Anda di halaman 1dari 17

Hemostasis

A. TROMBOSIT

Struktur dan Fisiologi. Trombosit merupakan fragmen-fragmen sel granular,
berbentuk cakram, tidak berinti; trombosit ini merupakan unsure seluler dari
sumsum tulang terkecil dan penting untuk hemostasis dan koagulasi. Trombnosit
berasal dari sel induk pluripoten yang tidak terikat , yang jika ada permintaan dan
dalam keadaan factor perangsang trombosit, interleukin dan TPO , berdiferensiasi
menjadi kelompok sel induk yang terikat untuk membentuk megakarioblas. Swel
ini melalui serangkaian proses maturasi menjadi megakariosit raksasa. Sel dapat
membesar karena sintesis DNA meningkat. Sitoplasma sel akhirnya memecahkan
diri menjadi trombosit-trombosit.

Trombosit yang berdiameter 1-4 m dan mempunyai siklus hidup kira-kira 10
hari ini 1/3 total yang ada di dalam tubuh berada di lien dan sisanya berada di
sirkulasi yakni 150.000-400.000/mm3. Trombosit mengandung berbagai macam
komponen yang dibutuhkan dalam hemostasis antara: (1)yang terdapat di
sitoplasma seperti: molekul aktin dan myosin, sisa-sisa reticulum endoplasma dan
apparatus golgi, mitokondria dan system enzim yang mampu membentuk ADP
dan ATP, system enzim yang mensintesis prostalglandin, factor stabilisasi fibrin,
dan factor pertumbuhan (2)Yang terdapat pada membrannya antara lain lapisan
glikoprotein dan mengandung banyak pospolipid yang mengaktifkan berbagai
tingkat dalam proses pembekuan darah( Guyton dan Hall, 2007; Price, S A dan
Wilson, L M ,2006; Sherwood, 2001).

B. HEMOSTASIS

Mekanisme Hemostasis. Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat
fisiologis vasokontriksi dan koagulasi (Dorland, 2006). Hemostasis dan koagulasi
juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan
pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada

tempat cidera(Price, S A dan Wilson, L M .2006).

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut.
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh
darah yang rusak itu menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga
dengan segera aliran darah dari pembuluh darah yang pecah akan berkurang
(terjadi vasokontriksi). Setelah itu, akan diikuti oleh adhesi trombosit, yaitu
penempelan trombosit pada kolagen. ADP (adenosin difosfat) kemudian
dilepaskan oleh trombosit kemudian ditambah dengan tromboksan A2
menyebabkan terjadinya agregasi (penempelan trombosit satu sama lain).
Proses aktivasi trombosit ini terus terjadi sampai terbentuk sumbat
trombosit, disebut juga hemostasis primer. Setelah itu dimulailah kaskade
koagulasi (lihat gambar.1) yaitu hemostasis sekunder, diakhiri dengan
pembentukan fibrin. Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi
faktor Xa. Faktor X diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur
intrinsik. Jalur ekstrinsik dipicu oleh tissue factor/tromboplastin. Kompleks
lipoprotein tromboplastin selanjutnya bergabung dengan faktor VII bersamaan
dengan hadirnya ion kalsium yang nantinya akan mengaktifkan faktor X.
Jalur intrinsik diawali oleh keluarnya plasma atau kolagen melalui
pembuluh darah yang rusak dan mengenai kulit. Paparan kolagen yang rusak akan
mengubah faktor XII menjadi faktor XII yang teraktivasi. Selanjutnya faktor XIIa
akan bekerja secara enzimatik dan mengaktifkan faktor XI. Faktor XIa akan
mengubah faktor IX menjadi faktor IXa. Setelah itu, faktor IXa akan bekerja sama
dengan lipoprotein trombosit, faktor VIII, serta ion kalsium untuk mengaktifkan
faktor X menjadi faktor Xa. Setelah itu, faktor Xa yang dihasilkan dua jalur
berbeda itu akan memasuki jalur bersama.
Faktor Xa akan berikatan dengan fosfolipid trombosit, ion kalsium, dan
juga faktor V sehingga membentuk aktivator protrombin. Selanjutnya senyawa itu
akan mengubah protrombin menjadi trombin.

Trombin selanjutnya akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin (longgar),
dan akhirnya dengan bantuan fakor VIIa dan ion kalsium, fibrin tersebut menjadi
kuat. Fibrin inilah yang akan menjerat sumbat trombosit sehingga menjadi kuat.
Selanjutnya apabila sudah tidak dibutuhkan lagi, bekuan darah akan dilisiskan
melalui proses fibrinolitik. Proses ini dimulai dengan adanya proaktivator
plasminogen yang kemudian dikatalis menjadi aktivator plasminogen dengan
adanya enzim streptokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa. Selanjutnya
plasminogen akan diubah menjadi plasmin dengan bantuan enzim seperti
urokinase. Plasmin inilah yang akan mendegradasi fibrinogen/fibrin menjadi
fibrin degradation product (Price, 2005 dan Guyton, 2007).

C. GANGGUAN HEMOSTASIS

Dalam bukunya, Kapita Selekta Hematology, A.V Hoffbrand et all menyebutkan
bahwa gangguan hemostasis (perdarahan abnormal) dapat disebabkan oleh
beberapa hal di bawah ini:

1. Kelainan vaskuler

Kelainan vaskuler adalah sekelompok kelompok keadaan heterogen, yang
ditandaiu oleh mudah memar dan perdarahan spontan dari poembuluh darah kecil.
Kelainan yang mendasari terletak pada pembuluh darah itu sendiri atau dalam
jaringan ikat perivaskular. Pada keadaan dseperti ini, uji penyaring standart
member hasil normal. Masa perdarahan normal, uji hemostasis lain juga normal.
Kelainan vaskular ini terdapat dua jenis yakni herediter yang berupa
Telangiektasia hemoragik herediter, serta kelainan jaringan ikat. Jenis yang lain
adalah Defek vaskular didapat .




2. Trombositopenia

Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3. Biasanya ditandai dengan purpura kulit spontan, perdarahan
mukosa, dan perdarahan berkepanjangan setelah trauma.
Beberapa penyebab trombositopenia antara lain: (1)Kegagalan produksi
trombosit .Ini merupakan penyebab tersering trombositopenia yang biasanya juga
merupakan bagian dari kegagalan sumsum tulang generalisata Penekanan
megakarisit selektif dapat disebabkan oleh toksisitas obat atau infeksi virus.
(2)Peningkatan destruksi trombosit, Hal ini dibagi menjadi beberapa jenis yakni:
a.Trombositopenia imun,termasuk di dalamnya ITP, karena infeksi, purpura
pascatranfusi, Trombositopenia imun karena diinduksi obat, b.Purpura
trombositopenia trombotik c.Koagulasi intravaskular diseminata, (3)Distribusi
trombosit abnormal, (4)Kehilangan akibat dilusi, yakni berupa transfuse masif
darah simpan pada pasien dengan perdarahan.

3. Gangguan koagulasi

Bisa karena herediter maupun didapat, yang umumnya menggangu faktor-faktor
koagulasi.

a.Herediter : hemofilia A dan hemofilia B

b.Didapat : defisiensi vitamin K dan penyakit hati





4. Gangguan fungsi trombosit

Dibagi menjadi dua jenis, yakni:

a.Didapat 1) karena obat anti trombosit seperti aspirin,2).hiperglobulinemia,
3).kelainan mieloproliferatif dan mielodisplastik , serta 4)Uremia.

b.Kelainan herediter 1) Trombastenia, 2)Sinsrom Bernard soulier, 3) Penyakit
penyimpanan

D. PURPURA TROMBOSITOPENIA IDIOPATIK (ITP)

Patofisiologi. ITP merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan
autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran
trombosit secara dini dalam sistem retikuloendothelial akibat adanya autoantibodi
terhadap trombosit yang biasanya berasal dari IgG.

Sindrom ITP disebabkan oleh trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi
trombosit spesifik (IgG) yang kemudian akan mengalami percepatan pembersihan
di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh
makrofag jaringan. Faktor yang memicu produksi autoantibodi belum diketahui,
namun kebanyakan pasien mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada
permukaan trombosit. Autoantibodi terbentuk karena adanya antigen yang berupa
kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Sel penyaji antigen (makrofag) akan merusak
glikoprotein IIb/IIIa dan memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein dari
trombosit lain.
Sel penyaji antigen yang teraktifasi mengekspresikan peptida baru pada
permukaan sel dengan bantuan konstimulasi dan sitokin yang berfungsi
memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif antiglikoprotein Ib/IX antibodi dan
meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi oleh B-cell clone 1.

Dengan kata lain, destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen
(makrofag) akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat
produksi antibodi yang cukup yang akan terus meyelubungi trombosit, yang pada
akhirnya akan menyebabkan trombositopenia. Masa hidup trombosit pada ITP
memendek berkisar antara 2-3 hari sampai beberapa menit. (Ibnu Purwanto, 2006)

Klasifikasi dan Gejala Klinis. 1.ITP akut, Sering dijumpai pada anak-anak dengan
infeksi dan penyakit saluran nafas. yang disebabkan oleh virus sebagai awal
terjadinya perdarahan berulang.Manifestasi perdarahan ringan dan jarang adanya
splenomegali. 2. ITP kronis, Manifestasi perdarahan berupa petekia, purpura,
ekimosis., episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu, perdarahan SSP jarang terjadi tetapi jika terjadi bersifat fatal,
splenomegali dijumpai pada <10%>50.000/L asimptomatik, AT 30.000-
50.000/L terdapat luka memar/ hematom, AT 10.000-30.000/L terdapat
perdarahan spontan, menorraghia, dan perdarahan memanjang bila ada luka,
AT<10.000/l style="color: black;">Hoffbrand, A.V, 2005 ).

Penegakan diagnosis . Untuk menentukan diagnosis maka perlu dilakukan
anamnesis( mengenai gejala,riwayat penyakit, ada tidaknya trauma, obat yang
diminum dll), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang .Khusus dalam hal
ini adalah pemeriksaan untuk mengetahui fungsi hemostasis . Pemeriksaan
tersebut antara lain Hitung darah dan pemeriksaan hapus darah, Uji skrining
pembekuan darah (masa protrombin(protrombin time, PT), masa tromboplastin
parsial aktivasi, masa trombin(TT) ), Pemeriksaan khusus faktor pembekuan
(metode kimiawi, kromogenik, dan imunologik, serta uji kelarutan bekuan dalam
urea khusus untuk mengetahui aktivitas faktor XIII), Uji fungsi trombosit serta uji
terhadap fibrinolisis.

Sebagai contoh dalam penegakan diagnosis ITP kronis , maka pada pemeriksaan
darah akan didapat hasil sebagai berikut : a. Hitung trombosit biasanya 10000-
50000/ mm3.

Konsentrasi Hb dan hitung leukosit bisasanya normal kecuali bila terdapat
anemia defisiensi besi akibat kehilangan darah . b. Sediaan hapus darah
menunjukkan jumlah trombosityang berkurang , trombosit yang ada seringkali
besar, c. Dumsum tulang menunjukkan jumlah megakariosit yang normal atau
meningkat, d. Uji - uji sensitif dapat menunjukkan antibodi antiglikoprotein
GPIIb/IIIa atau GPIb spesifik pada permukaan trombosit atau dalam serum pada
sebagian besar pasien(Hoffbrand, A.V, 2005 ).

Penatalaksanaan. Decara umum dalam penatalaksanaan suatu penyakit terdiri dari
lima hal yakni terapi preventiv, promotif, kuratif(dengan cara memberi penjelasan
dengan baik mengenai penyakit yang diderita serta hal apa saja yang boleh
dilakukan atupun tidak boleh dilakukan), rehabilitatif, serta emergensi .
Terapi kuratif pada ITP khususnya yng kronis antara lain: a.
Kortikosteroid, b.splenektomi , dilakukan jika pengobatan dengan kortikosteroid
selam 3 bulan tidak berhasil menaikkan jumlah trombosit >30000/mm3. c.Terapi
Igintravena dosis tinggi. D. Obat-obat imunosupresif seperti vinkristin,
siklofosfamis d. Danazol dan Ig anti-D. Untuk tindakan emergensi seperti
Transfusi Trombosit .
Transfusi Konsentrat trombosit diindikasikan keadaan-keadaan sebagai
berikut:(1) Trombositopenia atau fungsi trombosit abnormal pada saat terjadi
perdarahan atau sebelum dilakukan tindakan infansif dan tidak tersedia terapi
alternative( missal steroid atau Ig dosis tinggi). Hitung trombosit harus diatas
50000/mm3 sebelum biopsy hati atau pungsi lumbal. (2)Secara profilaksis pada
pasien dengan hitung trombosit kurang dari 5000-10000/ mm3 . Jika terdapat
infeksi tempat perdarahan yang potensial atau koagulopati , jumlah tersebut harus
dipertahankan >20000/mm3 (Hoffbrand, A V et all, 2005).




Obat Hemostatik. Adalah zat atau obat yang digunakan untuk
menghentikan perdarahan. Obat-obat ini diperlukan untuk mengatasi perdarahan
yang luas. Pemilihan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan patogenesis
perdarahan. Obat hemostatik dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Hemostatik Lokal.

Terdiri dari :a. Hemostatik Serap. Hemostatik serap menghentikan perdarahan
dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberi jala serat-serat yang
mempermudah pembekuan bila diletakkan langsung pada permukaan yang
berdarah. b.Astringen.Zat ini bekerja lokal dengan cara mengendapkan protein
darah sehingga perdarahan dapat dihentikan. c. Koagulan. d. Vasokonstriktor.

2. Hemostatik Sistemik .

a. Faktor Antihemofilik.

b. Kompleks Faktor IX.

Sediaan ini mengandung faktor II, VII, IX, dan X, serta sejumlah kecil protein
plasma lain dan digunakan untuk pengobatan hemofili B, atau bila diperlukan
faktor-faktor yang terdapat pada sediaan untuk mencegah perdarahan.

c. Desmopresin.

Desmopresin merupakan vasopresin sintetik yang dapat meningkatkan kadar
faktor VIII dan vMF untuk sementara.

d. Fibrinogen.

e. Vitamin K.

f. Asam Aminokaproat.

Asam aminokaproat merupakan penghambat bersaing dari aktivator plasminogen
dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan dalam mengancurkan fibrin,
fibrinogen, dan faktor pembekuan darah lain.

g. Asam Traneksamat.(Gunawan, Sulistia Gan dkk.2007)

























Kemoterapi



Pasien sedang menjalani kemoterapi


Tabung-tabung kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit. Dalam
penggunaan modernnya, istilah ini hampir merujuk secara eksklusif kepada obat
sitostatik yang digunakan untuk merawat kanker.
Dalam penggunaaan non-onkologisnya, istilah ini dapat juga menunjuk ke
antibiotik (kemoterapi antibakteri). Dalam artian tersebut, agen kemoterapi
modern pertama adalah arsfenamin Paul Ehrlich, sebuah senyawa arsenik yang
ditemukan pada 1909 dan digunakan untuk merawat sifilis
Ini kemudian diikuti oleh sulfonamida ditemukan oleh Gerhard Domagk dan
penisilin G ditemukan oleh Alexander Fleming.

Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker
ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung
pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari
dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - Perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang
berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau
cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi
intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan
cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui
suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan
sumsum tulang belakang.
OBAT SITOSTATIKA YANG SERING DIPAKAI DALAM
LEKEMIA

Lekemia Akut Limfoblastik :
Induksi : Kombinasi vinkristin, daunorubisin, prednison , asparaginase,
(Remisi komplit mencapai 94%). Konsolidasi, dengan komposisi yang sama
seperti fase induksi atau kombinasi tenoposide dengan sitosin arabinose
atau metotreksat dengan leucovorin.* Diberikan profilaksis lekemia meningeal
segera sebelum atau sesudah pengobatan konsolidasi dcngan metotreaksat se-
cara intratekal. Maintenance, dengan 6 merkaptopurin dan methotrexat
selama 30 bulan.
Bila terjadi relaps diberikan Amsacrine 7590 mg/m2/hari selama 7 hari atau
Mitoxantron.

Lekemia granulositik akut
Induksi : daunorubisin dan sitosin arabinosida. Remisi komplit mencapai lebih
65% dalam 23 minggu. Post remisi : Sitosin arabinosida dengan 6
merkaptopurin setiap 3 bulan selama 3 tahun.
Profilaksis lekemia meningeal tidak diberikan. Saat ini diketahui pula bahwa
lekemia promielogranulositik akut sensitif terhadap daunorubisin, sedangkan
lekemia monositik akut sensitif terhadap etoposide. Juga diketahui pula bahwa
lekemia promieolositik akut juga responsif terhadap tretinoin (all-trans
retinoic acid).

Lekemia granulositik kronik
Pengobatan lekemia granulositik kronik bertujuan untuk mengatasi gejala
yang diakibatkan oleh sel lekemia, baik yang terdapat dalam darah maupun
dalam berbagai organ tubuh lainnya (limpa, hati).
Pengobatan dengan obat hanya mampu memperbaiki kualitas hidup penderita
namun tidak banyak pengaruhnya pada perjalanan penyakit penderita. Yang
dapat mengubah perjalanan penyakit penderita adalah transplantasi sumsum
tulang. Transplantasi sumsum tulang alogenik dapat menyembuhkan sebagian
penderita. Tanpa transplantasi harapan hidup penderita lekemia granulositik
kronik adalah 34 tahun.
Obat yang paling sering digunakan termasuk kelompok obat-obat alkylating
yaitu busulfan dan hidroksiurea. Radiasi dapat mengecilkan splenomegali.

Lekemia limfositik kronik
Pengobatan lekemia limfositik kronik pada dasamya tidak akan mengubah
harapan hidup, karena itu pengobatan bertujuan untuk mengatasi gejala
penyakit dan komplikasinya. Penyakit ini berespon terhadap kortikosterioid
dan obat-obat alkylating (siklofosfamid, klorambusil).




Pengobatan sebaiknya dilakukan pada tempat yang memiliki kemampuan
pengobatan suportif, misalnya sarana transfusi trombosit, di samping
kelengkapan tenaga dan ruangan yang dapat mengurangi kejadian infeksi
selama pengobatan dengan
sitostatika, terutama pada saat aplastik. Keberadaan ruangan semi steril
bahkan ruangan steril sangat menunjang keberhasilan pengobatan.






























DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman, alih bahasa, Hartanto, Huriawati, 2006, Kamus
Kedokteran Dorland, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Emedicine, 2008, Immune Thrombocytopenic Purpura,
http://www.emedicine.com/med/topic1151.htm

Guyton dan Hall. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran .J akarta : EGC

Hoffbrand, A.V., alih bahasa, Setiawan, Lyana, 2005, Kapita Selekta Hematologi
Edisi 4, EGC, Jakarta

Gunawan, Sulistia Gan dkk.2007.Farmakologi dan Terapi Edisi 5.Jakarta:Pusat
Penerbit Departemen Farmakologi dan Teurapetik Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia: p 804-819

Permono, Bambang dkk. 2005. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta:
Badan Penerbi IDAI.

Price, S A dan Wilson, L M .2006 .Patofisiologi , Konsep klinis proses-proses
penyakit . Jakarta : EGC p 268-291

Purwanto, Ibnu. 2006. Purpura Trombositopenia Idiopatik. In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV.Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. ed 2. Terjemahan B.U.
Pendit, .Jakarta : EGC
Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Putih dalam Price, Sylvia A. Wilson,
Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi
6. Jakarta: EGC.
Fadjari, Heri. Leukemia Granulositik Kronis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Fianza, Panji Irani. Leukemia Limfoblastik Akut. ---------------------------------------
Greer JP et.al, Acute myelogenous leukemia. In Lee RG et. al, editors: Wintrobes
clinical hematology, ed 10, Baltimore, 1999, Williams & Wilkins.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Hoffbrand, A.V. Petit, J.E. 1996. Kapita Selekta Haematologi. Jakarta: EGC.
Kurnianda, Johan. Leukemia Mieloblastik Akut dalam Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati,
Siti.et.al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.




Step 6

Anda mungkin juga menyukai