Anda di halaman 1dari 28

1

Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis yang paling sering
ditemukan pada diabetes melitus. Resiko yang dihadapi pasien DM dengan ND ialah infeksi
berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah yang
menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian.
1
Prevalensi ND dalam berbagai literatur sangat bervariasi. Penelitian di Amerika
Serikat memperlihatkan bahwa 10-20% pasien saat ditegakkan DM telah mengalami
neuropati. Prevalensi neuropati diabetika ini akan meningkat sejalan dengan lamanya
penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita diabetes setelah 25
tahun, prevalensi neuropati diabetika akan mencapai 50%.
2
Dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer terjadinya ND.
Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
neuropati diabetik, tetapi teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve
growth factor. Ada yang menyebutkan bahwa selain peran kendali glikemik, kejadian
neuropati juga berhubungan dengan resiko kardiovaskular yang potensial masih dapat
dimodifikasi.
1
Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga
2

keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang semua itu bergantung pada
lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.
1
Mengingat terjadinya ND merupakan rangkaian proses yang dinamis dan bergantung
pada banyak faktor, maka pengelolaan atau pencegahan ND pada dasarnya merupakan bagian
dari pengelolaan diabetes secara keseluruhan.
1
1.2 Epidemiologi
ND paling sering terjadi pada yang berumur lebih dari 50 tahun, lebih jarang pada
yang berumur kurang dari 30 tahun dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Dyck dan
teman-temannya mempelajari diabetes di Rochester, Minnesota dan menemukan bahwa 54%
tipe 1 (insulin-dependent) dan 45% tipe 2 (noninsulin-dependent) mengalami polineuropati.
1
Neuropati muncul pada 7,5% pasien yang didiagnosis dengan DM. Lebih dari
setengahnya adalah distal simetris polineuropati. Tidak ada predileksi ras yang khusus untuk
diabetik neuropati. Tetapi orang yang berkulit hitam lebih besar untuk terjadi komplikasi
sekunder dari neuropati diabetik, seperti amputasi dari extremitas bawah dibandingkan orang
berkulit putih. DM mengenai baik pria maupun wanita sama jumlahnya. Walaupun, pasien
pria dengan tipe 2 diabetes dapat terkena polineuropati lebih awal dibandingkan wanita.
Neuropati diabetik biasanya lebih sering terjadi pada orang tua.
3





3

Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi
Neuropati diabetik merupakan suatu gangguan yang mengenai saraf, yang disebabkan
oleh diabetes mellitus. Bila menderita diabetes lama, maka dapat terjadi kerusakan pada saraf
diseluruh badan. Ada pada beberapa orang yang mengalami kerusakan saraf tidak
menunjukkan gejala. Ada juga yang merasakan nyeri, kesemutan atau baal pada tangan, kaki,
telapak tangan dan kaki. Juga bisa terjadi gangguan pada sistem organ, termasuk traktus
digestivus, jantung dan organ seks.

Nyeri neuropatik dapat terjadi karena disfungsi neuronal
sistem somatosensorik dari saraf perifer.
3
Sekitar 60-70% penderita diabetes menderita neuropati. Resiko meningkat
berhubungan dengan umur dan resiko tertinggi terjadinya neuropati yaitu pada penderita yang
telah menderita diabetes lebih dari 25 tahun.
3
2.2 Patogenesis
Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products
(AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai
jalur tersebut berujung pada kurang nya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf
berkurang dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND. Berbagai penelitian
membuktikan bahwa kejadian ND berhubungan sangat kuat dengan lama dan beratnya DM.
1


4

Faktor metabolik
Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan.
Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi
enzim aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian
dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa
dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu
kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan
hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf.
Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel
saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress
osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC).
Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intraseluler
menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf
sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang
merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH merupakan
kofaktor penting untuk glutathione dan nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor
tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan
produksi nitric oxide (NO).
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan
menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs ini sangat
toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan
sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO menurun. Yang berakibat vasodilatasi berkurang, aliran
darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah ND.
5

Kerusakan aksonal metabolic awal masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yang
optimal. Tetapi bila kerusakan metabolic ini berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka
kerusakan struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.


Kelainan Vaskular
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan
kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas
oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan
endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi
mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan
membrana basalis, thrombosis pada arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit dan
6

berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan
resistensi vascular, stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia
akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vascular masih bisa dicegah dengan
modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa
tubuh, merokok dan hipertensi.
Mekanisme imun
Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari 120 penyandang DM tipe 1 memiliki
complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% DM tipe 2 memperlihatkan hasil
yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut berperan pada pathogenesis ND.
Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik ND adalah adanya
antineural antibodies pada serum sebagian penyandang DM. Autoantibody yang beredar ini
secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa di deteksi
dengan imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibody dan komplemen
pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun pada
pathogenesis ND.
Peran Nerve Growth Factor (NGF)
NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada
penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat
neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance P dan calcitonin-gen-regulated
peptide (CGRP). Peptida ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, motilitas intestinal dan
nosiseptif, yang kesemuanya itu mengalami gangguan pada ND.
7


2.3 Klasifikasi Neuropati Diabetika
1. Simetris
1a. Distal sensory polineuropati
Bentuk ini paling banyak dijumpai dengan gejala-gejala yang sifatnya
simetris dan berlangsung kronis. Pada permulaan biasanya gangguan pada
serabut-serabut halus (small fiber) ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa
parestesi, rasa tebal, rasa nyeri, rasa panas seperti terbakar dan rasa keram
pada bagian distal tungkai. Hipalgesia/analgesia dapat berupa sarung tangan
atau kaos kaki (glove and stocking) dan kondisi seperti ini memudahkan
terjadinya trauma/ulkus pada kaki, keluhan ini menjalar ke bagian tungkai dan
jari kaki dan makin buruk saat malam hari.
8

Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan gangguan
proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi/gangguan rasa posisi dapat
pula ditemukan, kadang-kadang ataksia dapat dijumpai. Lebih jauh bisa pula
timbul kelainan motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai
menghilang pada bagian distal dari ekstremitas.
10

8

Refleks Achilles tidak ada dan kadang-kadang refleks patella juga
tidak terdapat refleks. Hilangnya refleks tersebut dapat menyebabkan
perubahan cara berjalan dan dapat terjadi deformitas pada kaki seperti
hammertoes. Terdapat kelemahan otot, tetapi pada beberapa pasien distal
sensory neuropathy dikombinasi dengan kelemahan pada bagian proximal.
Selain itu, juga ditemukan ataksia dan atoni dari kandung kemih.
10



Gambar 2. Neuropati
10
Sumber : Vinik I, Casellini C, Nevoret MV. Diabetic Neuropathies. Edisi December
2011. Diunduh dari http://www.endotext.org/diabetes/diabetes31/diabetes31.htm, 22
Mei 2012
9

1b. Neuropati otonom
Pada neuropati otonom, meliputi kombinasi dari disfungsi pupil dan
lakrimal, reflex vascular, diare nocturnal yang disebabkan kerusakan pada
esophagus dapat menyebabkan kesukaran menelan sedangkan kerusakan pada
usus menyebabkan konstipasi bergantian dengan diare yang sering dan tak
terkontrol terutama pada malam hari dan karena hal ini dapat menyebabkan
turunnya berat badan., atonik pada traktus gastrointestinal (gastroparesis), dan
dilatasi kandung kemih, impotensi seksual, dan hipotensi postural.
3
Hipotensi
postural disebabkan karena kerusakan saraf di system kardiovaskuler sehingga
menganggu kemampuan badan untuk mengatur tekanan darah dan denyut
jantung sehingga tekanan darah dapat turun dengan mendadak setelah duduk
atau berdiri dan dapat menyebabkan penderita pingsan.
3,8
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, mengurus
tekanan darah dan mengatur gula darah. Juga mengenai organ dalam yang
menyebabkan gangguan pada pencernaan, pernapasan, miksi, respons seksual
dan penglihatan. Manifestasi gangguan saraf otonom berupa hiperhidrosis,
diare noktural, atoni kandung kemih.
3,8
1c. Simetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy)
Menurut Asbury, proximal neuropati merupakan variasi diabetik
radikulopati, yakni kelemahan pada otot dari pelvic girdle yang terjadi secara
pelan-pelan dalam beberapa hari atau minggu. Gejala awal berupa timbulnya
rasa nyeri seakan-akan ditusuk pisau di daerah lumbosakral dan meluas ke
paha secara simetris bilateral. Lebih jauh bisa timbul kelemahan otot femoral
sampai atrofi sehingga penderita kalau jalan sering jatuh.
8

10

Bisa pula gejala-gejala timbul asimetri yang dikenal dengan asimetrik /
focal peripheral neuropathy. Adanya atrofi ini menyebabkan keadaan ini
disebut pula sebagai diabetic amyotrophy oleh karena ada anggapan bahwa
lesi terdapat pada kornu anterior. Ada pula yang menyebut sebagai femoral
neuropathy atau sacral plexopathy.
8

Biasanya proximal neuropathy dijumpai pada penderita diabetes yang
berumur 50 tahun ke atas, dimana terdapat penurunan berat badan yang
menyolok dan gangguan metabolik yang hebat. Otot yang sering diserang
ialah kuadriceps femoris, ileopsoas dan abduktur paha. Laki-laki lebih banyak
dijumpai daripada perempuan dan dijumpai pada penderita dengan kontrol
gula yang jelek. Prognosa baik bila gangguan metabolik dikoreksi pada
waktunya.

2. Asimetris
2a. Cranial Mononeuropati
Kelainan pada cranial mononeuropati ini disebabkan karena pada
awalnya terjadi iskemik yang didapatkan pada degenerasi Wallerian dan pada
degenerasi aksonal dimana terjadi dying back type neuropati.
8
Terjadinya diabetik oftalmoplegia biasa sering terjadi. Terjadi
kerusakan pada N.III, N.IV dan N.VI. Pada hasil autopsi yang dikerjakan oleh
Dreyfus dll ditemukan lesi infark ditengah pada retroorbital pada N.III.
Biasanya cranial mononeuropati terjadi karena adanya infark pada saraf yang
terjadi pada patologi neuropati diabetik.
8

11

2b. Truncal Neuropathy / Nyeri Radikular
Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler dan
anestesia mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada penderita diabetes yang
berumur tua. Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di
foramen intravertebrale. Berkas itu dinamakan saraf spinal. Baik iritasi pada
serabut-serabut sensorik di bagian radiks posterior maupun di bagian saraf
spinal itu membangkitkan nyeri radikular. Nyeri radikular yaitu nyeri yang
terasa berpangkal pada tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar
sepanjang kawasan dermatomal radiks posterior yang bersangkutan.
7,8

Medula spinalis yang terkena paling sering adalah lumbal. Nyeri yang
dirasakan dapat berat, dimulai dari punggung bawah dan menjalar ke bagian
tungkai bawah pada satu sisi tungkai. Refleks patella akan hilang pada tungkai
yang terkena neuropati. Hiperestesia sering ditemukan pada nyeri radikular.
8

2c. Entrapment syndromes
Pada penderita diabetes biasanya juga terjadi kompresi saraf
(entrapment syndromes) antara lain sindrom terowongan karpal (Carpal
Tunnel Syndrome) yang seringkali terjadi dan menyebabkan rasa tebal dan
kesemutan di tangan dan kadang-kadang disertai kelemahan atau nyeri. CTS
termasuk ke dalam polineuropati diabetik sensori. Ini disebabkan karena
adanya patofisologi dari neuropatik diabetik itu sendiri, seperti glikolisis, jalur
poliol dan lain-lain. CTS ini disebabkan karena gula darah yang tinggi
sehingga protein di tendon menjadi glikosilasi, glukosa menempel pada
protein tendo sehingga menginflamasi tendo dan tendo jadi berkurang
gerakannya.
7,8

12

3. Pada CIDP pasien diabetes
Perjalanan gejala lebih kronis (lebih 180 bulan) berat badan tidak berubah, lebih banyak
terjadi neuropati distal lengan
Dimelinisasi lebih sering pada DM tipe 1, member kesan bahwa faktor autoimun
berperan
2.4 Manifestasi Klinik
Bentuk-bentuk gambaran klinik adalah sebagai berikut :
a. Polineuropati sensorik-motorik simetris
Bentuk ini paling sering dijumpai, dan biasanya terjadi pada penderita diabetes.
Keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan hingga paling berat. Ada rasa tebal
atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah dan menurunnya serta hilangnya
refleks tendon Achilles. Kadang-kadang ada rasa nyeri ditungkai. Nyeri ini dapat
mengganggu penderita pada waktu malam hari. parese jarang terlihat, tetapi bila
ada akan mengenai ujung-ujung kaki secara simetris
b. Neuropati otonom
Keluhan ini dapat bermacam-macam, bergantung pada saraf otonom mana yang
terkena. Penderita dapat mengeluh diare yang bergantian dengan konstipasi,
dilatasi lambung dan disfagia. Gangguan pengosongan kandung kemih yang
disebabkan oleh karena mukosanya kurang peka. Impotensi lebih sering dijumpai,
terjadinya impotensi ini perlahan-lahan, mulai dari gangguan ereksi sampai
gangguan ejakulasi. Gangguan berkeringat dapat dalam bentuk hiperhidrosis,
berkeringat hanya keluar banyak disekitar wajah, leher, dan dada bagian atas,
13

terutama sesudah makan. Sementara itu, gangguan lain dapat berbentuk hipotensi
ortostatik dan bahkan sinkop yang sulit diatasi.
9

c. Mononeuropati
Berbeda dengan polineuropati yang bersifat lambat, maka mononeuropati terjadi
secara cepat dan biasanya lebih cepat pula untuk kembali membaik. Yang sering
terkena adalah nervi craniales, ulnaris, medianus, radialis, femoralis, peroneus,
dan kutaneus femoralis. Apabila beberapa saraf terkena, namun dari akar yang
berlainan, maka keadaan tersebut dinamakan mononeuropati multipleks.
9

Pada N. Spinalis
Awitan suatu mononeuritis adalah selalu mendadak. Setiap N. Spinalis
dapat dihinggapi, namun yang sering dihinggapi dalah N. Iskhiadikus, N.
Ulnaris, N. Medianus, N. Radialis, N. Femoralis, N. Kutaneus Femoralis,
dll. Gejala yang mungkin timbul adalah gangguan sensorik, motorik atau
gangguan sensorik sekaligus motorik. Di samping itu tampak pula adanya
rasa nyeri di saraf yang bersangkutan. Pada umumnya prognosa pada
mononeuritis ini lebih baik dibandingkan dengan polineuropati diabetic
simetris.
9

Pada N. Kranialis
Yang paling sering adalah N. Okulomotorius, N. Abdusen, N. Optikus, dll.
Terdapat pula rasa nyeri di daerah saraf yang bersangkutan. Bila
berhadapan dengan penderita dengan lesi N.III dan nyeri dibelakang bola
mata, maka kemungkinan akan adanya suatu aneurisma sirkulus arteriosus
14

willisi. Bila mononeuritis itu mengenai N. II maka timbul neuritis
retrobulbaris yang lama kelamaan dapat menimbulkan papilla alba
9
.
2.5 Diagnosis
Dugaan adanya neuropati diabetikum sering hanya berdasarkan hasil anamnesis
tentang gejala dan tanda klinis. Namun sebenarnya perlu pemeriksaan lebih lanjut, terutama
pada masing-masing jenis neuropati diabetikum, baik neuropati diabetikum sensorik,
motorik, atau otonom.
Polineuropati sensori-motor simetris distal atau distal symmetrical sensorymotor
polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan ND yang paling sering terjadi. DPN
ditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik (lebih
jarang) yang berlangsung pada bagian distal yang berkembang kearah proksimal. Diagnosis
neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian
pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik
1
.
Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap :
1. Refleks motorik
2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar
(biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan filament mono Semmes-
Weinstein)
3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu
4. Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat dikerjakan
elektromiografi
15

Bentuk lain ND yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan
simpatis) atau diabetic autonomic neuropathy (DAN)
Uji komponen parasimpatis DAN dilakukan dengan :
a. Tes respons denyut jantung dengan maneuver valsava
b. Variasi denyut jantung (interval RR) selama nafas dalam (denyut jantung
maksimum minimum)
Uji komponen simpatis DAN dilakukan dengan :
a. Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik)
b. Respons tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik).
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c pada
diabetes tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.
3
b. Pemeriksaan Imaging

CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk menyingkirkan
lesi kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis spinalis pada
radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati torakoabdominal.
MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi kompresi
dan infark pada kelumpuhan n.okulomotorius
c. Elektromiografi (EMG)
KHS motorik dimonitor dengan amplitude dari CMAP (Componed Muscle
Action Potensials) atau diukur kecepatan hantar saraf motoriknya. Kelainan hantar
16

saraf menggambarkan kehilangan serabut saraf yang bermielin yang berdiameter
besar dan biasanya tungkai lebih sering terkena dibandingkan lengan. Hal ini
mencerminkan degenerasi serabut saraf berdiameter besar, yang tergantung dari
panjangnya saraf.
3
KHS motorik tak boleh menurun lebih dari 50% dibandingkan dengan
nilai rata-rata normal
Kelainan pada kecepatan hantar sensorimotorik dapat ditemukan pada
pasien diabetes, walaupun secara klinis belum ada gejala polineuropati distal
simetris. Abnormalitas kecepatan hantar saraf umumnya ditemukan di saraf
sensorik (N.suralis, N.peroneus dan N.medianus)
3
EMG menunjukkan bagaimana respons otot terhadap signal elektris yang
ditransmisi oleh saraf dan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan KHS.
Pemeriksaan EMG pada otot-otot distal pada ekstremitas bawah menunjukkan
adanya denervasi dalam bentuk PSW (positive sharp waves) dan fibrilasi
(spontaneous discharges). Perubahan re-inervasi seperti unit potensial yang
mempunyai amplitude tinggi, duration yang panjang mencerminkan adanya suatu
gangguan yang kronis. Kelainan pada otot-otot paraspinal dengan pemeriksaan
dengan jarum menunjukkan spontaneous discharges, yang ditemukan secara
bilateral dan menunjukkan suatu poliradikulopati.
3

2.7 Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetik dibagi ke dalam 3
bagian. Strategi pertama adalah diagnosis ND sedini mungkin, strategi kedua dengan kendali
17

glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya , dan strategi ketiga yaitu pengendalian keluhan
neuropati/ nyeri neuropati diabetik setelah strategi kedua dikerjakan.
1

ND merupakan komplikasi kronik dengan berbagai faktor risiko yang terlibat, maka
pada pengelolaan ND perlu melibatkan banyak aspek, seperti perawatan umum, pengendalian
glukosa darah dan parameter metabolik lain sebagai komponen yang tidak terpisahkan secara
terus menerus.
Terapi Preventif
Untuk pencegahan dan penetalaksannan neuropati diabetikum prioritas utama adalah
pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala. Disamping itu pengendalian
faktor metabolik lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak
terpisahkan juga perlu dilakukan. Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and
Complications Trial (DCCT), Kumamoto Study dan United Kingdom Prospective Diabetes
Study (UKPDS) membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasi
kronik diabetes termasuk neuropati dapat dikurangi.
1

Pada DCCT, kelompok pasien dengan terapi intensif yang berhasil menurunkan
HbA1c dari 9 ke 7%, telah menurunkan risiko timbul dan berkembangnya komplikasi
mikrovaskular, termasuk menurunkan risiko timbulnya neuropati sebesar 60% dalam 5 tahun.
Pada studi Kumamoto, suatu penelitian mirip DCCT, tetapi pada DM tipe 2, juga
membuktikan bahwa dengan terapi intensif mampu menurunkan risiko komplikasi, termasuk
perbaikan kecepatan konduksi saraf dan ambang rangsang vibrasi. Demikian juga dengan
UKPDS yang memberikan hasil serupa dengan 2 studi sebelumnya
1

18

Tindakan preventif yang tidak kalah penting adalah menurunkan jumlah populasi
pasien DM. Hal ini dilakukan dengan modifikasi gaya hidup seperti program latihan dan diet
intensif atau intensive dengan OAD
Oleh karena secara klinik terbukti bahwa neuropati diabetikum kdapat mengakibatkan
ulkus kaki bahkan gangrene, maka perliu diberikan penyuluhan untuk perawatan kaki. Perlu
juga dilakukan follow up ytang lebih serius .
Terapi Medikamentosa
Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada bukti kuat suatu terapi dapat
memperbaiki atau mencegah neuropati diabetik. Namun demikian, untuk mencegah
timbulnya komplikasi kronik DM termasuk neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan
obat-obat yang berperan pada proses timbulnya komplikasi kronik diabetes, yaitu :
1

Golongan aldose reductase inhibitor (alrestatin,sorbisinil, tolrestat, epolrestat)
yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Hotta et al, menyimpulkan bahwa terapi
dengan fiderestat akan memperbaiki konduksi saraf dan memperbaiki progresi
gejala-gejala subjektif Neuropati diabetikum. Tolrestat maupun elporestat dan
alrestatin yang dicobakan untuk terapi neuropati diabetikum hasilnya masih
mengecewakan.
Neurotropin (nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor) yang
dicobakan pada terapi neuropati diabetikum, hasilnya masih belum jelas.
Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal
hidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali glutation. Asam
lipoic ini berfungsi untuk memperbaiki ambilan glukosa (glucose re-uptake)
19

dan sensitivitas insulin , sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
kadar energy mitokondria. Zie glar menyimpulkan bahwa asam lipoic akan
memperbaiki gejala dan tanda Neuropati diabetikum dalam waktu singkat (3
minggu)pada penelitian multicenter placebo-controlled double blind. Namun
hasil penelitian lain, mutisenter butaganda melibatkan lenih 500 pasien dalam
menghilangkan nyeri neuropatik diabetikum tidak bermakna.
Penghambat protein kinase C
Gangliosides, merupakan komponen utama membrane sel
Gamma linoleic acid (GLA), suatu prekusor membrane fosfolipid
Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs
Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologik
maupun non neurologik akibat penyakit autoimun. Immunoglobulin intravena
ini pada neuropati radikulo pleksus lumbosakral dapat mengurangi gejala
neuropati motorik, nyeri dan neurropati diabetikum otonom.
Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk
memahami mekanisme yang mendasari keluhan tersebut, antara lain aktivasi reseptor N-
methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlokasi di membrane post sinaptik spinal cord dan
pengeluaran substance P dari serabut saraf besar A yang berfungsi sebagai neuromodulator
nyeri.
Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar,
dll. Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar dapat member terapi yang lebih
rasional, meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis
20

Terami simtomatis ini bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan perawatan kaki. Jadi
sebenarnyya berguna untuk menurunkan angka morbiditas dan mencegah komplikasi.
Guidelines untuk farmakoterapai ialah
1. Dimulai dengan obat tunggal
2. Dimulai dengan dosis terkecil
3. Dosis ditingkatkan bertahap tiap 3-7 hari sampai nyeri hilang atau terjadi intoleransi
4. Politerapi dimulai bila pengurangan gejala hanya sebagian kecil pada dosis maksimal
5. Tidak ada hubungan antara suatu obat dengan dosis, tidak ada target dosis.
6. Lama (durasi) terapi bervariasi. Apabila nyeri hilang total dengan pengobatan, oerlu
penurunan terapi setiap 6 bulan. Pasien perlu lanjut terapi atau tidak.
Pedoman pengelolaan ND dengan nyeri yang dianjurkan ialah :
1. NSAID (ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari)
Dapat membantu mengurangi peradangan yang disebabkan oleh neuropati diabetika
dan juga mengurangi rasa sakit.
Interaksi: kombinasi dengan aspirin meningkatkan resiko efek samping atau
dengan probenecid dapat meningkatkan konsentrasi dan kemungkinan
toksisitas NSAID.
Kontra Indikasi : hipersensitivitas, perdarahan GI Tract, terutama penyakit
ulkus peptikum, penyakit ginjal, penyakit jantung
21

Efek samping : perhatian pada pasien yang berpotensi mengalami dehidrasi,
efek jangka panjang dapat meningkatkan nekrosis papiler ginjal, nefritis
interstitial, proteinuria, terkadang bisa terjadi sindrom nefrotik.
2. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100mg/hari,
nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/ hari)
TCA umumnya merupakan pengobatan yang paling banyak digunakan pada diabetes
neuropati sensorimotor. Efek analgesic TCA muncuk tergantung pada penghambatan
re-uptake norepinefrin dan serotonin. Efek antikolinergik yang dapat timbul adalah
mulut kering (xerostomia), sembelit, pusing, penglihatan kabur, dan retensi urin.
Selain itu TCA juga dapat menimbulkan sedasi dan hipotensi ortostatik.
Amitriptilin : bila berinteraksi dengan Phenobarbital akan menurunkan efek
amitriptilin, kombinasi dengan simetidin dapat meningkatkan dosis
amitriptilin. Kontra indikasi bila ada hipersensitivitas, riwayat kejang, aritmia
jantung, glaucoma, retensi urin.
12

Imipramin : mekanisme kerja obat ini dengan menghambat re-uptake
norepinefrin pada sinapsis di pusat jalur menurun modulasi nyeri terletak di
batang otak dan sumsum tulang belakang. Kontra indikasi bila ada
hipersensitivitas, penggunaan bersama MAOIs, dan bila selama periode
pemulihan akut infark miokard
12

3. Pengahambat ambilan serotonin selektif (SSRIs) termasuk antidepresan relatif baru
yang berbeda dengan TCA. SSRis adalah menghambat ambilan serotonin presinaptik,
tetapi tidak menghambat neuroadrenalin dan efek blocking reseptor pasca sinaptik.
22

Termasuk SSRIs adalah fluoxetines, poroxetine, citalopram dan velafalxine. Secara
keseluruhan SSRIs belum memuaskan untuk terapi nyeri ND.
4. Duloxetine
Golongan obat ini menghambat ambilan serotonin dan NE non selektif. Mekanisme
aksinya mirip TCA, tetapi tanpa mengaktifkan reseptor adrenergik, dopaminergik,
muskarinik, dan histaminic. Pada penelitian double blind placebo control trias,
efektifitasnya pada depresi dan nyeri neuropati diabetikum adalah 49%. Dosis
efektifnya 60-10 mg/hari. Perbaikan jelas setelah 1-2 minggu. Efek sampingnya
termasukdistress GIT, mulut kering, dan nyeri kepala. Jarang terjadi peningkatan
tekanan darah dan denyut jantung
5. Buspiron suatu antidepresan golongan aminoketon
Berfungsi sebagai suantu penghambat khusus ambilan epinephrine dan penghambat
ringan amnbilan dopamine. Buspiron SR 150-300 mg dilaporkan lebih
bermaknadalam menghilangkan nyeri neuropati diabetikum dibandingkan placebo.
Efek sampingnya ringan.
6. Antikonvulsan (gabapentin 900mg 3x/hari, karbamazepin 200mg 4x/hari)
Farmakologi obat ini memblokir saluran dan menghambat komponen neuronik
spesifik.
Karbamazepin
Digunakan dalam neuropati perifer sebagai baris ketiga agen jika semua agen
lain gagal untuk mengurangi gejala neuropati diabetika. Merupakan
antikonvulsan generasi pertama. Kombinasi dengan fenobarbital, fenitoin, atau
23

primidone dapat menurunkan dosis. Kontra indikasi bila ada hipersensitivitas
dan riwayat gangguan depresi sumsum tulang.
12

Gabapentin
Gabapentin (GBP), mekanisme anti analgesic dan antikonvuosan tidak
diketahui. Mempunyai struktur mirip GABA. Tetapi tidak berinteraksi dengan
reseptor GABA. Dosis efektif untuk nyeri neuropati diabetikum adalah 100
mg 3 dd1, efek samping tidak nyata, tidak dimetabolisme, sehingga tidak
berinteraksi dengan obat lain. Efek samping yangb sering terjadinpada dosis
tinggi adalah mengantuk, pusing, mual, atau gangguan lambung. GBP adalah
drug of choice untuk nyeri neuropati diabetikum

Pregabilin (PGB)

PGB suatu derivate GABA, terikatnya dengan alpha-2 delta subunit Ca chanel
dengan menurunkan pelepasan NT eksitasi. PGB di approved FDA untuk
nyeri neuropati dan neurelgis pasca herpes. Dosis biasanya 100-600 mg/hari,
oral dalam dosis terbagi. Untuk nyeri neuropati diabetikum penggunaan obat
PGB adalah lebih baik dari GBP.
Lamotrigin
Lamotrigin adalah OAE yang menstrabilkan membran neuron dengan
memblok Na channel dan menghambat pelepasan glutamate presinaptik. Efek
klinisnya masih dipertahankan
Topirimat
24

Topirimat merupakan penghambat karbonik anhidrase. Dosis dimulai
100mg/hari dan dititirasi bertahap sampai maksimal 1600 mg/hari, dalam dosis
terbagi. Efek samping: batu ginjal, depresi dan penurunan berat badan.
Tiagabin
Tiagabin memblok ambilan GABA. Dosis 2mg 3 dd 1, dan dititarasi. Efek
samping adalah mual, nyeri kepala, lelah, tremor dan pusing.
7. Opioid
Obat golongan Opioid dapat dicoba untuk terapi nyeri neuropati diabetikum bila
gagal dengan obat lain. Jenis obat tersebut adalah tramadol, petidin, morphin,
metadon, oksikodon, dan levorphanol. Meskipun demikian penggunaan opioid
memberikan rasa ketakutan akan terjadi kecanduan dan efek samping baik pada
dokternya sendiri atau pada pasien. Yang dianjurkan adalah opioid dosis rendah
dan long acting murni.
Tramadol, suatu alternative yang bagus untuk opioid yang kuat. Dosis dimulai
100mg/hari kemudian ditingkatkan maksimal 400 mg/hari. Bila intoleran, dosis
ditappering off dan kemudian dihentikan
Metadon dosis 1-15 mg dan oksidon dosis 30-60 mg/hari. Petidin dan morpin obat
cadangan terbaik pada kasus yang resisten.
8. Topical : capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine 1mg 3x/hari, transcutaneous
electrical nerve stimulation.
Beberapa pertimbangan praktis dalam penggunaan klinis krim capsaicin. Pertama,
dilakukan tiga atau empat kali setiap hari untuk daerah yang terkena. Capsaicin
mengurangi rasa sakit akibat radang sendi, penyakit ruam saraf, sakit saraf. Capsaicin
merupakan komponen alami yang terkandung dalam cabai merah. Komponen ini
25

mengurangi sensitifitas reseptor saraf kulit perasa sakit (yang dikenal dengan C-
fibers).
Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal mampu mengatasi nyeri neuropati
diabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan obat antidepresan
atau antikonvulsan tergantung ada atau tidaknya efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkan
hingga dosis maksimum atau sampai efek samping muncul. Kadang-kadang kombinasi
antidepresan dan antikonvulsan cukup efektif. Bila dengan rejimen ini belum atau kurang ada
perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topical. Bila tetap tidak atau kurang berhasil,
kombinasi obat yang lain dapat dilakukan.
1

Edukasi
Disadari bahwa perbaikan total sangat jarang terjadi, sehingga dengan kenyataan
seperti itu, edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan seperti ND. Target
pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari member pengharapan yang
berlebihan. Perlu penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki,
perlunya pemeriksaan kaki secara berkala.
1
2.8 Prognosis
Prognosis penderita neuropati diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua
usia penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius
pada kaki dan tungkainya, serta lamanya pasien menderita diabetes mellitus, adanya infeksi
yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.
Namun, perbaikan total sulit bisa dicapai
6

26

Bab III
Penutup

Neuropati diabetic merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan prevalensi
dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 4 faktor (metabolic, vascular, imun dan NGF)
yang berperan pada mekanisme patogenik ND, hiperglikemia berkepanjangan sebagai
komponen faktor metabolik merupakan dasar utama pathogenesis ND.
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan ND pada pasien DM, yang
penting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-
baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan
memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan tersebut.
Pendekatan non farmakologis termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total
sulit bisa dicapai.







27

Daftar Pustaka
1. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h.1947-4
2. Sunaryo.M. Polineuropati Diabetika. Diunduh dari
http://eprints.undip.ac.id/30687/3/Bab_2.pdf,05 Februari 2014
3. National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic Neuropathies: The Nerve
Damage of Diabetes. Diunduh dari
http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/neuropathies.pdf, 05 Februari
2014
4. Priyantono T. Faktor-faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya
Polineuropati pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Edisi 2005. Diunduh dari
http://eprints.undip.ac.id/15006/1/2005FK4175.pdf, 06 Gebruari 2014
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Konsensus Nasional 1 Diagnostik dan
Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan
Unair; 2011.h.33-6
6. Neuropati Diabetik. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/76941741/NEUROPATI-DIABETIK, 05 Februari 2014
7. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit Salemba
Medika; 2001.h.145-7
8. Adams and Victors. Principles of Neurology. United States of America : Palatino;
2009.p.1277-9,1319
9. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian Rakyat;
2010.h.121-2
10. Vinik I, Casellini C, Nevoret MV. Diabetic Neuropathies. Edisi December 2011.
Diunduh dari http://www.endotext.org/diabetes/diabetes31/diabetes31.htm, 05
Februari 2014
11. HA King. Neuropati Diabetic. Diunduh dari http://www.answers.com/topic/diabetic-
neuropathy, 05 februari 2014
12. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI;
2006.h.172-4, 230-3
13. Khwja GA, Chaundrey N.Curretnt and Emerging Therapies Painfull Diabetic
Neuropathies. J. Indian Academy of Clinical Medicine. 2007. E8 (1) : 53-64
28

14. Ziegler D. Treatment of Diabetic Neuropathy and Neuropathic. Pain Diabetes Care.
2008 (31). S255-S261.
15. Faster TS. Efficacy and safety of (Alpha)-Lipoic acid Supplementation in The
Treatment of Symptomathic PDN. The Diabetes educator, Jan 1, 2007 : 33 (1) : 11-
117
16. Brill, Vera.Treatment for Diabetic Neuropathy. Journal of The Peripheal Nervous
System. May, 1, 2012 : 17 (2) : 22-27
17. Goldstein DJ, Lu Y, Detke MJ, Lee Tc. Duloxetine vs Placebo in patients in painful
diabetic neurophaty. Pain. 2005 : 34 : 818-822.

Anda mungkin juga menyukai