Anda di halaman 1dari 21

LI 1.

Memahami dan Menjelaskan Hemostasis


LO 1.1 Definisi Hemostasis
Fungsi tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan keenceran darah sehingga
darah tetap mengalir dalam pembuluh darah dan menutup kerusakan dinding pembuluh
darah sehingga mengurangi kehilangan darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh
darah.
(Bakta, 2006)
LO 1.2 Faktor Hemostasis

yang

akan

Faktor Sistem Vasculer


Peran system vascular dalam mencegah pendarahan meliputi kontraksi pembuluh
darah (Vasokontriksi) serta aktivitas trombosit dan pembkuan darah.Apabila pembuluh
darah mengalami luka,akan terjadi vaskonstriksi yang mula-mula secara reflektoris dan
kemudian akan di pertahankan oleh faktor local seperti 5-hidroksitriptamin (5HT,serotonin) dan epinefrin.
Vasokonstriksi ini akan menyababkan pengurangan aliran darah pada daerah
luka.Pada pembulu darah kecil hal ini mungkin dapat menghentikan
pendarahan,sedangkan pada pembulu darah besar masih diperlukan sistim-sistim lain
selain trombosit dan pembekuan darah.Pembuluh darah dilapisi oleh sel enofel.Apabila
lapisan endofel rusak maka jaringan ikat dibawah endofel seperti serat kolagen,serat
elastin,membrana basalis terbuka sehingga terjadi aktivitas trombosit yang menyebabkan
adhesi trombosit dan pembentukan sumbat trombosit disamping itu terjadi aktivitas factor
Pembekuan darah baik jalur intrinsic maupun jalur ekstrinsik yang menyebabkan
pembentukan fibrin.
Faktor trombosit
Trombosit memegang peranan penting dalam proses awal faal koagulasi yang
berakhir dengan pembentukan sumbat trombosit (platelet plug)
Trombosit akan mengalami
1. Platelet adhesion
2. Platelet activation
3. Platelet agregation
Empat langkah utama koagulasi darah untuk meghasilkan fibrin
1. Langkah pertama
Proses awal yang melibatakan jalur intrinsik dan entrinsik yang menghasilkan tenase
complex yg mengaktifkan FX menjadi Fxaktif
2. Langkah kedua
Pembentukan protombrin activator yang akan memecah protombrin menjadi tombrin
3. Langkah ketiga
Protombrin activator merubah protombrin menjadi trombin
4. Langkah ke-empat

Thrombin memecah fibrinogen menjadi fibrin dan mengaktifkan F.XII sehingga


timbul fibrin stabi
Faktor koagulasi
Faktor koagulasi atau faktor pembentukan darah adalah protein yang terdapat
dalam darah (plasma). Protein ini dalam keadaan tidak aktif (proenzim) jika terjadi
aktifasi protein ini (enzim) akan mengaktifkan rangkaian aktivasi berikutnya secara
beruntun, seperti anak tangga.
Faktor-faktor tersebut adalah...

FAKTOR I fibrinogen
FAKTOR II protrombin
Dibentuk di hati, pembtkannya dibantu oleh vit.K
FAKTOR III Tromboplastin jaringan
FAKTOR IV Ion kalsium
Diperlukan utk aktivasi faktor IX
Membantu aktivasi faktor X oleh kompleks IXa-VIII
Membantu perubahan protrombin mjd trombin oleh faktor Xa
Polimerisasi monomer fibrin
FAKTOR V Proakselerin atau faktor labil
FAKTOR VII Prokonvertin, autoprotrombin I, asselerator konversi protrombin
serum (SPCA)
Memerlukan vit.K utk pembtkannya
FAKTOR VIII Faktor antihemifilia (AHF)
FAKTOR IX Faktor christmas,komponen tromboplastin plasma (PTC)
Memerlukan vit.K utk pembtkannya
FAKTOR X faktor stuart,stuart power
Memerlukan vit.K
Merupakan kunci dari semua jalur aktivasi faktor pembekuan
FAKTOR XI Anteseden tromboplastin plasma (PTA)
FAKTOR XII Faktor Hagemen
FAKTOR XIII Faktor untuk menstabilkan fibrin

(sumber: Suhartini, Srimukti.Hemostasis)


(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

LO 1.3 Mekanisme Pembekuan Darah


Langkah-langkah dalam hemostasis :
1. Langkah I, hemostasis primer, yaitu pembentukan primary platelet plug
2. Langkah II, hemostasis sekunder, yaitu pembentukan stable hemostatic plug
(platelet+fibrin plug)
3. Langkah III, fibrinolysis yang menyebabkan lisis dari fibrin setelah dinding vaskuler
mengalami reparasi sempurna sehingga pembuluh darah kembali paten

Mekanisme sumbat platelet


Trombosit beragregasi untuk membentuk suatu sumbat didefek pembuluh. Pada waktu trombosit
bersinggugan dengan permukaan pembuluh yang rusak,terutama dengan serabut kolagen dinding
pembuluh, sifat sifat trombosit segera berubah secara drastis. Trombosit muali membengkak;
bentuknya menjadi ireguler dengan tonjolan tonjolan yang mencuat dari permukaan protein

kontraktilnya yang berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan pelepasan granula yang
mengandung berbagai faktor aktif; trombosit itu menjadi lengket sehingga melekat pada kolagen
dalam jaringan dan pada protein yang disebut faktor von willebrand yang bocor dari plasma
menuju jaringan yang trauma; trombosit menyekresikan sejumlah besar ADP, dan enzim enzim
membentuk tromboksan A2. ADP dan tromboksan kemudian mengaktifkan trombosit yang
berdekatan, dan karena sifat lengket dari trombosittambahan ini maka akan menyebabkan
melekat pada trombosit semula yang sudah aktif.
Dengan demikian, pada setiap lokasi dinding pembulu yang luak, dinding pembuluh yang rusak
menimbulkan suatu siklus aktivasi trombosit yang jumlahnya terus meningkat sehingga
membentuk sumbat trombosit. Sumbat ini mulanya longgar, namun biasanya berhasil
menghalangi hilangnya darah bila luka di pembuluh ukurannya kecil. Setelah itu, selam proses
pembekuan darah selanjutnya, benang benang fibrin terbentuk. Benang fibrin melekat erat
pada trombosit, sehingga terbentuklah sumbat yang kuat.
Pembekuan darah
Bekuan mulai terbentuk dalam waktu 15 sampai 20 detik. Bila trauma pada dinding pembuluh
sangat hebat, dan dalam 1 sampai 2 menit bila traumanya kecil. Zat zat aktivator dari dinding
pembuluh darah yang rusak, dari trombosit, dan dari protein protein darah yang melekat pada
dinding pembuluh darah yang rusak, akan mengawali proses pembekuan darah.
Dalam waktu 3 sampai 6 menit setelah pembuluh ruptur, bila luak pada pembuluh darah tidak
terlalu besar seluruh bagian pembuluh yang terluka atau ujung pembuluh yang terbuka akan diisi
oleh bekuan darah. Setelah 20 menit sampai 1 jam, bekuan akan mengalami retraksi; ini akan
menutup tempat luka. Trombosit juga memegang peranan penting dalam peristiwa retraksi
bekuan ini.
Pembekuaan terjadi melalui tiga langkah utama:
1. sebagai respons terhadap rupturnya pembuluh darah atau kerusakan darah itu sendiri.
Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi yang secara
kolektif disebut aktivator protrombin.
2. Aktivator protrombin mengatalisis pengubahan protrombin menjadi trombin
3. Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin yang
merangkai trombosit, sel darh, dan plasma untuk membentuk bekuan.
Proses hemostasis dimulai melalui dua jalur:
Intrinsik : aktivasi kontak melibatkan faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VII,
HMWK, PK, PF3, ion kalsium.
Ekstrinsik : aktivasi oleh tromboplastin jaringan , faktor VII, ion kalsium
Kedua jalur bergabung: melibatkan faktor X, faktor V, PF 3, prothrombin, fibrinogen

Pembentukan jaringan fibrosa ( penghancuran bekuan darah)


Setelah bekuan darah terbentuk, dua proses berikut dapat terjadi:
1. bekuan dapat diinvsi oleh fibroblas, yang kemudian membentuk jaringan ikat pada
seluruh bekuan tersebut
2. bekuan itu dihancurkan
biasanya bekuan terbentuk pada luka kecil pembuluh darah yang diinvasi oleh fibroblas, yang
mulai terjadi beberapa jam setelah bekuan itu terbentuk. Hal ini berlanjut sampai terjadi
pembentukan bekuan yang lengkap menjadi jaringan fibrosa dalam waktu kira kira 1 sampai 2
minggu.
sebaliknya, bila sejumlah besar darah merembes kejaringan dan terjadi bekuan jaringan yang
tidak dibutuhkan, zat khusus yang terdapat dalam bekuan itu sendiri menjadi teraktivasi. Zat ini
berfungsi sebagai enzim yang menghancurkan bekuan itu.
LO 1.4 Mekanisme Fibrinolitik

1.
2.
3.

Fibrinolisis adalah suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk menghancurkan fibrin


secara enzimatik oleh enzim fibrinolitik sehingga aliran darah akan terbuka kembali
Terdiri dari 3 faktor utama:
plasminogen ; yang akan diaktifkan menjadi plasmin
pada endotelium
inhibitor plasmin ; substansi penetral plasmin ( antiplasmin)

1.

2.

pencegahan pembekuan darah dalam sistem pembuluh darah normal (antikoagulan


intravaskular):
faktor faktor dipermukaan endotel
faktor paling penting yang dapat mencegah pembekuan dalam sistem pembulfaktor
paling penting yang dapat mencegah pembekuan dalam sistem pembuluh darah normal:
licinnya permukaan endotel
lapisan glikokaliks, pada endotelium, yang mempunyai sifat menolak faktor
faktor pembekuan dan trombosit.
Ikatan protein dengan membran endotel, yaitu trombomodulin yang mengikat
trombin.
Kerja antitrombin fibrin dan antitrombin III
Antikoagulan yang menghilangkan trombin dari darah. Dua diantaranya yang paing kuat
ialah:
Benang benang fibrin yang terbentuk selama proses pembekuaan
Suatu - globulin yang disebut antitrombin III atau kofaktor antitrombin heparin.
Heparin, merupakan antikoagulan kuat lainnya, tetapi kadarnya dalam darah
normalnyaa rendah, sehingga hanya dalam kondisi fisiologis khusus saja.
Proses Fibrinolitik
Proses ini bertujuan untuk membentuk plasmin yang berguna untuk
menghancurkan bekuan fibrin yang berlebihan atau menghancurkan fibrin setelah proses
reparasi dinding pembuluh darah selesai sehingga darah tersebut kembali paten.
Adanya injury (melalui kalikrein) mengaktifkan tPA yang selanjutnya
mengaktifkan plasminogen menjadi plsmin. Plasmin akan memecah fibrin menjadi FDP.
Untuk mengendalikan proses fibrinolysis ini maka terdapat factor pengendali :
plasminogen aktifator inhibitor yang menghambat kerja tPA dan alpha-2 antiplasmin
yang menghambat kerja plasmin
LO 1.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan faal homeostasis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahu
faal hemostasis serta kelaianan yang terjadi. Pemeriksaan ini terjadi atas:
1. Anamnesis dan periksaan fisik bertujuan untuk berikut
a. Mencari riwayat pendarahan abnormal
b. Mencari kelaian yang menggangu faal homeostasis, misal nya penyakit hati
kronik,SLE, gagal ginjal kronik, keganasan hematologik
c. Riwayat pemakaian obat
d. Riwayat pemdarahan dalam keluarga
2. Pemeriksaan penyaring
a. Tes untuk menilai pembentuian homeostasis plug
1. Hitung trombosit (N=150.000-450.000)
Ada 2 cara yaitu: cara Langsung dan Tidak langsung

Langsung: darah diencerkan dengan pengenceran dan dihitung dalam

hitung (manual), otomatik dan semiotomatik


Tidak langsung : dengan sediaan apus yaitu membandingkan jumlah
trombosit dengan eritosit

kamar

2. Apusan darah tepi


3. Bleeding time
Menilai faktor hemostasis ekstravaskuler. Ada 2 cara yaitu cara IVY dan
DUKE
-Cara IVY (N=1-6menit)
-Cara DUKE (N=1-3menit)
4. Torniquet
Menguji ketahanan pembuluh darah dengan cara membendung vena
Patekia lebih dari 10 berarti positif
B. Tes untuk menilai pembentukan thrombin
1. APTT (Activated Partial Thromboplastin Time)
-Menguji: jalur intrinsik dan bersama (VII,pretaklikreinm kininogen, XI IX,
VIII ,X, V, Protombrin dan fibrinogen)
-Prinsip: mengukur lamanya terbentuk bekuan ke dalam plasma+tromboplastin
parsial, aktivator, ion kalsium)
-Normal=20 sampai 40 detik
-APTT memanjang pada : Defisiensi faktor instrinsik dan ekstrinsik
-Pemantauan pemberian heparin. Dosis heparin diatur sampai APTT mencapai
1,5-2,5 kali nilai kontrol
2.PPT (Plasma Protombrin Time)
-Menguji faktor pembekuan jalur intrinsik dan bersama (VII,X,V,Protombrin dan
fibrinogen)
-memantau efek antikoagulan oral
-prinsip: mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma inkubasi
37derajat ditambahkan dengan reagen trombloplastin jaringan dan ion kalsium
-Normal=11-15 detik
-PT memanjang: Defisiensi jalur ekstrinsik dan bersama
C. Tes untuk menilai reaksi Thrombin
1. Thrombin Time (TT)
-Menguji perubahan fibrinogen menjadi Fibrin
-Prinsip: mengukur lamanya terbentuk bekuan kedalam plasma+reagen
trombin
-Normal=16-20 detik
-Hasil Thrombin Time dipengaruhi oleh Kadar dan fungsi fibrinogen

-TT Memanjang
Kadar fibrinogen <100mg/ml
Fibrinogen abnormal
Inhibitor thrombin: heparin, FDP
2. Stabilitas bekuan darah dalam salin fisiologik dam 5 M Urea

3.TES KHUSUS
Tes khusus lanjutan, yaitu tes untuk mengetahui penyebab kelaianan faal
homeostasis
Tes faal trombosit
Tes ristocetin
Pengukuran faktor spesifik
Pengukuran alpha-2 antiplasmin
(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)
(sumber: Hastuti,Sri. 2009.Pemeriksaan homeostasis.Jakarta,Universitas Yarsi)
Pemeriksaan hemsotasis dapat digolongkan atas pemeriksaan penyaring dan pemeriksaan
khusus. Pemeriksaan penyaring yang dilakukan adalah :
1. Percobaan pembendungan (Rumple Leede, Tourniquet)

kuat

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan dinding kapiler dengan cara pembendungan
vena, sehingga tekanan darah di dalam vena meningkat. Dinding kapiler yang kurang
akan menyebabkan darah keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga
nampak titik merah kecil (petekia).

Tujuan : Untuk menguji ketahanan dinding pembuluh darah


Dipengaruhi oleh jumlah dan fungsi trombosit
Pada trombositopenia (+)
Pasang tensimeter ditengah nilai sistol dan diastole, tunggu sampai 10 menit lalu
liat daerah pengamatan

2. Masa Perdarahan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan vaskular dan trombosit unutk
menghentikan perdarahan. Prinsip pemeriksaan ini adalag menentukan lamanya
perdarahan pada luka yang mengenai kapiler. Terdapat 2 macam cara yaitu cara Ivy dan
Duke. Hasil pemeriksaan menurut cara Ivy lebih dapat dipercaya, apabila perdarahan
berlangsung lebih dari 10 menit dah hal ini diulang pada lengan yang lain hasilnya tetap
lebih dari 10 menit, hal ini membuktikan adanya suatu kelainan dalam mekanisme
hemostasis.

3. Hitung Trombosit
Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak langsung. Dalam
keadaan
normal jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya dan
berkisar antara
150.000-400.000 sel/l darah. Pada umumnya jika morfologi dan fungsi
trombosit normal
perdarahan tidak terjadi jika jumlah trombosit > 100.000/l. Jikas fungsi
trombosit
normal,pasien dengan jumlah trombosit diatas 50.000/l tidak mengalami
perdarahan
kecuali terjadi trauma atau oprasi. Jumlah trombosit < 50.000/l digolongkan
trombositopenia berdat dan perdarahan spontan akan terjadi jika jumlah trombosit <
20.000/l.
4. Masa Protrombin plasma ( prothrombin time PT)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan
jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII,X,V, protombin dan fibrinogen. Selain itu juga
dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oral.
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam
plasma
yang diinkubasi pada suhu 37C ditambhakan reagens tromboplastin jaringan dan
ion
kalsium. Hasil pemeriksaan ini dipengaruji oleh kepekaa tromboplastin yang dipakai. Jika
hasil PT memanjang maka penyebab mungkin kekurangan faktor-faktor pembekuan
dijalur estrinsik dan bersama atau adanya inhibitor.
PT memanjang jika :
o Defisiensi salah satu factor diatas
o Inhibitor
5. Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi (APTT)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur intrinsik dan
jalur bersama yaitu faltor pembekuan XII, prekalikrein, kininogen,
XI,IX,VIII,X,V,protombin dan fibrinogen. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur
lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin
parsial dan aktivator serta ion kalsium pada suhu 37C. Hasil memanjang bila terdapat
kekurangan faktor pembekuan di jalur intrinsik dan bersama atau bila terdapat inhibitor.
Pada hemofilia A maupun B, APTT akan memanjang, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat
mebedakan kedua kelainan tersebut.
APTT memanjang pada :
o Defisiensi factor-faktor diatas
o Inhibitor
6. Masa Trombin (trombin time TT) ( N: 16-20 detik)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip
pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan pada suhu 37C bila ke
dalam plasma ditambahkan reagens trombin. Nilai normal tergantung dari kadar trombin yang

dipakai. Hasilnya dipengaruhi oleh kadar dah fungsi fibrinogen serta ada tidaknya
inhibitor. Hasilnya memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dl atau fungsi
fibrinogen abnormal atau bila terdapat inhibitor trombin seperti heparin atau FDP.
7. Pemeriksaan penyaring untuk faktor XIII

akan

Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai kemampuan faktor XIII dalam menstabilkan
fibrin. Prinsipnya faktor XIIIa mengubah fibrin soluble menjadi fibrin stabil karena
terbentuknya ikatak cross link. Bila tidak ada faktor XIII, ikatan dalam molekul fibrin
dihancurkan oleh urea 5M atau monokhlorasetat 1%.
Pemeriksaan khusus dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti suatu penyakit. Pada
hemofilia A dilakukan Pemeriksaan faktor pembekuan VIII dan pada hemofilia B
dilakukan pemeriksaan faktor pembekuan IX.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hemofilia


LO 2.1 Definisi
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah
yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh).
(IPD JILID II)
-Hemofilia A: Hemofilia A adalah defisiensi faktor pembekuan herediter yang paling
banyak ditemukan. Defeknya adalah tidak ada atau renahnya kadar faktor VII plasma.
Sekitar separuh dari pasien tersebut mengalami mutasu missense atau frameshit atau
delesi faktor VIII. Mutasi ini menyebabkan bentuk klinis Hemofilia A yang berat
(sumber: Hoffbrand,AV.2005.HEMATOLOGI.Jakarta,EGC)

- Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama : Christmast desease, disebabkan karena
kekurangan faktor IX yang meneyebabkan masalah pada proses pembekuan darah
(sumber: Hoffbrand,AV.2005.HEMATOLOGI.Jakarta,EGC)

LO 2.2 Etiologi
Disebabkan oleh mutasi gen factor VIII atau factor IX yang dikelompokkan
sebagai
hemofilia A dan hemofilia B terletak pada kromosom X ,sehingga termasuk
penyakit
resesif terkait x oleh karena itu semua anak perempuan dari laki-laki yang
menderita
hemofilia adalah karier penyakit dan anak laki-laki tidak kena .anak laki-laki
dari perempuan yang karier memilki 50% kemungkinan untuk penyakit hemofilia .terjadi
homozigot pada wanita dengan hemofilia (ayah hemofilia,ibu karier),tetapi keadaan ini

sangat jarang terjadi,kira 33% pasien tidak memilki riwayat keluarga dan mungkin akibat
mutasi spontan.
LO 2.3 Epidemiologi
Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A
sekitar 1 : 10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1 : 25.000 30.000 orang. Belum adat
data mengenai angka kejadian di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari 200
juta penduduk Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai diobandingkan
kasus hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80 85%dan 10 15% tanpa
memandang ras, geografi, dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan
diperkirakan mencapai 20 30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga.
LO 2.4 Klasifikasi
Berdasarkan kadar/ aktivitas faktor pembekuan dalam plasma, hemofilia dapat
dibedakan:
1. Hemofilia berat, bila kadar faktor pembekuan < 1 %
Pada hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau akibat trauma ringan ( trauma
yang tidak berarti)
2. Hemofilia sedang, bila kadar faktor pembekuan 1-5 %
Perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat
3. Hemofilia ringan, bila kadar faktor pembekuan 5- 30 %
Jarang sekali terdeteksi kecuali pasien menjalani trauma cukup berat seperti eksraksi gigi,
sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi lutut,siku dll)
Berdasarkan berkurangnya faktor pembekuan, hemofilia dapat dibedakan :
1. Hemofilia A adalah gangguan resesif terkait-X genetik melibatkan kurangnya Faktor VIII
pembekuan fungsional dan mewakili 80% kasus hemofilia.
2. Hemofilia B adalah gangguan resesif terkait-X genetik melibatkan kurangnya pembekuan
IX Faktor fungsional. Ini terdiri dari sekitar 20% kasus hemofilia.
3. Hemofilia C adalah gangguan genetik autosom (yakni''tidak''X-linked) melibatkan
kurangnya Faktor pembekuan fungsional XI. Hemofilia C tidak sepenuhnya resesif:
individu heterozigot juga menunjukkan perdarahan meningkat.

LO 2.5 Patofisiologi dan Patogenesis

1. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIIIC) dapat karena
sintesis menurun atau pembentukan F VIII.C dengan struktur abnormal. Dasar
abnormalitas pada hemofilia A adalah defisiensi/abnormalitas protein plasma yaitu faktor
anti hemofili (AHF = anti hemophilic factor/VIII).
Dalam keadaan normal, dalam plasma F.VIII bersirkulasi dalam bentuk ikatan dengan
faktor von Willebrand (vWF).Faktor vWF disebut juga F.VIII Antigen (F.VIIIAg)
berfungsi sebagai pembawa F.VIII. Fungsi F.VIII Pada hemofilia A, vWF di produksi
dalam kualitas normal dengan jumlah normal atau meningkat.
Pada hemofilia A didapatkan gangguan pada proses stabilisasi sumbat trombosit oleh
fibrin. Mutasi genetik yang ditemukan pada hemofilia A :

Transposisi basa tunggal : codon arginin menjadi stop codon yang menghentikan
sintesis F.VIII yang menyebabkan hemofilia berat.
Substitusi sam amino tunggal : menyebabkan hemofilia ringan.
Delesi beberapa ribu nukleotida : menyebabkan hemofilia berat.

2. Hemofilia B disebabkan karena defisiensi F.IX.


F.VIII diperlukan dalam pembentukan tenase complex yang akan mengaktifkan F X.
Defisiensi F VIII menggagu jalur intrinsik sehingga menyebabkan berjurangnya
pembentukan fibrin. Akibatnya terjadilah gangguan koagulasi. Hemofilia diturunkan
secara sex-linked recessive. Lebih dari 30% kasus hemofilia tidak disertai riwayat
keluarga, mutasi timbul secara spontan.
Hemofilia B disebabkan kekurangan faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat
sirkulasi yang fungsional dari faktor VIII ini tereduksi.Aktifasi reduksi dapat
menurunkan
jumlah protein faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari
protein.
Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif,
faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional
aktifasi faktor X yang kompleks (X ase), sehigga hilangnya atau kekurangan kedua
factor ini dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifitas faktor X yang aktif
dimana
berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin, sehingga jika trombin
mengalami
penurunan pembekuan yang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan
mengakibatkan
pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka.
Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa (belum aktif). Rangkaian
reaksi pertama memerlukan faktor jaringan (tromboplastin) yang dilepas endotel
pembuluh saat cedera. Faktor jaringan ini tidak terdapat dalam darah, sehingga disebut

jalur

faktor ekstrinsik.Sedangkan faktor VIII dan IX terdapat dalam darah, sehingga disebut
intrinsik.

Dalam proses ini, pengaktifan salah satu prokoagulan akan mengakibatkan pengaktifan
bentuk penerusnya. Jalur intrinsik diawali dengan keluarnya plasma ataukolagen melalui
pembuluh yang rusak dan mengenai kulit.Faktor-faktor koagulasi XII, XI, dan IX harus
diaktifkan berurutan.Faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X
diaktifkan.Namun pada
penderita hemofilia faktor VIII mengalami defisiensi, akibatnya
proses pembekuan darah
membutuhkan waktu yang lama untuk melanjutkan ketahap
berikutnya.
Kondisi seperti inilah yang menghambat pengaktifan jalur intrinsik.Secara tidak langsung
juga menghambat jalur bersama, karena faktor X tidak bisa diaktifkan. Pembentukan
fibrin, walaupun dibantu oleh fosfolipid, trombosit tidak berarti tanpa faktor
Xa.Untaian
fibrin tidak terbentuk maka dinding pembuluh yang cedera
menutup.Dan perdarahan
pun sulit dihentikan, hal ini dapat diuji dengan
tingginya (lamanya) PTT (partial
tromboplastin time).

Hukum mendel pada


penderita hemofilia
Gambar 1 memperlihatkan
apa yang akan terjadi jika
seorang lakilaki penderita
hemofilia memilikiseorang
anak dari seorang wanita
normal.

Semua anak perempuan akan menjadi pembawa sifat hemofilia (carrier), jika mereka
mewarisi kromosom X yang membawa sifat hemofilia dari sang ayah. Dan semua anak
laki - laki tidak akan terkena hemofilia, jika mereka mewarisi kromosom Y normal dari
sang ayah.

Gambar 2 menggambarkan keadaan keturunan, jika seorang laki- laki normal


memiliki anak dari seorang wanita pembawa sifat hemofilia hemofilia

LO 2.6 Manifestasi
Klinis
Gejala
klinik
Hemofilia A dan B tidak
dapat
dibedakan.
Hemofili dijumpai pada
anak laki- laki,
sedangkan pada anak
wanita sebagian besar
carrier. Gejala klinik dapat timbul berupa
1. Bayi dapat menderita pendarahan pasca sirkumsisis atau mengalami pendarahan seni dan
jaringan lunak serta memar yang berlebihan
2. Hemartosis berulang yang terasa nyeri dan Hematom otot mendominasi perjalanan
penyakit pada pasien dengan sakit berat dan tidak diobati dengan baik, dapat
menyebabkan deformitas sendi yang progersif dan kecacatan

3. Hematuria dan pendarahan saluran cerna


4. Pendarahan operatif dan pasca trauma dapat mengancam jiwa baik dalam pasien yang
sakit ringan maupun berat, walaupun tidak seringm pendarahan intraserebral spontan
lebih sering terjadi daripada populasi umum dan merupakakn kematian paling sering
pada pasien dengan penyakit berat
5. Pseudotumor hemofilik dapat terjadi di tulang panjang, pelis, serta jari jari kaki dan
tangan. Penyakit ini terjadi akibat pendarahan subperopsteum berulang dengan destrukis
tulang, pementukan tulang baru , dan fraktur
6. Terdapatnya virus defisiensi imun manusia (HIV) menyebabkan lebih dari 50% penderita
hemofilia mentebabkan terinfeksinya HIV. Sindrom defisiensi imun didapat (AIDS) telag
menjadi penyebab lazim kematian pada hemofilia berat.

7. Pendarahan pasca pencabutan gigi


(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)

LO 2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


-Pemeriksaan riwayat genetik

Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
Kelemahan otot
Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas.
b. Sirkulasi
kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda perdarahan serebral
Gejala : Palpitasi
c. Eliminasi
Gejala : Hematuria
d. Integritas Ego
Depresi, menarik diri, ansietas, marah.
Gejala : Perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya.

e. Nutrisi
Gejala : Anoreksia, penurunan berat badan.
f. Nyeri
Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel.
Gejala : Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
g. Keamanan
Hematom.
Gejala : Riwayat trauma ringan.
-Terjadi perdarahan spontan pada sendi dan otot yang berulang disertai dengan rasa
nyeri dan terjadi bengkak.
-Perdarahan sendi yang berulang menyebabkan menimbulakan Atropati hemofilia
dengan menyempitnya ruang sendi, krista tulang dan gerakan sendi yang terbatas.
-Biasanya perdarahan juga dijumpai pada Gastrointestinal, hematuria yang
berlebihan, dan juga perdarahan otak.
-Terjadi Hematoma pada Extrimitas.
-Keterbatasan dan nyeri sendi yang berkelanjutan pada perdarahan.
Pemeriksaan Penunjang/laboraturium
1. Tes penyaring
APTT memanjang (APTT tidak memanjang pada hemofilia ringan)
waktu pendarahan, PPT an waktu trombin normal.
Masa pembekuan memanjang
Masa pembekuan tromblopastin abnormal
2. Tes konfirmatif, terdiri atas
Pengukuran kuantitatif F.VIII an F.IX
Jika F.VIII defisiensi maka dilanjutkan dengan pemeriksaan faktor Von
Willebrand
3.Pemeriksaan pada karier wanita juga menunjukkan F.VIIIC menurun
(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)
Untuk menentukan letak kelainan hemostasis diperlukan anamenesia yang baik dan teliti,
pemeriksaan dan evaluasi manifestasi klinik perdarahan yang cermat serta pemeriksaan
laboratorium yang tepat.
Hemofila A
Diagnosis ditegakkan bila pada pemeriksaan ini hasilnya abnormal:
1. Masa tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) memajang.
2. Pemeriksaan faktor pembekuan VIII
Masa perdarahan dana masa protombin normal.
Hemofilia B

Diagnosis ditegakkan bila pada pemeriksaan ini hasilnya abnormal:


1. Masa tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) memajang.
2. Pemeriksaan faktor pembekuan IX
Masa perdarahan dana masa protombin (TT) normal.

Hemofilia A
Pewarisan

X-linked recessive

Hemofilia B

Penyakit
vonWillebrand
X-linked recessive Autosomal
dominant
Sendi,otot,post
Mukosa,kulit post
trauma/operasi
trauma operasi

Lokasi
Sendi,otot,pascatrauma/operas
perdarahan
i
utama
Jumlah
Normal
normal
Normal
trombosit
Waktu
Normal
normal
Memanjang
perdarahan
PPT
Normal
normal
Normal
aPTT
memanjang
memanjang
Memanjang/normal
F VIII C
Rendah
normal
Rendah
F VIII AG
Normal
normal
Rendah
F IX
Normal
rendah
Normal
Tes ristosetin
Normal
normal
Terganggu
(Sumber: Bakti,made.2012. Hematologi klinik ringkas. Jakarta,EGC)
Diagnosis banding
-

Hemofilia A dan B dengan defisiensi faktor XI dan XII


Hemofilia A dengan penyakit von Willebrand (khususnya varian Normandy),
inhibitor F VIII yang didapat dan kombinasi defisiensi F VIII dan V congenital
Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin K,
sangat jarang inhibitor F IX yang didapat

LO 2.8 Tatalaksan dan Pencegahan


Terapi suportif
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor antihemofilia yang
kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.


Merencanakan sutau tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%.
Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama
seperti rest, ice, compressio, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan.
Kortikosteroid. Pembeian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan
proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut
hemartrosis. Pemberian prednison 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat
mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang mengganggu
aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.
Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan
nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi
trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan).
Rehabilitasi medik. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif
dan holistik dalam sebuah tim, karena keterlambatan pengelolaan akan
menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun
psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medik artritis hemofilia meliputi: latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas (hati-hati), penggunaan ortosis, terapi
psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.

Terapi Pengganti Faktor Pembekuan


Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari
kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas
normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor anti hemofilia
(AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.
Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan
memberikan F VIII atau F IX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah
yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan tersebut. Pemberian
biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik;
serta khususnya selama fisioterapi.
Konsentrat F VIII/F IX
Hemofilia aberat maupun hemofilia ringan dan sedang dengan episode perdarahan
yang serius membutuhkan koreksi faktor pembekuan dengan kadar yang tinggi harus
diterapi dengan konsentrat F VIII yang telah dilemahkan virusnya.
Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk yaitu prothrombin complex concentrates (PCC)
yang berisi F II, VII, IX dan X, dan purifid F IX concentrates yang berisi sejumlah F
IX tanpa faktor lain. PCC dapat menyebabkan trombosis paradoksial dan koagulasi
intravena tersebar yang disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan lain.
Risiko ini dapat meningkat pada pemberian F IX berulang, sehingga purified
konsentrat F IX lebih diinginkan.
Waktu paruh F VIII adalah 8-12 jam sedangkan F IX 24 jam dan volum distribusi
dari F IX kira-kira 2 kali dari F VIII.
Kebutuhan F VIII / F IX dihitung berdasarkan rumus:
1. volume plasma (VP) = 40 ml/kgBB x BB (kg)

F VIII / F IX yang diinginkan (U) =


VP x (kadar yang diinginkan (%) kadar sekarang (%)
100
2. F VIII yang diinginkan (U)
BB(kg) x kadar yang diinginkan (%) / 2
FIX yang diinginkan (U)
BB(kg) x kadar yang diinginkan (%)
Kriopresipitat AHF
Kriopresipitat AHF adalah suatu komponen darah non seluler yang merupakan
konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen, faktor von
Willebrand. Dapat diberikan apabila konsentrat F VIII tidak ditemukan. Satu
kantong kriopresipitat berisi 80-100 U F VIII.
Satu kntong kriopresipitat yang mengandung 100 U F VIII dapat meningkatkan F
VIII 35%. Efek samping dapat terjadi reaksi alergi dan demam.
1-deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP) atau Desmopresin
Hormon sintetik anti diuretik (DDAVP) merangsang peningkatan kadar aktivitas
F VIII di dalam plasma sampai 4 kali, namun bersifat sementara.sampai saat ini
mekanisme kerja DDAVP belum diketahui seluruhnya, tetatpi dianjurkan untuk
diberikan pada hemofilia A ringan dan sedang dan juga pada karier perempuan
yang simtomatik. Pmberian dapat secara intravena dengan dosis 0,3 mg/kg BB
dalam 30-50 NaCl 0,9% selama 15-20 menit dengan lama kerja 8 jam. Efek
puncak pada pemberian ini dicapai dalam waktu 30-60 menit.pada tahun 1994
telah dikeluarkan konsentrat DDAVP dalam bentuk semprot intranasal. Dosis
yang dianjurkan untuk pasien dengan BB < 50 kg 150 mg (sekali semprot), dan
300 mg untuk pasien dengan BB > 50 kg (dua kali semprot), dengan efek puncak
terjadi setelah 60-90 menit.
Pemberian DDAVP untuk pencegahan terhadap kejadian perdarahan
sebaiknya dilakukan setiap 12-24 jam.
Efek samping yang dapat terjadi berupa takikardia, flushing, trombosis
(sangat jarang) dan hiponatremia. Juga bisa timbul angina pada pasien dengan
PJK.
Antifibrinolitik
Preparat antifibrinolitik digunakan pada pasien hemofilia B untuk menstabilkan
bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolisis.Hal ini ternyata sangat
membantu dalam pengelolaan pasien hemofilia dengan perdarahan; terutama pada
kasus perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak
mengandung enzim fibrinolitik. Epsilon aminocaproic acid (EACA) dapat
diberikan secara oral maupun intravena dengan dosis awal 200 mg/kg BB, diikuti
100 mg/kg BB setiap 6 jam (maksimum 5 g setiap pemberian). Asam traneksamat
diberikan dengan dosis 25 mg/kg BB (maksimum 1,5 g) secara oral, atau 10
mg/kg BB (maksimum 1 g) secara intravena setiap 8 jam. Asam traneksamat juga
dapat dilarutkan 10 % bagian dengan cairan parenteral, terutama salin normal.

Terapi Gen
Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor retrovirus, adenovirus dan
adeno-asociated virus memberikan harapan baru bagi pasien hemofilia. Saat ini
sedang intensif dilakukan penelitian invivo dengan memindahkan vektor
adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII rlatif
lebih sulit dibandingkan gen F IX, karena ukurannya (9 kb) lebih besar; namun
khir tahun 1998 para ahli berhasil memindahkan plasmid-based factor VIII secara
ex vivo ke fibroblas.
(sumber: Hoffbrand,AV.2005.HEMATOLOGI.Jakarta,EGC)

Pencegahan :
1. Hindari trauma
2. Hindari mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit yang berfungsi
membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam salisilat, obat antiradang jenis
nonsteroid,ataupun pengencer darah seperti heparin.
3. Kenakan tanda khusus seperti gelang atau kalung yang menandakan bahwa ia menderita
hemofilia.
4. Hal ini penting dilakukan agar ketika terjadi kecelakaan atau kondisi darurat lainnya,
personel medis dapat menentukan pertolongan khusus.
LO 2.9 Prognosis
Baik dengan penganganan yang tepat, apa bila dalakuan terapi yang sesaui dan dengan
pengobatan yang pas, maka si pasien dapat bertahan hidup cukup lama, tetapi dengan
catatan si pasien harus melakukan pengobtan terus menerus, seperti tersedianya fasilitas
seperti darah segar, kriopresipitat dan factor VIII menyebabkan prognosis hemofila
menjadi baik.
Saat pengobatan, cepat dan sangat memadai dapat mengurangi risiko pendarahan yang
mengancam jiwa dan tingkat keparahan kerusakan jangka panjang untuk sendi, tetapi
kerusakan sendi tetap menjadi komplikasi kronis hemophilia.
Apabila keterlambatan penangan terhadap hemofilia ini
prognosisnya menjadi buruk dan bahkan kematian bagi sang penderita

dapat

menyebabkan

Anda mungkin juga menyukai