Anda di halaman 1dari 25

1

BLOK HEMATOLOGI
LEKAS LELAH BILA BEKERJA
WRAP UP







KELOMPOK B 9

Ketua : Putri Erica (1102012215)
Sekretaris : Nabilah Fajriah Barsah (1102012187)
Anggota : Nabillah (1102010198)
Roesa Dahliana I (1102011243)
Muhammad Rifky Faiz (1102012180)
Nindya Arafah (1102012195)
Novita Fitri (1102012201)
Qatrin Nada R (1102012219)
Razwa Maghvira (1102012232)
Riris Rizani Dewi (1102012248)
Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287)



FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
TAHUN 2013 / 2014
2

LEKAS LELAH BILA BEKERJA
Ibu Shinta 35 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa
lekas lelah setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Keluhan ini sudah dialami 3
bulan terakhir. Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini.
Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa pola makan bu Shinta
tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/tempe dan kerupuk.
Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat pengobatan tidak
jelas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi
pernapasan 20x/menit, suhu tubuh 26,8C, TB=160 cm, BB=60 kg, konjungtiva
palpebral inferior pucat.
Pemeriksaan jantung paru dan abdomen dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan darah rutin dijumpai :

Pemeriksaan Kadar Nilai Normal
Hemoglobin (Hb) 10,5 g/dL 12 14 g/dL
Hematokrit (Ht) 47% 37 42%
Eritrosit 6,75x10
6
/l 3,9 5,3x10
6
/l
MCV 70 fL 82-92 fL
MCH 20 pg 27 31 pg
MCHC 22% 32 36%
Leukosit 6500/l 5.000 10.000/l
Trombosit 300.000/l 150.000
400.000/l

Dokter mengatakan Ibu Shinta mengalami anemia.




3

Kata-kata sulit :
1. Anemia : Ketidakcukupan massa eritrosit di dalam darah yang mengakibatkan tidak
adekuatnya hantaran oksigen ke jaringan
2. MCH : Hb eritrosit rata-rata
3. MCV : Volume eritrosit rata-rata
4. MCHC : Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata
5. Konjungitva palpebra inferior : bagian dalam kelopak mata

Hipotesis :
Pasien mengalami kurang gizi sehingga Hb turun dan diduga mengalami anemia.





















4

SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoesis
LO 1.1 Definisi Eritropoesis
LO 1.2 Siklus Eritropoesis
LO 1.3 Faktor Pembentukan Eritropoesis
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
LO 2.1 Definisi Hemoglobin
LO 2.2 Fungsi Hemoglobin
LO 2.3 Struktur Hemoglobin
LO 2.4 Biosintesis Hemoglobin
LO 2.5 Reaksi Oksigen dengan Hemoglobin
LO 2.6 Kurva Disosiasi
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Anemia
LO 3.1 Definisi Anemia
LO 3.2 Klasifikasi Anemia
LO 3.3 Etiologi Anemia
LO 3.4 Patofisiologi Anemia
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi
LO 4.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi
LO 4.2 Etiologi Anemia Defisiensi Besi
LO 4.3 Patogenesis Anemia Defisiensi Besi
LO 4.4 Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi
LO 4.5 Diagnosis Anemia Defisiensi Besi
LO 4.6 Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi
LO 4.7 Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi
LO 4.8 Komplikasi Anemia Defisiensi Besi
LO 4.9 Prognosis Anemia Defisiensi Besi



5

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoesis
LO 1.1 Definisi Eritropoesis
Eritropoesis adalah proses pembentukan eritrosit (sel darah merah). Pada janin
dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa
terbatas hanya pada sumsum tulang.
(Dorland, Edisi 31)

LO 1.2 Siklus Eritropoesis






1. Rubiblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda
dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin
yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal
jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh
jumlah sel berinti.
2. Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran
lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh
sel berinti.
3. Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti
sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di
beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat
lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih
banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA)
6

dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa
normal adalah 10-20 %.
4. Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel
ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah
mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun
masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal
adalah 5-10%.
5. Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan
inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA.
Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam
darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar
sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 2,5%
retikulosit.
6. Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran
diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis
daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna
kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar
120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.

LO 1.3 Faktor Pembentukan Eritropoesis
Proses pembentukan eritrosit (eritropoiesis) memerlukan
1. Sel induk : CFU-E, BFU-E, Normoblast
2. Bahan pembentuk eritrosit : besi, vitamin b12,asam folat, protein, dan lain-lain
3. Mekanisme regulasi: faktor peryumbuhan hemapoietik dan hormon eritropotein
Eritrosit hidup dan beredar dalam dadah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari.
Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi
oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelumnya maka proses ini disebut
sebagai Hemolisis.
7

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
LO 2.1 Definisi Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein globular yang mengangkut oksigen yang diperlukan
untuk kehidupan manusia, yang secara biokimia dipelajari lebih mendalam.
(Swanson, 2011)

LO 2.2 Fungsi Hemoglobin
Hemoglobin pada eritrosit vertebrata berperan penting dalam :
1) pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer
2) pengangkutan karbon dioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke organ
respirasi untuk selanjutnya diekskresikan ke luar
3) menentukan kapasitas penyangga darah.
(Murray, 2003)

LO 2.3 Struktur Hemoglobin








Sumber : www.chem-is-try.org

Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu
molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein
(globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA)
terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang
masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan
molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan
8

sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit
protein), yang tediri dari masing-masing 2 subuint alfa dan beta yang terikar secara
nonkovalen. Subunit subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama.
Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang
menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang
mengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme,
sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen.
Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta
karbondioksida melalui darah, zat ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.

LO 2.4 Biosintesis Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah
merah, suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesis haemoglobin
dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit,
karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah,
maka retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari
berikutnya. Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA,
yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul
pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang
kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme.
Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang
yang disebut globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit
hemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin. Terdapat beberapa variasi kecil pada
rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan asam amino di bagian
polipeptida. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai
delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin A,
merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.




9

I. 2 Suksinil-KoA + 2 glisin
II. 4 pirol protoporfirin IX
III. protoporfirin IX + Fe++ Heme
IV. Heme + Polipeptida Rantai hemoglobin ( atau )
V. 2 rantai + 2 rantai hemoglobin A
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan
segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel
kupffer), limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya,
makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin, yang masuk kembali ke
dalam darah dan diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang untuk membentu sel
darah merah baru, atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk
faritin. Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi
bilirubin yang disekresikan hati ke dalam empedu.
(Guyton & Hall, 1997)

















10

LO 2.5 Reaksi Oksigen dengan Hemoglobin
Dinamika reaksi hemoglobin dengan O2 menjadikannya sebagai pembawa
oksigen yang sangat tepat. Pada orang dewasa normal,sebagian besar molekul
hemoglobin mengandung dua rantai dan dua rantai . hem adalah suatu kompleks yang
dibentuk dari satu porfirin dan satu atom besi fero. Masing-masing dari keempat atom
besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap ada dalam bentuk
fero sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan
reaksi oksidasi. Reaksinya lazim d
hemoglobin mengandung empat unit Hb, molekul ini dapat dinyatakan sebagai Hb4, dan
pada kenyataannya bereaksi dengan empat molekul O2 membentuk Hb4O8.




Reaksi ini berlangsung cepat, dan membutuhkan waktu kurang waktu kurang dari
0,01 detik. Deoksigenas (reduksi) Hb4O8 juga berlangsung sangat cepat.















11

LO 2.6 Kurva Disosiasi

Sumber : blogs.unpad.ac.id

Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen , yaitu kurva yang menggambarkan
hubungan persentase saturasi kemampun hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2,
memiliki bentuk sigmoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2
oleh gugus hem pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus hem
kedua terhadap O2, dan oksigenasi gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus
ketiga, dan seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2 keempat berkali-kali
lebih besar dibandingkan reaksi pertama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan antara oksigen dan hemoglobin
adalah suhu, pH, dan 2,3 bifosfogliserat. Peningkatan pada suhu dan penurunan pH
akan menggeser kurva ke kanan. Jika kurva bergeser kanan maka akan diperlukan
PO2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Penurunan suhu
dan peningkatan pH menggeser kurva oksigen ke kiri dimana diperlukan lebih sedikit
PO2 untuk mengikat sejumlah O2. Berkurangnya affinitas terhadap O2 ketika pH darah
turun sering disebut sebagai reaksi Bohr
12

2,3 bifosfogliserat banyak terdapat pada eritrosit, merupakan suatu rantai anion
bermuatan tinggi yang berikatan pada -deoksihaemoglobin. Peningkatan 2,3
bifosfogliserat akan menggerser kurva ke kanan yang akan mengakibatkan banyak O2
yang dilepas ke jaringan. 2,3 bifosfogliserat akan menurun jika pH darah turun akibat
dari terhambatnya proses glikolisis. Hormon tiroid, pertumbuhan dan androgen akan
meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat
Mendaki ke prmukaan yang lebih tinggi akan meningkatkan kadar 2,3
bifosfogliserat sehingga terjadi peningkatan penyediaan O2 pada jaringan, hal ini
terjadi karena meningkatnya pH darah.
Kadar 2,3 bifosfogliserat akan meningkat pada anemia dan penyakit yang
menimbulkan hipoksia kronik. Keaadaan ini akan memudahkan pengangkutan O2 ke
jaringan melalui peningkatan PO2 saat O2 dilepaskan di kapiler perifer.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Anemia
LO 3.1 Definisi Anemia
Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai .Anemia
ialah keadaan dimana masa eritrosit tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah
normal kadar hemoglobin, eritrosit dan hematocrit. (Bakta, 2006)

LO 3.2 Klasifikasi Anemia
Secara morfologi, pengklasifikasian anemia terdiri atas:
a. Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah atau destruksi
darah yang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulang harus bekerja
lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda
(retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Pada kelas ini, ukuran dan
bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah
yang normal tetapi individu menderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena
hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia,
alkoholism, dan anemia pada penyakit hati kronik.
13

b. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal
tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan
oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang
ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada
kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel.
c. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi
sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan
kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia
(penyakit hemoglobin abnormal kongenital).

Klasifikasi anemia menurut Etiopatogenesis
1. Karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
- Anemia aplastic
- Anemia mieloplastic
- Anemia pada keganasan hematologi
- Anemia diseritropoietik
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
- Anemia akibat kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal ginjal kronik.


14

2. Anemia akibat Hemoragi
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik
3. Anemia Hemolitik
a. Intrakorpuskular
- Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
- Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : akibat defisiensi G6PD
- Gangguan Hemoglobin (Hemoglobinopati) :
a. Thalasemia
b. Hemoglobinopati structural : HbS, HbE, dll.
b. Ekstrakorpuskular
- Anemia hemolitik autoimun
- Anemia hemolitik mikroangiopatik,dll
c. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang
kompleks.

LO 3.3 Etiologi Anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di
sumsum tulang (produksi eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh (perdarahan),
proses peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
(Bakta, 2006)

LO 3.4 Patofisiologi Anemia
Eritrosit/hemoglobin menurun

Kapasitas angkut oksigen menurun

Anoksia organ target Mekanisme kompensasi tubuh

Gejala anemia

15

Anoksia organ target : menimbulkan gejala tergantung pada organ mana yang terkena.
Mekanisme kompensasi tubuh :
a. Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkatkan enzim 2,3 DPG
b. Meningkatkan curah jantung (COP = cardiac output)
c. Redistribusi aliran darah
d. Menurunkan tekanan oksigen vena
(Bakta, 2006)

Patogenesis Patofisiologi

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan
besi sehingga cadangan besi makin menurun (iron
depleted state dan negative iron balance ).
Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin
serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecetan besi dalam sumsum tulang negatif.

Apabila kekurangan besi terus berlanjut, cadangan
besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada
bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum
terjadi keadaan ini disebut iron deficient
erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai ialah peningkatan free protophorphyrin
dan zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan TIBC meningkat.
Peningkatan reseptor transferin dalam serum.

Jika jumlah besi menurun terus maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin
meurun akibatnya timbul anemia hipokromatik
mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia.
Perdarahan
Menahun

Kehilangan besi
(cadangan
menurun)
Besi untuk
eritropoiesis
Gangguan
bentuk eritrosit
Anemia
hipokromik
Mikrositer
Kekurangan
besi pada epitel
dan beberapa
enzim
timbul gejala
pada kuku,
epitel, faring,
dll
16

Pada saat ini terjado kekurangan besi pada epitel
serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan
faring serta berbagai gejala.

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi
LO 4.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya vadangan
besi dalam tubuh sehingga penyediaan eritropoiesis berkurang yang pada akhirnya
pembentukan HB berkurang. Kelainan ini ditandai oleh:
Anemia hipokromik mikrositer
Besi serum menurun
TIBC (Total serum binding capacity) meningkat
saturasi transferin menurun
feritin serum menurun
(Bakta, 2006)

LO 4.2 Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun, yang dapat berasal dari :
- Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, kanker lambung, kanker kolon,
diverticulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau merrorhagia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran nafas : hemopto
1. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, kualitas besi yang
tidak baik (makanan berserat, rendah vitamin c dan rendah daging).
2. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan.
3. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.
(Bakta, 2006)

17

LO 4.3 Patogenesis Anemia Defisiensi Besi
Pendarahan menahun menyebabkan kehilangan besi maka cadagan besi menurun,
jika cadangan besi kosong maka keadaan ini disebut iron deplated state, apabila
kekurangan besi berlanjut trus maka penyediaan besi untuk eritropoiesis verkurang
sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum
terjadi. Keadaan ini disebut iron deficient eritropoiesis.
Selanjutnya timbuk anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut sebagai iron
deficiensy anemia. pada saat ini juga dapat menimbulkan kekurangan besi pada epitel
serta pada enzim yang dapat menimbulkan gejala seperti epitel mulut dan faring.
(Bakta, 2006)

LO 4.4 Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1. Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi
apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah,
lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia
defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan
sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain
yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.

2. Gejala khas akibat defisiensi besi
- Koilonychia: kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
- Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang
- Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan
- Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
18

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly: kumpulan gejala
yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

3. Gejala penyakit dasar
Dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi
tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia,
parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.
(Bakta, 2006)





Sumber : www.funscrape.com Sumber : angelangeljs.blogspot.com

LO 4.5 Diagnosis Anemia Defisiensi Besi
Anamnesis
Penting pada anamnesis untuk menanyakan hal- hal yang mengindikasikan adanya kausa
dari anemia defisiensi besi. Hal penting untuk ditanyakan misalnya:
- Riwayat gizi
- Anamnesis lingkungan
- Pemakaian obat
- Riwayat penyakit
- Pada remaja khususnya wanita bisa ditanyakan perdarahan bulananya

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang
mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek anemia
terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan berbagai
kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemic.

19

Pemeriksaan laboratorium




Jenis
Pemeriksaan
Nilai
Hemoglobin Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal berdasarkan
jenis kelamin pasien
MCV Menurun (anemia mikrositik)
MCH Menurun (anemia hipokrom)
Morfologi Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell
Ferritin Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE
sehingga kadar Ferritin secara tidak langsung menggambarkan
konsentrasi kadar Fe. Standar kadar normal ferritin pada tiap center
kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum normal tidak
menyingkirkan kemungkinan defisiensi besi namun kadar ferritin
>100 mg/L memastikan tidak adanya anemia defisiensi besi
TIBC Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350 mg/L
(normal: 300-360 mg/L )
Saturasi
transferrin
Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)
Pulasan sel
sumsum
tulang
Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai sedang
dengan normoblas kecil. Pulasan besi dapat menunjukkan butir
hemosiderin (cadangan besi) negatif. Sel-sel sideroblas yang
merupakan sel blas dengan granula ferritin biasanya negatif. Kadar
sideroblas ini adalah Gold standar untuk menentukan anemia
defisiensi besi, namun pemeriksaan kadar ferritin lebih sering
digunakan.
Pemeriksaan
penyait dasar
Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga
diperiksa, misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan telur
cacing tambang, pemeriksaan darah samar, endoskopi, dan lainnya.
20







Sel pensil

Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
enjadi 3 tingkatan, yaitu :
- Deplesi besi adalah penurunan cadangan besi tanpa diikuti penurunan kadar besi
serum. Deteksi dari tingkatan ini adalah dengan menggunakan teknik biopsi atau
dengan pengukuran ferritin. Karena absorpsi besi berbanding terbalik dengan
cadangan besi, maka terjadi peningkatan absorpsi besi pada fase ini.
- Eritropoiesis defisiensi besi dikatakan ada ketika cadangan besi habis namun
kadar hemoglobin dalam darah masih dalam batas bawah normal. Dalam fase
ini, beberapa abnormalitas dalam pemeriksaan laboratorium dapat dideteksi,
terutama menurunnya saturasi transferrin serta meningkatnya total iron-binding
capacity. Meningkatnya protoporfirin eritrosit bebas dapat dilihat di pertengahan
dan akhir dari fase ini. Mean corpuscular volume (MCV) biasanya masih dalam
batas normal walaupun sudah terlihat beberapa mikrosit pada hapusan darah.
- Ketika konsentrasi hemoglobin menurun hingga di bawah batas normal, anemia
defisiensi besi terjadi. Pada fase ini, kadar enzim yang mengandung besi seperti
sitokrom juga menurun.







21

LO 4.6 Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi
a. Anemia penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh
gangguan metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan
berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi
cadangan besi sumsum tulang masih cukup.
b. Thalasemia
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak
atau umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.
c. Anemia sideroblastik
Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.

Anemia
defisiensi besi
Anemia akibat
panyakit
kronik
Thalassemia Anemia
sideroblastik
MCV Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N
MCH Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N
Besi serum Menurun Menurun Normal Normal
TIBC Meningkat Menurun Normal /
Meningkat
Normal /
Meningkat
Besi sumsum tulang Negatif Positif Positif kuat Positif dengan
ring
sideroblastik
Protoporfirin
eritrosit
Meningkat Meningkat Normal Normal
Elektroforesis Hb Normal Normal Hb.A2
meningkat
Normal




22

LO 4.7 Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi
Prinsip penatalaksanaananemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab
dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian
preparat Fe dapat secara peroral maupun parenteral.
Setelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana pemberian terapi.Terapi
terhadap anemia defisiensi besi adalah :
1. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy) :
a. Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif,
murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate (preparat
pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif). Dosis anjuran
adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous fumarat,
ferrous lactate, ferrous succinate.
b. Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar
dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral
hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti: Intoleransi terhadap
pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat rendah, penyerapan besi
terganggu, keadaan dimana kehilangan darah banyak, kebutuhan besi
besar dalam waktu pendek, defisiensi besi fungsional relatif.









Kebutuhan besi (mg) = (15 Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

23

3. Pengobatan lain
a. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
berasal dari protein hewani.
b. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorposi besi
c. Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan hanya
pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respons terapi. Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk
mengurangi bahaya overload.

Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:
*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang, masih ada
perdarahan cukup berat, ada penyakit lain seperti peny.kronik, ada defisiensi asam folat.
Serta kemungkinan salah mendiagnosis ADB. Jika dijumpai keadaan tersebut,
lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.
(Bakta, 2006)

LO 4.8 Komplikasi Anemia Defisiensi Besi
- Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa
membesar. Jantung yang membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga
terjadilah gagal jantung.
- Gangguam kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir
rendah.
- Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.
- Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.
- Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada
berdebar.





24

LO 4.9 Prognosis Anemia Defisiensi Besi
Prognosis baik apabila penyebab anemia hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan
sebagai berikut:
Diagnosis salah
Dosis obat tidak adekuat
Preparat fe tidak kuat atau kadaluarsa
Kausa anemia Defisiensi besi yang belum teratasi






















25

DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21400/4/Chapter%20II.pdf
Murray, et al. 2009. Biokimia Harper. Ed. 27. Jakarta: EGC.
Sandro, Rona. 2012. Efek Bohr, Efek Root, dan Kurva Disosiasi.
(http://blogs.unpad.ac.id/ronasandro/2012/10/31/efek-bohr-efek-root-dan-kurva-disosiasi/
diakses tanggal 27 Oktober 2013)
Swanso, et al. 2011. ESSENTIAL BIOKIMIA DISERTAI BIOLOGI MOLEKULAR DAN
GENETIK EDISI KE-5. Jakarta: Karisma.

Anda mungkin juga menyukai