Anda di halaman 1dari 28

B6M4 : KELAINAN PERDARAHAN

Tujuan Pembelajaran :
1. Hemostasis dan fibrinolisis dan faktor-faktor yang memengaruhinya
2. Berbagai macam pemeriksaan lab hemostasis
3. Memahami trombopoiesis dan histofisiologi trombosit
4. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, dan patofisiologi gejala klinik
dan komplikasi dari ITP
5. Mengetahui gejala klinik, diagnosis dan diagnosis banding serat pemeriksaan penunjang
pada ITP
6. Mengetahui penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis ITP

SKENARIO ---

Diagnosis Kerja
Suspek ​Immune Thrombocytopenic Purpura

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan


Morfologi Sediaan Apus Darah Tepi (SADT):
● Eritrosit : normokrom normositer
● Leukosit : morfologi leukosit dalam batas normal
● Trombosit : jumlah trombosit menurun, ​Giant Trombocyte​ (+)

Kesan : Anemia normokrom normositer dengan trombositopenia, curiga ITP. Adakah klinis
perdahan?

Morfologi ​Bone Marrow ​(BM):


● Selularitas : normoseluler
● Aktivitas Sistem Eritropoiesis: dalam batas normal
● Aktivitas Sistem Granulopoiesis : dalam batas normal
● Aktivitas Sistem Trombopoiesis : jumlah megakariosit meningkat, granulasi sitoplasma
megakariosit menurun, dan tidak ada
pembentukan trombosit
(megakariosit gundul)

Kesan: Peningkatan trombopoiesis dengan distrombopoiesis sesuai ITP

Penatalaksanaan
Rawat Inap
Prednisolone 2-4 mg/kg BB/hari dalam 2 minggu lalu ​tappering off

Dasar Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Epistaxis (+) , purpura (+) , petechiae (+)
Post viral infection​ [sudah terkena infeksi virus]
Tidak ada tanda-tanda adanya penyakit lain

Pemeriksaan Penunjang
Anemia ringan
Hematologi rutin trombositopenia dan urinalisis dalam batas normal
SADT terdapat anemia normositik normokrom dengan trombositopenia curiga ITP
BMP sesuai ITP

Patofisiologi kasus
● Epistaksis, purpura, dan petechiae → adanya autoantibodi terhadap trombosit
menyebabkan terjadinya peningkatan destruksi trombosit → kegagalan kompensasi
megakariosit menyebabkan trombositopenia. Trombosit yang masih ada mengalami
disfungsi sehingga terjadi gangguan hemostasis.
● Anemia ringan → adanya perdarahan pada penderita menyebabkan terjadinya anemia
normositik normokrom.

INFORMASI INTI
Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan secara spontan dan
mempertahankan darah dalam keadaan cair di pembuluh darah. Ada beberapa sistem yang
berperan dalam hemostasis yaitu sistem pembuluh darah, trombosit, faktor pembekuan darah,
dan antikoagulan alami. Peranan vaskuler dalam mencegah perdarahan meliputi proses
vasokonstriksi, aktivasi trombosit, dan aktivasi faktor pembekuan darah.

Sel endotel mensekresikan mediator-mediator yang dapat memengaruhi hemodinamik


vaskuler. Fungsi sel endotel ini bermacam-macam dan melibatkan berbagai sistem. Sel endotel
ini berperan dalam memelihara tonus vaskuler dan menjaga keseimbangan hemostasis. Sel
endotel berperan penting dalam mengatur aliran darah.

Dalam keadaan normal permukaan endotel pembuluh darah merupakan tromboresisten.


Adanya rangsangan fisik pada pembuluh darah akan menginduksi sel endotel untuk menciptakan
lingkungan yang protrombotik dan antifibrinolitik. Sel endotel memelihara keseimbangan
hemostasis dengan menghasilkan mediator-mediator yang berlawanan fungsinya.

Trombosit mempunyai peranan penting pada pembentukan dan stabilisasi sumbat


trombosit. Pembentukan sumbat trombosit terjadi melalui beberapa tahap yaitu adhesi trombosit,
agregasi trombosit, dan reaksi pelepasan.

Apabila terjadi luka pada pembuluh darah maka endotel akan rusak dan jaringan
subendotel menjadi terbuka. Hal ini mencetuskan terjadinya adhesi trombosit. Proses adhesi
trombosit sangat tergantung pada adanya faktor von Wilebrand (vWF). vWF menghubungkan
trombosit dengan sel endotel pembuluh darah. Trombosit yang menempel pada jaringan
subendotel akan melepaskan ADP. Hal ini merupakan pencetus awal terjadinya agregasi
trombosit.

Agregasi trombosit terjadi 10-20 detik setelah adanya mikrolesi. Agregasi trombosit yang
terbentuk disebut agregasi primer dan bersifat reversible. Trombosit pada agregasi primer akan
melepaskan lagi ADP sehingga terjadi agregasi trombosit sekunder yang bersifat irreversible.
Agregasi yang diinduksi oleh ADP memerlukan kation seperti Ca atau Mg dan fibrinogen yang
berfungsi sebagai ko-faktor. Mula-mula ADP berikatan dengan reseptor dan menginduksi
perubahan bentuk trombosit dari cakram menjadi bulat dengan adanya tonjolan pseudopodia.
Kemudian reseptor untuk fibrinogen (GP- IIb dan GP- IIIa) terbuka menyebabkan fibrinogen
melekat pada reseptor dan menjadi jembatan antar trombosit. Jika ADP terikat pada reseptor
permukaan trombosit akan mengaktifkan enzim fosfolipase - A2 yang kemudian akan
memecahkan fosfolipid pada permukaan trombosit mejadi asam arachidonat. Asam arachidonat
akan diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi prostaglandin- G2 (PGG2) dan kemudian
diubah lagi menjadi prostaglandin- H2 (PG-H2) oleh enzim peroksidase. PGH2 akan diubah oleh
enzim tromboksan sintetase menjadi tromboksan A2 (TXA2) sebagai bentuk aktif yang turut
merangsang proses agregasi yang irreversible.

Di dalam sel endotel terjadi proses yang sama tetapi PGH2 diubah oleh enzim
prostasiklin sintetase menjadi protasiklin- 2 (PGI2) yangbersifat menghambat agregasi.

Gambar 2.3 proses adhesi, agregasi,dan reaksi pelepasan trombosit

Proses pembekuan darah terdiri dari rangkaian reaksi enzimatik yang melibatkan protein
plasma yang disebut sebagai faktor pembekuan darah, fosfoipid dan ion kalsium.
Teori yang banyak dianut untuk menerangkan proses pembekuan darah adalah teori
cascade atau waterfall yang dikemukakan oleh Mac Farlane, Davie dan Ratnoff. Menurut teori
ini setiap faktor pembekuan darah diubah menjadi bentuk aktif oleh faktor sebelumnya dalam
rangkaian reaksi enzimatik.

Faktor pembekuan beredar dalam darah sebagai prekursor yang akan diubah menjadi
enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan mengubah prekursor selanjutnya menjadi enzim. Hasil
akhir dari perubahan- perubahan enzim tersebut adalah pembentukan trombin yang berperan
bersama fibrinogen dan trombosit membentuk sumbat hemostatik.

Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur yaitu jalur intrinsik yang dicetuskan
oleh aktivasi kontak dan melibatkan FXII, F XI, FIX, F VIII, HMWK (High molecular weight
kininogen), PK (Pre Kallikrein), PF 3 (​platelet factor 3​) dan ion kalsium, serta jalur ekstrinsik
yang dicetuskan oleh tromboplastin jaringan dan melibatkan F.VII, serta ion kalsium. Kedua
jalur ini kemudian akan bergabung menjadi jalur bersama yang melibatkan F.X, F.V, PF.3,
protrombin, dan fibrinogen.

Pembekuan darah merupakan suatu proses otokatalitik, sejumlah kecil enzim yang terbentuk
akan menimbulkan enzim pada reaksi selanjutnya. Oleh karena itu perlu ada mekanisme kontrol
untuk mencegah aktivasi dan pemakaian faktor pembentukan darah secara berlebihan yaitu
inhibitor alamiah yaitu antitrombin III (AT-III). Antitrombin III merupakan inhibitor alamiah
yang menetralkan aktivitas trombin, F IX, F Xa, F XIa, F XIIa, kallikrein, dan plasmin.
Mekanisme kerja AT-III dalam menetralkan trombin membentuk kompleks
trombin-antitrombin-heparin.

Dalam hal ini respon hemostasis terhadap kerusakan dinding pembuluh darah dibagi atas :
● Hemostasis primer, yang meliputi respon langsung adhesi dan agregasi trombosit, serta
kontraksi pembuluh darah.
● Hemostasis sekunder, yang meliputi aktivitas faktor koagulasi plasma dengan
menghasilkan pembentukan fibrin dan proses fibrinolisis. Efek penguatan fibrin terhadap
agregat trombosit penting untuk mencegah pendarahan yang lebih besar.

Respon hemostasis ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Hemostasis primer
bertujuan untuk menyumbat lubang pembuluh darah yang terbuka untuk sementara waktu, yang
kemudian akan diganti dengan fibrin. Hemostasis sekunder tujuannya untuk mempertahankan
sumbatan hemostasis sampai terjadi penyembuhan yang sempurna. Dalam proses penyembuhan,
jaringan sumbatan trombosit dan fibrin berangsur-angsur dilarutkan oleh proses fibrinolisis dan
kemudian diganti oleh jaringan baru, setelah itu jaringan kembali sempurna.

Pada proses fibrinolisis, sel endotel akan melepaskan ​tissue plasminogen activator ​(t-PA)
setelah distimulasi oleh trombin. Aktivator plasminogen lainnya yaitu ​urokinase plasminogen
activator ​(u-PA). Aktivator ini masuk ke dalam bekuan fibrin dan mengubah plasminogen
menjadi plasmin. Plasmin akan mendegradasi polimer fibrin menjadi fibrin fragmen yang kecil
yaitu ​fibrin degradation product ​(FDP).

Mula - mula terbentuk fragmen X, yang kemudian akan dipecah menjadi fragmen Y dan D.
Fragmen Y akan dipecah lagi menjadi fragmen D dan E.

Proses fibrinolisis ini dipengaruhi oleh :


1. Plasminogen activator inhibitor ​(PAI-I) yang menetralisir aktivator plasminogen jaringan
dan mencegah lisis bekuan.
2. Inhibitor plasmin, yang terdiri dari α -2 plasmin inhibitor, α -2 makroglobulin, α -1
antitripsin, AT-III.
Inhibitor plasmin merupakan substansi yang menetralkan plasmin.
3. Trombin yang mengaktivasi proenzim karboksipeptidase B yang disebut ​Thrombin
Activated Fibrinolytic Inhibitor (​TAFI)
Thrombin Activated Fibrinolytic Inhibitor (​TAFI) disintesis di hepar dan bersirkulasi di
dalam plasma dalam bentuk zymogen inaktif. Aktivasi TAFI oleh sistem koagulasi menghasilkan
penurunan regulasi aktivitas fibrinolitik. TAFI diaktivasi oleh konsentrasi trombin yang tinggi,
dimana trombin berikatan komplek dengan TM

TAFI yang aktif adalah karboksipeptidase yang melemahkan proses fibrinolisis dengan
cara memindahkan karboksi terminal dari lysine pada fibrin, karena residu lysine ini merupakan
tempat ikatan bagi t-PA dan plasminogen. Pemindahan karboksi terminal dari lysin TAFI akan
menghambat produksi plasmin. Gangguan pada jalur koagulasi dengan menurunnya produksi
trombin menghasilkan penurunan aktivasi TAFI dan meningkatkan kecepatan proses lisis
bekuan. Aktivasi TAFI akan dihentikan oleh aksi proteolitik dari plasmin.
Ketika terbentuk benang-benang fibrin mengelilingi agregat trombosit di tempat
kerusakan, proses pembekuan harus dihentikan untuk mencegah sumbatan trombotik di daerah
pembuluh darah normal sekitarnya. Bila mekanisme pembekuan tidak dikendalikan, pembekuan
bisa terjadi di sepanjang pembuluh darah bahkan dapat terbentuk setelah stimulus prokoagulan
ringan. Sel endotel memegang peranan penting dalam membatasi reaksi di tempat kerusakan dan
mencegah perluasan bekuan pada tempat sel endotel yang utuh. Proses ini tetap terjadi setempat
karena hal-hal sebagai berikut:
• t-PA dan u-PA bekerja efektif bila terabsorpsi ke atas permukaan bekuan fibrin.
• Setiap plasmin yang masuk ke sirkulasi darah akan dengan cepat dinetralisir oleh
inhibitor α 2 plasmin.
• Sel endotel akan melepaskan PAI-1 yang bekerja menghambat kerja t-PA.
Sel endotel mempunyai dua aktivitas utama yaitu aktivitas antikoagulan dan aktivitas
antifibrinolitik.

Zat-zat mediator yang dihasilkan oleh sel endotel yang berperan dalam hemostasis:
● Nitric oxide
Zat yang dihasilkan oleh sel endotel ini mempunyai efek vasodilator pembuluh darah

● Prostasiklin
Prostasiklin disintesis oleh sel endotel, secara fisiologis menghambat agregasi trombosis
dan membatasi pembentukan trombus setelah terjadinya kerusakan sel endotel pembuluh darah.

● Endotelin
Suatu zat yang dihasilkan oleh sel endotel yang mempunyai efek vasokontriksi.

● Tissue factor
Lipoprotein yang dikeluarkan setelah terjadinya trauma vaskuler. Tissue factor akan
menyebabkan terjadinya koagulasi dengan cara mengaktifkan F.VII (jalur ekstrinsik) dan
berperan dalam pengaktivan faktor X dan IX (jalur intrinsik)

● Faktor von Willbrand (vWF)


Merupakan protein yang disintesa dalam sel endotel dan megakariosit. Faktor von
Willbrand berikatan dengan reseptor GP lb pada membaran trombosit akan menyebabkan
terjadinya adhesi trombosit, selain itu juga berfungsi sebagai carrier F.VIII
● Tissue factor pathway inhibitor (TFPI)
Glikoprotein yang ditemukan dipermukaan sel endotel. Tissue factor pathway inhibitor
(TFPI) berfungsi sebgai antikoagulan dengan cara menghambat FVIIa/TF dan Xa

● Trombomodulin (TM)
Protein bermokuler besar yang ditemukan di permukaan endotel dan berfungsi sebagi
ko-faktor dalam aktivasi protein C bila berikatan dengan thrombin

● Tissue plasminogen activator (t-PA)


Serin protease yang dikeluarkan oleh sel endotel yang mengatur proses fibrinolisis.
Tissue Plasminogen activator (t-PA) merupakan activator utama plasminogen di dalam
sirkulasi vaskuler.

● Plasminogen activator inhibitor (PAI-1)


Protein ditemukan dalam sel endotel yang mengatur fibrinolisis dengan cara menetralisir
aktivitas plasmin, plasminogen dan t-PA. Plaminogen activator inhibitor (PAI-1)
berhubungan dengan resiko terjadinya trombosis.

● Heparan sulfate
Glikosaminoglikan memiliki aktivitas antikoagulan dan berperan dalam aktivasi AT III.

● Protein S
Glikoprotein yang tergantung pada vitamin K. protein S disintesis di sel endotel dan sel
hati yang merupakan ko-faktor protein C. Protein S memiliki aktivitas antikoagulan.
Gambar fungsi sel endotel dalam protrombotik dan antiprotrombotik

Peranan sel endotel pada koagulasi


Fungsi fisiologi sel endotel yang penting adalah memperlancar aliran darah. Sel endotel
pembuluh darah memberikan suatu permukaan yang bersifat antikoagulan dengan cara
menghambat adhesi trombosit dan proses koagulasi. Namun bila emdotel terganggu oleh faktor
fisik maupun kimiawi, sel endotel akan mengalami perubahan menjadi permukaan yang bersifat
prokoagulan. Sel endotel pembuluh darah menjaga keseimbangan yang dinamis antara kedua
keadaan ini.

Mekanisme Antikoagulan
Pada dasarnya kontrol produksi trombin merupakan suatu langkah penting dalam keseimabngan
antara antikoagulan alami dengan aktivitas sel endotel prokoagulan yahng diinduksi oleh fisik
maupun kimiawi. Trombin merupakan suatu serin protease, mempunyai fungsi yang berbeda
dalam koagulasi. Trombin mempunyai efek mengaktifkan trombosit. Trimbin juga
menstimulasi jalur prokoagulan pada sel endotel itu sendiri. Oleh sebab itu, terdapat beberapa
jalur yang membatasi produksi dan aktivitas trombin. Pada plasma orang sehat ditemukan
sedikit aktivitas trombin.

Permukaan sel endotel mengandung heparan sulfat dan glikosaminoglikan (GAG) yang
meningkakan aktivitas AT-III. Antitrombin III bekerja menghambat faktor-faktor pembekuan
dengan jalan menginaktivasi trombin dan serin proteasi lainnya (F.Xa, F. IXa, F. XIa, F. XIIa,
kalikrein dan plasmin). Inaktivasi trombin dan F. Xa oleh AT III terjadi karena adanya interaksi
AT III atau serin protease tertentu dengan heparin. Subendotelial mengandung dermatan sulfat
yang meningkatkan aktivitas antitrombin dari ko-faktor II heparin.

Heparin dan heparan sulfat merupakan proteoglycans yang terdiri dari glycosaminoglycans.
Heparin tidak ditemukan di dalam darah sehingga tidak dapat berfungsi sebagai regulator
fisiologis dari pembekuan darah walaupun dipakai sebagai terapi antikoagulan. Heparan
merupakan proteoglycans seperti heparin yang merupakan komponen dari matrik ekstraselular
dan banyak terdapat di permukaan sel. Heparan sulfat yang terdapat pada membran sel
endotelial menambah efek inaktivasi protease koagulasi.

Antitrombin III berperan menginaktivasi trombin dan faktor X dengan membentuk komplek
trombin-antitrombin dan F. Xa-antitrombin yang terikat pada molekul heparan sulfat pada
permukaan endotel pembuluh darah. Antitrombin III secara perlahan-lahan, progresif, dan
irreversibel menghambat aktivasi trombin dengan cara membentuk komplek dengan
perbandingan secara stoichiometric 1:1, komplek ini merupakan hasil interaksi antara inhibitor
dan enzym melalui reactive site arginin AT III dan active center serin trombin.

Sel endotel juga mencegah pembentukan trombin melalui pengeluaran TFPI yang berikatan
dengan faktor Xa di dalam komplek, TF-VIIa-Xa. Tissue faktor pathway merupakan
glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh sel endotel. Tissue faktor pathway inhibitor
sebagian kecil disekresikan oleh trombosit. Tissue factor pathway inhibitor berikatan dengan
lipoprotein bersirkulasi di dalam plasma. Setelah pemberian heparin, sel endotel akan
mengeluarkan TFPI sehingga TFPI akan meningkat.

Trombosit akan melepaskan TFPI setelah distimulasi oleh trombin. Tissue factor pathway
inhibitor menghambat secara langsung faktor Xa. Komplek Xa-TFPI kemudian berinteraksi dan
menghambat F VIIa. Tissue factor pathway inhibitor dan AT III dapat menurunkan keadaan
trombotik dan menunjang hemostasis fisiologis.
Sel endotel juga membantu aktivitas trombin melalui pengeluaran trombomodulin.
Trombomodulin merupakan suatu reseptor endotelial yang mempunyai afinitas tinggi untuk
mengikat trombin. Ikatan trombin dengan trombomodulin akan membuat permukaan sel
endotelial mengalami perubahan dari prokoagulan menjadi antikoagulan. Ikatan trombin-™
mengaktifkan jalur protein C. Trombomodulin juga ikut terlibat di dalam proses pembersihan
trombin dalam sirkulasi. Pengikatan trombin dengan tombomodulin dihambat oleh AT-III.
Komplek tersebut kemudian memisahkan diri dari trombomodulin, kemudian hilang dari
sirkulasi.

Ikatan trombin pada trombomodulin memperlancar kemampuan pengaktifan antikoagulan


protein C. Aktivitas activated protein C (APC) mengikat ko-faktor Protein S. Protein S
disintesis oleh sel endotel. Protein S serupa dengan protein plasma yang tergantung pada
vitamin K tetapi bukan prekursor serin protease. Protein S berfungsi sebagai ko-faktor protein C.
Protein S membuat aktivitas APC meningkat lebih kuat. Di dalam sirkulasi, 60% protein S
berikatan dengan suatu protein regulator dari sistim komplemen, C4b-binding protein (C4bBP).
Protein S bebas dan tidak terikat yang berfungsi sebagai ko-faktor untuk APC. Protein S bekerja
dengan cara menempati bagian aktif dari APC.

Sel endotelial mengeluarkan reseptor untuk APC yaitu Endothelial protein C reseptor (EPCR).
Selanjutnya APC ini akan menginaktivasi faktor pembekuan Va dan VIIIa. Protein C dan S
bergabung di permukaan phospolipid dari sel endotel melalui tempat ikatan asam V (Gama)
carboxyglutamic vitamin K dependent.

Trombomodulin juga menghambat protombinase secara tidak langsung dengan mengikat


faktor Xa. Peningkatan kadar trombomodulin yang dilepaskan ke dalam plasma merupakan
akibat adanya gangguan yang terkait dengan kerusakan sel endotel.

Mekanisme prokoagulan
Membran sel endotel berubah sifatnya dari permukaan antikoagulan ke permukaan
prokoagulan karena adanya rangsangan tissue factor (TF). Tissue factor secara cepat
mengaktifkan faktor X dan IX yang tergantung pada faktor VIIa. Pada sel endotel normal tidak
dikeluarkan TF. Sintesis TF dirangsang oleh trombin, endotoksin, hipoksia dan lipoprotein yang
telah mengalami oksidasi. Aktivitas prokoagulan dipercepat akibat terpaparnya plasma oleh
fosfolipid sebagai akibat dari apoptosis. Munculnya TF diinduksi secara cepat sesudah kerusakan
pembuluh darah.
Pada gambaran sel endotel terdapat reseptor untuk trombin yaitu PAR-1 ​(Protease –
activated receptor-1)​. Reseptor trombin mempunyai afinitas yang tinggi terhadap
G-protein-couple protein​. Sel endotel juga mengeluarkan reseptor untuk fibrin. Pengikatan fibrin
meningkatkan adhesi, penyebaran, proliferasi, dan migrasi sel endotel, selain itu juga
menginhibisi sintesis PGI​2​.
Sel endotel mengeluarkan glikoprotein Ib yang mengikat vWF (Von Willebrand Faktor).
Faktor Von Willebrand disekesikan oleh sel endotel dari badan Weibel-Palade sebagai respon
terhadap sejumlah agonis. Faktor Von Willebrand disekresikan ke dalam sirkulasi darah dan
matrik subendotel. Faktor Von Willebrand disintesis dan disimpan sebagai multimers yang besar.
Dalam bentuk multimers yang besar, Vwf dilepaskan ke dalam sirkulasi, kemudian multimer
dipecah menjadi unit yang lebih kecil oleh suatu metalloprotease plasma yang spesifik. Faktor
Von Willebrand mempunyai dua peranan yaitu sebagai protein untuk membawa faktor VIII dan
sebgai protein adhesi yang berinteraksi dengan integrin yang terdapat pada permukaan trombosit.

Peranan endotel pada fibrinolisis


Fibrinolisis adalah proses penghancuran fibrin oleh sistem fibrinolitik. Sistem
fibrinolitik terdiri dari tiga komponen yaitu :
· Plasminogen yang akan diaktifkan menjadi plasmin
· Aktivator plasminogen
· Inhibitor plasmin
Aktivator plasminogen adalah substansi yang akan mengaktifkan plasminogen menjadi
plasmin yang terdiri dari aktivator intrinsik, ekstrinsik, dan eksogen. Aktivator intrinsik terdapat
didalam darah seperti faktor XII dan kalikrein. Aktivator ekstrinsik terdapat pada sel endotel
pembuluh darah dan bermacam - macam jaringan yang disebut plasminogen activator (t-PA)
sedangkan activator eksogen adalah urokinase yang dibentuk ginjal dan diekskresikan melalui
urin dan streptokinase yang merupakan produk streptococcus beta hemolyticus.

Inhibitor plasmin adalah substansi yang menetralkan plasmin dan disebut sebagai
antiplasmin. Ada macam maca anti plasmin yang terdapat di dalam plasma, seperti alfa 2
plasmin inhibitor, alfa 2 makroglobulin, alfa 1 antitripsin dan anti thrombin III (AT III). Sistem
fibrinolitik dicetuskan oleh adanya activator plasminogen yang akan memecahkan plasminogen
menjadi plasmin.

Jalur intrinsik melibatkan F XII menjadi F XIIa yang akan mengubah prekalikrein
menjadi kalikrein. Kalikrein yang terbentuk akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin.

Sebagian besar plasminogen terikat pada fibrin dan sebagian lagi terdapat bebas didalam
plasma. Apabila plasminogen diaktifkan, akan terbentuk plasmin bebas dan plasmin yang terikat
pada fibrin. Plasmin bebas akan segera dinetralkan oleh antiplasmin apabila plasmin bebas
terdapat dalam jumlah yang berlebihan sehingga melebihi kapasitas antiplasmin, maka plasmin
bebas akan memecah fibrinogen F.V dan F.VIII
Fibrinolisis terdiri dari : fibrinolisis primer dan sekunder.
Fibrinolisis primer

Pada keadaan ini terjadi pembentukan plasmin tanpa melaui pembentukan thrombin
beberapa mekanisme yang dapat mencetuskan fibrinolisis primer adalah masuknya enzim-enzim
proteolitik yang dapat mengubah plasminogen menjadi plasmin. Activator dapat berpa activator
endogen yaitu protease yang sering terdapat dalam darah dan jaringan. Aktivatoe eksogen
seringkali berupa tindakan pengobatan urokinase dan streptokinase. Pada fibrinolisis primer,
plasmin hanya memecah fibrinogen, F.V dan F.VIII dengan hasil akhir ​fibrinogen degradation
product (FDP)

Fibrinolisis sekunder

Aktivasi faktor XIII menyebabkan terbentuknya plasmin. Disamping itu, trombomodulin


dari sel epitel bersama thrombin mengaktifkan protein C. protein C aktif meragsang fibrinolisis.
Dengan demikian pada fibrinolisis sekunder pembentukan thrombin disertai pembentukan
plasmin. Keseimbangan antara keduanya menentukan gambaran klinis, apakah lebih kearah
thrombosis atau ke rah pendarahan. Plasmin memecah fibrin dan fibrinogen menjadi FDP

Permukaan sel endotel merupakan permukaan yang bersifat profibrinolitik,


mempertahankan darah selalu dalam keadaan cair. Tissue plasminogen disintesis dan
disekresikan oleh sel endotel. Produksi t-PA merupakan respon adanya thrombin, hipoksia,
aktivitas, stress, penumpukan fibrin dan oklusi vena, sedangka u-PA ( urokinase plasminogen
Activator) diproduksi oleh sel endotel yang mengalami luka dalam masa penyembuhan.

Tempat pengikatan t-PA ada sel endotel telah diidentifikasi sebagai annexin II, yaitu
dimunculkan pada sel endotel dan mengikat t-Pa dengan cara spesifiik. Tissue plasminogen
activator mempunyai afinitas yang tinggi terhadap fibrin. Plasminogen dan t-PA berikatan
dengan fibrin. Pengikatan t-PA dan plasminogen pada fibrin meningkatkan produk plasmin. t-PA
yang tidak berikatan di dalam plasma akan membentuk sebuah komplek dengan PAI-1
(Plaminogen activator inhibitor) dan dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi. Ikatan fibrin dan
t-PA melindung inhibitor PAI -1.

Resptor pengikat u-PA merupakan suatu protein yang terdapat di permukaan sel endotel
dengan melalui ikatan gliserofosfatidil inositol (GPI) Anchor. Urokukinase plasminogen
activator dalam plasma berbentuk rantai tunggal yang terikat pada sel melalui u-PAR. Reseptor
ini terdapat pada permukaan sel endotel yang sedang dalam angiogenesis, bukan pada sel endotel
yang utuh.
Sel endotel memproduksi PAI-1 dengan adanya rangsangan dari throbin dan sitokin.
PAI-2 secara normal ditemukan dalam plasma hanya selama kehamilan dan tidak disintesis oleh
sel endotel. Di antara jala-jala fibrin, enzim fibrinolitik terlindungi dari inhibitor. Peranan
fisiologi dari inhibitor ini adalah menghambat lisis yang melewati area dekat luka.PAI-1 adalah
inhibitor utama bagi t-PA dan u-PA. PAI- 1 merupakan regulator utama aktivasi plasminogen.
PAI-1 ditemukan terutama di sel endotel dan granula o trombosit. Pada daerah luka, sel endotel
menghasilkan PAI-1 dengan konsentrasi tinggi lalu PAI-1 dilepaskan. Pelepasan PAI-1 dari sel
endotel diatur oleh sitokin dan ​growth factor yang merupakan reaktan fase akut. Komplek PAI-1
yang berikatan kuat dan stabil dengan t-PA dan u-PA akan dibersihkan dari sirkulasi oleh hepar.

Pemeriksaan Hemostasis
Pemeriksaan hemostasis dapat digolongkan atas pemeriksaan penyaring dan pemeriksaan
khusus. Pemeriksaan penyaring terdiri dari:
1. Percobaan bendungan/Tes fragilitas kapiler (Rumpel Leede test)
2. Masa perdarahan (cara Duke dan Ivy)
3. Hitung trombosit
4. Masa pembekuan (cara modifikasi Lee dan White)
5. Masa protrombin plasma (protrombin time, PT)
6. Masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated Partial thromboplastin time, aPTT)
7. Masa trombon (Thrombin Time, TT)

Trombopoiesis
Trombopoiesis terjadi pada sumsum tulang dari sel punca yang pluripoten. Sel punca akan
membelah secara asimetris membentuk sel progenitor megakariosit (Meg-CFC). Sel progenitor
ini akan mengalami proliferasi dari diploid (2N menjadi multiploid (8N, 16N, 32N dan 64N) lalu
melanjutkan proliferasinya menjadi megakariosit imatur lalu menjadi megakariosit matur.
Sitoplasma megakariosit matur akan menghasilkan trombosit melalui proses degranulasi.
Proliferasi sel progenitor sampai terbentuknya megakariosit matur dan degranulasi trombosit
dipengaruhi oleh thrombopoietin.
Histofisiologi Trombosit
Trombosit berbentuk bikonveks dengan diameter 2-4μm, dan folume 7-8 fL. Trombosit memiliki
4 zona yaitu zona perifer, zona membran, zona solgel dan zona organel.

Zona perifer pada trombosit terdiri dari glikokaliks yang terdiri dari glikoprotein, glikolipid,
mukopolisakarida, dan protein plasma. Zona membran pada trombosit terdiri dari fosfolipid
bilayer dengan glikoprotein GP Iib/IIIa, GPIb/IX, GP V dan GP Ia/Iia. Glikoprotein ini
merupakan reseptor untuk ADP, trombin, epinefrin, kolagen, thromboxan A2 dan serotonin.
Zona solgel terdiri dari sitoskeleton yang berfungsi mempertahankan bentuk cakram dari
trombosit. Sitoskeleton ini terbentuk dari mikrotubili dan berperan dalam mempertahankan
rangka trombosit.
Zona organel berperan dalam metabolisme trombosit. Yang terdapat dalam zona organel adalah
mitokondria, alpha granule, dense granule, lisosom, dan dense tubular system. Alpha granule
akan menghasilkan ß tromboglobulin, platelet factor 4. Platelet derived growth fctor,
thrombospondin, fibrinogen. Fibronektin dan von willebrand factor. Dense granule akan
menghasilkan ADP, ATP, kalsium, dan serotonin. Lisosom akan menghasilkan enzim
mikrobisidal , protease dan asam hidroase(gk jelas) sedangkan dense tubular system merupakan
suatu sistem untuk transport kalsium , sintesa prostagladin dan tromboksan.
IMMUNE THROMBOSYTOPENIC PURPURA
DEFINISI
ITP adalah suatu kelainan hemostasis primer dengan manifestasi klinis seperti kecenderungan
perdarahan , purpura , ptekiae , yang ditandai dengan keadaan trombositopenia tanpa gangguan
sistem eritropoesis , granulopoesis dan hitung jenis leukosit normal , serta tidak ditemukannya
penyebab trombositopenia yang lain.

FISIOLOGIS HEMOSTASIS
- Setelah terjadinya jejas pada pembuluh darah maka arteriol akan mengalami
vasokontriksi yang disebabkan karena refleks neurogenik dari faktor-faktor local seperti
endothelin. Efek ini hanya sementara,dan pendarahan akan terus berlanjut bila tidak
terjadi aktivasi platelet dan sistem koagulasi.
- Jejas endotel akan menyebabkan terpaparkan matriks subendotelial yang akan
menyebabkan pelekatan trombosit dan menjadi teraktivasi sehingga dapat melepaskan
granulanya. Dalam beberapa menit akan terjadi aggregasi platelet membentuk sumbat
hemostatik. Proses ini disebut hemostatis primer.
- Tissue factor, yang merupakan factor prokoagulan yang disintesis oleh endotel juga
terpapar pada saat cedera. Faktor ini berperan dengan faktor platelet untuk mengaktivasi
jaras koagulasi dan pada akhirnya akan mengaktivasi thrombin. Selanjutnya , thrombin
akan merubah fibrinogen yang larut menjadi fibrin yang tidak larut sehingga terjadi
deposit fibrin. Thrombin juga menginduksi rekrutmen dari trombosit dan pelepasan
granula trombosit. Rangkaian ini disebut hemostasis sekunder,yang terjadi lebih lama
dibandingkan dengan terbentuknya sumbet platelet. Fibrin polimer dan aggregate platelet
akan membentuk sumbat permanen yang solit untuk mencegah perdarahan lebih lanjut.
Pada tahapan ini,mekanisme umpan balik tissue plasminogen activator ( t-PA ) akan
menghambat pembentukan sumbat platelet yang berlebihan pada tempat jejas.
Hemostasis = state of fluid equilibrium within the blood vessels
Epidemiologi
Isidensi ITP diperkirakan sekitar 1 dari 100.000 populasi. Insidensi ITP pada dewasa lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria dengan perbandingan 2-3:1. Sedangkan pada
anak-anak, ITP lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.
Bedasarkan usia, anak-anak lebih sering mengalami ITP, hanya kejadian ITP paling sering
terjadi pada anak-anak usia 1-6 tahun. Orang dewasa dapat mengalami ITP terutama pada wanita
usia 30-40 tahun. ITP pada anak-anak biasanya akut, terjadi beberapa minggu setelah infeksi
virus. Sedangkan pada dewasa, ITP yang terjadi pada umumnya kronik.

Faktor Predisposisi
1. Infeksi virus sebelumnya (post viral infection): Varicella, ISPA, infeksi gastrointestinal
2. Infeksi bakteri : H. pylori
3. Predisposisi genetik : Defisiensi gen jalur fas (CD 95), haplotipe B8DR3

Etiologi
1. Stimulasi autoantibodi
● Pada keadaan ​akut, ​membran platelet terstimulasi oleh infeksi sehingga terbentuk
pseidoantigen dan terbentuklah autoantibodi terhadap trombosit
● Pada keadaan ​kronik, ​glikoprotein pada permukaan trombosit menjadi
imunogenik sehingga memicu terbentuknya autoantibodi terhadap glikoprotein
trombosit, misalnya GP llb/IIIa atau GP1b/IX
2. Peranan lien
● Produksi autoantibodi terhadap trombosit
● Fagositosis platelet yang telah diselimuti autoantibodi tersebut oleh sel
mononuklear
● Destruksi trombosit pada trombosit yang telah diselimuti oleh imunoglobulin
diperantai oleh makrofag IgG Fc, dan reseptor komplemen

Patogenesis dan Patofisiologi


Immune thrombocytopenic purpura (​ITP​) ​dulu dikenal sebagai ​idiopathic
thrombocytopenic purpura, ​namun kini diketahui merupakan suatu proses autoimun. Penyakit
yang ditandai dengan trombositopenia akibat destruksi trombosit dan gangguan perdarahan ini
berhubungan dengan autoantibodi terhadap trombosit, menyebabkan ​complement-dependent lysis
sel dalam sirkulasi yang kemudian meningkatkan fagositosis oleh makrofag mononuklear.
Pada sebagian besar kasus dapat diidentifikasi autoantibodi abnormal IgG, tapi terdapat
pula IgA dan IgM, yang spesifik untuk satu atau lebih ​platelet membrane glycoprotein (​GP​),
berikatan pada membran trombosit dalam sirkulasi. Target autoantibodi pada ITP adalah Gp
IIb/IX yang terdapat pada permukaan sel trombosit, yang dapat dideteksi dengan metode
immunofluorescence.
Pada proses hemostasis, kompleks GP IIb-IX-V akan berikatan dengan ​von Willebrand
factor ​untuk memediasi adhesi trombosit, sedangkan kompleks GP IIb-IIIa yang merupakan
reseptor fibrinogen trombosit akan berikatan dengan fibrinogen pada agregasi trombosit.
Trombosit yang dilapisi autoantibodi akan menginduksi fagositosis yang dimediasi
reseptor Fc oleh makrofag mononuklear terutama yang terdapat di lien. Lien memegang peranan
penting dalam patofisiologi ITP karena selain autoantibodi trombosit dibentuk di pulpa putih,
makrofag mononuklear yang terdapat dalam pulpa merah yang akan menghancurkan trombosit
berlapis immunoglobulin.
Mekanisme spesifik destruksi trombosit belum sepenuhnya dipahami. Aktivasi sel T juga
berperan penting dalam ITP. Aktivasi sel B oleh sel T bergantung pada interaksi CD 154 sel T
dan CD 40 sel B. CD 154 diekspresikan di dalam sel trombosit, namun pada aktivasi akan
diekspresikan di permukaan membran trombosit, sehingga merupakan target untuk antigen dan
merangsang produksi antibodi oleh sel B.

sumsum tulang dapat normal atau terjadi peningkatan megakaryosit, dan trombosit yang imatur
ini akan dikeluarkan dalam sirkulasi. Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa ITP terjadi
sebagai ketidakseimbangan sitokin-sitokin proinflamasi dan antiinflamasi, selain itu juga ada
pengaruh faktor genetik dan lingkungan.
Hitung jumlah trombosit berhubungan dengan risiko perdarahan, risiko tinggi
perdarahan terjadi apabila kadar trombosit <20.000, namun pada beberapa keadaan, banyak
penderita ITP dengan trombosit mencapai 10.000 tidak mengalami perdarahan sedangkan
penderita lain dengan jumlah trombosit yang lebih tinggi mengalami perdarahan. Hal ini
disebabkan karena ikatan autoantibodi trombosit dengan reseptor pada trombosit dan
mengganggu fungsi adhesi dan agregasi trombosit.
Apabila sumsum tulang gagal melakukan kompensasi dalam meningkatkan produksi
trombosit, maka timbulah trombositopenia dan manisfestasi perdarahan seperti purpura dsn
petekiae. Kegagalan kompensasi ini juga disebabkan karena kegagalan mekanisme
trombopoietin dan terjadinya apoptosis megakariosit.

Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
1. Penyakit virus sebelumnya.
2. Tidak ada penyakit lain yang mendasari, seperti SLE, leukimia akut, sindrom
mielodisplasia.
3. Tidak terdapat penggunaan obat-obatan yang dapat menginduksi trombositopenia.
4. Kecenderungan perdarahan, lama perdarahan. Tidak ada trauma atau penyakit gangguan
hemostasis sebelumnya.
5. Adakah tanda-tanda perdarahan intrakranial seperti nyeri kepala, pandangan kabur,
somnolen.
6. Adakah perdarahan lain seperti ptekiae, ekimosis, epitaksis, menorhagia, melena,
hematuria yang tidak pernah dialami sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik
● Keadaan ​umum biasanya baik kecuali terdapat perdarahan yang berat, adanya
tanda-tanda penyakit kronis menunjukkan kemungkinan penyebab oleh penyakit lain.
● Tanda Vital : Adanya bradikardia dan hipertensi menunjukan kemungkinan adanya
tekanan intrakranial dan kemungkinan pendarahan intrakranial.
● Kulit dan membran mukosa: ptekiae, ekimosis, perdarahan yang sulit berhenti,
perdarahan gusi, bula hemoragika
● Thorax : Jantung : Adakah tanda-tanda hemopericardium yang ditandai dengan ​muffled
heart sound ​dan distensi vena jugularis.
● Abdomen: Apabila terdapat pembesaran lien, penyebab penyakit lain harus
dipertimbangkan.
● Status neurologis : Pemeriksaan kemungkinan adanya tanda-tanda perdarahan
intrakranial, dengan cara :
○ Keseimbangan dan postur tubuh
○ Pemeriksaan pupil, diameter parese, pergerakan bola mata
○ Pemeriksaan funduskopi untuk melihat adanya perdarahan retina atau adanya
tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial.

Pemeriksaan Penunjang
● Darah lengkap : menunjukan trombositopenia tanpa kelainan lain. Adanya anemia dan
netropenia mengindikasikan perlunya pemeriksaan lanjutan.
● Morfologi darah tepi : Morfologi darah tepi normal dengan beberapa ​giant trombosit​.
Adanya trombosit raksasa ini menunjukkan kompensasi megakariosit di sumsum tulang
terhadap keadaan trombositopenia.
● Morfologi Sumsum Tulang : Normoblastic marrow ataupun adanya peningkatan jumlah
megakariosit dan megakariosit imatur. Pemeriksaan sumsum tulang dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding sindrom mielodisplasia atau leukimia pada orang
dewasa, sedangkan pada anak-anak pemeriksaan morfologi sumsum tulang tidak
diperlukan kecuali anemia dan atau netropenia persisten.

Morfologi Sumsum tulang pada ITP, tampak adanya peningkatan jumlah megakariosit,
dan adanya distrombopoiesis (Megakariosit gundul)

● Pemeriksaan anti-platelet antibody : tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin


● Pemeriksaan antinuclear antibody : dilakukan pada kasus khusus. Biasanya pada wanita
dengan penyakit kronis berulang, gangguan sendi dan penyakit sistemik.
● Direct antiglobulin test (Coombs test) : dilakukan apabila terdapat anemia dan
trombositpenia untuk menyingkirkan evans syndrome.
Radiologi
● Computed tomography (CT) scanning and magnetic resonance imaging (MRI) apabila
terdapat kecurigaan pendarahan internal.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk :
● Meningkatkan jumlah trombosit ke kadar yang aman
● Memperbaiki kualitas hidup penderita sampai terjadinya remisi
Nonmedikamentosa
● Observasi ketat, dan pemeriksaan rutin untuk menilai remisi spontan pada anak-anak.
● Rawat inap apabila perdarahan aktif, meskipun saat ini sudah tidak berdarah
Medikamentosa
1. Kortikosteroid : merupakan terapi lini pertama yang berfungsi mengurangi destruksi
trombosit, menstimulasi integritas sel endotel dengan menstimulasi hemostasis primer
dan mengurangi perdarahan. Dosis 4-8 mg/kgbb/hari di ​tap off setelah 7-10 hari setelah
trombosit >50.000/mm³
2. Imunoglobulin intravena (IVIG) atau IV Rho Imunoglobulin (RhIG) merupakan terapi
lini kedua. RhIG digunakan untuk pasien dengan rhesus positif, memiliki efikasi yang
sama baiknya dengan IVIG, toksisitas yang lebih rendah, administrasi yang lebih mudah,
dan harga yang lebih murah. Dosis RhIG pada penderita dengan rhesus + adalah
75𝛍g/kgBB, sedangkan untuk penderita dengan rhesus negatif 1g/kgBB. Infus RhIG
diulang setiap 3-4 minggu. Apabila tidak terjadi perbaikan setelah pemberian 3-4 kali
maka penderita dinyatakan refrakter terhadap RhIG.
Penderita yang mengalami anemia sampai kadar <8 g/dL pada pemberian RhIG, maka
terapi harus diganti menjadi IVIG sampai kadar hemoglobin kembali normal. Lalu terapi
dengan RhIG dapat kembali dilakukan.
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan aspirasi sumsum tulang, terapi dengan RhIG
lebih aman untuk mencegah terjadinya komplikasi perubahan gambaran sumsum tulang
pada penggunaan steroid untuk keadaan leukemia akut.
3. Rituximab, cyclophospamide, azathriopnie dan danazol.
4. Thrombopoetin Receptor Agosit : Romiplostim dapat menstimulasi fusi protein
Fc-peptide dan meningkatkan jumlah trombosit.
Terapi bedah : Splenektomi terutama untuk ITP akut
Kompilkasi
● Perdarahan termasuk perdarahan intrakranial
● Komplikasi setelah splenektomi : sepsis, trombosit, infeksi berulang
Diagnosis Banding
● Sindrom myelodisplasia
● Leukemia
● Anemia aplastik
● Reaksi obat
Prognosis
ITP dapat relaps setelah terapi yang baik dan peningkatan jumlah trombosit yang signifikan, dan
keadaan ini tidak dapat dicegah.
Anak-anak :
● 80% anak-anak penderita ITP akan sembuh dalam 2-8 minggu
● Kondisi yang berat dapat terjadi pada 0,9% kasus
● Terapi dengan prednison dan RhIG secara intravena atau IVIG dapat memperbaiki
jumlah trombosit dengan cepat untuk mencegah perdarahan masif.
● Perdarahan intrakranial jarang sekali terjadi pada penderita yang telah diterapi selama
minimal 2 hari.
Dewasa :
● Sebanyak 60-90% penderita dewasa berespon baik terhadap terapi dan IVIG.

Anda mungkin juga menyukai