PENDAHULUAN
1. Hemostasis
Hemostasis adalah proses di mana perdarahan setelah cedera vaskular
dihentikan. Respon hemostasis normal terhadap kerusakan jaringan vaskular
sangat bergantung pada interaksi antara dinding pembuluh darah, trombosit, dan
faktor koagulasi. Sistem fibrinolitik dan inhibitor koagulasi memastikan
koagulasi terbatas pada lokasi cedera.
1
2. Komponen Respon Hemostasis
2
2. memisahkan FVIII dari protein pembawa vWF yang mengaktifkan
FVIII
3. mengaktifkan FV ke FVa; dan (iv) mengaktifkan FXIII menjadi XIIIa,
yang menstabilkan bekuan fibrin.
b) Trombosit
Trombosit diproduksi di sumsum tulang melalui fragmentasi sitoplasma
megakariosit. Megakariosit adalah sel berinti banyak yang berasal dari sel induk
hemopoietik. Trombosit terlepas dari sitoplasma megakariosit dan masuk ke darah
tepi. Trombopoietin diproduksi terutama di hati dan merangsang produksi
megakariosit dan trombosit dengan meningkatkan diferensiasi sel induk menjadi
megakariosit, meningkatkan jumlah megakariosit dan juga dengan meningkatkan
jumlah divisi inti megakariosit (ploidi).
3
109/L; angka yang lebih rendah ditemukan pada neonatus (100-300 x 10 9/L) dan
di antara populasi ras tertentu, mis. di Eropa Selatan atau Timur Tengah.
4
c) Faktor Koagulasi
Protein dari kaskade koagulasi adalah proenzim (serine protease) dan
prokofaktor yang diaktifkan secara berurutan (Gambar. 2). Kaskade telah dibagi
berdasarkan tes laboratorium menjadi jalur intrinsik, ekstrinsik dan umum.
Pembagian ini berguna dalam memahami hasil uji koagulasi in vitro. Namun,
secara in vivo, jalur ini saling terkait secara erat. Koagulasi dimulai ketika faktor
jaringan yang diaktifkan pada permukaan sel yang terluka mengikat dan
mengaktifkan faktor VII; kompleks mengaktifkan faktor IX yang mana, dengan
kofaktor VIII, mengaktifkan faktor X menjadi Xa. Trombosit mempercepat proses
koagulasi dengan menyediakan membran fosfolipid. Kompleks Xa dan Va, yang
diaktivasi dari faktor V oleh trombin, bekerja pada protrombin (faktor II) untuk
menghasilkan trombin. Trombin kemudian mengubah fibrinogen menjadi
monomer fibrin, dengan pelepasan fibrinopeptida A dan B. Monomer bergabung
membentuk gumpalan polimer fibrin. Faktor XIII mengikat silang polimer untuk
membentuk gumpalan yang lebih stabil.
Trombin memiliki sejumlah peran kunci dalam proses koagulasi:
1. Merubah fibrinogen plasma menjadi fibrin.
2. Memperkuat koagulasi dengan:
a) Faktor pengaktif XI yang meningkatkan produksi IXa
b) Membelah faktor VIII dari molekul pembawa vWF untuk
mengaktifkannya dan meningkatkan produksi Xa
c) Mengaktifkan faktor V ke faktor Va.
3. Mengaktifkan faktor XIII menjadi faktor XIIIa, yang menstabilkan
bekuan fibrin.
4. Mempotensiasi agregasi platelet.
5. Mengikat trombomodulin pada permukaan sel endotel untuk
membentuk kompleks yang mengaktifkan protein C, yang terlibat
dalam pengaturan koagulasi.
Faktor-faktor inhibisi koagulasi menghambat kaskade koagulasi dan
memastikan aksi trombin terbatas pada lokasi cedera:
1. Antitrombin menonaktifkan protease serin, terutama faktor Xa dan
trombin. Heparin mengaktifkan antitrombin.
2. α2 makroglobulin, α2 antiplasmin, α2 antitripsin, dan heparin kofaktor II
juga menghambat protease serin yang bersirkulasi.
3. Protein C dan S adalah protein yang bergantung pada vitamin K yang
dibuat di hati. Protein C diaktifkan melalui kompleks trombin-
trombomodulin (Gambar 6 dan Gambar 2) dan, seperti protein S,
menghambat koagulasi dengan menonaktifkan faktor Va dan VIIIa;
protein C juga meningkatkan fibrinolisis dengan menonaktifkan
inhibitor dari aktivator jaringan plasmogen (TPA/Tissue Plasmogen
Activator) (Gambar 6).
5
4. Penghambat jalur faktor jaringan (TFPI/Tissue Factor Pathway
Inhibitor) menghambat jalur koagulasi in vivo utama dengan
menghambat faktor VIIa dan Xa.
Gambar 6. Fibrinolisis.
6
dari rantai Bβ. Fragmen sisa, yang dikenal sebagai fragmen X, terdiri dari ketiga
domain tetapi tidak memiliki ekstensi rantai Aα yang panjang.
Pengujian fragmen Bβ1-42 yang dihasilkan pada tahap ini memberikan indeks
sensitif aktivitas fibrinolitik. Kemudian terjadi destruksi asimetris dari fragmen X,
dengan pelepasan fragmen D (di mana rantai tetap terhubung oleh ikatan
disulfida) dan residu dari fragmen X, disebut fragmen Y. Fragmen Y, oleh karena
itu, terdiri dari domain E pusat dan salah satu dari domain terminal D. Pencernaan
lebih lanjut dari fragmen Y oleh hasil plasmin dalam pemecahan domain kedua
untuk menghasilkan fragmen kedua D. Residu dari fragmen Y, yang terdiri dari
ujung terminal-N terkait disulfida dari keenam rantai, disebut fragmen E. Fragmen
X , Y, dan D mampu mengikat monomer fibrin, menghambat polimerisasi dan
dengan demikian mengganggu pembentukan bekuan. Fragmen Y, D, dan E juga
meningkatkan laju konversi plasminogen menjadi plasmin, sehingga
meningkatkan laju fibrinolisis setelah dimulai.
7
b) Degradasi Cross-Linked Fibrin oleh Plasmin
Gamba
r 8. Degradasi Cross-Linked Fibrin oleh Plasmin
8
Pada laporan ini akan dijelaskan pemeriksaan FDP dengan metode
imunoturbidimetri yang akan dijelaskan pada Bab 2.
9
BAB II
PEMERIKSAAN FDP DENGAN METODE IMUNOTURBIDIMETRI
Turbidimetri merupakan suatu metode pemeriksaan yang mengukur
absorbansi cahaya pada sampel. Turbidimetri terlibat dengan mengukur jumlah
cahaya yang ditransmisikan (dan menghitung cahaya yang diserap) oleh partikel
dalam suspensi untuk menentukan konsentrasi zat yang dimaksud. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer cahaya. (Martinuzzo et al,
2016)
A. PRA ANALITIK
1. Persiapan Pasien
10
Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi
memiliki 2 alat auto-analyzer untuk pemeriksaan FDP dengan metode
imunoturbidimetri yaitu STA Compact Max dan STA R Max.
3. Sampel
Sampel darah darah segar dalam tabung natrium sitrat dengan tutup
berwarna biru (2.7mL atau 4.5mL). (Chernecky, 2008)
4. Persiapan Sampel
Ambil 2 mL darah ke dalam spuit atau tabung vakum. Lepaskan spuit atau
selang, biarkan jarum tetap di tempatnya. Pasang jarum suntik kedua, dan
masukkan sampel sebanyak 2,4 mL dalam tabung 2,7 mL atau 4,0 mL dalam
tabung 4,5 mL. Tempatkan spesimen segera dalam wadah berisi es. Miringkan
tabung dengan perlahan sampai bekuan terbentuk. (Chernecky, 2008)
5. Reagen
11
Instrumen STA Compact Max dan STA R Max menggunakan reagen kit
yang sama.
Tabel 2. Reagen pada instrument STA Compact Max dan STA R Max (Anonim,
2013)
12
Asserachrom PAI 1 3 x 2 strip bersalut 3 x 32 mL
Penentuan kuantitatif 3 botol TMB
Plasminogen Activator 3 botol anti-PAI 1 peroksidase
Inhibitor 1 (PAI 1) 3 botol buffer pengenceran
dengan metode ELISA 3 botol kalibrator PAI 1
1 botol larutan pencuci
3 botol kontrol PAI 1
6. Reagen
13
BAB III
KESIMPULAN
Urea adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang
diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan
ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difiltrasi oleh glomerulus. Urea
berperan penting dalam metabolisme senyawa yang mengandung nitrogen pada
manusia. Pemeriksaan kadar urea/BUN bertujuan untuk mengevaluasi fungsi
ginjal dan identifikasi gangguannya sejak awal. Hal ini dapat membantu klinisi
untuk melakukan pencegahan dan penatalaksanaan lebih awal agar mencegah
progresivitas gangguan ginjal menjadi gagal ginjal.
Pada dasarnya, ada 3 tiga metode yang umum digunakan untuk
pengukuran kadar urea. Isotope dilution mass spectrometry (IDMS), metode
kolorimetri berdasarkan reaksi urea dengan diacetyl monoxime atau dengan
metode enzimatik. IDMS memiliki sejumlah keunggulan, termasuk kecepatan
akuisisi yang tinggi, akurasi massa yang tinggi, resolusi cukup tinggi, sensitivitas
tinggi, tidak adanya bias pada nilai puncak (peak) dalam spektrum massa. Hal
tersebut yang menjadikan IDMS sebagai baku emas pada pemeriksaan kadar
ure/BUN. IDMS dapat mendeteksi sebagian besar jenis molekul, namun
sesringkali hanya digunakan sebagai metode referensi dikarenakan biayanya yang
tinggi dibandingkan dengan metode pemeriksaan yang lain.
Aplikasi di Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, tahap praanalitik pemeriksaan kadar urea/BUN menggunakan metode
kinetic GLDH tidak memiliki persiapan pasien secara khusus, persiapan alat dan
bahan sesuai dengan SOP berdasarkan manual dan insert kit masing – masing alat
yang digunakan, dan persiapan sampel sesuai dengan SOP bedasarkan referensi
nasional yang berlaku (Permenkes). Prinsip pemeriksaan diawali dengan hidrolisis
urea oleh urease untuk membentuk amonium dan karbonat. Pada reaksi kedua, 2-
oksoglutarat bereaksi dengan amonium dengan adanya glutamat dehidrogenase
(GLDH) dan koenzim NADH menghasilkan L-glutamat. Dalam reaksi ini dua
mol NADH dioksidasi menjadi NAD untuk setiap mol urea terhidrolisis. Laju
penurunan konsentrasi NADH berbanding lurus dengan konsentrasi urea dalam
specimen lalu diukur secara fotometriks dengan mengukur absorbance pada 340
nm. Perlu dipertimbangkan juga beberapa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi
enzimatik seperti konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pH, terperatur,
aktivatior, dan inhibitor untuk mendapatkna hasil pemeriksaan yang optimal. Nilai
rujukan ureum diperoleh dengan cara mengkalikan nilai rujukan BUN dengan
faktor 2,14. Beberapa faktor seperti serum atau plasma yang mengalami
hemolisis, lipemik, atau icterus dapat mengganggu interpretasi hasil pemeriksaan.
14
DAFTAR PUSTAKA
15