Anda di halaman 1dari 26

1

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Pampang I No.25 / 085397766813
Agama : Katolik
No. RM : 64 89 31
Tanggal masuk : 30 Januari 2014
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Demam
Anamnesis Terpimpin:
Demam dimulai dirasakan sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
demam dirasakan terus menerus, hanya mereda sesaat dengan konsumsi obat penurun
panas, kemudian demam kembali, menggigil (-). Demam disertai keluhan sakit kepala
(+), pusing (-)
Tidak ada keluhan batuk, sesak, maupun nyeri dada.
Ada rasa mual dan keluhan muntah. Riwayat muntah (+) sejak 2 hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit, frekuensi >5x sehari disertai nyeri pada bagian ulu hati (+). Ada
keluhan nyeri perut (+) dirasakan hilang timbul, tidak terus menerus. Dirasakan terutama
di perut bagian bawah, sejak 1 tahun terakhir tidak pernah berobat, nyeri perut kadang
menghilang dengan sendirinya.
BAK : lancar, warna kuning tua, nyeri saat BAK (-)
BAB : belum 3 hari, riwayat BAB encer 1 hari sebanyak 2x sehari 4 hari lalu sebelum
masuk rumah sakit.
RPS:
Riwayat ke daerah endemik malaria (-)
Riwayat demam thypoid (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)


2

Riwayat penderita DHF di lingkungan tempat tinggal (-)

II. STATUS PRESENT
Sakit Sedang / Gizi Cukup/ Composmentis
BB = 54 kg,
TB = 158 cm,
IMT = 21,63 kg/m
2
(Gizi Baik)
Tanda vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit (Tipe : Thoracoabdominal)
Suhu : 38,3
o
C (Axilla)
III. PEMERIKSAAN FISIS
Kepala
Ekspresi : biasa
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : tidak ada(-)
Rambut : hitam lurus, sukar dicabut, alopesia (-)
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak Mata : ptosis (-) edema (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : Refleks +/+
Pupil : bulat isokor
Telinga
Pendengaran : kesan normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)


3

Mulut
Bibir : sianosis (-), kering (-)
Lidah : kotor (+),tremor (+), hiperemis (-)
Tonsil : T
1
T
1
, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-),
Gigi geligi : dalam batas normal
Gusi : perdarahan (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R-2 cmH
2
O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan, arteri karotis teraba
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Thoraks
- Inspeksi :
Bentuk : simetris kiri dan kanan (normochest)
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada : tidak ada kelainan
Sela Iga : Normal, tidak melebar, tidak menyempit
- Palpasi :
Fremitus raba : sama pada paru kiri dan kanan
Nyeri tekan : (-)
Massa tumor : (-)
- Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru-hepar : ICS IV dekstra
Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. X sinistra
- Auskultasi :
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/- ,Wh -/-


4

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Batas atas jantung ICS II sinistra
Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
Perut
Inspeksi : datar, ikut gerak napas.
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium dan region supra pubic. Hepar
dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Palpasi : NT (-), MT (-), Gibbus (-)
Nyeri ketok : -/-
Auskultasi : Bruit (-)
Gerakan : Normal
Ekstremitas
Edema -/-
Akral hangat (+)



5

Laboratorium
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan



DARAH
RUTIN
(06/11/13)
WBC 10.57x10
3
/Ul 4 - 10 x 10
3
/uL
RBC 2.49x10
6
/uL 46 x 10
6
/uL
HGB 7.5 g/dL 12 - 16 g/dL
HCT 21.9% 37 48%
MCV 88,0 pl 76 92 pl
MCH 30.1 pg 22 31 pg
MCHC 34.2 g/dl 32 36 g/dl
PLT 225x 10
3
/uL 150-400x10
3
/uL
Eo 2.49 x 10
3
/uL 1.00 3.00 x 10
3
/uL
Baso 0.02 x 10
3
/uL 0.00 0.10 x 10
3
/uL
Neutr 50.8 52.0 75.0
Lymph 19.1 20.0 40.0
Mono 6.3 2.00 8.00
DIABETES
(06/11/13)
GDS 96 mg/dl 140 mg/dl
GINJAL
HIPERTENSI
(06/11/13)
Ureum 94 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin 17.2 mg/dl
L (<1,3), P (<1,1)
mg/dl
GFR (MDRD) 3.0951ml/mnt/1.73 m
2

KIMIA HATI
(06/11/13)
SGOT 9 U/L < 38 U/L
SGPT 7 U/L < 41 U/L
Albumin 2.6 gr/dl 3,5-5,0 gr/dl
Globulin 2.0 gr/dl 1.6 -5 gr/dl
Protein Total 4.8 gr/dl 6.6 8.7 gr/dl
ELEKTROLIT
(06/11/13)
Natrium 145 mmol 138-145 mmol
Kalium 4.9 mmol 3,5-5,1 mmol
Klorida 116 mmol 97-111 mmol
HEPATITIS
(06/11/13)

HbsAg Non Reactive Non reactive
Anti HCV Non Reactive Non Reactive
KOAGULASI
DAN
TROMBOSIT
(06/11/13)
PT 10.3 c 10.9 10-14 detik
APTT 28.8 c 24.4 22-30 detik
Waktu
perdarahan (BT)
200 1-7 menit


6



Waktu bekuan
(CT)
800 4-10 menit
ANEMIA
(06/11/13)
Fe (besi) 25
L (59-148); P (37
148) g/dl
TIBC 184 274 389 g/dl
Ferritin 374 13.00 400 ng/ml
URINE
RUTIN
(06/11/13)
Warna Kuning Tua Kuning Muda
pH 6.0 4.5 -8.0
BJ 1.020 1.005 1.035
Protein 3.0 / +++ -
Glukosa 5.6/+ -
Bilirubine - -
Urobilinogen Normal Normal
Keton - -
Nitrit - -
Blood 200/+++ -
Leukosit - -
Vit. C - -
Sedimen
Leukosit
<5

Sedimen Eritrosit <5
Sedimen Torak
Sedimen Kristal
Sedimen Epitel
Sel

Sedimen Lain
KIMIA LAIN
(06/11/13)
Asam Urat 9.8
P (2.4-5.7 mg/dl)
L (3.5 7.0 mg/dl)


7

Pemeriksaan tambahan lainnya:
Foto thoraks AP (06/11/13)
Kesan : Cardiomegaly dan Dilatatio et Elongatio aortae
EKG (06/11/13)
Sinus ritme, HR : 68x/menit, Normo axis, Left Ventricular Hyperthrophy
USG abdomen atas + bawah (whole abdomen) (12/11/13)
Kesan : PNC Bilateral

IV. ASSESSMENT :
CKD stage V ec. PNC Bilateral
Hipertensi Grade II
Anemia Defisiensi Fe
Hipoalbuminemia
Hiperurisemia

V. PENATALAKSANAAN AWAL
- Diet rendah natrium, rendah protein 0.6 gr/kg BB/ hari, dan rendah kalium
- Restriksi cairan
- Inj. Omeprazole 40 mg 1 vial/24 jam/iv
- Amlodipine 10 mg 0-0-1
- Valsartan 80 mg 0-0-1
- Domperidone 10 mg 3x1
- Vipalbumin 3x2 capsule
- Edukasi HD reguler
- Allopurinol 100 mg 1x1 (selang sehari)
Rencana Pemeriksaan
- Kontrol darah rutin, elektrolit, albumin, asam urat
- Balance cairan
- Kontrol EKG

VI. PROGNOSIS
Ad functionam : Dubia et malam
Ad sanationam : Dubia et malam
Ad vitam : Dubia et malam


8

FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
07/11/2013
T : 170/90 mmHg
N : 80 x/i
P : 18 x/i
S : 36,3C


S :
Muntah (+), mual (+), NUH(+)
Pusing (+), lemas (+)
Bengkak pada perut dan tungkai(+)
BAK sedikit
BAB belum 5 hari
O :
SS / GK / CM
Anemis +/+, ikterus -/-
MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH
2
O
BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : S
1
S
2
murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)
Ext : Edema +/+
Balance cairan : input-output
850-600 : +250 cc
A :
CKD stage V ec PNC Bilateral
HT on treatment
Anemia defisiensi Fe
Hipoalbuminemia
Hiperurisemia
P :
Diet Rendah garam, rendah
kalium, rendah protein 1.2
gr/kgBB/hr
Restriksi cairan
Balance cairan kateter
Inj. Omeprazole 40 mg 1 vial/24
jam/iv
Domperidone 10 mg 3x1
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Valsartan 80 mg 0-0-1
Vipalbumin 3x2 capsule
Allopurinol 100 mg 1x1 (selang
sehari)
Dulcolax supp 1x1
Edukasi HD setuju
Rencana pemberian preparat Fe
injeksi
Anjuran :
Kontrol DR
Kontrol Elektrolit
Kontrol Ureum dan Creatinine
Kontrol Asam Urat
Konsul BTKV pemasangan
double lumen
08/11/2013
T : 160/80 mmHg
N : 80 x/i
P : 20 x/i
S : 36,7C
S :
Muntah (-), mual (+), NUH(-)
Pusing (+), lemas (+)
Bengkak pada perut dan tungkai(+)
BAK sedikit
Sudah BAB
P :
Diet Rendah garam, rendah
kalium, rendah protein 1,2
gr/kgBB/hr
Restriksi cairan


9

O :
SS / GK / CM
Anemis +/+, ikterus -/-
MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH
2
O
BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : S
1
S
2
murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)
Ext : Edema +/+
Balance Cairan : Input output
800 650 : +150 cc
A :
CKD stage V ec PNC Bilateral
HT on treatment
Anemia defisiensi Fe
Hipoalbuminemia
Hiperurisemia
Balance cairan kateter
Domperidone 10 mg 3x1
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Valsartan 80 mg 0-0-1
Vipalbumin 3x2 capsule
Allopurinol 100 mg 1x1 (selang
sehari)
Edukasi HD setuju
Konsul BTKV setuju
pemasangan double lumen
(rencana pemasangan double
lumen 9/11/13)
Rencana pemberian preparat Fe
injeksi

Anjuran :
Tunggu hasil lab kontrol
09/11/2013
T : 130/80 mmHg
N : 72 x/i
P : 20 x/i
S : 36,5C

S :
Muntah (-), mual (-), NUH(-)
Pusing (+), lemas (+)
Bengkak pada perut dan tungkai(+)
BAK sedikit
O :
SS / GK / CM
Anemis +/+, ikterus -/-
MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH
2
O
BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : S
1
S
2
murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
P :
Diet Rendah garam, rendah
kalium, rendah protein 1,2
gr/kgBB/hr
Restriksi cairan
Balance cairan kateter
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Valsartan 80 mg 0-0-1
Vipalbumin 3x2 capsule
Allopurinol 100 mg 1x1 (selang
sehari)
BTKV pemasangan double
lumen


10

Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)
Ext : Edema +/+
Balance Cairan : Input output
700 600 : +100 cc
A :
CKD stage V on PNC Bilateral
HT on treatment
Anemia defisiensi Fe
Hipoalbuminemia
Hiperurisemia
Rencana pemberian preparat Fe
injeksi

Anjuran :
Tunggu hasil lab kontrol



10/11/2013
T : 130/70 mmHg
N : 66 x/i
P : 20 x/i
S : 36,6C

S :
Muntah (-), mual (-), NUH(-)
Pusing (+), lemas (+)
Bengkak pada perut dan tungkai(+)
BAK sedikit
O :
SS / GK / CM
Anemis +/+, ikterus -/-
MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH
2
O
BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : S
1
S
2
murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)
Ext : Edema +/+
Balance Cairan : Input output
750 700 : +50 cc
Hasil Lab :
RBC : 2.24 x 10^6/mm
3

WBC : 8.69 x 10^3/mm
3

Hb : 6.7 gr/dl
P :
Diet Rendah garam, rendah
kalium, rendah protein 1,2
gr/kgBB/hr
Restriksi cairan
Balance cairan kateter
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Valsartan 80 mg 0-0-1
Vipalbumin 3x2 capsule
Allopurinol 100 mg 1x1 (selang
sehari)
Rencana HD 11/11/13
Rencana pemberian preparat Fe
injeksi
Rencana transfusi





11

HCT : 19.9 %
MCV : 76 mm
3

MCH : 23.5 pg
MCHC : 30.7 g/dl
PLT : 196 x 10^3/mm
3

Ureum : 94 mg/dl
Creatinine : 17.4 mg/dl
Asam Urat : 4.3 mg/dl
Albumin : 3.5 gr/dl
Natrium : 134 mmol/L
Kalium : 3.9 mmol/L
Klorida : 99 mmol/L
A :
CKD stage V ec PNC Bilateral
HT on treatment
Anemia defisiensi Fe

11/11/2013
T : 120/80 mmHg
N : 84 x/i
P : 20 x/i
S : 36,5
o
C

S :
Muntah (-), mual (+), NUH(-)
Pusing (+), lemas (+)
Bengkak pada perut dan tungkai(+)
BAK sedikit
O :
SS / GK / CM
Anemis +/+, ikterus -/-
MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O
BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)
Ext : Edema +/+
P :
Diet Rendah garam, rendah
kalium, rendah protein 1,2
gr/kgBB/hr
Restriksi cairan
Balance cairan kateter
Domperidone 10 mg 3x1
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Valsartan 80 mg 0-0-1
Allopurinol 100 mg 1x1 (selang
sehari)
HD UF Goal : 1000 mL
Transfusi PRC 1 bag karena Hb
6.7 gr/dl (10/11/2013)
Premedikasi : lasix 1 amp/iv,
diphenhidramin 1amp/iv


12

Balance Cairan : Input output
750 700 : +50 cc
A :
CKD stage V ec PNC Bilateral
HT on treatment
Anemia defisiensi Fe

Cosmofer 1 ampul/s.c. 2x
seminggu



RESUME
Seorang pria, 52 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan muntah dialami sejak
beberapa minggu sebelum masuk rumah sakit dan bertambah sering sekitar 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi air dan sedikit sisa makanan. Pasien juga
merasakan nyeri pada ulu hatinya. Pasien merasakan dirinya menjadi lemas dan merasa
lebih cepat lelah beberapa minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh
sering merasa pusing beberapa minggu belakangan tetapi tidak merasakan sakit kepala.
Perut juga dirasakan semakin membesar dan bengkak pada kaki beberapa minggu
belakangan. Pasien juga mengeluhkan buang air kecil kesannya berkurang hanya sekitar
kurang lebih 700cc setiap hari. Hal ini dirasakan kurang lebih 3 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Pasien belum BAB selama 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat
dirawat di Rumah Sakit Majene 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit dengan
keluhan yang sama dan didiagnosis oleh dokter di Rumah Sakit tersebut dengan gagal
ginjal kronik. Riwayat HT (+) diketahui sekitar 5 tahun yang lalu saat memeriksakan diri
ke puskesmas setempat dengan keluhan sering merasa tegang pada daerah tengkuk. Tensi
saat memeriksakan diri ke Puskesmas yaitu 170/100 mmHg. Pasien sempat
mengkonsumsi Amlodipine 10 mg 1x1 dari puskesmas tetapi selanjutnya pasien tidak
berobat teratur. Riwayat sering buang air kecil sedikit-sedikit dan terasa nyeri pada saat
buang air kecil pada saat pasien berusia muda ( kurang lebih saat usia 20 tahun) dan air
kencing tampak keruh. Ada riwayat sering demam saat mengalami keluhan tersebut.
Riwayat pernah berobat di RSWS dan didiagnosis menderita infeksi saluran kemih.
Riwayat asam urat tinggi, penyakit jantung dan DM tidak diketahui.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi kurang serta komposmentis.
Tekanan darah 210/90 mmHg, nadi 69 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36.5
o
C


13

(axilla). Pada kepala ditemukan anemis +/+. Jantung: kardiomegali ( batas jantung kiri :
ICS V linea aksilaris anterior sinistra). Abdomen : nyeri tekan pada regio epigastrium dan
didapatkan ascites (shifting dullness +). Pada ekstremitas didapatkan edema pretibial dan
edema dorsum pedis.
Pada pemeriksaan laboratorium darah Hb: 7,5 gr/dl, MCV : 88 pl, MCH : 30,1 pg,
MCHC : 34,2 gr/dl, Ureum : 96 mg/dl, Kreatinin : 17,2 mg/dl, Albumin : 2,6 gr/dl, Fe : 25
g/dl, TIBC: 184 g/dl, Asam Urat: 9.8 mg/dl. Dan hasil urinalisis didapatkan Protein :
3/+++, Glukosa : 5,6/+, Blood : 200/+++.
Hasil pemeriksaan foto thoraks AP ditemukan kardiomegali. Hasil USG abdomen
PNC Bilateral. Hasil EKG : Sinus ritme, HR : 68x/menit, Normo axis, Left Ventricular
Hyperthrophy.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya, maka
pasien ini diassessment dengan CKD stage V ec. PNC Bilateral, Hipertensi Grade II,
Anemia Defisiensi Fe, Hipoalbuminemia, dan Hiperurisemia.

DISKUSI
Assesment pada pasien ini, yaitu CKD stage 5 ec. PNC Bilateral, Hipertensi Grade II,
Anemia Defisiensi Fe, Hipoalbuminemia, dan Hiperurisemia.
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Apabila dilihat dari gejala klinis yang timbul, gejala pasien yang
merasa mual, muntah, disertai dengan penurunan nafsu makan juga dapat mendukung
kearah gagal ginjal kronik. Bila dilihat dari pemeriksaan fisik, secara nyata dapat
ditemukan adanya peningkatan tekanan darah dan adanya konjungtiva yang anemis
menunjukkan adanya anemia.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukkan bahwa
hemoglobin pasien rendah akibat defisiensi eritropoetin yang berhubungan dengan gagal
ginjal kronik, terdapat peningkatan yang bermakna pada ureum dan kreatinin yang
menunjukkan adanya gangguan pada ginjal. LFG pasien 5.82 ml/mnt/1.73 m
2
, terdiagnosa
pasien gagal ginjal kronik derajat 5. Dari hasil pemeriksaan radiologis (USG Abdomen)
didapatkan adanya pyelonephritis chronic (PNC), hal ini menunjukkan bahwa ada proses
infeksi yang menyebabkan kerusakan fungsional ginjal.
Pada kasus pasien mengeluhkan adanya mual dan riwayat muntah, hal ini kita sebut
sebagai keadaan gastropati uremikum. Hal ini timbul biasanya sebagai akibat dari
meningkatnya kadar ureum dalam darah lebih dari 2.5 kali dari nilai normal, seperti yang


14

dapat dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium yaitu sebesar 94 mg/dl, dimana kisaran
normalnya seharusnya berada pada 10-50 mg/dl.
Pada pemeriksaan juga ditemukan pasien mengalami edema daerah pretibial dan
dorsum pedis serta adanya ascites. Didukung juga dengan hasil pemeriksaan laboratorium
albumin 2,6 gr/dl dan ditemukannya protein 3 (+++) pada urin pasien, hal ini
menjelaskan bahwa pasien telah mengalami keadaan hipoalbuminemia. Gangguan
permeabilitas selektif pada penyaring glomerulus, dimana dalam hal ini terjadi
peningkatan permeabilitas membran basalis sehingga terjadi proteinuria dan
hipoalbuminemia pada pasien. Keadaan ini selanjutnya dapat menjelaskan bahwa terjadi
penurunan tekanan osmotik kapiler yang menyebabkan transudasi ke dalam interstitium
sehingga dapat menyebabkan edema.
Pada pasien juga ditemukan hipertensi dimana berdasarkan The Seventh Report of The
Joint Comittee on Prevention, Detection< Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7), pasien ini termasuk dalam hipertensi grade 2 dimana tekanan sistol >
160 mmHg atau tekanan diastol > 100 mmHg. Dan pada hasil pemeriksaan foto thoraks
AP juga ditemukan adanya kardiomegali yang mungkin merupakan akibat kompensasi
dari hipertensi yang sudah lama dan tidak terkontrol.
Pada pasien ini juga ditemukan kadar asam urat yang tinggi yaitu sebesar 9,8 mg/dl.
Peningkatan kadar asam urat serum dan pembentukan kristal-kristal yang menyumbat
ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal akut atau kronik. Sebaliknya pada stadium dini
gagal ginjal kronik dapat timbul gangguan ekskresi ginjal sehingga kadar asam urat serum
biasanya meningkat.
Komplikasi yang dihadapi pasien dalam kasus ini adalah anemia. Hal ini dibuktikan
dengan adanya anemis pada konjungtiva yang ditemukan dari hasil pemeriksaan fisis
dengan hasil laboratrium darah yang menunjukkan keadaan pasien yang anemia, yaitu
kadar hemoglobin 7,5 gr/dl. Penyebab utama anemia adalah berkurangnya pembentukan
sel-sel darah merah. Penurunan pembentukan sel-sel darah merah ini diakibatkan
defisiensi pembentukan eritropoietin oleh ginjal. Diketahui juga bahwa racun uremik
dapat menginaktifkan eritropoietin atau menekan respon sumsum tulang terhadap
eritropietin. Faktor kedua yang ikut berperan pada anemia adalah masa hidup sel darah
merah pada pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh dari masa hidup sel darah merah
normal yang disebabkan karena kelainan lingkungan kimia plasma dan bukan karena cacat
pada sel itu sendiri.



15

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal baik
ssecara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan menahun, umumnya
bersifat irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal yang menyebabkan
penderita harus menjalani dialisis bahkan transplantasi ginjal.
1
Penyakit ini sering terjadi,
seringkali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul bersamaan dengan berbagai kondisi
(penyakit kardiovaskuler dan diabetes).
2

Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang abnormal,
diperkirakan pasien dengan GGK ialah sebesar 2000/juta penduduk.
2

GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease)
memiliki prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan pada
anak-anak, kecuali dengan kelainan genetik, seperti misalnya pada Sindroma Alport ataupun
penyakit ginjal polikistik autosomal resesif.
3,4

Terdapat perubahan paradigma dalam pengelolaan GGK karena adanya data-data
epidemiologi yang menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan fungsi ginjal ringan sampai
sedang lebih banyak daripada mereka yang dengan stadium lanjut, sehingga upaya
penatalaksanaan lebih ditekankan kearah diagnosis dini dan upaya preventif. Selain itu
ditemukan juga bukti-bukti bahwa intervensi atau pengobatan pada stadium dini dapat
mengubah prognosis dari penyakit tersebut. Terlambatnya penanganan pada penyakit gagal
ginjal kronik berhubungan dengan adanya cadangan fungsi ginjal yang bisa mencapai 20%
diatas nilai normal, sehingga tidak akan menimbulkan gejala sampai terjadi penurunan fungsi
ginjal menjadi 30% diatas nilai normal.
2

GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul ketika klirens
kreatinin turun kira-kira 40ml/mnt/1,73m
2
dari permukaan tubuh. Anemia akan menjadi lebih
berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah
mencapai stadium akhir, anemia akan secara relatif menetap. Anemia pada GGK terutama
diakibatkan oleh berkurangnya eritropoietin. Anemia merupakan kendala yang cukup besar
bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK.
5






16

II. DEFINISI

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumunya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat
penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
6

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronis
6,7

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes
pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari
60ml/menit.1,73m
2
selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau
lebih dari 60ml/menit/1,73m
2
, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
6


III. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika
Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG >60ml/menit/1,73m
2
. Data pada
tahun 1995-1999, menyatakan bahwa di Amerika Serikat insiden penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/tahun dan angka ini meningkat 8% setiap tahun. Di
Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per
tahun. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60
juta/tahun.
6






17

IV. ETIOLOGI
Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dan negara
lain. Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal ginjal kronik di
Amerika Serikat.
6

Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 3.
6

Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi
obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak diketahui.
6

Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika
Serikat (1995-1999)
6

Penyebab Insiden
Diabetes Melitus
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar
Glomerulonefritis
Nefritis interstitialis
Kista dan penyakit bawaan lain
Penyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis)
Neoplasma
Tidak diketahui
Penyakit lain
44%


27%
10%
4%
3%
2%
2%
4%
4%

Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di
Indonesia Tahun 2000
6

Penyebab Insiden
Glomerulonefritis
Diabetes Melitus
Obstruksi dan Infeksi
Hipertensi
Sebab lain
46,39%
18,65%
12,85%
8,46%
13,65%

V. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron
yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul vasoaktif, sitokin dan growth
factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh


18

penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi sklerosis dan progresifitas penyakit tersebut.
6

Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh
Growth factor, seperti Transforming Growth Factor (TGF-). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia. Terdapat variabilitas inter individual untuk
terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial. Pada stadium paling
dini penyait ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal
LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain Na
+
dan K
+
. Pada LFG di bawah 15%, akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
6


VI. KLASIFIKASI

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat
(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit,
dibuat atas dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang awalnya mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault, yaitu:
6






*) pada perempuan dikalikan 0,85
LFG (ml/menit/1,73m
2
)

= (140 Umur) x Berat Badan

72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*)


19


Tetapi sekarang ini, lebih banyak mempergunakan rumus MDRD (Modification of Diet in
Renal Disease), yaitu :
10






Ket : SCr : Serum Creatinine (mg/dl)
SUN : Serum Urea Nitrogen (mg/dl)

Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat
Penyakit
6

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1.73m
2
)
1

2

3

4

5
Kerusakan ginjal dengan LFG
normal atau
Kerusakan ginjal dengan LFG
ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG
sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG
berat
Gagal ginjal
90

60 89

30 59

15 29

15 atau dialisis

Klasifikasi menurut NICE 2008
8

1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK
2. Proteinuria:
a. Urin ACR (albumin clearance ratio) 30 mg/mmol atau lebih
b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih
(dengan perkiraan urinary protein excreation 0,5 g/24jam atau lebih)
3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:
a. LFG 45 59 ml/min/1,73 m2 (stadium 3A)
b. LFG 30 44 ml/min/1,73 m2 (stadium 3B)
4. Penangaan GGK tidak boleh dipengaruhi oleh usia
Pada orang dengan usia >70 tahun dengan LFG 45 59 ml/min/1,73 m2, apabila
keadaan tersebut stabil seiring dengan waktu tanda ada kemungkinan dari gagal gagal
ginjal, biasanya hal tersebut tidak berhubungan dengan komplikasi dari GGK.



LFG (ml/min/1.73 m
2
) = 170 x [SCr]
0.999
x [Umur]
0.176
x [0.762 jika pasien
adalah wanita] x [1.180 jika pasien berwarna kulit hitam] x [SUN]
-0.170
x
[albumin]
+ 0.318




20








































Tabel 5. Derajat GGK menurut NICE 2008
8

Tabel 6. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis
Etiologi
6

Penyakit Tipe Mayor (contoh)
Penyakit ginjal
diabetes

Penyakit ginjal non
diabetes









Penyakit pada
transplantasi
Diabetes Tipe 1 dan 2

Penyakit glomerular
(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit vaskular
(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan
obat)
Penyakit kistik
(ginjal polikistik)

Rejeksi kronik
Keacunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy



21

VII. DIAGNOSIS
6


Gambaran Klinis
Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pembesaran vena leher
c. Pitting edema
d. Edema peri orbital
e. Friction rub pericardial
Pulmoner :
a. Nafas dangkal
b. Krekels
c. Kussmaul
d. Sputum kental dan liat
Gastrointestinal :
a. Konstipasi / diare
b. Anoreksia, mual dan muntah
c. Nafas bau ammonia
d. Perdarahan saluran GI
e. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
Muskuloskeletal :
a. Kehilangan kekuatan otot
b. Kram otot
c. Fraktur tulang
Integumen :
a. Kulit kering, bersisik
b. Warna kulit abu-abu mengkilat
c. Kuku tipis dan rapuh
d. Rambut tipis dan kasar
e. Pruritus
f. Ekimosis
Reproduksi :


22

a. Atrofi testis
b. Amenore
Sindrom Uremia :
a. Lemah letargi
b. Anoreksia
c. Mual dan muntah
d. Nokturia
e. Kelebihan volume cairan
f. Neuropati perifer
g. Uremic frost
h. Perikarditis
i. Kejang
j. Koma
Gambaran Laboratorium
6

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai penyakit yang mendasarinya (diabetes mellitus, hipertensi, dll).
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin
serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, leukosituria, cast, isosthenuria.
Gambaran Radiologi
6

Pemeriksaan radiologi penyakit ginjal kronis meliputi :
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalaim kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memerlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi


23

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
6

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang
masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan.
Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang diberikan. Biopsi ginjal indikasi-kontra
dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas
dan obesitas.

VIII. PENATALAKSANAAN
6,8


Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarny adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
penyakit gagal ginjal. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memerburuk keadaan pasien. Factor-faktor komorbid tersebut antara lain, gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat
nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Ada dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu
pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus.

Tabel 7. Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal
Kronik
6

LFG
ml/menit
Asupan protein g/kg/hari
Fosfat
g/kg/hari
>60

25 60

Tidak dianjurkan

0,6 0,8 g/kg/hari, termasuk 0,35 g/kg/hari nilai
biologi tinggi
Tidak
dibatasi

10 g


24


5 25



< 60
(sindrom
nefrotik)

0,6 0,8 g/kg/hari, termasuk 0,35 g/kg/hari nilai
biologi tinggi atau tambahan 0,3 gr asam amino
esensial atau asam keton

0,8 g/kg/hari (+1 gr protein/ g proteinuria atau 0,3
g/kg tambahan asam amino esensial atau asam
keton



10 g



9 g

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian
anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan
keseimbangan elektrolit.
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
< 15 ml/mnt. Terapi pengganti ginjal dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau
transplantasi ginjal.

Farmakoterapi menurut NICE Guidelines 2008
8

a. Kontrol Tekanan Darah
- Pada orang dengak GGK, harus mengontrol tekanan sistolik < 140 mmHg (dengan
kisaran target 120-139 mmHh) dan tekanan diastolik < 90 mmHg.
- Pada orang dengan GGK dan diabetes dan juga orang dengan ACR 70 mg/mmol atau
lebih (kira0kira ekuivalent dengan PCR 100 mg/mmol atau lebih, atau proteinuria
1gr/24 jam atau lebih), diharuskan untuk menjaga tekanan istolik <130 mmHg
(dengan kisaran target 120-129 mmHg) dan tekanan diastolik < 80 mmHg.
b. Pemilihan agen antihipertensi
1
st
line: ACE inhibitor/ARBs (apabila ACE inhibitor tidak dapat mentolerir)
ACE inhibitor/ARBs diberikan pada:
Pada GGK dengan diabetes dan ACR lebih dari 2,5 mg/mmol (pria) atau lebih dari 3,5
mg/mmol (wanita), tanpa adanya hipertensi atau stadium GGK.
GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR 30 mg/mmol atau lebih (kira-kira
ekuivalen dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria 0,5 gr/24 jam atau lebih)


25

GGK pada non-diabetik dan ACR 70 mg/mmol atau lebih (kira-kira ekuivalen dengan
PCR 100 mg/mmol atau lebih, proteinuria 1 gr/24 jam atau lebih), tanpa adanya
hipertensi atau penyakit kardiovaskular.
GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR <30 mg/mmol (kira-kira ekuivalen
dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria <0,5 gr/24 jam atau lebih)
Saat menggunakan ACE inhibitor/ARBs, upayakan mencapai dosis terapi maksimal yang
masih dapat ditoleransi sebelum menambahkan 2
nd
line (spironolakton)
Hal-hal yang perlu diingat saat menggunakan ACE inhibitor/ARBs:
- Orang dengan GGK, harus mengetahui konsentrasi serum potassium dan perkiraan
LFG sebelum memulai terapi. Pemeriksaan ini diulang antara 1 sampai 2 minggu
setelah penggunaan obat dan setelah peningkatan dosis.
- Terapi ACE inhibitor/ARBs tidak boleh dimulai apabila konsentrasi serum potassium
secara signifikan >0,5 mmol/L
- Keadaan hiperkalemia menghalangi dimulainya terapi tersebut
- Stop terapi tersebut, bila konsentrasi serum potassium meningkat >0,6 mmol/L atau
lebih dan obat lain yang diketahui dapat meningkatkan hiperkalemia sudah tidak
digunakan
- Dosis terapi tidak boleh ditingkatkan bila bata LFG saat sebelum terapi kurang dari
25% atau kreatinin plasma meningkaat dari batas awal kurang dari 30%.
- Apabila perubahan LFG 25% atau lebih atau perubahan kreatinin plasma 30% ata
lebih :
Investigasi adanya deplesi volume ataupun penggunaan NSAIDs.
Apabila tidak ada penyebab (yang diatas), stop terapi atau dosis harus diturunkan
dan alternative antihipertensi lain bisa digunakan.

IX. PROGNOSIS
6,9

Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,
bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK
sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala,
sehingga penanganannya seringkali terlambat.




26

DAFTAR PUSTAKA
1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik. Palembang: Perhimpunan Nefrologi
Indonesia. 2003: 13-22.
2. Mansjoer A, Thyantik, Santini R. Gagal Ginjal Kronik. Kapite Selekta Kedokteran Edisi
Ketiga. 2001(6): 531-4.
3. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrisons Principles and
Internal Medicine. 16
th
edition. 2005(11): 1653-63.
4. Pradeep, A. Chronic Kidney Disease. www.emedicine.medscape.com/article/238798-
overview. 2014.
5. Wheeler D, Brown A, Trison C. Evaluation of anaemia of CKD. Clinical Practice
Guidelines : Anaemia of CKD. 2010(3): 25-35.
6. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
kelima. 2009(137): 1035-40.
7. Andrew S. Levey. Definition and Classification on Chronic Kidney Disease. Kidney
International. 2005(67): 2089-2100.
8. Chronic Kidney Disease : Early Identification and Management of Chronic Kidney
Disease in Adults in Primary and Secondary Care. National Institute for Health and Care
Experience. 2008: 3-39.
9. Levey, AS. The Definition, Classification and Prognosis of Chronic Kidney Disease: a
KDIGO Controversies Conference Report. International Society of Nephrology. 2011
Jul;80(1): 17-28.
10. Andrew S, Josef C. Evaluation of Laboratory Measurements For Clinical Assessment of
Kidney Disease. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease : Evaluation,
Classification, Stratification. 2002(5): 89-90.

Anda mungkin juga menyukai