Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Perikatan ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban subjek
hukum dalam tindakan hukum kekayaan. Hukum perdata Eropa, termasuk yang berlaku di
Indonesia mengenal adanya perikatan yang ditimbulkan karena undang-undang dan perikatan
yang ditimbulkan karena perjanjian. Perikatan yang ditimbulkan karena undang-undang lazim
disebut perikatan dari undang-undang. Adanya hak dan kewajiban timbul diluar kehendak
subjek hukumnya. Perikatan ini dapat disebabkan oleh tindakan tidak melawan hukum dan
tindakan melawan hukum. Sedangkan perikatan yang ditimbulkan karena perjanjian lazim
disebut perjanjian, hak dan kewajiban yang timbul dikehendaki sendiri oleh subjek-subjek
hukum.
1

Perjanjian-perjanjian ini banyak macam dan jenisnya serta selalu berkembang
mengikuti perkembangan manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Untuk
memudahkan maka perjanjian-perjanjian ini kemudian digolong-golongkan dalam beberapa
golongan sesuai dengan penggolongannya. Salah satunya yaitu penggolongan berdasarkan
namanya. Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal
1319 BW dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 BW dan Artikel 1355 NBW hanya
disebutkan dua macam perjanjian menurut namanya, yaitu perjanjian nominaat (bernama)
dan perjanjian innominaat (tidak bernama).
Perjanjian nominaat adalah perjanjian yang dikenal dalam BW. Yang termasuk dalam
perjanjian nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata,
hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan
utang, perdamaian. Sedangkan perjanjian innominaat adalah perjanjian yang timbul, tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat. Jenis perjanjian ini belum dikenal dalam BW. Yang
termasuk dalam perjanjian innominat adalah leasing, beli sewa, franchise, perjanjian rahim,
joint venture, perjanjian karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain.
2

Salah satu dari perjanjian tidak bernama adalah perjanjian jaminan fidusia. Perjanjian
ini dikenal merupakan perluasan dari perjanjian jaminan gadai yang dirasakan banyak orang
semakin tidak praktis dalam penerapannya. Masyarakat merasa jaminan dengan gadai dapat

1
Damang, Jenis-jenis Kontrak, http://www.negarahukum.com/hukum/jenis-jenis-kontrak.html diakses pada 5
Mei 2013, 11.58.
2
Damang, Loc.Cit.
menghambat terutama terkait dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang
transportasi dan komunikasi. Dengan menggunakan gadai sebagai jaminan, benda bergerak
yang akan digadaikan harus disimpan oleh pihak yang menerima gadai berikut dengan hak
menikmatinya. Hal ini dapat menghambat usaha perusahaan yang membutuhkan benda
bergerak yang digadaikan. Sedangkan dengan fidusia, benda bergerak tersebut dapat
dijaminkan namun hak menikmati tetap ada pada pemilik. Untuk mengatasi problem seperti
inilah maka fidusia kemudian mulai diterapkan di Indonesia dan semakin berkembang
dengan pesat. Berikut makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang fidusia di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1) Apa saja pengertian, istilah, unsur, obyek, subyek, asas, dan sifat dari fidusia?
1) Bagaimanakah dasar hukum berlakunya fidusia di Indonesia?
2) Bagaimanakah contoh dari fidusia di Indonesia?

C. Tujuan Pembahasan
2) Untuk mengetahui pengertian, istilah, unsur, obyek, subyek, asas, dan sifat fidusia.
3) Untuk mengetahui dasar hukum berlakunya fidusia di Indonesia.
4) Untuk mengetahui contoh dari fidusia di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian, Istilah, Unsur, Obyek, Subyek, Asas, dan Sifat dari Fidusia.
1. Pengertian dan istilah Fidusia
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti
kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia.
Dalam terminologi Belandanya sering disebut dengan istilah lengkapnya berupa Fiduciare
Eigendoms Overdracht (FEO) yaitu penyerahan hak milih secara kepercayaan. sedangkan
dalam bahasa Inggrisnya secara lengkap sering disebut istilah Fiduciary Transfer of
Ownership.
3

Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam
penguasaan pemilik benda. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya akan disebut UUJF) : Pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu
4
.
Sebelum Undang-undang ini dibentuk, lembaga ini disebut dengan bermacam-macam
nama. Zaman Romawi menyebutnyaFiducia cum creditore, Asser Van Oven menyebutnya
zekerheids-eigendom (hak milik sebagai jaminan), Blom menyebutnya bezitloos
zekerheidsrecht (hak jaminan tanpa penguasaan), Kahrel memberi nama Verruimd
Pandbegrip (pengertian gadai yang diperluas), A. Veenhooven dalam menyebutnya
eigendoms overdracht tot zekergeid (penyerahan hak milik sebagai jaminan) sebagai
singkatan dapat dipergunakan istilah fidusia saja.
5

Adapun pengertian fidusia menurut A. Hamzah dan Senjun Manulang , yaitu Suatu
cara pengoperan pemilik dari pemiliknya (Debitur) berdasarkan perjanjian pokok (perjanjian
utang piutang) kepada kreditur akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara
yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan
hutang debitur) sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh Debitur, tetapi bukan lagi sebagai
eigenaar maupun beziter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama
kreditur eigenaar.

3
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, (Bandung, Citra AdityaBakti, 2000), hal. 3.
4
Lihat Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
5
Mariam Darus Badrulzaman, Bab Tentang Kredit Verband, Gadai & Fidusia, (Bandung, Citra Aditya Bakti,
1991), hal. 90.
Sedangkan pengertian fidusia berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUJF adalah pengalihan
hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang
hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.
6

Fiducia juga dapat diartikan perjanjian accesor antar debitor dan kreditor yang isinya
penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditor.
7

Fidusia pada dasarnya berbeda dengan jaminan fidusia. Perjanjian fidusia adalah
suatu perjanjian hutang piutang antara debitur dan kreditur yang melibatkan adanya
penjaminan. Sedangkan jaminan fidusia sendiri menurut pasal 1 angka 2 UUJF adalah:
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai
agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakankepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan
Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jainan
Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Kedua praktek ini sering
dilakukan di Indonesia terutama pada masa dewasa ini.
2. Adapun unsur-unsur perumusan fidusia sebagai berikut
8
:
a. Unsur secara kepercayaan dari sudut pemberi fidusia ;
b. Unsur kepercayaan dari sudut penerima fidusia;
c. Unsur tetap dalam penguasaan pemilik benda;
d. Kesan ke luar tetap beradanya benda jaminan di tangan pemberi fidusia;
e. Hak mendahului (preferen);
f. Sifat accessoir.
3. Obyek dalam fidusia adalah:
Berdasarkan Pasal 1 angka (4) UUJF, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang
dapat dimilki dan dialihkan, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun
yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.

6
Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jaminan Fidusia, disusun oleh Yayasan Kesejahteraan
Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum,Dep hukum dan HAM RI, 2002, hal 2.
7
Monang Nasution, 2012, Fiducia, Gadai dan Hipotik,
http://padmimonang.wordpress.com/2012/10/29/fidusia-gadai-hipotik/ diakses Minggu 5 Mei 2013, 15.53
8
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002 hal. 160-175.
Sementara itu, dalam Pasal 3, untuk benda tidak bergerak harus memenuhi
persyaratan, antara lain :
a. benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
b. benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik untuk benda bergerak,
benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak gadai
4. Subjek dalam fidusia adalah:
a. Penerima fidusia yaitu orang, perseorangan atau korporasi pemilik benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia.
b. Pemberi fidusia yaitu orang, perseorangan atau korporasi yang mempunyai
piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.
5. asas-asas dalam fidusia adalah:
a. Bahwa kreditur penerima fidusia merupakan kreditur yang diutamakan
dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya.
b. Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia
dalam tangan siapapun benda tersebut berada. (droit de suit / zaaksgevolg).
c. Asas asesoritas ; (bahwa perjanjian fidusia merupakan perjanjian ikutan dari
perjanjian utama/pokok, yatu perjanjian hutang-piutang, yang melahirkan
hutang yang dijamin dengan jaminan fidusia).
d. Asas kontinjen ; jaminan fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru akan
ada.
e. Asas bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada.
f. Asas pemidahan horizontal; bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap
bangunan / rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain.
6. Sifat-sifat dari jaminan fidusia yang diatur dalam UUJF adalah:
a. Jaminan fidusia bersifat accesoir, yang berarti bahwa jaminan fidusia bukan
hak yang berdiri sendiri melainkan kelahiran dan keberadaannya atau
hapusnya tergantung dari perjanjian pokok fidusia itu sendiri;
b. Jaminan fidusia bersifat droit de suite, yang berarti bahwa penerima jaminan
fidusia/kreditur mempunyai hak mengikuti benda yang menjadi objek jaminan
fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada, dengan artian bahwa dalam
keadaan debitur lalai maka kreditur sebagai pemegang jaminan fidusia tidak
kehilangan haknya untuk mengeksekusi objek fidusia walaupun objek tersebut
telah dijual dan dikuasai oleh pihak lain;
c. Jaminan fidusia memberikan hak preferent, yang berarti bahwa kreditor
sebagai penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan untuk mendapatkan
pelunasan utang dari hasil eksekusi benda jaminan fidusia tersebut dalam hal
debitur cedera janji atau lalai membayar utang;
d. Jaminan fidusia untuk menjamin utang yang telah ada atau akan ada, yang
berarti bahwa utang yang dijamin pelunasannya dengan fidusia harus
memenuhi syarat sesuai ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Fidusia.
e. Jaminan fidusia dapat menjamin lebih dari satu utang, yang berarti bahwa
benda jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada beberapa kreditur
yang secara bersama-sama memberikan kredit kepada seorang debitur dalam
satu perjanjian kredit, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-
undang fidusia;
f. Jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial, yang berarti bahwa
kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak untuk mengeksekusi benda
jaminan bila debitur cidera janji. Dan eksekusi tersebut dapat dilakukan atas
kekuasaan sendiri atau tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.
g. Jaminan fidusia bersifat spesialitas dan publisitas, dengan maksud spesialitas
adalah uraian yang jelas dan rinci mengenai objek jaminan fidusia dalam Akta
Jaminan Fidusia, sedangkan publisitas adalah berupa pendaftaran Akta
Jaminan Fidusia yang dilakukan di kantor pendaftaran fidusia;
h. Jaminan fidusia berisikan hak untuk melunasi utang. Sifat ini sesuai dengan
fungsi setiap jaminan yang memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur
untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan jaminan bila debitur cidera
janji dan bukan untuk dimiliki oleh kreditur. Dan ketentuan ini bertujuan
untuk melindungi debitur dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan
kreditur;
i. Jaminan fidusia meliputi hasil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan
klaim asuransi. Dan objek jaminan fidusia berupa benda-benda bergerak
berwujud (seperti kendaraan bermotor, mesin pabrik, perhiasan, perkakas
rumah, pabrik, dan lain-lain); benda bergerak tidak berwujud (seperti
sertipikat, saham, obligasi, dan lain-lain); benda tidak bergerak yang tidak
dapat dibebani dengan hak tanggungan (yakni, hak satuan rumah susun di atas
tanah hak pakai atas tanah negara dan bangunan rumah yang dibangun di atas
tanah milik orang lain); serta benda-benda yang diperoleh dikemudian hari.

B. Dasar Hukum Berlakunya Fidusia di Indonesia
Adapun yang menjadi dasar hukum fidusia sebelum UUJF dibentuk adalah
yurisprudensi arrest HGH tanggal 18 Agustus 1932 tentang perkara B.P.M melawan
Clygnett.
9

Perjanjian dengan jaminan fidusia ini kemudian diatur dengan lebih lanjut oleh
pemerintah Indonesia dengan cara dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia yang mengatur tentang lembaga jaminan untuk benda bergerak
yang dijadikan jaminan hutang. Lembaga jaminan ini sebagai alternatif dari gadai, ketika
benda bergerak dijadikan jaminan hutang. Ada 3 (tiga) pertimbangan lahirnya Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu :
1. Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas
tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan
lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan.
2. Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan saat ini masih
didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-
undangan secara lengkap dan komprehensif.
3. Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan
nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan
perlindungan bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan
yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan
pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pengertian jaminan fidusia itu sendiri adalah hak jaminan atas benda bergerak baik
yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada penerima Jaminan fidusia kreditur lainnya.
10


9
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Op. Cit, hal. 111
10
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Bandung, hal.168
Perjanjian jaminan fidusia memiliki ciri-ciri sebagaimana diatur dalam Undang-
undang No. 42 Tahun 1999 sebagai berikut
11
:
1. Memberikan kedudukan yang mendahului kepada kreditur penerima fidusia
terhadap kreditur lainnya (pasal 27 UUJF).
2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada
droit de suite (Pasal 20 UUJF).
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga mengikat pihak ketiga dan
memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan
(Pasal 6 dan Pasal 11 UUJF). Untuk memenuhi asas spesialitas dalam ketentuan
Pasal 6 UUJF, maka akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat :
a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia ;
b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia ;
c. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia ;
d. Nilai penjaminan dan ;
e. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia ;
Asas Publisitas dimaksudkan dalam UUJF untuk memberikan kepastian hukum,
seperti termuat dalam Pasal 11 UUJF yang mewajibkan benda yang dibebani
dengan jaminan fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak
di Indonesia, kewajiban ini bahkan tetap berlaku meskipun kebendaan yang
dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah Republik Indonesia.
12

4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Pasal 29 UUJF).
Eksekusi jaminan fidusia didasarkan pada sertipikat jaminan fidusia, sertipikat
jaminan fidusia ditertibkan dan diserahkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia
kepada Penerima jaminan fidusia memuat tanggal yang sama dengan tanggal
penerimaan pendaftaran jaminan fidusia, sertipikat jaminan fidusia merupakan
salinan dari Buku Daftar Fidusia, memuat catatan tentang hal-hal yang dinyatakan
dalam pendaftaran jaminan fidusia.
13

Dalam hal debitur atau pemberi fidusia cidera janji, pemberi fidusia wajib
menyerahkan obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dapat
dilaksanakan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia, artinya
langsung melaksanakan eksekusi, atau melalui lembaga parate eksekusi penjualan benda

11
Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Refisi dengan UUHT, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang,
2001, hal. 36-37
12
Gunawan Widj aya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Op cit. Hal.139
13
Ibid.
obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan dari hasil penjualan. Dalam hal akan dilakukan penjualan dibawah tangan, harus
dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia.
Perjanjian jaminan fidusia berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999 dilaksanakan melalui
dua tahap, yaitu tahap pembebanan dan tahap pendaftaran jaminan fidusia.
Proses Terjadinya Jaminan Fidusia menurut UUJF adalah sebagai berikut:
1. Tahap pembebanan
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUJF dinyatakan Pembebanan benda dengan jaminan
fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta
jaminan fidusia. Akta Notaris merupakan salah satu wujud akta otentik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata. Di mana dalam pasal 1868 disebutkan
bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh
Undang-Undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa
untuk itu di tempat di mana akta dibuat.
2. Tahap pendaftaran
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Fidusia No. 42 Tahun 1999, akta perjanjian
jaminan fidusia tersebut diwajibkan untuk didaftarkan berdasarkan ketentuan Pasal 11
ayat (1) Undang-Undang Fidusia. Adapun tata cara pendaftaran jaminan fidusia yang
dilakukan oleh penerima fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, diatur lebih lanjut
berdasarkan PP No. 86 Tahun 2000 tentang tata cara Pendaftaran Jaminan Fidusia.
Pendaftaran jaminan fidusia juga telah diatur dalam pasal 11-18 UUJF.
Secara umum benda yang dijaminkan dengan fidusia harus didaftarkan di Kantor
Pendaftaran Fidusia. Permohonan ini dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya
dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan fidusia. Kemudian surat sertifikat
Jaminan Fidusia yang telah sah akan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pemberi Fidusia dilarang
melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
14

Ketentuan mengenai pendaftaran fidusia dan biayanya juga diatur dalam PP No. 86
Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya pembuatan Akta
Jaminan Fidusia.
Hapusnya jaminan fidusia juga diatur dalam pasal 25-26 UUJF dan secara umumnya
karena hal-hal berikut:

14
Lihat Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia (pelunasan)
2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia
3. Musnahnya benda objek jaminan fidusia
4. Atas permintaan penerima fidusia
kantor pendataran fidusia (kpf) akan mencoret pencatatan jaminan fidusia dari buku
daftar fidusia dan menerbitkan surat keterangan bahwa surat sertifikat fidusia tersebut tidak
berlaku lagi.

C. Contoh Praktek Fidusia Di Indonesia.
Contoh secara sederhana tentang praktek fidusia adalah sebagai berikut:
A meminjam uang kepada B. Sebagai jaminan, A menyerahkan BPKB motornya
kepada B tetapi motor tersebut tetap dikuasai oleh A. Praktik ini termasuk fidusia karena hak
kepemilikan motor A yang dibuktikan dengan BPKB telah diserahkan kepada B sedangkan
penguasaan atas barang jaminan (motor) tetap pada A.
Contoh lainnya adalah:
Pengaduan konsumen tentang pembayaran angsuran motor melalui jaminan fidusia
masih marak terjadi hingga kini. Adanya kebutuhan konsumen dan kemudahan dari sales
perusahaan penjual motor menjadikan proses jual-beli lebih mudah. Permasalahan mulai
timbul ketika konsumen tidak mampu membayar kredit motor, yang membuat perusahaan
mencabut hak penguasaan kendaraan. Pada umumnya praktek penjualan motor dilakukan
sales dengan iming-iming kemudahan memperoleh dana untuk pembayaran dengan jaminan
fidusia, dimana persyaratannya sederhana, cepat, dan mudah sehingga konsumen kadang
tidak pemperhitungkan kekuatan finansialnya.
Kasus Posisi
Seorang tukang becak, bernama A membeli kendaraan sepeda motor Kawasaki hitam.
Dimana B meminjamkan identitasnya untuk kepentingan A. Identitas ini digunakan untuk
mengajukan pinjaman pembayaran motor tersebut dengan jaminan fidusia kepada PT. AF.
Kemudian A telah membayar uang muka sebesar Rp. 2.000.000,- kepada PT. AF dan telah
mengangsur sebanyak 6 kali (per angsuran sebesar Rp. 408.000,-). Namun ternyata pada
cicilan ke tujuh, konsumen terlambat melakukan angsuran, akibatnya terjadi upaya penarikan
sepeda motor dari PT. AF.
Merasa dirugikan, A mengadukan masalahnya ke Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat (LPKSM). Kemudian karena tidak mampu melakukan pembayaran,
maka A menitipkan obyek sengketa kepada LPKSM disertai berita acara penyerahan.
Akibatnya A/B dilaporkan oleh PT. AF dengan dakwaan melakukan penggelapan. Tuduhan
penggelapan sesuai Pasal 372 KUH Pidana menyebutkan: Barang siapa dengan sengaja
dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam
karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.
Penyelesaian Kasus
Bila jaminan fidusia terdaftar, PT. AF memiliki hak eksekusi langsung (parate
eksekusi) untuk menarik kembali motor yang berada dalam penguasaan konsumen. Tapi,
dalam hal ini PT. AF ternyata tidak mendaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran
Fidusia, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 42 Tahun 1999. Akibatnya perjanjian
jaminan fidusia menjadi gugur dan kembali ke perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang
piutang biasa (akta dibawah tangan). Dalam konsepsi hukum pidana, eksekusi objek fidusia
di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUH Pidana jika kreditor melakukan
pemaksaan dan ancaman perampasan. Pasal ini menyebutkan:
1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan.
2. Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.
Dalam hal ini, kreditor atau PT.AF melakukan pemaksaan untuk mengambil barang
secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik
orang lain. PT. AF dalam kasus ini tidak dapat melakukan eksekusi tersebut, karena sepeda
motor yang telah diangsur oleh A selama 6 bulan itu, bukan lagi menjadi milik PT.AF
sepenuhnya tapi A pun mempunyai hak kepemilikan pada sepeda motor Kawasaki Ninja itu.
Hak Konsumen atas Obyek Sengketa
Konsumen telah membayar 6 kali angsuran, namun terjadi kemacetan pada angsuran
ketujuh. Ini berarti konsumen telah menunaikan sebagian kewajibannya sehingga dapat
dikatakan bahwa di atas objek sengketa tersebut telah ada sebagian hak milik debitor
(konsumen) dan sebagian hak milik kreditor.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan
pemilik benda. Perjanjian ini kemudian diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia. Objek dari fidusia adalah benda segala sesuatu yang dapat dimilki
dan dialihkan, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik dengan beberapa
persyaratan yaitu tidak dapat dibebani dengan hak hipotik, hak tanggungan dan hak beban.
Fidusia diatur dalam suatu undang-undang tertentu karena telah berkembang sangat
pesat dalam prakteknya di Indonesia. Sehingga membutuhkan suatu peraturan yang dapat
memberikan batasan-batasan tertentu agar menjadi lebih teratur dan mencegah dari terjadinya
pelanggaran-pelanggaran dalam prakteknya.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka Buku:
Badrulzaman,Mariam Darus. 1991. Bab Tentang Kredit Verband, Gadai &
Fidusia. Citra Aditya Bakti: Bandung.
Fuady Munir. 2000. Jaminan Fidusia. Citra AdityaBakti: Bandung.
Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum,Dep
hukum dan HAM RI. 2002. Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang
Jaminan Fidusia.
Satrio, J. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Widjaya, Gunawan dan Yani, Ahmad. Jaminan Fidusia. Bandung: Raja Grafindo
Persada.
Patrik, Purwahid dan Kashadi. 2001. Hukum Jaminan Edisi Refisi dengan UUHT.
Semarang: Fakultas Hukum UNDIP.
Daftar Pustaka Internet:
Monang Nasution. 2012. Fiducia, Gadai dan Hipotik. Diakses dari
http://padmimonang.wordpress.com/2012/10/29/fidusia-gadai-hipotik/ [Minggu 5
Mei 2013, 15.53]
Damang. Jenis-jenis Kontrak. http://www.negarahukum.com/hukum/jenis-jenis-
kontrak.html [Minggu 5 Mei 2013, 11.58]
http://www.perlindungankonsumen.or.id/index.php?option=com_content&view=a
rticle&id=177:bedah-kasus-konsumen-fidusia&catid=63:artikel&Itemid=215
diakses pada tanggal 05 Mei 2013
http://pujiirahayuu.blogspot.com/2011/11/pengertian-fidusia.html diakses 05 Mei
2013
Peraturan perundang-undangan
Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

Anda mungkin juga menyukai