A. DEFINSI
Pembuluh darah
Pembuluh darah mempunyai sifat :
Permeabilitas
Peningkatan permeabilitas mengakibatkan keluarnya darah dari pembuluh darah
berupa petekie, purpura dan ekimosis yang besar
Fragilitas
Peningkatan fragilitas dalam pembuluh darah memungkinkan terjadinya rupture
yang menimbulkan petekie, purpura, ekimosis yang besar, perdarahan hebat pada
jarin gan dalam
Vasokontriksi
Dapat mengakibatkan obstruksi parsial maupun total, iksemia dan akhirnya
membentuk thrombus
Vasokontriksi ini dibawah control local ( suhu, Ph, Pco2), neural ( saraf simpatik )
dan humoral. Faktor ini mengendalikan vasokontriksi terutama substansi yang
dilepas oleh trombosit seperti : ADP, tromboksan,epinefrin, nonefineprin, kinin.
Produk degradasi fibrin/fibrinogen ( FDP = Fibrin / Fibrinigen degradation
products ) yang dilepas sewaktu system fibrinolisis bekerja pada fibrin dapat
memodulasi vasokontriksi
Trombosit
- Menjaga Integritas pembuluh darah
- Menghentikan perdarahan dengan pembentukan platelet plug ( sumbat
trombosit )
- Merangsang penyembuhan luka pembuluh darah dengan cara menstimulasi
dengan terjadinya migrasi dan proliferasi sel2 endotel dan otot polos dengan
dilepaskannya mitogen ( platelet growth factor ) dari granula
Inhibitor Koagulasi
Fibrinolisis
Berfungsi untuk :
Pembatasan pembentukan fibrin di daerah luka inhibitor plasmin
Penghancuran fibrin di dalam sumbat hemostasis
Tambahan keterangan :
Jalur Ekstrinsik
Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembentukan activator protrombin di mulai dari
dinding pembuluh darah atau jaringan ekstravaskuleryang rusak dan kontak langsung
dengan darah
1. Pelepasan factor jaringan
Jaringan luka melepaskan factor jaringan ( tromboplastin jaringan ) berfungsi
untuk enzim proteolitik
2. Aktivasi Faktor X- Peranan factor VII dan factor jaringan kompleks lipoprotein ( dari
trombolpastin jaringan )+ Faktor VII mengaktifkan factor X Faktor X yang
teraktivasi ( Xa )
Jalur Intrinsik
Mekanisme kedua untuk awal pembentukan activator protrombin dimulai dengan
terjadinya trauma terhadap darah itu sendiri atau darah berkontak dengan kolagen pada
dinding pembuluh darah yang rusah
1. Pengaktifan factor XII mengaktifkan factor XI
2. Faktor XI mengaktifkan F. X
3. Peranan factor V mengaktifkan F.X dari thrombin
4. Kuncinya Faktor X mengaktifkan thrombin membentuk fibrinogen menjadi
fibrin
5. Faktor XIII dipacu thrombin fibrin keras menjadi lebih keras
Faktor koagulasi
Faktor I fibrinogen #
Faktor II protrombin #o
Faktor IVkalsium
simpan.
BAGAIMANA TUBUH MENCEGAH PERDARAHAN
Pembuluh darah merupakan penghalang pertama dalam kehilangan darah. Jika sebuah
pembuluh darah mengalami cedera, maka pembuluh darah akan mengkerut sehingga
aliran darah keluar menjadi lebih lambat dan proses pembekuan bisa dimulai.
Pada saat yang sama, kumpulan darah diluar pembuluh darah (hematom) akan menekan
pembuluh darah dan membantu mencegah perdarahan lebih lanjut.
Perekat yang menahan trombosit pada pembuluh darah ini adalah faktor von Willebrand,
yaitu suatu protein plasma yang dihasilkan oleh sel-sel di dalam pembuluh darah.
Kolagen dan protein lainnya (terutama trombin), akan muncul di daerah yang terluka dan
mempercepat perlekatan trombosit.
Trombosit yang tertimbun di daerah yang terluka ini membentuk suatu jaring yang
menyumbat luka; bentuknya berubah dari bulat menjadi berduri dan melepaskan protein
serta zat kimia lainnya yang akan menjerat lebih banyak lagi trombosit dan protein
pembekuan.
Trombin merubah fibrinogen (suatu faktor pembekuan darah yang terlarut) menjadi
serat-serat fibrin panjang yang tidak larut, yang terbentang dari gumpalan trombosit dan
membentuk suatu jaring yang menjerat lebih banyak lagi trombosit dan sel darah.
Serat fibrin ini akan memperbesar ukuran bekuan dan membantu menahannya agar
pembuluh darah tetap tersumbat.
Rangkaian reaksi ini melibatkan setidaknya 10 faktor pembekuan darah.
Suatu kelainan pada setiap bagian proses hemostatik bisa menyebabkan gangguan.
Pembuluh darah yang rapuh akan lebih mudah mengalami cedera atau tidak dapat mengkerut.
Pembekuan tidak akan berlangsung secara normal jika jumlah trombosit terlalu sedikit, trombosit
tidak berfungsi secara normal atau terdapat kelainan pada faktor pembekuan.
Jika terjadi kelainan pembekuan, maka cedera yang ringan pun bisa menyebabkan kehilangan
darah yang banyak.
Sebagian besar faktor pembekuan dibuat di dalam hati, sehingga kerusakan hati yang berat bisa
menyebabkan kekurangan faktor tersebut di dalam darah.
Vitamin K (banyak terdapat pada sayuran berdaun hijau) sangat penting dalam pembuatan
bentuk aktif dari beberapa faktor pembekuan. Karena itu kekurangan zat gizi atau obat-obatan
yang mempengaruhi fungsi normal vitamin K (misalnya warfarin) bisa menyebabkan
perdarahan.
Kelainan perdarahan juga bisa terjadi jika pembekuan yang berlebihan telah menghabiskan
sejumlah besar faktor pembekuan dan trombosit atau jika suatu reaksi autoimun menghalangi
aktivitas faktor pembekuan.
Reaksi yang menyebabkan terbentukan suatu gumpalan fibrin diimbangi oleh reaksi lainnya
yang menghentikan proses pembekuan dan melarutkan bekuan setelah keadaan pembuluh darah
membaik.
Tanpa sistem pengendalian ini, cedera pembuluh darah yang ringan bisa memicu pembekuan di
seluruh tubuh.
Jika pembekuan tidak dikendalikan, maka pembuluh darah kecil di daerah tertentu bisa
tersumbat. Penyumbatan pembuluh darah otak bisa menyebabkan stroke; penyumbatan
pembuluh darah jantung bisa menyebabkan serangan jantung dan bekuan-bekuan kecil dari
tungkai, pinggul atau perut bisa ikut dalam aliran darah dan menuju ke paru-paru serta
menyumbat pembuluh darah yang besar di paru-paru (emboli pulmoner).
B. PATOLOGI
HEMOFILIA
Adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan factor pembekuan darah yang diturunkan
( herediter ) secara sex- linked recessive pada kromosom x(xh )
Hemofilia adalah kelainan perdarahan kongenital terkait kromosom X dengan frekuensi kurang
lebih satu per 10.000 kelahiran.
Hemofilia disebabkan oleh defisiensi faktor koagulasi VIII (FVIII) (Hemofilia A) atau faktor IX
(FIX) (Hemofilia B) yang berkaitan dengan mutasi gen faktor pembekuan.
Jumlah orang yang terkena di seluruh dunia diperkirakan kurang lebih 400.000.
Hemofilia A lebih sering dijumpai daripada hemofilia B, yang merupakan 80-85% dari
keseluruhan.
Harapan hidup orang yang lahir dengan hemofilia, yang memiliki akses untuk terapi adekuat,
harusnya mendekati normal dengan terapi yang saat ini tersedia.
2 macam penyakit hemophilia yaitu :
a. Hemifilia A ( hemophilia klasik ) , akibat defisiensi atau disfungsi factor pembekuan VIII
( Faktor VIII c )
b. Hemofili B ( Chrismas disease ) akibat defisiensi atau disfungsi F. IX ( factor chrismas )
Gen F. VIII dan F. IX terletak pada kromosom X serta bersifat resesif maka penyakit ini dibawa
oleh perempuan ( karier XXh ) dan bermanifestasi klinis pada laki2 ( pasien X h Y ) , dapat
bermanifestasi klinis pada perempuan bila kedua kromoson X pada perempuan terdapat kelainan
( Xh Xh )
PENYEBAB
Hemofilia terjadi akibat beberapa kelainan gen yang sifatnya diturunkan; diturunkan melalui ibu
tetapi hampir selalu menyerang anak laki-laki.
Perdarahan yang timbul secara spontan atau akibat trauma ringa sampai sedang serta timbul saat
bayi mulai belajar merangkak. Tanda perdarahan sering dijumpai yauitu berupa hemartrosis ,
hematom subkutan / intramuscular, epiktasis dan hematuria
Hemartrosis paling sering ditemukan ( 85 % ) dengan lokasi berturut2 sebagai berikut , sendi
lutrut, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan , sendi engsel sering mengalami hemartrosis
dibandingkan dengan sendi peluru
Beratnya gejala tergantung kepada pengaruh kelainan gen yang terjadi terhadap aktivitas faktor
VII dan faktor IX.
Jika aktivitasnya kurang dari 1%, maka akan terjadi episode perdarahan hebat dan berulang tanpa
alasan yang jelas.
Jika aktivitasnya mencapai 5% maka gejalanya ringan. Jarang terjadi episode perdarahan tanpa
sebab yang pasti, tetapi pembedahan atau cedera bisa menyebabkan perdarahan yang tak
terkendali, yang bisa berakibat fatal.
Biasanya episode perdarahan pertama terjadi sebelum usia 18 bulan, yang sering terjadi setelah
suatu cedera ringan.
Anak mudah mengalami memar. Bahkan penyuntikan ke dalam otot bisa menyebabkan
perdarahan yang selanjutnya menyebabkan memar yang luas (hematom).
Perdarahan berulang ke dalam sendi dan otot pada akhirnya bisa menyebabkan kelainan bentuk
yang melumpuhkan.
Perdarahan bisa menyebabkan pembengkakan dasar lidah sehingga menyumbat saluran
pernafasan dan terjadi gangguan pernafasan.
Benturan ringan di kepala bisa memicu perdarahan di tulang tengkorak, yang bisa menyebabkan
kerusakan otak dan kematian.
DIAGNOSA
Jika seorang anak laki-laki mengalami perdarahan yang tidak biasa, maka diduga dia menderita
hemofilia.
Diagnosis yang akurat penting dan esensial untuk penatalaksanaan efektif. Hemofilia harus
dicurigai pada pasien-pasien dengan riwayat:
- Mudah memar pada masa kanak-kanak;
- Perdarahan spontan (terutama pada sendi dan jaringan lunak); dan
- Perdarahan eksesif setelah trauma atau pembedahan.
Meskipun riwayat perdarahan biasanya dialami sepanjang hidup, beberapa anak dengan
hemofilia berat mungkin tidak mengalami gejala perdarahan sampai usia 1 tahun atau lebih
ketika mereka mulai berjalan dan menjalani kehidupannya.
PENGOBATAN
Penderita hemofilia harus menghindari keadaan yang bisa menimbulkan perdarahan. Mereka
harus sangat memperhatikan perawatan giginya agar tidak perlu menjalani pencabutan gigi.
Kepada penderita hemofilia ringan yang harus menjalani pembedahan atau pencabutan gigi akan
diberikan obat desmopressin untuk memperbaiki sistem pembekuan darah yang sifatnya hanya
sementara, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi.
Penderita juga harus menghindari obat-obatan seperti Aspirin, warfarin, heparin dan obat pereda
nyeri tertentu (misalnya obat anti peradangan non-steroid), yang bisa memperburuk gangguan
perdarahan.
Beberapa penderita membentuk antibodi terhadap faktor VIII dan faktor IX yang ditransfusikan,
sehingga transfusi menjadi tidak efektif.
Jika di dalam darah contoh terdapat antibodi, maka dosis plasma konsentratnya dinaikkan atau
diberikan faktor pembekuan yang berbeda atau diberikan obat-obatan untuk mengurangi kadar
antibodi.
Lokasi perdarahan paling sering pada seseorang dengan hemofilia adalah sendi dan
otot ekstremitas.
Hemartrosis Akut
- Pada anak dengan hemofilia berat, hemartrosis spontan pertama kali biasanya terjadi
sebelum usia 2 tahun, namun bisa terjadi belakangan.
- Jika tidak diterapi adekuat, perdarahan berulang akan menyebabkan penurunan progresif
dari fungsi sendi dan otot.
- Ini akan menyebabkan hilangnya fungsi secara berat akibat deformitas sendi,
kurangnya gerak, atropi otot, dan kontraktur dalam 1-2 dekade pertama kehidupan.
- Asal mula perdarahan adalah sinovium. Ini adalah jaringan yang amat tipis dan
sangat vaskuler , yang membatasi dan melubrikasi ruang sendi.
- Perdarahan yang sangat dini pada sendi dapat dikenali oleh orang yang mengalaminya
sebagai rasa kesemutan dan kencang di dalam sendi. Aura ini mendahului kejadian
sesungguhnya dari gambaran klinis hemartrosis akut - nyeri, bengkak, dan
keterbatasan gerak.
- Jika darah mengisi ruang sendi, sendi akan tampak bengkak dan teraba hangat
serta lunak. Ini akan menyebabkan sendi mencari posisi paling nyaman, yaitu fleksi.
Setiap upaya untuk mengubah posisi akan menyebabkan lebih nyeri, sehingga
membatasi gerak. Spasme otot sekunder terjadi karena pasien mencoba mencegah
tiap gerakan.
- Tujuan terapi hemartrosis akut adalah menghentikan perdarahan sesegera mungkin.
Idealnya, ini dimulai ketika orang tersebut mengenali aura.
- Langkah awal paling penting dalam penatalaksanaan hemartrosis akut adalah
penggantian factor pembekuan sesegera mungkin pada kadar yang cukup tinggi untuk
menghentikan perdarahan.
- Metode paling efektif untuk memberikan penggantian faktor pembekuan segera
adalah program terapi rumah yang memungkinkan pasien dengan hemofilia (atau
anggota keluarganya) memberikan faktor tersebut pada waktu yang tepat. Perdarahan
sendi yang tidak berespon dalam 12-24 jam harus dievaluasi oleh pemberi
pelayanan kesehatan.
Hemartrosis Kronik
Jika ada episode perdarahan berulang pada suatu sendi (sendi target), ter jadilah
perubahan kronik.
- Sinovitis kronik biasanya dijumpai pada dekade pertama dan kedua kehidupan.
- Penatalaksanaan artropati hemofilik kronik tergantung pada tahapan dimana ini
dijumpai.
Sinovitis kronik
Diagnosis dibuat dengan melakukan pemeriksaan fisik secara detil terhadap sendi tersebut.
Adanya hipertropi sinovial dapat dikonfirmasi melalui ultrasonografi dan MRI. Foto polos dan
terutama MRI akan membantu menetapkan perluasan perubahan ar tikuler . Tujuan terapi
adalah mengendalikan sinovitis dan mempertahankan fungsi sendi yang baik. Pilihan-pilihan
terapi meliputi:
- Latihan tiap hari untuk meningkatkan kekuatan otot dan mempertahankan gerakan sendi
merupakan hal yang penting. Penggantian faktor pembekuan idealnya diberikan dengan
frekuensi dan tingkat dosis yang cukup untuk mencegah perdarahan berulang.
- Jika tersedia konsentrat dalam dosis yang cukup, pemberian terapi profilaksis
sekunder jangka pendek (6-8 minggu) dengan fisioterapi intensif sangat
menguntungkan.26 26 26 26 26 Panduan Penatalaksanaan Hemofilia
- NSAID (inhibitor COX-2).
- Injeksi steroid kerja lama secara intra artikuler .
Sinovektomi
Sinovektomi sebaiknya dipertimbangkan jika sinovitis kronik menetap dengan perdarahan
rekuren sering yang tidak dapat dikendalikan dengan cara lain. Pilihan-pilihan untuk
sinovektomi meliputi sinoviortesis kimiawi atau radioisotop dan sinovektomi artroskopik
atau secara bedah terbuka.
- Sinovektomi bedah, baik terbuka atau artroskopik, membutuhkan sumber daya yang
sangat banyak dari suatu tim berpengalaman, di suatu pusat terapi hemofilia yang telah
ditetapkan, dan penyediaan faktor pembekuan yang banyak. Sinovektomi bedah
jarang dibutuhkan saat ini dan hanya dipertimbangkan jika prosedur kurang invasif
dan sama efektif lain gagal.
- Sinovektomi non bedah harus menjadi prosedur pilihan untuk menerapi sinovitis
hemofilik kronik. Secara jelas, sinovektomi radioisotop menggunakan emitter beta
murni (phosphorus-32 atau yttrium-90) merupakan yang paling efektif dan paling
tidak invasif. Cara ini mempunyai efek samping paling sedikit dan dilakukan pada
keadaan rawat jalan secara sederhana. Cara ini juga membutuhkan fisioterapi lanjutan
yang minimal. Hanya dibutuhkan faktor pembekuan dosis tunggal pada isotop dosis
tunggal.
- Jika tidak ada radioisotop maka sinovektomi kimiawi merupakan alternatif yang
tepat. Baik rifampisin maupun oksitetrasiklin dapat digunakan. Sinovektomi kimiawi
membutuhkan injeksi mingguan sampai sinovitis terkontrol. Injeksi yang
menimbulkan nyeri ini membutuhkan obat, dan dosis faktor pembekuan dibutuhkan
untuk tiap injeksi. Biaya yang murah dari agen kimiawi ini diimbangi dengan
perlunya injeksi multipel.
Hal ini dapat timbul pada dekade kedua kehidupan, kadangkala lebih awal, tergantung pada
derajat beratnya perdarahan dan terapinya. Ini disebabkan oleh sinovitis kronik persisten
dan hemartrosis rekuren yang menyebabkan kerusakan ireversibel pada kartilago sendi.
- Dengan hilangnya kartilago yang semakin berat, suatu kondisi artritis progresif timbul
bersamaan dengan kontraktur jaringan lunak sekunder , atropi otot serta deformitas
anguler .
- Dengan bertambahnya kronisitas artropati, ter jadi pengurangan pembengkakan
akibat fibrosis progresif sinovium dan kapsul.
- Hilangnya gerak umum terjadi pada kontraktur fleksi yang menyebabkan kehilangan
fungsi paling signifikan.
- Nyeri bisa muncul bisa tidak.
Tujuan terapi adalah memperbaiki fungsi sendi dan meredakan nyeri. Pilihan-pilihan terapi
untuk artropati hemofilik kronik akan tergantung pada:
Jika tindakan-tindakan konservatif ini gagal memberikan peredaan nyeri dan perbaikan
fungsi yangmemuaskan, intervensi bedah dapat dipertimbangkan. Sumber daya yang
adekuat, termasuk kecukupan konsentrat faktor pembekuan, harus tersedia dalam upaya
melanjutkan tiap prosedur pembedahan.
Prosedur-prosedur bedah, yang tergantung pada kondisi spesifik yang membutuhkan koreksi,
dapat meliputi:
- Sinoviortesis radionukleotida;
- Pembebasan jaringan lunak ekstra artikuler untuk mengatasi kontraktur;
- Artroskopi untuk membebaskan adesi intra artikuler dan memperbaiki tumpang
tindih;
- Sinovektomi siku dengan eksisi kaput radius;
- Osteotomi untuk mengoreksi deformitas anguler;
- Penggantian sendi prostetik untuk penyakit berat ya ng melibatkan sendi mayor
(lutut, panggul, bahu); dan
- Artrodesis tumit yang memberikan peredaan nyeri secara baik dan koreksi
deformitas dengan perbaikan fungsi secara nyata.
Pseudotumor
Suatu kondisi yang berpotensi mengancam jiwa dan keselamatan ekstremitas khas untuk
hemofilia adalah pseudotumor . Ini paling sering dijumpai pada tulang panjang atau pelvis. Ini
terjadi akibat terapi perdarahan jaringan lunak yang tidak adekuat, biasanya pada otot di dekat
tulang, yang terkena secara sekunder . Jika tidak diterapi, pseudotumor dapat mencapai
ukuran amat besar sehingga menyebabkan penekanan pada struktur neurovaskuler dan
fraktur patologik. Suatu fistula dapat muncul menembus kulit di atasnya.
Penatalaksanaan tergantung pada lokasi, ukuran, kecepatan tumbuh, dan efek terhadap
struktur sekitarnya.
Meskipun beberapa pseudotumor yang sangat kecil dapat dimonitor sambil digunakan terapi
penggantian faktor pembekuan, kebanyakan pseudotumor membutuhkan operasi.
- Eksisi bedah, termasuk amputasi, mungkin dibutuhkan untuk tumor-tumor besar .
- Pembedahan dapat melibatkan aspirasi diikuti injeksi lem fibrin pada beberapa lesi
yang terletak lebih perifer dan dalam posisi yang terlokalisir baik.
Fraktur
Fraktur sering terjadi pada orang dengan hemofilia dan paling sering timbul di sekitar
lutut serta panggul.
Orang dengan hemofilia berisiko terkena fraktur di sekitar sendi yang mengalami
kehilangan gerak secara signifikan dan pada tulang yang osteoporotik. T erapi suatu fraktur pada
hemofilia membutuhkan penggantian konsentrat faktor pembekuan segera.
- Kadar minimal 50% harus dicapai pada awalnya dan dipertahankan selama 3-5 hari.
- Kadar yang lebih rendah dapat dipertahankan selama 10-14 hari ketika fraktur
distabilisasi.
- Penatalaksanaan aktual terhadap fraktur harus dilakukan dengan cara tepat untuk
fraktur spesifik dan ini meliputi terapi operatif di bawah kendali konsentrat faktor
pembekuan yang tepat.
- Perhatian harus diberikan untuk menghindari imobilisasi lama yang dapat menyebabkan
keterbatasan lingkup gerak sendi di dekatnya secara signifikan.
- Fisioterapi harus dimulai segera setelah fraktur dapat distabilkan.
TROMBOSITOPENIA
PENYEBAB
Penyebab trombositopenia:
1. Sumsum tulang menghasilkan sedikit trombosit
- Leukemia
- Anemia aplastik
- Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
- Pemakaian alkohol yang berlebihan
- Anemia megaloblastik
- Kelainan sumsum tulang
GEJALA
Perdarahan kulit bisa merupakan pertanda awal dari jumlah trombosit yang kurang.
Bintik-bintik keunguan seringkali muncul di tungkai bawah dan cedera ringan bisa
menyebabkan memar yang menyebar.
Bisa terjadi perdarahan gusi dan darah juga bisa ditemukan pada tinja atau air kemih.
Pada penderita wanita, darah menstruasinya sangat banyak.
Perdarahan mungkin sukar berhenti sehingga pembedahan dan kecelakaan bisa berakibat
fatal.
Jika jumlah trombosit semakin menurun, maka perdarahan akan semakin memburuk.
Jumlah trombosit kurang dari 5.000-10.000/mL bisa menyebabkan hilangnya sejumlah
besar darah melalui saluran pencernaan atau terjadi perdarahan otak (meskipun otaknya
sendiri tidak mengalami cedera) yang bisa berakibat fatal.
PENYEBAB
Penyebab dari kekurangan trombosit tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini diduga
melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang
trombositnya sendiri.
Meskipun pembentukan trombosit di sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit
yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh.
Pada anak-anak, penyakit ini biasanya terjadi setelah suatu infeksi virus dan setelah
bebeerapa minggu atau beberapa bulan akan menghilang tanpa pengobatan.
Gejalanya bisa timbul secara tiba-tiba (akut) atau muncul secara perlahan (kronik).
GEJALA
Gejalanya berupa:
- bintik-bintik merah di kulit sebesar ujung jarum
- memar tanpa penyebab yang pasti
- perdarahan gusi dan hidung
- darah di dalam tinja.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala serta hasil pemeriksaan darah dan sumsum
tulang yang menunjukkan rendahnya jumlah trombosit dan adanya peningkatan
penghancuran trombosit. Pada penderita dewasa, diberikan kortikosteroid (misalnya
prednison) dosis tinggi untuk mencoba menekan respon kekebalan tubuh. Pemberian
kortikosteroid hampir selalu bisa meningkatkan jumlah trombosit, tetapi efeknya hanya
sekejap. Obat-obat yang menekan sistem kekebalan (misalnya azatioprin) juga kadang
diberikan. Jika pemberian obat tidak efektif atau jika penyakitnya berulang, maka
dilakukan pengangkatan limpa (splenektomi).
Imun globulin atau faktor anti-Rh (bagi penderita yang memiliki darah Rh-positif) dosis
tinggi diberikan secara intravena kepada penderita yang mengalami perdarahan hebat
akut. Obat ini juga digunkan untuk periode yang lebih lama (terutama pada anak-anak),
guna mempertahankan jumlah trombosit yang memadai untuk mencegah perdarahan.
Purpura Trombositopenik Trombotik adalah suatu penyakit yang berakibat fatal dan
jarang terjadi, dimana secara tiba-tiba terbentuk bekuan-bekuan darah kecil di seluruh
tubuh, yang menyebabkan penurunan tajam jumlah trombosit dan sel-sel darah merah,
demam dan kerusakan berbagai organ.
PENYEBAB
Penyebab penyakit ini tidak diketahui.
Bekuan darah bisa memutuskan aliran darah ke bagian otak, sehingga terjadi gejala-
gejala neurologis yang aneh dan hilang-timbul.
Gejala lainnya adalah:
- sakit kuning (jaundice)
- adanya darah dan protein dalam air kemih
- kerusakan ginjal
- nyeri perut
- irama jantung yang abnormal.
Jika tidak diobati, penyakit ini hampir selalu berakibat fatal; dengan pengobatan, lebih
dari separuh penderita yang bertahan hidup.
Plasmaferesis berulang atau transfusi sejumlah besar plasma (komponen cair dari darah
yang tersisa setelah semua sel-sel darah dibuang) bisa menghentikan penghancuran
trombosit dan sel darah merah.
Bisa diberikan kortikosteroid dan obat yang menghalangi fungsi trombosit (misalnya
aspirin dan dipiridamol), tetapi efektivitasnya belum pasti.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan darah yang
menunjukkan jumlah trombosit dibawah normal.
Pemeriksaan darah dengan mikroskop atau pengukuran jumlah dan volume trombosit
dengan alat penghitung elektronik bisa menentukan beratnya penyakit dan penyebabnya.
Aspirasi sumsum tulang yang kemudian diperiksa dengan mikroskop, bisa memberikan
informasi mengenai pembuatan trombosit.
PENGOBATAN
Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka menghentikan pemakaian obat tersebut
biasanya bisa memperbaiki keadaan.
Jika jumlah trombositnya sangat sedikit penderita seringkali dianjutkan untuk menjalani
tirah baring guna menghindari cedera.
C. CARA KERJA
Hitung Trombosit
Metode Langsung ( Rees Ecker )
a. Prinsip
Darah diencerkan ke dalam larutan yang mengandung brilliant cresyl
blue sehingga trombosit tercat biru muda . Trombosit dihitung dengan
bilik hitung . Hasil Pemeriksaannya diperiksa ulang dengan sediaan
apus
b. Spesimen
Darah EDTA atau darah kapiler
d. Cara Kerja
1. Pipetlah darah dengan pipet eritrosit sampai tanda 0,5 dan
encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda 101
( pengenceran 200x ). Mulai saat ini trombosit harus selesai
dihitung dalam waktu 30 menit, agar tida terjadi disintegrasi sel
trombosit
2. Kocklah pipet tersebut 3-5 menit. Bersighkan bilik hitung
3. Siapkan cawan petri, bagian dalam, dasar dan tutupnya ditempeli
kertas yang ukurannya sama dan sebelumnya dibasahi air
4. Setelah pipet dikocok, buang 4 tetes pertama dan tetes ke-5 isikan
ke dalam bilik hitung . Masukkan bilik hitung tersebut ke dalam
cawan petri yang telah disiapkan tadi. Biarka selama 5 menit, agar
trombosit mengendap dan tidak terjadi penguapan
5. Letakkan bilik hitung di bawah mikroskop perbesaran10x obyektif
dan kemudian perbesaran 40x. Trombosit tampak refraktil dan
mengkilap berwarna biru muda/nila, lebih kecil serta bentuk bulat,
lonjong atau tersebar bergerombol
Rumus : n x P Keterangan
P = pengenceran
Reaksi silang adalah suatu jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum pelaksanaan
transfusi darah. Tujuannya adalah untuk melihat apakah darah dari pendonor cocok dengan
penerima (resipien) sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi transfusi hemolitik. Selain itu
juga untuk konfirmasi golongan darah.
Memeriksa ada tidaknya aglutinin resipien yang mungkin dapat merusak eritrosit donor
yang masuk pada saat pelaksanaan transfuse
Maksudnya apakah sel donor itu akan dihancurkan oleh antibody dalam serum pasien.
Memeriksa ada tidaknya aglutinin donor yang mungkin dapat merusak eritrosit resipien.
Reaksi ini dianggap kurang penting dibanding reaksi silang mayor, karena agglutinin
donor akan sangat diencerkan oleh plasma di dalam sirkulasi darah resipien.
Minor crossmatch adalah serum donor dicampur dengan sel penerima. Yang
denganmaksud apakah sel pasien akan dihancurkan oleh plasma donor.
ARTI KLINIS
- Jika pada raksi tersebut golongan darah A,B dan O penerima dan donor sama, baik
mayor maupun minor test tidak bereaksi berarti cocok
- Jika berlainan, misalnya donor golongan darahO dan penerima golongan darah A maka
pada test minor akan terjadi aglutinasi atau juga bisa sebaliknya berarti tidak cocok
Cara dengan objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan
hanya pada suhu kamar saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi
pada suhu 37 derajat Celcius.
Lagi pula untuk menentukan anti Rh sebaiknya digunakan cara Crossmatch dengan high protein
methode.
Ada beberapa cara untuk menentukan reaksi silang yaitu reaksi silang dalam larutan
garam faal dan reaksi silang pada objek glass.Serum antiglobulin meningkatkan sensitivitas
pengujian in vitro. Antibody kelas IgM yang kuat biasanya menggumpalkan erythrosit yang
mengandung antigen yang relevam secara nyata, tetapi antibody yang lemah sulit dideteksi.
Banyak antibodi kelas IgG yang tak mampu menggumpalkan eryhtrosit walaupun
antibody itu kuat. Semua pengujian antibodi termasuk uji silang tahap pertama menggunakan
cara sentrifugasi serum dengan eryhtrosit. Sel dan serum kemudian diinkubasi selama 15-30
menit untuk memberi kesempatan antibodi melekat pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum
antiglobulin dan bila pendertita mengandung antibody dengan eryhtrosit donor maka terjadi
gumpalan.
Uji saring terhadap antibodi penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil
yang kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir.Untuk penjelasan selanjutnya
saya akan menjelaskan bagaimana cara kerjanya, seperti pada kalimat diatas saya ttelh sedkit
meyinggung tahap crosmatch untuk yang pertama. Sedangkan reaksi silang (crossmatch)
mempunyai 3 bagian penyaringan untuk penyarian donor darah ke pasien agar tidak terjadi
perlawanan-perlawanan saat didalam tubuh setelah darah ditrafusikan.
B. PATOLOGI
REAKSI TRANSFUSI DARAH
Transfusi darah masif jarang dilakukan, lebih-lebih sebab permintaan darah hampir selalu
tersendat-sendat. Kalau terjadi perdarahan banyak dan persediaan darah kurang, yang diberikan
ialah cairan pengganti darah.
Kadang-kadang transfusi darah masif dapat dilakukan sebab persediaan darah cukup dan
kadang-kadang donor juga cukup banyak. Seandainya persediaan darah cukup, maka pemberian
suatu transfusi masif bukan tanpa risiko untuk terjadinya macam-macam komplikasi, sehingga
diperlakukan alat tambahan untuk memudahkan kita memantau selama pemberian transfusi
masif tersebut. Alat tambahan tersebut antara lain ialah EKG, analisis gas darah, dan CVP.
Selain risiko, penyediaan alat-alat dan pemeriksaan analisis gas darah yang berulang
merupakan beban biaya tambahan bagi penderita.
DEFINISI
Transfusi darah masif adalah pemberian darah dengan kecepatan lebih dari 30 ml/kg BB/jam
( 2 ), atau dapat juga dikatakan pemberian darah secara mendadak lebih dari 1,50 kali perkiraan
jumlah darah penderita (5, 8).
KEGUNAAN
I. Reaksi imunologi
I. REAKSI IMUNOLOGI
Reaksi transfusi hemolitik merupakan reaksi yang jarang terjadi tetapi serius dan terdapat pada
satu diantara dua puluh ribu penderita yang mendapat transfusi (8).
Reaksi ini sering terjadi akibat kesalahan manusia sebagai pelaksana, misalnya salah memasang
label atau membaca label pada botol darah.
Tanda-tanda reaksi hemolitik lain ialah menggigil, panas, kemerahan pada muka, bendungan
vena leher , nyeri kepala, nyeri dada, mual, muntah, nafas cepat dan dangkal, takhikardi,
hipotensi, hemoglobinuri, oliguri, perdarahan yang tidak bisa diterangkan asalnya, dan ikterus.
Pada penderita yang teranestesi hal ini sukar untuk dideteksi dan memerlukan perhatian khusus
dari ahli anestesi, ahli bedah dan lain-lain.
Tanda-tanda yang dapat dikenal ialah takhikardi, hemoglobinuri, hipotensi, perdarahan yang tiba-
tiba meningkat, selanjutnya terjadi ikterus dan oliguri.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya hemoglobinemi dan hemoglobinuri. Urine menjadi
coklat kehitaman sampai hitam dan mungkin berisi hemoglobin dan butir darah merah. (8).
Terapi reaksi transfusi hemolitik : pemberian cairan intravena dan diuretika. Cairan digunakan
untuk mempertahankan jumlah urine yang keluar.
C. CARA KERJA
a. Tujuan
Untuk mendeteksi adanya tidak antibody ( complete Ab maupun Incomplete Ab )
yang terdapat di dalam serum OS atau donor , agar tidak terjadi reaksi transfuse
hemolitik pada diri OS yang berakibat fatal
Untuk mengetahui gejala klinik reaksi transfuse hemolitik adalah sebagai berikut :
Sakit pinggang, perasaan takut dan tertekan , hiperhidrosis, febril, hiperpneu,
takikardi, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut serta gangguan sirkulasi.
Mayor
1. Ambil 2 tetes serum/plasma penderita masukkan ke dalam tabung reaksi kecil
2. Tambahkan 2 tetes suspense Ht 4 % donor
3. Kocok atau campur perlahan lahan
4. Sentrifuge 1000 rpm selam 1 menit
5. Positif : terjadi aglutinasi
6. Negatif : Tidak terjadi aglutinasi
Minor
1. Ambil 2 tetes serum/ plasma donor masukkan ke dalam tabung reaksi kecil
2. Tambahkan 2 tetes suspense Ht 4 % penderita
3. Kocok dan campur perlahan2
4. Centrifuge 1000 rpm selama 1 menit
5. Positif : terjadi aglutinasi
6. Negatif : Tidak terjadi aglutinasi
DAFTAR PUSTAKA
Dokterugm.Wordpress.Com/2010/05/20/Reaksi-Transfusi-Darah/
Www.Medicastore.Com