir putih
Ombak
Sumber : Yulianda (2007)
b. Jenis Kegiatan dalam Ekowisata Bahari
Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari
dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu wisata pantai dan wisata bahari (Tabel 2).
Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai
dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan
dan iklim. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan
sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut (Yulianda, 2007).
Wisata pantai Wisata bahari
1. Rekreasi pantai
2. Panorama
3. Resort / peristirahatan
4. Berenang, berjemur
Rekreasi pantai dan laut
2. Resort / peristirahatan
3. Wisata selam dan wisata snorkling
4. Selancar, jet ski, banana boat, perahu
23

5. Olahraga pantai (voli pantai, jalan
pantai, lempar cakram, dll)
6. Berperahu
7. Memancing
8. Wisata mangrove
kaca, kapal selam.
5. Wisata ekosistem lamun, wisata pulau,
wisata nelayan, wisata pendidikan, wisata
pancing
6. Wisata satwa (buaya, penyu, paus,
mamalia, burung, lumba-lumba, duyung)
Sumber : Yulianda (2007)
Sumber: Rifian Wilyadrin Ermawan (2008): hal. 27-28.

B. KONSERVASI
1. Konservasi
adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan manfaat
yang dapat diperoleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap
komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa depan.
Menurut adishakti (2007) istilah konservasi yang biasa digunakan para arsitek
mengacuh pada piagam Internasional Council of Monuments and site (ICOMOS)
tahun 1981, yaitu charter for the Conservation of places of cultural significance,
Burra, Australia yang lebih dikenal dengan Burra Charter dinyatakan bahwa konsep
konservasi adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah
dirumuskan dalam piagam tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengelolaan
suatu tempat atau ruang atau objek agar makna kultural yang terkandung didalamnya
terpelihara dengan baik.kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan
sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya untuk pengembangan untuk
pemamfaatan lebih lanjut. Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak hanya
dipertahankan keasliannya dan perawatannya namun tidak mendatangkan nilai
ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Dalam hal ini peran
arsitek sangat penting dalam menentukan fungsi yang sesuai karena tidak semua
fungsi dapat dimasukkan. Kegiatan yang dilakukan ini membutuhkan upaya lintas
24

sektoral, multi dimensi dan disiplin serta berkelanjutan. Tujuan dari kegiatan
konservasi antara lain:
a. Memelihara dan melindungi tempat-tempat yang indah dan berharga agar
tidak hancur atau berubah sampain batas-batas yang wajar.
b. Menekankan akan menggunakan kembali bangunan alam agar tidak terlantar.
c. Melindungi benda-benda cagar budaya yang dilakukan secara langsung
dengan cara membersihkan, memelihara, memperbaiki baik secara fisik
maupun khemis secara langsung dari pengaruh berbagai faktor lingkungan
yang merusak

2. Konservasi dan Kaitannya dengan Pengembangan Ekowisata
Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan
konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang
menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya
menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa
mendatang. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh The International Union
for Conservation of Nature and Natural Resources (1980), bahwa konservasi adalah
usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil
yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang. Sementara itu destinasi
yang diminati wisatawan ecotour adalah daerah alami. Kawasan konservasi sebagai
obyek daya tarik wisata dapat berupa Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar
Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan
yang lain seperti hutan lindung dan hutan produksi bila memiliki obyek alam sebagai
daya tarik ekowisata dapat dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata. Area
alami suatu ekosistem sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau muara sungai
dapat pula dipergunakan untuk ekowisata. Pendekatan yang harus dilaksanakan
adalah tetap menjaga area tersebut tetap lestari sebagai areal alami. Pendekatan lain
bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari
25

menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi (UNEP, 1980) sebagai
berikut:
a. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem
kehidupan.
b. Melindungi keanekaragaman hayati.
c. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.

Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata mempergunakan
pendekatan pelestarian dan pemanfaatan sebagai konsep konservasi (sumber.
http://scrib.com/doc/80536741/PENGERTIAN-KONSERVASI).
C. RUANG PUBLIK
Ruang publik sebagai salah satu dari elemen elemen kota memiliki peran
yang sangat penting. Dia berperan sebagai pusat interaksi dan komunikasi masyarakat
baik formal maupun informal, individu atau kelompok. Pengertian ruang publik
secara singkat merupakan suatu ruang yang berfungsi untuk kegiatan kegiatan
masyarakat yang berkaitan dengan sosial, ekonomi dan budaya. Sikap dan perilaku
manusia yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi juga berpengaruh terhadap
tipologi ruang kota yang direncanakan. Tipologi ruang publik dalam
perkembangannya memiliki banyak variasi tipe dan karakter antara lain taman umum
(public parks), lapangan dan plasa (squares and plazas), ruang peringatan (memorial
space), pasar (market), jalan (streets), tempat bermain (playground). Jalan hijau dan
jalan taman (green ways and parkways). Dalam riset lebih menekankan pada ruang
terbuka publik sebagai titik pengikat dalam struktur kota, disamping tempat evakuasi
masyarakat jika terjadi bencana gempa seperti terjadi baru-baru ini. Ruang terbuka
publik juga dapat berperan sebagai paru-paru kota yang dapat menyegarkan kawasan
tersebut. Karena pentingnya ruang terbuka publik, dalam Undang-undang Republik
Indonesia No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang pasal 29 menyatakan bahwa
26

proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah
kota dan proporsi ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20% dari luas wilayah
kota.
D. Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)
Pengertian objek dan daya tarik wisata adalah unsur-unsur lingkungan hidup
yang terdiri dari sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan
yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai daya tarik untuk menjadi sarana
wisata atau objek wisata yaitu semua hal yang menarik untuk dilihat dan dirasakan
oleh wisatawan yang disediakan atau bersumber pada alam saja. Sedangkan batasan
pengertian (terminologi) objek dan daya tarik wisata menurut Undang-undang No. 9
Tahun 1990 tentang Kepariwisataan adalah sebagai berikut: objek daya tarik adalah
segala sesuatu yang menjadi wisata.
Undang undang No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa
objek dan daya tarik wisata adalah suatu yang menjadi sasaran wisata terdiri atas:
a. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan YME, yang berwujud
keadaan alam, flora dan fauna.
b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia berwujud museum,
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya, wisata
agro, wisata nuru, wisata petualang alam, taman rekreasi dan komplek
hiburan.
c. Hasil kerajinan tangan dan karya arsitektur.
Menurut James J. Spillane 91994: 63-72) suatu objek wisata atau destination
harus meliputi 5 unsur yang penting untuk agar wisatawan dapat merasa puas dalam
menikmati perjalanannya, maka objek wisata harus meliputi:

27

1. Atraksi
Merupakan pusat dari industri pariwisata. Menurut perngertiannya attraction
mampu menarik wisatawan yang ingin mengunjunginya. Motivasi wisatawan untuk
mengunjungi suatu tempat tujuan adalah untuk memenuhi atau memuaskan beberapa
kebutuhan atau permintaan.
Biasanya mereka tertarik pada suatu lokasi karena ciri-ciri khas tertentu. Ciri-
ciri khas yang menarim wisatawan adalah:
a. Keindahan alam
b. Iklim dan cuaca
c. Kebudayaan
d. Sejarah
e. Sifat kesukuan
f. Kemampuan atau kemudahan berjalan atau ketempat tertentu
2. Fasilitas
Fasilitas cenderung berorientasi pada atraksi disuatu lokasi karena fasilitas
harus dekat dengan pasar. Fasilitas cenderung mendukung bukan mendorong
pertumbuhan dan cenderung berkembang pada saat yang sama atau sesudah atraksi
berkembang. Suatu atraksi juga merupakan fasilitas. Jumlah dan jenis fasilitas
tergantung kebutuhan wisatawan seperti fasilitas harus cocok dengan kualitas dan
harga penginapan, makanan dan minuman yang juga cocok dengan kemampuan
membayar dari wisatawan yang mengunjungi tempat tersebut.
3. Infrastruktur
Atraksi dan fasilitas tidak dapat tercapai dengan mudah kalau belum ada
infrastruktur dasar. Infrastruktur termasuk semua kontruksi dibawah dan diatas tanah
dan suatu wilayah atau daerah. Yang termasuk infrastruktur penting dalam pariwisata
adalah :
a. Sistem pengairan/air
Kualitas air yang cukup sangat esensial atau sangat diperlukan.
b. Sumber listrik dan energi
28

Suatu pertimbangan yang penting adalah penawar tenaga energi yang
tersedia pada jam pemakaian yang paling tinggi atau jam puncak (peak
hours). Ini diperlukan supaya pelayanan yang ditawarkan terus
menerus.
c. Jaringan komunikasi
Walaupun banyak wisatawan ingin melarikan dari situasi biasa yang
penuh dengan ketegangan, sebagian masih membutuhkan jasa telepon
dan telegram yang tersedia.
d. Sistem pembuangan kotoran pembuangan air
Kebutuhan air untuk pembuangan kotoran memerlukan kira kira
90% dari permintaan akan air. Jaringan saluran harus didesain
berdasarkan permintaan puncak atau permintaan maksimal.
e. Jasa jasa kesehatan
Jasa kesehatan yang tersedia akan tergantung pada jumlah tamu yang
diharapkan, umumnya jenis kegiatan yang dilakukan atau faktor
faktor geografis lokal.
f. Jalan jalan/jalan raya
Ada beberapa cara membuat jalan raya lebih menarik bagi wisatawan :
1. Menyediakan pemandangan yang Was dari alam semesta.
2. Membuat jalan yang naik turun untuk variasi pemandangan.
3. Mengembangkan tempat dengan pemandangan yang indah.
4. Membuat jalan raya dengan dua arah yang terpisah tetapi
sesuai dengan keadaan tanah.
5. Memilih pohon yang tidak terlalu lebat supaya masih ad
pemandangan yang indah.
4. Transportasi
Ada beberapa usul mengenai pengangkutan dan fasilitas yang dapat menjadi
semacam pedoman termasuk :
29

a. Informasi lengkap tentang fasilitas, lokasi terminal, dan pelayanan
pengangkutan lokal ditempat tujuan, tersedia untuk semua penumpang
sebelum berangkat dari daerah asal.
b. Sistem keamanan harus disediakan di terminal untuk mencegah
kriminalitas.
c. Suatu sistem standar atau seragam untuk tanda tanda lalu lintas dan
simbol simbol harus dikembangkan dan dipasang di semua bandara
udara.
d. Sistem informasi harus menyediakan data tentang informasi pelayanan
pengangkutan lain yang dapat dihubungi fiterminal termasuk jadwal
dan tarif.
e. Informasi terbaru dan sedang berlaku, baik jadwal keberangkatan atau
kedatangan harus tersedia di papan pengumuman, lisan atau telepon.
f. Tenaga kerja untuk membantu para penumpang.
g. Informasi lengkap tentang lokasi, tarif, jadwal, rute, dan pelayanan
pengangkutan lokal.
h. Peta kota harus tersedia bagi penumpang.
5. Keramah Tamahan
Wisatawan yang sedang berada dalam lingkungan yang belum mereka kenal
makan kepastian akan jaminan keamanan sangat penting, khususnya wisatawan asing.
E. TATA RUANG PESISIR PANTAI
Tata ruang pesisir pantai yang baik dan benar adalah pengaturan wilayah
pemanfaatan pesisir dimana semua aktifitas manusia dan fungsi ekologis lingkungan
perairan berjalan dengan alamiah, serasi dan tidak saling mengganggu dalam
interaksinya. Tata ruang ini dihasilkan melalui perencanaan tata ruang yang tepat
melalui proses dan prosedur yang benar menurut perundangan yang berlaku.
Tentunya yang diharapkan adalah perundangan tersebut telah melalui uji ilmiah yang
tepat sehingga dalam implementasinya tidak menimbulkan intrepetasi yang salah
30

menurut kaidah ilmiah. Penentuan kawasan perumahan, industri, perdagangan dan
jasa, pariwisata, pelabuhan, budidaya, konservasi dan kawasan lindung di pesisir
pantai dalam perencanaan tata ruang perlu memperhatikan banyak hal secara
mendetail dan terukur menurut kaidah ilmiah. Hasil yang diharapkan tidak terjadi
tumpah tindih kepentingan antara kepentingan ekonomi, lingkungan dan masyarakat
sekitar.
Teknologi pemodelan laut dapat membantu pelaksanaan perencanaan tata
ruang pesisir pantai dengan beberapa tahapan. Tahapan tersebut adalah meliputi:
a. Pemodelan dilakukan sebelum perencanaan tata ruang dibuat. Hasil dari
simulasi pemodelan kondisi laut akan menjadi masukan dalam pertimbangan
perencanaan tata ruang pesisir.
b. Pemodelan dilakukan setelah dibuat perencanaan tata ruang pesisir. Pada
tahap ini skenario pemodelan dibangun berdasarkan kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi meliputi perubahan parameter-parameter
kualitas perairan, kualitas sedimen, kualitas habitat dan kualitas organisme
bentik akibat adanya tekanan aktifitas manusia (perumahan, industri,
perdagangan dan jasa, pariwisata, pelabuhan, budidaya dan lain-lain) untuk
mencegah terjadinya indikator isu-isu pesisir (erosi pantai, pencemaran, alga
blooms dan lain-lain). Skenario pemodelan ini dibangun dengan kondisi
normal dan ekstrim (worse case), misalnya jika terjadi pecemaran logam berat
dari limbah industri dengan konsentrasi tinggi. Hasil dari tahap ini adalah
apakah terjadi gangguan interaksi antara aktifitas manusia, lingkungan dan
masyarakat sekitar. Jika terjadi, maka dilakukan perencanaan ulang.
c. Pemodelan dilakukan pada saat perencanaan tata ruang pesisir yang ada sudah
diterapkan dan aktifitas manusia di kawasannya (perumahan, industri,
perdagangan dan jasa, pariwisata, pelabuhan, budidaya dan lain-lain) telah
berjalan di pesisir pantai. Pemodelan dapat diterapkan untuk melakukan dua
31

hal yaitu pertama, sebagai instrumen untuk melakukan monitoring dan
pengendalian kawasan dan kedua, sebagai sarana bantu pengambilan
keputusan untuk melakukan revisi pada perencanaan tata pesisir yang akan
datang.
Modul model yang digunakan untuk membantu perencanaan tata ruang pesisir
sangat beragam, karena dibutuhkan hasil pemodelan yang komprehensif dengan
detail tinjauan spesifik skenario yang berbeda-beda. Pada tabel berikut ini
memperlihatkan modul-modul model yang dapat mensimulasikan kasus isu-isu
pesisir.
Tabel 2.1: Modul modul Model Hidrodinamika
ISU-ISU PESISIR MODUL MODEL
Declining water quality
Acid sulfate soils
Hidrodinamika, Adveksi-Dispersi, Pergerakan Sedimen
Dasar, Pergerakan Sedimen Kolom Air, Model Ekosistem,
Aliran Sungai, GIS Kelautan
Algal blooms
Hidrodinamika, Adveksi-Dispersi, Pergerakan Sedimen
Kolom Air, Model Ekosistem, Aliran Sungai, GIS
Kelautan
Anoxic and hypoxic events
Hidrodinamika, Pergerakan Sedimen Dasar, Pergerakan
Sedimen Kolom, Model Ekosistem, GIS Kelautan
Eutrophication
Hidrodinamika, Model Ekosistem, Aliran Sungai, GIS
Kelautan
Fine sediment loads
Hidrodinamika, Pergerakan Sedimen Dasar, Pergerakan
Sedimen Kolom Air, Gelombang Spektral di Perairan
Dangkal, Perangkat Analisis Gelombang, GIS Kelautan
Fish kills
Hidrodinamika, Model Ekosistem, Analisis Tumpahan
Minyak, GIS Kelautan
32

Freshwater flows Hidrodinamika, Aliran Sungai, GIS Kelautan
Shellfish quality & closure
Hidrodinamika, Adveksi-Dispersi, Pergerakan Sedimen
Dasar, Model Ekosistem, Analisis Tumpahan Minyak,
Aliran Sungai, GIS Kelautan
Climate change
Beach erosion
Hidrodinamika, Pergerakan Sedimen Dasar, Pergerakan
Sedimen Kolom, Pergerakan Partikel, Morphologi Pantai,
Gelombang Spektral di Perairan Dangkal, Perangkat
Analisis Gelombang, Refraksi-difraksi Gelombang, Proses
Litoral dan Dinamika Garis Pantai, GIS Kelautan
Climate change
Hidrodinamika, Model Ekosistem, Aliran Sungai, GIS
Kelautan
Global warming
Hidrodinamika, Model Ekosistem, Aliran Sungai, GIS
Kelautan
Ocean acidification
Hidrodinamika, Adveksi-Dispersi, Model Ekosistem, GIS
Kelautan
Saline intrusion Hidrodinamika, Adveksi-Dispersi, GIS Kelautan
Sea level rise
Hidrodinamika, Model Ekosistem, Aliran Sungai, GIS
Kelautan
Vector borne diseases
Hidrodinamika, Model Ekosistem, Aliran Sungai, GIS
Kelautan
Habitat/species alterations
33

Beach erosion
Hidrodinamika, Pergerakan Sedimen Dasar, Pergerakan
Sedimen Kolom, Pergerakan Partikel, Morphologi Pantai,
Gelombang Spektral di Perairan Dangkal, Perangkat
Analisis Gelombang, Refraksi-difraksi Gelombang, Proses
Litoral dan Dinamika Garis Pantai, GIS Kelautan
Biodiversity Hidrodinamika, Model Ekosistem, GIS Kelautan
Habitat loss
Hidrodinamika, Model Ekosistem, Analisis Tumpahan
Minyak, GIS Kelautan
Hydrodynamic alteration
Hidrodinamika, Gelombang Spektral di Perairan Dangkal,
Gelombang Boussinesq, GIS Kelautan
Marine pest invasions Hidrodinamika, Model Ekosistem, GIS Kelautan

Modul modul model Hidrodinamika digunakan untuk mensimulasikan
sirkulasi arus dan tinggi muka laut. Modul model Adveksi-Dispersi digunakan untuk
mensimulasikan bahan pencemar terlarut. Sedimentasi dimodelkan dengan modul
model Pergerakan Sedimen Dasar dan Kolom Air dan Pergerakan Partikel. Modul
model Morphologi Pantai dan Proses Litoral dan Dinamika Garis Pantai digunakan
untuk mensimulasikan perubahan struktur morphologi dan garis pantai. Modul Model
Analisis tumpahan minyak digunakan khusus untuk mensimulasikan penyebaran
minyak tumpah di perairan pesisir. Modul model Ekosistem digunakan untuk
mensimulasi proses interaksi ekologi berserta parameter yang menyertainya. Modul
gelombang yang digunakan terdiri dari Gelombang Spektral di Perairan Dangkal,
Refraksi-difraksi Gelombang, Gelombang Boussinesq dan Perangkat Analisis
Gelombang. Modul model Aliran sungai digunakan secara khusus di perairan pesisir
yang terdapat muara sungai dan Modul GIS Kelautan digunakan untuk
34

mengintegrasikan hasil simulasi dengan pemetaan rencana tata ruang berbasis spasial
(Zonabmi.org).
F. Kawasan Sempadan Pantai
Kawasan sempadan pantai merupakan kawasan tertentu sepanjang pantai
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
pantai.
Sempadan pantai berfungsi sebagai :
a. Pengatur iklim.
b. Sumber plasma nutfah.
c. Benteng wilayah daratan dari pengaruh negatif dinamika laut.
Sempadan pantai yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota merupakan daratan
sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai.
Lebar sempadan pantai dihitung dari titik pasang tertinggi, bervariasi sesuai dengan
fungsi/aktifitas yang berada di pinggirannya, yaitu :
I. Kawasan Permukiman, terdiri dari 2 (dua) tipe :
a. Bentuk pantai landai dengan gelombang < 2 meter, lebar sempadan 30
- 75 meter.
b. Bentuk pantai landai dengan gelombang > 2 meter, lebar sempadan 50
- 100 meter.
II. Kawasan Non Permukiman, terdiri dari 4 (empat) tipe :
a. Bentuk pantai landai dengan gelombang < 2 meter, lebar sempadan
100 - 200 meter.
b. Bentuk pantai landai dengan gelombang > 2 meter, lebar sempadan
150 - 250 meter.
c. Bentuk pantai curam dengan gelombang < 2 meter, lebar sempadan
200 - 250 meter.
35

d. Bentuk pantai curam dengan gelombang > 2 meter, lebar sempadan
250 - 300 meter.

Pengelolaan sempadan pantai :
a. Sosialisasi rencana pengelolaan kawasan sempadan pantai kepada seluruh
masyarakat yang bermukim di sekitar pantai dan kepada seluruh stakeholders
pembangunan terkait.
b. Penanaman tanaman bakau di pantai yang landai dan berlumpur atau tanaman
keras pada pantai yang terjal/bertebing curam.
c. Mencegah munculnya kegiatan budidaya di sepanjang pantai yang dapat
mengganggu atau merusak kualitas air, kondisi fisik dan dasar pantai.
Pengembangan kegiatan budidaya di sempadan pantai :
a. Kegiatan budidaya yang dikembangkan harus disesuaikan dengan
karakteristik setempat dan tidak menimbulkan dampak negatif.
b. Pengembangan kegiatan budidaya di sempadan pantai harus disertai
dengan kegiatan pengawasan pemanfaatan ruang terhadap kegiatan seperti
eksploitasi sumberdaya tambang, pemasangan papan reklame, papan
penyuluhan dan peringatan.
Pengembangan kegiatan budidaya di sempadan pantai harus disertai dengan
kegiatan penertiban pemanfaatan ruang. Kegiatan budidaya yang berdampak
negatif terhadap fungsi pantai antara lain :
a. Pembuangan limbah padat ke pantai.
b. Pembuangan limbah cair tanpa pengolahan ke pantai.
c. Budidaya pertanian tanpa pengolahan tanah secara intensif.
d. Pembangunan tempat hunian atau tempat usaha tanpa Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) (Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai di Kawasan
Perkotaan Departemen Pekerjaan Umum).
36

G. STUDI BANDING
a. Ekowisata Wanasari
Sebuah Ekowisata yang dikelola oleh kelompok Nelayan Wanasari di Desa
Tuban. Para nelayan ini mengelola hutan mangrove menjadi tempat wisata yang
benar-benar nyaman, bersih sejuk serta banyak pasiltas yang memanjakan kita. Salah
satunya adalah gazebo di tengah laut. Untuk menuju gazebo ini kita akan melewati
pos tiket dan parahnya kita cukup membayar hanya Rp 3.000.
Gambar 2.2 : Gazebo yang terdapat di Ekowisata Wanasari
Tapi tempatnya tidak murahan karena setelah melewati post tiket, kita akan
berjalan diatas jembatan yang terbuat dari bambu dan kayu. Jembatan ini berada di
tengah hutan mangrove dan di antara keramba kepiting milik nelayan Wanasari.
Dibayangkan saja sudah menyejukan hati, apalagi langsung datang ke Ekowisata
Wanasari ini.
Ekowisata Wanasari dikembangkan dan dikelola menggunakan konsep
ekonomi yang tetap menjaga keseimbangan alam. Artinya nelayan akan menjadi lebih
sejahtera dan hutan mangrove tetap terjaga kelestarian. Ini terlihat dari pemilihan
bahan yang digunakan untuk pembangunan gazebo dan jembatan. Semuanya
menggunakan bahan yang ramah lingkungan yaitu kayu, bukan beton.
37

Agus Diana selaku sekretaris Kelompok Nelayan Wanasari menuturkan
terbentuknya ekowisata Wanasari dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk
menyejahterakan nelayan dengan melestarikan mangrove. Awalnya tempat ini
hanyalah tambak kepiting bakau, kemudian tebentuklah ide untuk
mengembangkannya menjadi ekowisata.
Ke depannya ekowisata Wanasari ini akan terus dikembangkan. Salah satunya
akan adanya paket tour, kurang lebih sepuluh paket. Lima paket di antaranya
merupakan paket pendidikan tentang mangrove dan budidaya kepiting. Tujuan paket
pendidikan adalah untuk menyadarkan warga akan sangat pentingnya hutang
mangrove bagi kehidupan manusia. Untuk menyadarkan warga bahwa hutan
mangrove merupakan benteng terluar dan terakhir Bali dari tsunami dan abrasi, kata
Agus Diana.
Selain bisa berekowisata, kita juga bisa mendapatkan banyak ilmu tentang
mangrove dan ekologinya di Ekowisata Wanasaari.
b. Pantai Muara Gembong
Pantai Muara Gembong dikenal akan keindahan alamnya. Di sini Anda dapat
menikmati panorama Laut Jawa yang tenang. Pemandangan pantai semakin menarik
dengan adanya perahu-perahu nelayan yang berlayar.
Selain suasana lautan, pengunjung juga dapat menikmati asrinya hutan bakau.
Pesisir sebelah utara Bekasi tersebut memang menjadi tempat tumbuh vegetasi
mangrove.


38





Hutan air payau yang menempati 3,4 % area pantai atau seluas 386,21 hektar
itu merupakan salah satu daya tarik wisata yang ada di Pantai Muara Gembong.
Hutan bakau di Pantai Muara gembong tidak hanya berfungsi mencegah abrasi.
Ruang hijau tersebut juga merupakan rumah bagi beberapa satwa liar. Saat
menjelajahinya, Anda dapat menjumpai berbagai jenis ikan dan burung lokal. Selain
itu, vegetasi mangrove di pesisir utara Kabupaten Bekasi tersebut juga merupakan
tempat tinggal untuk monyet berbulu hitam tebal alias lutung.
Selain daya tarik wisata, hutan bakau di Pantai Muara Gembong juga menjadi
sarana edukatif bagi para pengunjung. Saat berkunjung ke sana Anda akan diberitahu
pentingnya kedudukan hutan bakau dalam lingkungan pantai. Pengunjung juga dapat
berpartisipasi menjaga kelestarian hutan bakau. Salah satu kegiatan cinta lingkungan
yang dapat diikuti adalah Aksi Penanaman Mangrove di Muara Gembong Bekasi
yang diselenggarakan tanggal 5-6 Oktober 2013.





Gambar 2.3: Hutan Bakau yang terdapat di Pantai Muara Gembong
Gambar 2.4: Pantai Muara Gembong
39

Pantai Muara Gembong juga merupakan tempat yang cocok untuk wisata
tambak. Seperti diketahui bersama, pesisir utara Pulau Jawa memiliki perairan yang
tenang dan cocok untuk budidaya hasil laut. Fakta tersebut dimanfaatkan oleh
sebagian masyarakat Muara Gembong untuk membudidayakan udang, rumput laut,
atau ikan. Di wisata tambak tersebut pengunjung dapat mengenal lebih dekat jenis-
jenis tambak yang dikembangkan di Kabupaten Bekasi misalnya tambak model kao-
kao, komplangan, atau gei wai.
Pantai Muara gembong dapat dikunjungi setiap hari tanpa dipungut biaya
masuk. Bila ingin berpartisipasi dalam kegiatan Aksi Penanaman Mangrove di Muara
Gembong, Anda cukup membayar Rp 5.000 untuk 1 bibit bakau.
Objek wisata bahari di Bekasi tersebut dapat dijangkau menggunakan
kendaraan pribadi. Dari Jakarta silakan ikuti rute menuju Bekasi lewat Tol Jakarta-
Cikampek. Selanjutnya masuk ke Jalan Raya Karang Sartia. Ikuti jalan tersebut
hingga Jalan Pasar Muara. Dengan mengikuti Jalan tersebut Anda akan sampai Jalan
Raya Muara Gembong yang menyusuri tepian Sungai Citarum. Pantai yang Anda tuju
ada di ujung jalan itu.

Anda mungkin juga menyukai