PURPURA (ITP)
2.1. TROMBOSIT
Trombosit adalah sel kecil tidak berinti dengan bentuk tidak beraturan.
Sel ini tidak mempunyai nukleus yang berisi DNA.Ukuran sel 2-3 mikrometer.
Trombosit merupakan derivat dari fragmentasi prekusor megakariosit. Umur rata-
rata trombosit adalah 10 hari, dengan volume kurang lebih 5 liter. Sepertiganya
terkumpul di limpa. Rata-rata orang dewasa memproduksi 100 ribu permilimeter
kubik perhari , berguna untuk mempertahankan jumlah normal. Jumlah produksi
dapat meningkat 10 kali lipat. Trombosit berperan penting pada hemostasis,
terutama pada pembentukan bekuan darah. Bila jumlah trombosit terlalu rendah ,
perdarahan hebat bisa terjadi. Namun demikian bila jumlah trombosit terlalu
tinggi , bekuan darah mudah terbentuk (trombosis) yang menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah dan mengakibatkan stroke, serangan jantung, emboli
paru dan sumbatan pembuluh darah di tempat-tempat lain seperti ekstremitas atas
atau bawah (Kaushansky, 2005)
Gambar 1. Anatomi dan jalur signaling trombosit (Rivera, 2009)
Unsur-unsur penting pada anamnesa dan pemeriksaan fisik pada dewasa dengan curiga
ITP
Anamnesa Pasien
Gejala perdarahan
Jenis perdarahan
Derajat perdarahan
Lama perdarahan
Hemostasis dengan pembedahan yang mendahului, kehamilan
Gejala sistemik
Berat badan turun, panas, nyeri kepala
Gejala dari kelainan autoimmun : artralgia, rash kulit, alopesia,trombosis vena
Faktor resiko HIV
Status kehamilan
Obat yang dapat menyebabkan trombositopeni dan kekmbuhan perdarahan
Heparin, alkohol, kuinidin/kuinin, sulfonamid,aspirin
Riwayat transfusi
Riwayat keluarga trombositopeni
Gejala perdarahan dan kelainan autoimmun
Kondisi komorbid
Penyakit gastrointestinal,penyakit saraf pusat, penyakit saluran kencing
Gaya hidup
Aktivitas yang beresiko untuk mengalami trauma
Pemeriksaan fisik
Tanda perdarahan
Jenis perdarahan (termasuk perdarahan retina)
Derajat perdarahan
Hepar,limpa dan kelenjar limfe
Ikterik dan stgmata hepar kronik
Tanda-tanda infeksi
Tanda-tanda penyakit autoimmun
Artritis, gondok, nefritis dan vaskulitis kutaneus
Gejala trombosis
Fungsi neurologis
Kelainan skeletal
ITP adalah suatu penyakit yang didapat akibat proses imun pada dewasa dan
anak-anak yang ditandai dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat atau persisten
dan tergantung pada derajat trombositopeni, menyebabkan meningkatnya resiko
perdarahan.
ITP kronik adalah kelainan autoimmun dimana sistem imun penderita bereaksi
terhadap autoantigen. Trombositopeni pada ITP adalah akibat dari destruksi trombosit
karena proses imun atau penekanan dari produksi trombosit. Membran protein dari
trombosit menjadi bersifat antigenik dan merangsang sistem imun memproduksi
autoantibodi dan sel T sitotoksik. Autoantibodi ini bereaksi langsung terhadap
glikoprotein GPIIb-IIIa atau GPIb-IX, dan terdeteksi pada sebagian besar penderita.
Etiologi dari ITP belum sepenuhnya diketahui, tetapi diketahui bahwa autoantibodi ini
membungkus trombosit dalam sirkulasi. Trombosit yang terbungkus oleh antibodi ini
kemudian dihancurkan di sistem retikuloendotelial ( hepar dan lien ) , mengakibatkan
trombositopeni. Sebagai tambahan , Sel T sitotoksik merusak megakariosit.
Diagnosa dari ITP ditegakkan dari suatu eksklusi. Menurut Guideline dari
American Society of Hematology (ASH) , diagnosa ITP didasarkan pada anamnesa dan
pemeriksaan fisik serta hitung darah lengkap dan pemeriksaan gambaran darah tepi.
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk menegakkan diagnosa pada pasien berumur
diatas 60 tahun dan pada pasien yang dipertimbangkan untuk splenektomi.
Terapi lini pertama menurut BCSH maupun ASH adalah kortikosteroid dan atau
IVIG. Apabila refrakter dapat dilanjutkan dengan splenektomi. Dua pertiga kasus akan
mengalami remisi spontan sesudah splenektomi. Sedangkan apabila masih belum
menunjukkan remisis terapi alternatif lain diantaranya adalah IVIG dosis tinggi, vinca
alkaloids, anti D, Danazole, Azathioprine, siklosporin, alemtuzumab, rituximab, atau
mycophenolate mofetil.
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui patogenesis serta
terapi yang paling tepat untuk ITP.
DAFTAR PUSTAKA
British Committee for Standarts in Haematology GHTF, 2003. Guidelines for The
Investigation and Management of Idiopathic Thrombocytopenic Purpura in
Adults, Children and in Pregnancy. Br J Haematol 120:574-96
Cines DB, Blanchette VS, 2002. Immune Thrombocytopenic Purpura. N Engl J Med.
2002 ; 346: 995- 1008
Cines DB, Bussel JB, 2005. How I Treat Idhiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP
). Available from :<http://www.bloodjournal.org> ( Accesed September 18,
2009 )
George JN, Woolf SH, Raskob GE et al, 1996. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
: a Practice Guideline Developed by Explicit Methods for The American
Society of Hematology. Blood 88: 3-40
Kaushansky K , 1998. Thrombopoetin. Editor Wood AJJ. The New England Journal
of Medicine Sept 10,1998. Massacusetts Medical Society. Available from
http://www.nejm.org > ( Accesed August 31,2009 )
Linker CA, 2008. Blood Disorder in McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM ( Eds )
: Lange 2008 Current Medical. Elsevier Inc. P 421-422
Psaila B, Bussel JB, 2007. Immune Thrombocytopenic Purpura. Hematol Oncol Clin
North Am 21: 743-59, vii
Rivera J, Lozano ML, Nunez LN, Vicente V, 2009. Platelet Receptors and Signaling in
the Dynamicsof Thrombus Formation. Haematologica 2009; 94(5)
The Secretary BCSH, 2003. Guidelines For The Investigation and Management of
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura in Adults, Children and in Pregnancy.
British Journal of Haematology vol.120. p.574-596
KLASIFIKASI DAN TATALAKSANA CA PARU
Epithelial tumours
1. Adenocarcinoma
Lepidic adenocarcinoma
Acinar adenocarcinoma
Papillary adenocarcinoma
Micropapillary adenocarcinoma
Solid adenocarcinoma
Invasive mucinous adenocarcinoma
Mixed invasive mucinous and non-mucinous
adenocarcinoma
Colloid adenocarcinoma
Fetal adenocarcinoma
Enteric adenocarcinoma
Minimally invasive adenocarcinoma
Non-mucinous
Mucinous
Preinvasive lesions
Atypical adenomatous hyperplasia
Adenocarcinoma in situ
Non mucinous
Mucinous
2. Squamous cell carcinoma
Keratinizing squamous cell carcinoma
Non-keratinizing squamous cell carcinoma
Basaloid squamous cell carcinoma
Preinvasive lesion
Squamous cell carcinoma in situ
3. Neuroendocrine tumours
Small cell carcinoma
Combined small cell carcinoma
Large cell neuroendocrine carcinoma
Combined large cell neuroendocrine carcinoma
Carcinoid tumours
Typical carcinoid
Atypical carcinoid
Preinvasive lesion
Diffuse idiopathic pulmonary neuroendocrine cell
hyperplasia
4. Large cell carcinoma
5. Adenosquamous carcinoma
6. Pleomorphic carcinoma
7. Spindle cell carcinoma
8. Giant cell carcinoma
9. Carcinosarcoma
10. Pulmonary blastoma
11. Other and unclassified carcinomas
Lymphoepithelioma-like carcinoma
NUT carcinoma
12. Salivary gland-type tumours
Mucoepidermoid carcinoma
Adenoid cystic carcinoma
Epithelial-myoepithelial carcinoma
Pleomorphic adenoma
13. Papillomas
Squamous cell papilloma
Exophytic
Inverted
Glandular papilloma
Mixed squamous cell and glandular papilloma
14. Adenomas
Mesenchymal tumours
1. Pulmonary hamartoma
2. Chondroma
3. PEComatous tumours
Lymphangioleiomyomatosis
PEComa, benign
Clear cell tumour
PEComa, malignant
4. Congenital peribronchial
Myofibroblastic tumour
5. Diffuse pulmonary lymphangionatosis
6. Inflammatory myofibroblastic tumour
7. Epitheloid haemangioendothelioma
8. Pleuropulmonary blastoma
9. Synovial sarcoma
10. Pulmonary artery intimal sarcoma
11. Pulmonary myxoid sarcoma with EWSR1-CREB1 translocation
12. Myoepithelial tumours
Myoepithelioma
Myoepithelial carcinoma
Lymphohistiocytic tumours
1. Extranodal marginal zone lymphoma of mucosa-associated lymphoid
tissue (MALT lymphoma)
2. Diffuse large B-cell lymphoma
3. Lymphomatoid granulomatosis
4. Intravascular large B-cell lymphoma
5. Pulmonary Langerhans cell histiocytosis
6. Erdheim-Chester disease
Tumours of ectopic origin
1. Germ cell tumours
Teratoma, mature
Teratoma, immature
2. Intrapulmonary thymoma
3. Melanoma
4. Meningioma, NOS
3.4 Penatalaksanaan
Manajemen terapi dibagi atas:
1. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non small cell
carcinoma)
2. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell carcinoma)
3.5.1 Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) Kanker
paru jenis karsinoma bukan sel kecil terdiri dari berbagai jenis, antara lain:
Karsinoma sel skuamosa (KSS)
Adenokarsinoma
Karsinoma sel esar (KSB)
Jenis lain yang jarang ditemukan
3.5.1.2 Bedah
Modalitas ini adalah terapi utama utama untuk sebagian besar KPKBSK,
terutama stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah
kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah
lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah
lobektomi yang menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun,
pada pasien dengan komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang
lebih rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru
dilakukan. Kini, reseksi sublobaris sering dilakukan bersamaan dengan
VATS.
Intervensi menggunakan bronkoskopi berkembang dalam tahun-tahun
terakhir, terutama untuk obstruksi saluran pernapasan sentral (trakea dan
bronkus) akibat keganasan, dengan saluran bronkial sehat dan parenkim yang
berfungsi dengan baik distal dari stenosis. Penilaian sebab dan luas stenosis,
dan permeabilitas saluran bronchial distal dari stenosis dapat dilakukan
menggunakan bronkoskopi fleksibel. Fungsi permeabilitas dapat dinilai
menggunakan pemeriksaan CT scan. Metode bronkoskopi intervensi yang
paling sering digunakan adalah dengan bronkoskopi kaku (rigid
bronchoscopy) dan pengeluaran massa secara mekanik, terutama untuk
massa proximal, intralumen. Komplikasi paling sering intervensi ini adalah
perdarahan.
Selain itu, bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan terapi laser. Pada
prosedur ini, berbagai tipe gas seperti CO2 dan KTP digunakan untuk
menimbulkan koagulasi dan merusak tumor intralumen. Komplikasi yang
sering terjadi adalah perforasi, perdarahan dan fistula bronkovaskular.
Bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan krioterapi untuk merusak
jaringan maligna. Ini dilakukan dengan memberikan suhu yang sangat
rendah menggunakan expansi dari cairan gar kriogenik yang menyebabkan
dehidrasi, kristalisasi sel, apoptosis, dan iskemia jaringan. Metode yang
terakhir ini dianjurkan sebagai penanganan paliatif stenosis proksimal non-
obstruktif tanpa gangguan pernapasan akut. Kadang, aspirasi bronkial harus
dilakukan setelah 1-2 hari untuk mengeluarkan sisa jaringan tumor.
Teknik anestesi yang dapat digunakan adalah anestesi umum, dan dapat
dikombinasikan dengan anestesi regional (epidural, blok paravertebral).
3.5.1.3 Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana
kanker paru. Radioterapi dalam tatalaksana Kanker Paru Bukan Sel Kecil
(KPKBSK) dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif
definitif, kuratif neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif.
3.5.1.3.1 Indikasi/Tujuan
Radioterapi kuratif definitif pada sebagai modalitas terapi dapat diberikan
pada KPKBSK stadium awal (Stadium I) yang secara medis inoperabel atau
yang menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah thoraks dan pada
stadium lokal lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan kemoterapi. Pada
pasien yang tidak bisa mentoleransi kemoradiasi konkuren, dapat juga
diberikan kemoterapi sekuensial dan radiasi atau radiasi saja. Pada pasien
Stadium IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca operasi
merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan sebagai
paliatif atau pencegahan gejala (nyeri, perdarahan, obstruksi). (NCCN
Kategori 2A).
positif margin
mikroskopis
Gross tumor
Radiasi paliatif
30-45 Gy 3 Gy 2-3 minggu
SVKS
20-30 Gy 3-4 Gy 1-2 minggu
Meta tulang
8-30 Gy 3-8 Gy 1 hari-2 minggu
dengan
(sesuai (sesuai guideline (sesuai guideline
massa jaringan guideline tumor otak) tumor otak)
lunak tumor otak)
Meta tulang
tanpa massa
jaringan lunak
Meta otak
3.5.1.3 Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada
stadium dini, atau sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi
adjuvant dapat diberikan pada KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA.
Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan
tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik (Karnofsky
>60%; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah sebagai
terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.
2. Stadium I
Modalitas terapi pilihan adalah pembedahan, yang dapat dilakukan
bersamaan dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani
pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi atau kemoterapi
dengan tujuan pengobatan. Selain itu, juga dapat diberikan
kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi. Pada stadium IB, dapat
diberikan kemoterapi adjuvant setelah reseksi bedah.
3. Stadium II
Terapi pilihan utama adalah reseksi bedah, jika tidak ada
kontraindikasi. Terapi radiasi atau kemoterapi adjuvant dapat
dilakukan bila ada sisa tumor atau keterlibatan KGB intratoraks,
terutama N2 atau N3. Bila pasien tidak dapat menjalani
pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi dengan tujuan
pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat
memberikan hasil yang lebih baik.
4. Stadium IIIA
Pada stadium ini, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih
dapat dioperasi dan tidak terdapat bulky limfadenopati), terapi
radiasi, kemoterapi, atau kombinasi dari ketiga modalitas tersebut.
Reseksi bedah dapat dilakukan setelah kemoterapi neoadjuvant
dan/atau dengan kemoterapi adjuvant, terutama pada pasien dengan
lesi T3-4, N1. Pada pasien yang tidak dapat menjalani pembedahan,
dapat dilakukan terapi radiasi sendiri dengan tujuan pengobatan.
Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil
yang lebih baik. Jika ada keterlibatan kelenjar getah bening atau
respons buruk terhadap operasi, maka pemberian kemoterapi sendiri
47
5. Stadium IIIB
Modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada
kondisi klinis dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi sendiri pada
lesi primer dan lesi metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula.
Kemoterapi sendiri dapat diberikan dengan regimen 4-6 siklus.
Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi dapat memberikan hasil
yang lebih baik. Obat golongan EGFR-TKI diberikan pada
adenokarsinoma dengan hasil uji mutasi gen EGFR positif yang
sensitif EGFR-TKI.
6. Stadium IV
Tujuan utama terapi pada stadium ini bersifat paliatif.
Pendekatan tata laksana KPKBSK stadium IV bersifat
multimodalitas dengan pilihan terapi sistemik (kemoterapi, terapi
target), dan modalitas lain (radioterapi , dan lain-lain)
Catatan:
Regimen kemoterapi lini pertama adalah kemoterapi berbasis
platinum (sisplatin atau karboplatin) dengan salah satu obat generasi
baru.
Sisplatin/Karboplatin + etoposid
Sisplatin/Karboplatin + gemsitabin
Sisplatin/Karboplatin + paklitaksel
Sisplatin/Karboplatin + doksetaksel
Sisplatin/Karboplatin + vinorelbine
Sisplatin/Karboplatin + pemetreksed
Daftar Pustaka