Anda di halaman 1dari 13

JUMLAH ERITROSIT

BAB II

A. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Alat untuk mengambil darah vena / kapiler
2. Hemositometer :
a) Bilik hitung Neubauer Improve.
b) Kaca penutup.
c) Pipet Eritrtosit : pipet dengan bola merah dengan skala 0,5 1 101.
3. Mikroskop.

b. Bahan
Darah vena / darah kapiler.

c. Reagen
Larutan Hayem terdiri dari :
1. Na2SO4 kristal : 5,0 gram.
2. NaCl : 1,0 gram.
3. HgCl2 : 0,5 gram.
4. Aquadest : 200,0 ml.

B. Prinsip Pemeriksaan
Menghitung sel eritrosit dalam larutan yang menghancurkan sel sel lain.

C. Cara Pemeriksaan
Serupa menghitung sel Leukosit :
a. Bilik hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup diletakkan di
bawah mikroskop. Cari kotak kecil / kotak eritrosit ( bila
menggunakan bilik hitung Neubauer Improve ada ditengah )
Gambar :


b. Dengan pipet eritrosit, pipet darah sampai angka 1 ( pengencerran 100
x ). Atau sampai angka 0,5 ( pengenceran 200 x ). Bersihkan ujung
pipet.
c. Pertahankan posisi pipet, hisap lar Hayem sampai angka 101.
d. Bersihkan ujung pipet.
e. Kocok dengan arah horizontal.
f. Buang 3 tetes yang pertama.
g. Teteskan ke bilik hitung lewat sela sela kaca penutup.

Cara Pemeriksaan Secara Skematis :












Bilik hitung diletakkan di mikroskop (400x).
Cari kotak eritrosit (pada bagian tengah yang memiliki 25
kotak sedang yang masing masing berisi 16 kotak kecil)
Ambil darah hingga angka 0,5 dengan pipet eritrosit dan
bersihkan ujung pipet.
Ambil larutan hayem hingga 101 dengan pipet yang sama dan
bersihkan ujung pipet.







D. Perhitungan

Jumlah eritrosit =


x 400 x 10 (tinggi bilik
hitung) x 100 (pengenceran)

E. Nilai Rujukan

a. Pria dewasa : 4,5 6,5 juta / mm
3

b.
Wanita dewasa : 3,9 5,6 juta / mm
3
c.
< 3 bulan : 4,0 5,6 juta / mm
3
d.
3 bulan : 3,2 4,5 juta / mm
3
e. 1 tahun : 3,6 5,0 juta / mm
3

f. 12 tahun : 4,2 5,2 juta / mm
3










Kocok horizontal selama 15 30 detik
Buang 3 tetes pertama, lalu teteskan pada
bilik NI
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Probandus
Nama : Erine Della Aprilla
Usia : 19 th
Jenis Kelamin : Perempuan

A. Hasil

Jumlah eritrosit :
1. Kotak 1 : 71
2. Kotak 2 : 69
3. Kotak 3 : 79
4. Kotak 4 : 78
5. Kotak 5 : 88
Jumlah Total : 385






Interpretasi : Rendah

B. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dapat dilihat bahwa jumlah eritrosit probandus
adalah 3.850.000 /mm
3
dan jika dibandingkan dengan skala nilai normal
untuk wanita yaitu berkisar 3,9 - 5,6 juta/mm
3
dapat dikategorikan sebagai
jumlah eritrosit rendah. Kemungkinan terjadi kesalahan dalam praktikum baik
yang sengaja maupun tidak disengaja, kesalahan-kesalahan tersebut bisa saja
datang dari aspek :
- Alat
Dalam hal ini mungkin saja terjadi kesalahan seperti pipet
eritrosit yang lupa dibersihkan atau kurang bersih ketika akan
dimasukkan ke dalam darah atau larutan hayem, kesalahan bisa juga
datang dari kurang tepatnya larutan maupun sampel darah pada skala
di pipet.
- Pemeriksa
Kesalahan pada pemeriksa misalnya ketidak telitian dalam
menghitung jumlah eritrosit pada mikroskop
Eritrosit atau sel darah merah merupakan komponen darah yang paling
banyak, dan berfungsi sebagai pengangkut / pembawa oksigen dari paru-paru
untuk diedarkan ke seluruh tubuh dan membawa kardondioksida dari seluruh
tubuh ke paru-paru. Nilai normal eritrosit pada pria berkisar 4,5 juta - 6,5 juta
sel/ul darah, sedangkan pada wanita berkisar 3,9 juta - 5,6 juta sel/ul darah.
Eritrosit yang tinggi bisa ditemukan pada kasus hemokonsentrasi, PPOK
(penyakit paru obstruksif kronik), gagal jantung kongestif, perokok,
preeklamsi, dll, sedangkan eritrosit yang rendah bisa ditemukan pada anemia,
leukemia, hipertiroid, penyakit sistemik seperti kanker dan lupus, dll (Kris
Cahyo Mulyanto,2012).
Penurunan pada jumlah eritrosit bisa disebabkan oleh kehilangan
darah (perdarahan), anemia, leukemia, infeksi kronis, mieloma multipel,
cairan per intra vena berlebih, gagal ginjal kronis, kehamilan, dan hidrasi
berlebihan. Sedangkan peningkatan pada jumlah eritrosit disebabkan oleh
polisitemia vera, hemokonsentrasi/dehidrasi, dataran tinggi, dan penyakit
kardiovaskuler (Kumala, 2010).
Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi temuan
laboratorium. Faktor-faktor tersebut jika dikelompokkan ada dua kelompok,
yaitu faktor di luar pasien dan faktor pasien. Faktor-faktor di luar pasien yang
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium adalah faktor-faktor
yang mencakup seluruh proses, meliputi pra-analitik, analitik dan paska
analitik. Sedangkan faktor pasien antara lain diet, obat-obatan, aktivitas fisik,
merokok, alkohol, ketinggian, kondisi demam, trauma, variasi circadian
rythme, usia, ras, jenis kelamin, dan kehamilan (Riswanto, 2009).

1. Faktor Diet
Makanan dan minuman dapat mempengaruhi hasil beberapa jenis
pemeriksaan laboratorium baik langsung maupun tidak langsung,
misalnya pemeriksaan glukosa darah dan trigliserida. Pemeriksaan ini
dipengaruhi secara langsung oleh makanan dan minuman. Karena
pengaruhnya yang sangat besar, maka pada pemeriksaan glukosa darah,
pasien perlu dipuasakan 10 12 jam dan untuk pemeriksaan trigliserida,
pasien dipuasakan sekurang-kurangnya 12 jam sebelum pengambilan
darah.
2. Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan baik secara oral maupun cara lainnya
akan menyebabkan respon tubuh terhadap obat tersebut. Disamping itu
pemberian obat secara intra muskular akan menimbulkan jejas pada otot,
sehingga menyebabkan enzim yang dikandung dalam otot tersebut akan
masuk ke dalam darah, yang selanjutnya dapat mempengaruhi hasil
beberapa pemeriksaan. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil
laboratorium misalnya :
a. Diuretik, cafein menyebabkan hampir seluruh pemeriksaan
substrat dan enzim dalam darah akan meningkat karena terjadi
hemokonsentrasi, terutama pemeriksaan hemoglobin, hitung jenis
lekosit, hematokrit, elektrolit.
b. Tiazid mempengaruhi hasil tes glukosa, ureum.
c. Kontrasepsi oral dapat mempengaruhi hasil tes hormon, LED
d. Morfin dapat mempengaruhi hasil tes enzim hati (AST, ALT)
3. Merokok
Merokok dapat menyebabkan perubahan cepat dan lambat pada
kadar zat tertentu yang diperiksa. Perubahan dapat terjadi dengan cepat
hanya dalam 1 jam dengan merokok 1 5 batang dan akibat yang
ditimbulkan adalah peningkatan kadar asam lemak, epinefrin, gliserol
bebas, aldosteron dan kortisol. Perubahan lambat terjadi pada hitung
lekosit, lipoprotein, aktifitas beberapa enzim, hormon, vitamin, petanda
tumor dan logam berat.
4. Alkohol
Konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan perubahan cepat
dan lambat pada kadar analit. Perubahan cepat dapat terjadi dalam waktu
2 4 jam setelah konsumsi alkohol dan akibat yang terjadi adalah
peningkatan kadar glukosa, laktat, asam urat dan terjadinya asidosis
metabolik. Perubahan lambat berupa peningkatan aktifitas gamma
glutamyl transferase (gamma-GT), GOT, GPT, trigliserida, kortisol, dan
MCV.
5. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat menyebabkan shift volume antara
kompartemen di dalam pembuluh darah dan interstitial, kehilangan
cairan karena berkeringat, dan perubahan kadar hormon. Akibatnya
akan terjadi perbedaan besar antara kadar glukosa darah di arteri dan
vena, serta terjadi perubahan konsentrasi gas darah, asam urat,
kreatinin, creatin kinase, GOT, LDH, KED, hemoglobin, hitung sel
darah, dan produksi urine.
6. Demam
Pada waktu demam akan terjadi :
a. Peningkatan glukosa darah pada tahap permulaan, dengan akibat
terjadi peningkatan kadar insulin yang akan menyebabkan
penurunan glukosa darah pada tahap lebih lanjut.
b. Penurunan kadar kolesterol dan trigliserida pada awal demam
akibat terjadinya peningkatan metabolisme lemak, dan terjadi
peningkatan asam lemak bebas dan benda-benda keton karena
penggunaan lemak yang meningkat pada demam yang sudah lama.
c. Meningkatkan kemungkinan deteksi malaria dalam darah.
d. Meningkatkan kemungkinan hasil biakan positif (pada kasus
infeksi).
e. Terjadi reaksi anamnestik yang akan menyebabkan kenaikan titer
Widal.
7. Trauma
Trauma dengan luka perdarahan akan menyebabkan antara lain
penurunan kadar substrat maupun aktifitas enzim, termasuk juga
hemoglobin, hematokrit dan produksi urine. Hal ini terjadi karena
terjadi pemindahan cairan tubuh ke dalam pembuluh darah yang
menyebabkan pengenceran darah. Pada tingkat lanjut akan terjadi
peningkatan ureum dan kreatinin serta enzim-enzim yang berasal dari
otot.
8. Variasi Circadian Rhythm
Dalam tubuh manusia terjadi perbedaan kadar zat-zat tertentu
dari waktu ke waktu yang disebut variasi circadian rhythms.
Perubahan kadar zat yang dipengaruhi oleh waktu dapat bersifat linear
(garis lurus) seperti umur, dan dapat bersifat siklus seperti siklus
harian (variasi diurnal), siklus bulanan (menstruasi) dan musiman.
Variasi diurnal yang terjadi antara lain :
a. Besi serum. Besi serum yang diambil pada sore hari akan lebih
tinggi kadarnya daripada pagi hari.
b. Glukosa. Kadar insulin akan mencapai puncaknya pada pagi
hari, sehingga apabila tes toleransi glukosa dilakukan pada
siang hari, maka hasilnya akan lebih tinggi daripada bila
dilakukan pada pagi hari.
c. Enzim. Aktifitas enzim yang diukur akan berfluktuasi
disebabkan oleh kadar hormon yang berbeda dari waktu ke
waktu.
d. Eosinofil. Jumlah eosinofil menunjukkan variasi diurnal,
jumlahnya akan lebih rendah pada malam hari sampai pagi hari
daripada siang hari.
e. Kortisol, kadarnya akan lebih tinggi pada pagi hari daripada
pada malam hari
f. Kalium. Kalium darah akan lebih tinggi pada pagi hari
daripada siang hari.
Selain yang sifatnya harian, dapat terjadi fluktuasi kadar zat dalam
tubuh yang bersifat bulanan. Variasi siklus bulanan umumnya
terjadi pada wanita karena terjadi menstruasi dan ovulasi setiap
bulan. Pada masa sesudah menstruasi akan terjadi penurunan kadar
besi, protein dan fosfat dalam darah disamping perubahan kadar
hormon seks. Demikian juga, pada saat ovulasi terjadi peningkatan
aldosteron dan renin serta penurunan kadar kolesterol darah.
9. Umur
Umur berpengaruh terhadap kadar dan aktifitas zat dalam
darah. Hitung eritrosit dan kadar hemoglobin jauh lebih tinggi pada
neonatus daripada dewasa. Fosfatase alkali, kolesterol total dan
kolesterol-LDL akan berubah dengan pola tertentu sesuai dengan
pertambahan umur.
10. Ras
Jumlah lekosit pada orang kulit hitam Amerika lebih rendah
daripada orang kulit putihnya. Demikian juga pada aktifitas creatin
kinase. Keadaan serupa juga dijumpai pada ras bangsa lain, seperti
perbedaan aktifitas amylase, kadar vitamin B12 dan lipoprotein.
11. Jenis Kelamin
Berbagai kadar dan aktifitas zat dipengaruhi oleh jenis
kelamin. Kadar besi serum dan hemoglobin berbeda pada wanita dan
pria dewasa. Perbedaan ini akan menjadi tidak bermakna lagi setelah
umur lebih dari 65 tahun. Perbedaan lain berdasarkan jenis kelamin
adalah aktifitas CK dan kreatinin. Perbedaan ini lebih disebabkan
karena massa otot pria relatif lebih besar daripada wanita. Sebaliknya,
kadar hormon seks wanita, prolaktin, dan kolesterol-HDL akan
dijumpai lebih tinggi pada wanita.
12. Kehamilan
Bila pemeriksaan dilakukan pada wanita hamil, pada saat
interpretasi hasil perlu mempertimbangkan masa kehamilan wanita
tersebut. Pada kehamilan akan terjadi hemodilusi (pengenceran darah)
yang dimulai pada minggu ke-10 kehamilan dan terus meningkat
sampai minggu ke-35 kehamilan. Volume urine akan meningkat 25%
pada trimester ke-3. Selama kehamilan akan terjadi perubahan kadar
hormon kelenjar tiroid, elektrolit, besi, ferritin, protein total, albumin,
lemak, aktifitas fosfatase alkali, faktor koagulasi dan kecepatan endap
darah. Perubahan tersebut dapat disebabkan karena induksi oleh
kehamilan, peningkatan protein transport, hemodilusi, peningkatan
volume tubuh, defisiensi relatif karena peningkatan kebutuhan atau
peningkatan protein fase akut (Riswanto, 2009).

C. Aplikasi Klinis
Leukemia
Leukemia adalah suatu penyakit yang dikenal dengan adanya proliferasi
neoplasitik dari sel-sel organ hemopoietik, yang terjadi sebagai akibat mutasi
somatik sel bakal (stem cell) yang akan membentuk suatu klon sel leukemia.
Leukemia merupakan keganasan hemopoietik yang mengakibatkan proliferasi
klon yang abnormal dan sel bakal mengalami transformasi leukemia, terjadi
kelainan pada diferensiasi dan pertumbuhan dari sel limfoid dan mieloid.

Proliferasi ini memberikan berbagai keadaan yang sering ditemukan,
yaitu
a. Penggantian difus sumsum tulang normal oleh sel leukemia dengan
akumulasi sel abnormal pada darah tepi.
b. Infiltrasi organ, misalnya hati, limpa, kelenjar limfe, meningen, dan
gonad oleh sel leukemik.

Etiologi dari leukemia adalah :
a. Radiasi (selamat dari bom atom)
b. Obat-obatan ( misalnya agen alkilating pada pengobatan limfom )
c. Zat kimia ( benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon, dan
agen antineoplastik )
d. Virus
e. Faktor genetic ( kelainan kromosom )
f. Faktor lingkungan ( radiasi pergion dosis tinggi disertai manifestasi
leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudian ).
Kegagalan sumsum tulang dengan anemia, neutropenia, dan trombositopenia
merupakan akibat yang paling penting, terutama pada leukemia akut.
Leukemia sebenarnya merupakan suatu istilah untuk beberapa jenis penyakit
yang berbeda dengan manisfestasi patofiologis yang berbeda pula. Mulai dari yang
berat dengan penekanan sumsum tulang yang berat pula seperti pada leukemia akut
sampai kepada penyakit dengan perjalanan yang lambat dan gejala ringan (indolent)
seperti pada leukemia kronik. Pada dasarnya efek patofisiologi berbagai macam
leukemia akut mempunyai kemiripan tetapi sangat berbeda dengan leukemia
kronik.
Kelainan yang menjadi ciri khas sel leukemia diantaranya termasuk asal mula
gugus sel (clonal), kelainan proliferasi, kelainan sitogenetik dan morfologi,
kegagalan differensiasi, petanda sel dan perbedaan biokimiawi terhadap sel normal.

Klasifikasi Leukemia menurut FAB :
a. Akut
1) Seri mieloid : AML (Acute Myeloblastic Leukemia)
a) M0 leukemia mieloblastik akut dg diferensiasi minimal
b) M1 leukemia mieloblastik akut tanpa maturasi
c) M2 leukemia mieloblastik akut dg maturasi
d) M3 leukemia promielositik akut
e) M4 leukemia mielomonositik akut
f) M5a leukemia monositik akut tanpa pematangan
g) M5b leukemia monositik akut dg pematangan
h) M6 eritroleukemia
i) M7 leukemia megakariositik akut
2) Seri Limfoid : ALL (Acute Lymphoblastic Leukemia)
a) L1 blas kecil, homogen, sitoplasma sempit
b) L2 blas besar, heterogen, sitoplasma bervariasi
c) L3 blas besar, heterogen, sitoplasma basofilik dan
bervakuola
b. Kronik
1) Seri Mieloid
a) CML (Chronic Myelositik Leukemi)
b) PV (Polisitemia Vera)
c) ET (Essensial Thrombocythemia)
2) Seri Limfoid
a) CLL (Chronic Lymphositic Leukemi)
b) PLL (Prolimphositic Leukemia)
c) HCL (Hairy Cell Leukemi) (Price, 2005)




DAPUS
Baron, D. N. 2008. Patologi Klinik. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A. 2005. Gangguan Sistem Hematologi. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC
Ahmad, I. 2009. Perkembangan Terbaru Diagnosis dan Penatalaksanaan Polisitemia
Vera. Padang: FK UNAND.
Cahyo,Kris Mulyanto.2012.
http://www.itd.unair.ac.id/files/pdf/protocol1/PEMERIKSAAN%20DARAH%20LE
NGKAP.pdf. Di akses pada 9 September 2014.

Anda mungkin juga menyukai