Anda di halaman 1dari 66

CASE REPORT

TINGGINYA ANGKA KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF


DI PUSKESMAS GENUK
PERIODE 1 JANUARI 2014 31 DESEMBER 2014
DENGAN PENDEKATAN HL BLUM

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Program Pendidikan Profesi
Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Sultan Agung Semarang

Disusun Oleh :
Afrina Lusia 01.210.6070
Akhmad Ulil Albab 01.210.6076
Dewi Intisari 01.210.6123
Lady Septiani 01.210.6203

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015

1
HALAMAN PENGESAHAN

TINGGINYA ANGKA KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF


DI PUSKESMAS GENUK
PERIODE 1 JANUARI 2014 31 DESEMBER 2014
DENGAN PENDEKATAN HL BLUM
Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

Afrina Lusia 01.210.6070


Akhmad Ulil Albab 01.210.6076
Dewi Intisari 01.210.6123
Lady Septiani 01.210.6203
Laporan Kasus yang telah diseminarkan, diterima dan disetujui di depan tim
penilai Puskesmas Genuk Kota Semarang.
Semarang,
Januari 2015
Disahkan Oleh:
Pembimbing Kepala Puskesmas Genuk

dr. Syiska Maolana dr. Reni Ervina

Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Dosen Penguji
Ilmu Kesehatan Masyarakat

Siti Thomas Z, S.KM. M.Kes. dr. Kristanto Muliana

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Kasus Tingginya Angka Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di
Puskesmas Genuk dengan Pendekatan HL Blum Periode 1 Januari 2014 31
Desember 2014.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas-tugas dalam rangka menjalankan
kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat. Laporan ini memuat data hasil
kunjungan TB Periode 1 Januari 2014 31 Desember 2014 di Puskesmas Genuk.
Laporan ini dapat diselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. dr. Reni Ervina, selaku Kepala Puskesmas Genuk.
2. dr. Syiska Maolana selaku pembimbing Kepanitraan IKM di Puskesmas
Genuk yang telah memberikan bimbingan dan pelatihan selama kami
menempuh Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas
Genuk, Semarang.
3. dr. Rahmi selaku pembimbing Kepanitraan IKM di Puskesmas Genuk
yang telah memberikan bimbingan dan pelatihan selama kami menempuh
Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Genuk,
Semarang.
4. Dokter, Paramedis, beserta Staf Puskesmas Genuk atas bimbingan dan
kerjasama yang telah diberikan.
Kami menyadari sepenunhnya bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Karena itu kami sangat
berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata kami berharap semoga hasil laporan kasus Laporan Kasus
Tingginya Angka Kejadian Tuberkulosis Paru Bta Positifdi Puskesmas Genuk
Periode 1 Januari 2014 31 Desember 2014 dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, Januari 2015
Penyusun

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberculosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan varian mycobacterium lainnya yang
disebarkan melalui udara dalam bentuk droplet nuklei yang menimbulkan
5,8,2,6.
respon granuloma dan inflamasi jaringan Berdasarkan laporan WHO
tahun 2011 (berdasarkan data tahun 2010) sekitar 8,8 juta (antara 8,5-9,2
juta) kasus baru terjadi di seluruh dunia. Sekitar 80% pasien menderita
tuberculosis paru, 15% ekstra paru dan 5% menderita tuberculosis paru dan
ekstra paru.13 Saat ini dikenal pula istilah Multidrug-resistant TB (MDR-
TB). Multidrug-resistant TB (MDR-TB) disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang resisten terhadap isoniazid dan rifampicin. MDR-TB
biasanya terjadi akibat infeksi primer dari bakteri yang sudah resisten atau
dari pengobatan yang tidak maksimal yang menimbulkan resistensi.16
Berdasarkan data WHO tahun 2011 prevalensi TB di Indonesia
mencapai 1.200.000 kasus atau 484 kasus per 100.000 populasi dengan
angka mortalitas mencapai 91.000 kasus atau 38 orang per 100.000
populasi. Insidensi TB mencapai 540.000 kasus atau 226 kasus per 100.000
populasi dengan 29.000 kasus TB HIV positif. 13 Diperkirakan telah terdapat
440.000 kasus dari multi-drug resistant TB (MDR-TB) pada tahun 2008.
Keempat negara yang memiliki jumlah kasus MDR-TB tertinggi adalah
China (100.000 kasus), India (99.000 kasus), Federasi Rusia (38.000 kasus),
dan Afrika Selatan (13.000 kasus). Dan pada Oktober 2011, 77 negara dan
wilayah telah melaporkan setidaknya terdapat satu kasus dari extensively
drug-resistant TB (XDR-TB). 16
Berdasarkan data rekapitulasi kasus TB di Puskesmas Genuk, pada
tahun 2013 tercatat penderita TB dengan BTA(+) sebanyak 27 kasus, TB
dengan BTA(-) sebanyak 16 kasus, dan TB pada anak sebanyak 16 kasus.
Pada tahun 2014 tercatat penderita TB dengan BTA(+) sebanyak 27 kasus,
BTA(-) sebanyak 9 kasus, dan TB pada anak sebanyak 13 kasus. Dari

4
sejumlah 27 kasus TB dengan BTA(+) terdaat 4 kasus diantaranya
merupakan kasus kambuh. Target pencapaian penemuan kasus TB BTA(+)
di Puskesmas Genuk adalah sebesar 30 kasus pada tahun 2014. Sehingga
didapatkan angka case detection rate (CDR) di Puskesmas Genuk pada
tahun 2014 adalah sebesar 90%. Dimana CDR Nasional 100% sebanyak 30
kasus BTA(+). CDR Provinsi Jawa Tengah kasus TB BTA+ sebesar 75%
sedangkan CDR Kota Semarang kasus TB BTA(+) sebesar 65%. Masih
tingginya angaka TB di daerah Genuk ini dapat disebabkan oleh berbagai
faktor baik lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, maupun
permasalahan kependudukan.
Dari uraian di atas, penulis bermaksud ingin mengetahui faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit tuberkulosis di Puskesmas
Genuk dengan pendekatan H.L. Blum.
1.2. Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan
masalah berupa: Faktor apa saja yang mempengaruhi tingginya angka TB
Paru di Puskesmas Genuk?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum :
Mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap penemuan penyakit TB Paru pada Nn. S berdasarkan
pendekatan H.L. Blum.
1.3.2. Tujuan Khusus
Memperoleh informasi mengenai pengaruh faktor lingkungan, faktor
perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor genetik yang
terhadap terjadinya penyakit Tuberkulosis pada Nn. S.
1.4. Manfaat
- Untuk membantu penyembuhan penyakit Tuberkulosis pada Nn. S.
- Untuk mencegah penularan penyakit Tuberkulosis ke keluarga maupun
orang lain.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
WHO mendefinisikan penderita TB sebagai penderita yang terbukti
secara positif terinfeksi tuberculosis dengan menggunakan metode diagnosa
apapun. TB paru didefinisikan sebagai TB yang menyerang parenkim paru
dan berdasarkan hasil apusan tahan asam TB dibagi menjadi sputum positif
atau sputum negatif. 17
Pasien dengan sputum postif merupakan pasien yang sedikitnya
menunjukkan satu hasil positif dari 3 sampel sputum yang diambil.
Sedangkan sputum negatif merujuk kepada pasien dengan hasil pemeriksaan
sputum tanpa ditemukannya basil tahan asam, namun pada pasien dengan
sputum negatif tetapi hasil kultur menunjukkan positif maka tetap dianggap
sebagai pasien TB dengan sputum negatif.17
2.2. ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis merupakan suatu bakteri berbentuk basil
non spora berukuran 0.5-3 m. Gram netral dan bersifat tahan asam. Sifat
tahan asamnya disebabkan oleh banyaknya kandungan asam mikolik, asam
lemak rantai panjang dan beberapa unsur lemak lainnya. Asam mikolik
tersebut terikat dalam struktur arabinogalactan dan peptidoglikan yang
menyebabkan permeabilitas dinding sel bakteri sangat rapat sehingga
menurunkan kerja antibiotik. Lipoarabinomannan juga merupakan suatu
struktur bakteri yang berperan dalam proses interaksi dan pertahanan diri
dalam makrofag. Oleh sebab itu bakteri ini dapat diwarnai dengan carbol
fuchsin dan dipanaskan. Mycobacteriun tuberculosis biasanya ditemukan di
udara, tanah, bahkan air. Mycobacterium tuberculosis tumbuh lambat dan
berkembang biak dalam 18-24 jam. Mycobacteriun tuberculosis biasanya
akan tampak membentuk koloni dalam agar sekitar 2-5 minggu.5,8,2
Mycobacterium tuberculosis dan varian mycobacterium lainnya tampak
serupa namun berbeda dalam tes biokimia. Mycobacterium bovis biasanya
terdapat pada susu basi dan varian mycobacterium lainnya menyerang

6
hewan pengerat. Biasanya varian lain lebih sering ditemukan di Afrika.6
Kultur Agar yang biasa digunakan untuk kultur M. tuberculosis dapat
berupa kultur padat atau kultur cair yang berbasis telur seperti Lwenstein
Jensen, BACTEC, Middlebrook 7H10/ 7H11. Kultur M. Tuberculosis pada
medium cair tergolong lebih cepat. 6

2.3. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan WHO tahun 2011 (berdasarkan data tahun 2010)
sekitar 8,8 juta (antara 8,5-9,2 juta) kasus baru terjadi di seluruh dunia.
Masih berdasarkan data pada tahun 2010, diperkirakan pula sebanyak 1,1
juta kematian (rentang antara 0,9-1,2 juta) terjadi akibat tubeculosis pada
penderita TB dengan HIV negatif dan sebanyak 0,35 juta kematian (rentang
0.32-0.39 juta ) yang terjadi akibat TB pada penderita dengan HIV positif.
Hal yang perlu dicermati adalah penurunan jumlah absolut kasus TB sejak
tahun 2006, diikuti dengan penurunan insidensi kejadian dengan angka
estimasi kematian sejak tahun 2002. Dan sekitar 10 juta anak-anak di tahun
2009 menjadi yatim piatu karena orang tua yang mengidap TB.17

Gambar 1. Perkiraan jumlah insiden, Berdasarkan negara, tahun 2010


(dikutip dari kepustakaan nomor 17)

7
Berdasarkan laporan WHO tahun 2011 terdapat 5.7 kasus TB paru baru setara
dengan 65% angka prediksi di tahun 2011. India dan China memberikan
kontribusi 40% total penderita baru TB dan Afrika menyumbang 24% pasien baru.
Secara global angka keberhasilan terapi pada penderita baru TB dengan sputum
BTA positif adalah 87% di tahun 2009 MDR-TB dideteksi mencapai 46.000
kasus. Walaupun jauh dibawah angka estimasi yakni 290.000 kasus, MDR-TB
masih menjadi tantangan besar hingga saat ini.17
Survei prevalensi TB yang dilakukan di enam propinsi di Indonesia pada
tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TB di Indonesia berkisar antara
0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TB Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2010, angka insiden TB di Indonesia pada
tahun 2009 mencapai 430.000 kasus, dan dengan 62.000 kasus berakhir dengan
kematian. 17
Sedangkan sebuah studi yang dilakukan oleh Rao et al dari Universitas
Queensland berdasarkan data epidemiologi tahun 2007-2008 menunjukkan bahwa
angka kematian akibat tuberculosis di Indonesia sangat tinggi terutama di propinsi
Papua. 17
Berdasarkan data WHO tahun 2011 prevalensi TB di Indonesia mencapai
1.200.000 kasus atau 484 kasus per 100.000 populasi dengan angka mortalitas
mencapai 91.000 kasus atau 38 orang per 100.000 populasi. Insidensi TB
mencapai 540.000 kasus atau 226 kasus per 100.000 populasi dengan 29.000
kasus TB HIV positif. 17

2.4. PATOFISOLOGI
2.4.1. PROSES PENULARAN
M. tuberculosis ditularkan melalui udara dalam bentuk
aerosolisasi 3000 droplet nukleus berukuran 5-10 m yang dapat
dikeluarkan pada saat batuk, bersin bahkan saat bercakap-cakap,
terutama pada pasien dengan Tuberculosis saluran pernapasan.
Droplet tersebut mengering dengan cepat, bertahan di udara selama
beberapa jam dan masuk kedalam saluran nafas. Selain melalui
udara, penularan melalui kulit dan plasenta juga dapat terjadi
walaupun sangat tidak umum. Resiko terjangkitnya M.

8
Tuberculosis tergantung pada jumlah M. Tuberculosis yang masih
bertahan hidup di udara. Penularan secara outdoor biasanya lebih
rendah daripada diruangan tertutup dimana pertukaran udara diluar
ruangan berlangsung baik dan ekspose terhadap sinar ultraviolet
jauh lebih tinggi. Penularan juga dapat terjadi melalui alat-alat
intervensi seperti bronchoscopy atau intubasi endotracheal. Selain
melalui udara, penularan juga dapat terjadi melalui abses yang
mengandung M. Tuberculosis. Faktor yang mempengaruhi
kerentanan tertularnya Mycobacterium tuberculosis adalah
lamanya kontak dengan penderita, dan derajat keparahan penyakit.
Pasien dengan smear negatif cenderung lebih aman terutama pasien
dengan TB ekstra paru. 5,6,8
2.4.2. PROSES INFEKSI
Dropet nukleus cukup kecil untuk masuk kedalam saluran
nafas dan mampu bertahan dari proses filtrasi di saluran nafas atas.
Sekali terhirup, droplet nukleus dapat mencapai alveoli untuk
melakukan invasi dan menimbulkan infeksi. Pada sekitar 5 %
pasien yang terinfeksi, M. Tuberculosis mampu berkembang biak
dalam jangka waktu mingguan hingga bulanan dan dapat
memberikan pembesaran limfonodus perihilar dan peritracheal
serta dapat memberikan gambaran pneumonia lobaris dan
merangsang terjadinya reaksi serosa serta efusi pleura. 5,6,8
M. tuberculosis kemudian ditelan oleh makrofag alveolar
melalui proses introduksi yang melibatkan aktivasi komplemen
C3b. Liporabinomannan yang terdapat dalam dinding M.
Tuberculosis mampu menghambat peningkatan ion Ca2+ yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada jalur calmodulin yang
akan menimbulkan gangguan fusi phagosom dan lisosom sehingga
tidak ada percampuran antara bakteri dengan lisosom yang
menyebabkan bakteri dapat bertahan dan berkembang biak didalam
makrofag. Selain itu faktor yang dapat mendukung pertumbuhan
M. Tuberculosis didalam makrofag adalah adanya gen protektif

9
antara lain katG yang memproduksi enzim katalase/peroksidase
yang dapat melindungi M.tuberkulosis dari proses oksidatif, gen
rpoV yang merupakan gen induk dari beberapa protein penting
M. Tuberculosis. Dua gen ini merupakan gen yang penting dalam
proses virulensi M. Tuberculosis. Selain itu gen lain seperti erp
membantu proses pembentukan protein untuk multiplikasi. 5,6,8
Makrofag yang terinfeksi mengeluarkan sitokin seperti TNF
dan IL-1 serta sitokin lainnya untuk merangsang Monosit dan
Limfosit T terutama CD4+ yang akan membentuk IFN yang akan
mengaktivasi makrofag lainnya. Proses ini dikenal sebagai
Macrophage Activating response sedangkan sel CD4+ Th2 akan
memproduksi IL 4, IL 5, IL 10 dan IL 13 dan merangsang sistem
imun humoral. Sel Dendritik juga berperan dalam
mempresentasikan antigen dan merangsang proses imun lebih jauh
didalam limfonodus. Tahapan ini dikenal sebagai proses Cell
Mediated Immunity. Pada tahapan ini pasien dapat menunjukkan
gambaran delayed-type-hypersensitivity terhadap protein
tuberkulin. Reaksi ini dapat timbul 48-96 jam setelah injeksi
tuberkulin dan bertahan hingga 6 minggu namun sekitar 20 %
pasien tidak bereaksi terhadap tes tuberkulin.5,6,8
Pada jaringan, makrofag tersebut dapat membentuk sel raksasa
berinti banyak dan akan membentuk granuloma yang dikelilingi
oleh limfosit dan makrofag yang teraktifasi. Pada granuloma,
pertumbuhan M. Tuberculosis dapat terhambat karena lingkungan
yang rendah oksigen dan derajat keasaman yang rendah. Ketika
mengalami proses penyembuhan dapat terbentuk fibrosis. Proses
ini dikenal sebagai Tissue Damaging Reponse. Dalam jangka waktu
tahunan, granuloma dapat meluas dan membentuk kalsifikasi dan
akan tampak dalam gambaran radiologi sebagai densitas
radioopaque pada lapangan paru atas, apex paru (fokus Simon),
atau limfonodus perihilar. Focus granuloma juga dapat ditemukan

10
pada jaringan lainnya tergantung seberapa luas penyebaran M.
Tuberculosis. 5,6,8
Pada kasus tertentu, pada pusat lesi, material kaseosa mencair,
dinding bronchial dan pembuluh darah menjadi rusak dan
terbentuklah kavitas. Pada materi caseosa yang mencair terdapat
basil M. Tuberculosis dalam jumlah besar yang dapat menyebar ke
jaringan paru lainnya dan dapat keluar saluran nafas melalui batuk
dan berbicara. 5,6,8
Bila tidak timbul penyakit, maka telah terjadi keseimbangan
antara sistem imun dan reaksi patologis dari M. Tuberculosis.
Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya aktivasi M.
Tuberculosis adalah kekuatan sistem imun. Sekitar 10% pasien
dengan imunokompeten biasanya akan menderita tuberculosis. 5,6,8
Pada pasien dengan infeksi laten, infeksi dapat teraktivasi
dalam jangka waktu beberapa tahun, aktivasi dapat terjadi pada
hampir semua jaringan karena M. Tuberculosis menyebar secara
limfogen. Lokasi tertentu yang lebih sering terjadi reaktivasi adalah
jaringan paru. Rekativasi muncul pada fokus granuloma terutama
pada apeks paru. Fokus kaseosa yang besar dapat membentuk
kavitas pada parenkim paru. 5,6,8
Semakin banyak jumlah basil M. Tuberculosis yang ditularkan
maka semakin infeksius. Hal ini dapat dilihat dari jumlah M.
Tuberculosis pada sediaan tahan asam. M. tuberculosis dapat
dideteksi pada sputum yang mengandung sedikitnya 104 M.
Tuberculosis. Pada pasien dengan TB paru berkavitas biasanya
lebih infeksius.8

11
Gambar 2. Patogenesis Tuberkulosis15

2.5. KLASIFIKASI
2.5.1. Tuberkulosis Paru13
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru, tidak termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif. Hasil pemeriksaan satu
spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil
pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologis
menunjukkan tuberkulosis aktif.

12
2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
dan biakan M. tuberculosis positif.
2. Berdasarkan Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran
radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala
klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
1) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal
ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian
dievaluasi.
2) Infeksi jamur
3) TB paru kambuh
Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-
turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan).

13
2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-
2 pengobatan.
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
2.5.2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening,
selaput otak, perikard, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi
anatomi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan
spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten
dengan TB ekstra paru aktif.

2.6. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang muncul awalnya bersifat non spesifik, biasanya ditandai


dengan demam baik subfebris hingga febris dan keringat malam, berat
badan yang menurun, anoreksia, dan merasa lemas. Pada 80 % kasus
ditemukan demam dan tidak adanya demam bukan berati tuberculosis dapat
dihilangkan. Dalam sebagian besar kasus, batuk non produktif biasanya
muncul minimal selama 2 minggu dan selanjutnya diikuti oleh batuk
produktif dengan sputum yang purulen bahkan diikuti bercak darah.
Hemoptisis yang masif biasanya muncul sebagai destruksi pembuluh darah
pada kavitas terutama pembuluh darah yang berdilatasi pada dinding kavitas
(Rasmussen's aneurysm). Nyeri dada biasa juga dirasakan terutama pada
pasien dengan lesi pada pleura. Lebih lanjut biasanya pasien akan sesak
nafas dan diikuti dengan adult respiratory distress syndrome (ARDS). 2, 5,6,8

14
Temuan pemeriksaan fisis cukup terbatas pada TB paru. Terkadang
abnormalitas tidak ditemukan pada pemeriksaan thorax. Bunyi ronkhi biasa
ditemukan terutama karena peningkatan produksi sputum. Bunyi wheezing
juga terkadang ditemukan akibat obstruksi parsial bronkus dan bunyi
amphoric klasik pada kavitas. Terkadang bunyi pernafasan terdengar redup
yang berarti menunjukkan ada proses abnormalitas yang cukup parah
sebagai komplikasi dari infeksi tuberculosis. Pada keadaan tertentu pasien
juga dapat menunjukkan wajah yang pucat serta clubbing finger. 2,5

2.7. DIAGNOSIS12
- Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
- Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
- Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
2.7.1. Diagnosis TB Ekstra Paru12
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh
yang terkena.
2.7.2. Pemeriksaan Penunjang

15
Pemeriksaan foto thoraks PA merupakan pemeriksaan yang rutin
dilakukan untuk evaluasi tuberculosis paru. Gambaran yang biasanya
muncul adalah bercak infiltrat terutama kavitas yang biasanya dapat
ditemukan pada 19% hingga 50%. Gambaran lainnya yang biasa
muncul adalah infiltrat lobus dan interstitial serta limfadenopati. Pada
segmen apeks paru biasa ditemukan gambaran densitas radiopak yang
menandakan terbentuknya fibronodular. Pada tahap lanjut lesi ini
dapat menjadi kavitas dengan gambaran radiologi kavitas yang
berdinding tipis. Pada TB paru rekativasi, daerah yang paling sering
tampak kelainan yakni, apeks dan segmen posterior lobus kanan,
apeks dan segmen posterior lobus kiri, dan segemen superior lobus
bawah. Lesi pada daerah ini lebih sering terlihat pada pasien dengan
diabetes. Efusi pleura pada tuberculosis paru tahap dini juga dapat
terlihat terutama pada perkembangan penyakit yang progresif. CT
scan biasanya dapat dilakukan untuk menentukan luasnya penyebaran
lesi namun biasanya tidak memberikan gambaran khas pada infeksi
tahap dini.4,6

Gambar 3. Gambaran radiologis infeksi TB pada paru.

(dikutip dari kepustakaan nomor 4)

Pada gambar kiri terdapat gambaran kavitas serta bercak berawan


pada lapangan paru kanan atas, sedangkan gambaran CT scan
menunjukkan penyebaran bahan infeksius dari kavitas ke sistem
tracheobronchial.4

16
Gambar 4. TB paru primer
(dikutip dari kepustakaan nomor 14)

Pada gambar diatas, gambar kiri menunjukkan gambaran


limfadenopati hilar pada lapangan paru kanan sedangkan gambar
kanan adalah gambaran CT scan yang menunjukkan limfadenopati
hilar kanan.

Gambar 5. TB paru post primer pada pasien dengan immunodefisiensi.


(Dikutip dari kepustakaan nomor 14)

17
Gambar kiri tampak kavitas dan bercak berawan pada kedua
lapangan atas paru dan pada CT scan terdapat gambaran cavitas pada
kedua lapangan paru.

Dalam hasil analisis laboratorium darah dapat ditemukan


leukositosis, limfositik leukopenia atau neutrofilik leukopenia.
Ditemukan pula anemia normositik normokrom dan hiponatremia
terutama pada pasien dengan penyebaran lesi yang luas.6

Apusan sputum dan kultur merupakan pemeriksaan yang perlu


dilakukan untuk menegakkan diagnosis dengan sensitivitas 40-60%.
Pada pasien suspek tuberculosis paru, tiga sampel sputum diambil
yakni sewaktu, pada pagi hari dan sewaktu. Pada pasien dengan
tuberculosis paru, sputum dapat diperoleh dengan proses ekspektorasi
atau nebulisasi dengan saline hipertonik, bilasan bronkus atau bahkan
dengan bronchoscopy.6,7

Induksi sputum dianggap sebagai salah satu cara yang umum


dilakukan untuk mendapatkan sputum, terutama dalam keadaan yang
tidak memungkinkan dilakukannya pengambilan sputum. Pada
penelitian yang dilakukan di Bangladesh menunjukkan bahwa sputum
yang diinduksi dengan nebulisasi Salin 3% memberikan sensitifitas
dan spesifitas yang sama dengan teknik diagnosa menggunakan
bilasan bronkus.7,10

Pengambilan sputum dengan fibreoptic bronchoscopy (FOB) dan


transbronchial lung biopsy (TBLB) biasanya sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa TB. Walaupun demikian FOB merupakan
metode yang invasif dan membutuhkan tenaga ahli untuk
melakukannya.Selain itu FOB dapat berkontribusi meningkatkan
penularan TB. 7,10

Pada anak-anak, aspirasi cairan lambung juga dapat digunakan


untuk mendiagnosa TB dan memberikan hasil yang jauh lebih baik.

18
Aspirasi nasofaringeal, induksi sputum, apusan laring juga dapat
dilakukan.3

Pemeriksaan apusan sputum dilakukan dengan menggunakan


metode tahan asam Ziehl-Neelsen atau Kinyoun dimana bakteri akan
tampak bewarna kemerahan dengan latar belakang biru dan putih.
Metode pewarnaan lainnya seperti auramine juga dapat dilakukan,
dengan pewarnaan ini maka Mycobacterium tuberculosis yang
terwarna akan dapat berpendar pada sinaran Ultra Violet.
Mycobacterium tuberculosis akan tampak berwarna kuning muda.
Akan tetapi hasil apusan sputum bergantung pada jumlah bakteri yang
ditemukan pada sampel sehingga dianggap kurang sensitif.5,6,8

Gambar 6. Basil Tahan Asam Mycobacterium Tuberculosis


(Dikutip dari kepustakaan nomor 5)

Kultur merupakan gold standard untuk menegakkan diganosis


akan tetapi hal ini membutuhkan waktu yang lama. Spesimen
diinokulasi di kultur Lwenstein-Jensen atau Middlebrook 7H10 dan
diinkubasi pada suhu 37C. Karena pertumbuhannya lambat maka
kultur harus ditunggu 4-8 minggu. Selain dari penampakan koloninya
yang berwarna persik, tes biokimia juga penting untuk menentukan
jenis mycobacterium. Teknik kultur yang cepat sedang dikembangkan
untuk memotong waktu pemeriksaan.5,8

19
Analisa cairan tubuh juga dapat dilakukan apabila terjadi infeksi
tuberculosis ekstra paru seperti analisa cairan pleura, pericardium dan
peritoneal. Biasanya akan ditemukan cairan yang sifatnya eksudat
dengan kadar glukosa yang normal hingga rendah. Sampel tersebut
dapat digunakan untuk apusan, dan kultur untuk penegakan diagnosa.
Nilai spesifiknya mencapai 65% pada cairan peritoneal, 75% pada
cairan perikardium dan 85% pada cairan pleura. Biopsi biasa
dilakukan terutama untuk mendapatkan bukti adanya pembentukan
granuloma. 5,8
Pada umumnya diagnosis biasa di tegakkan berdasarkan gejala,
temuan radiologi dan respon terhadap pengobatan empiris tanpa
konfirmasi kultur. Akan tetapi melihat insidensi resistensi obat yang
tinggi maka pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas perlu dilakukan.
Secara umum, Mycobacterium tuberculosis perlu diperiksa senstivitas
terhadap isoniazid, rifampin, dan ethambutol. Pemeriksaan terhadap
sensitivitas obat lainnya juga perlu dilakukan guna mencegah
resistensi dan kegagalan pengobatan. 5,8

20
Periksa Dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Gambar 7. Alur Penegakan Diagnosis TB

21
2.8. PENATALAKSANAAN13
Pengobatan tuberkulosis memiliki dua prinsip dasar, yaitu :
1. Terapi yang berhasil, memerlukan minimal 2 macam obat yang basilnya
peka terhadap obat tersebut, dan salah satu daripadanya harus
bakterisid.
2. Penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik setelah
perbaikan gejala klinisnya, perpanjangan lama pengobatan diperlukan
untuk mengeliminasi basil yang persisten. Dengan adanya cara
pengobatan pada masa kini (metode DOTS) yang menggunakan paduan
beberapa obat, pada umumnya pasien tuberculosis berhasil
disembuhkan secara baik dalam waktu 6 bulan. Berdasarkan prinsip
tersebut, program pengobatan tuberculosis dibagi menjadi 2 fase yaitu :
fase bakterisidal awal (inisiasi) dan fase sterilisasi ( lanjutan)
Dosis Paduan OAT
a. Kategori-1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
Pasien baru TB paru BTA ( + )
Pasien TB paru BTA ( - ) foto thoraks ( + )
Tabel 1. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 : 2 (HRZE) / 4 (HR)3
Berat badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali seminggu
selama 56 hari RHZE selama 16 minggu
(150/75/400/275) RH (150/150)
30 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet KDT
71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet KDT

Tabel 2. Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 1 : 2HRZE / 4H3R3


Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumlah
Pengobata Pengobata hari/kali
n n menela
n obat
Tablet Tablet Tablet Tablet
Isoniazid Rifampici Pirazinami Etambuto

22
@ 300 n @ 400 d @ 500 l @ 250
mgr mgr mgr mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

b. Kategori -2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA ( + ) yang telah diobati
sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel 3. Dosis paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari RHZE Tahap Lanjutan 3
(150/75/400/275) + S kali seminggu RH
(150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30 37 kg 2 tab 4KDT + 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab
500 mg Etambutol
Streptomisin inj.
38 54 kg 3 tab 4KDT + 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab
750 mg Etambutol
Streptomisin inj.
55 70 kg 4 tab 4KDT + 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab
1000 mg Etambutol
Streptomisin inj.
71 kg 5 tab 4KDT + 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
1000 mg Etambutol
Streptomisin inj.

Tabel 4. Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/ HRZE/


5H3R3E3)
Tahap Lama Tablet Tablet Tablet Etambutol Streptomis Jumlah
Pengobat Pengobat Isoniasi Rifampis Pirazinam in injeksi hari/ka
Table Table
an an d in @450 id @500 li
t t
@300 mgr mgr menela

23
mg 250m 400m n obat
g g
Tahap 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
Intensif 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
(dosis
harian)
Tahap 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Lanjutan
(dosis 3x
seminggu
)
Catatan :
Untuk pasien yang berumur 60 tahun keatas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml. ( 1ml = 250mg)
b. OAT Sisipan (HRZE)
Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA ( + ) yang pada akhir
pengobatan intensif masih tetap BTA ( + )
Tabel 5. Dosis KDT Sisipan : (HRZE)
Berat badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30 37 kg 2 tablet 4KDT
38 54 kg 3 tablet 4KDT
55 70 kg 4 tablet 4 KDT
71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 6. Dosis OAT Kombipak Sisipan : HRZE


Tahap Pengobatan Lamanya Tablet Tablet Tablet Tablet Jumlah
Pengobata Isoniazid Rifampisi Pirazinami Etamb hari/kali
n @300 mgr n @450 d @500 utol menelan
mgr mgr @250 obat
mgr

24
Tahap Intensif (dosis 1 bulan 1 1 3 3 28
harian)

Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien
yang mengalami efek samping OAT KDT.
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting
untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR-TB (multidrug resistant
tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB
merupakan prioritas utama WHO. International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat
tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun
1998.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja.
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar
dan standar.
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi.
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang
dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih
termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat
kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk
ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.

Tatalaksana TB Anak13
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan

25
gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB
anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor .
Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system),
yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman
tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional penanggulangan
tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. Lihat tabel 7. tentang sistem pembobotan
(scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan
jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai
pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6
tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan
diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi,
pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.

26
Tabel 7. Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang
TB
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tidak Laporan BTA (+)
jelas keluarga, BTA
(-) atau tidak
tahu, BTA tidak
jelas
Uji Tuberkulin Negatif Positif ( 10
mm, atau 5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan/ Bawah garis merah Klinis gizi buruk
keadaan gizi (KMS) atau BB/U (BB/U < 60%)
< 80 %
Demam tanpa 2 minggu
sebab
Batuk 3 minggu
Pembesaran 1 cm, jumlah > 1,
kelenjar linfe tidak nyeri
koli, aksila,
inguinal
Pembengkakan Ada pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto toraks Normal/ Kesan TB
tidak jelas
Jumlah
Catatan :
a.Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
b. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.

27
c.Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung didiagnosis tuberkulosis.
d. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan
tabel badan badan.
e.Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
f. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
g. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
h. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi
lebih lanjut.

Gambar 8. Alur Tatalaksana Pasien TB Anak Pada Unit Pelayanan


Kesehatan Dasar

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup


adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun
pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter
terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang
berarti, OAT tetap dihentikan.

28
Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan
dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan
anak.
Tabel 8. Dosis OAT Kombipak pada anak
Jenis Obat BB < 10 kg BB 10 - 19 kg BB 2 - 32 kg
Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 9. Dosis OAT KDT pada anak


Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari RHZ (75/50/150) 4 bulan tiap hari RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-19 2 tablet 2 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan:
a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
b. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
c. Anak dengan BB 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
d. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum.
Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat
dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan
menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring system didapat
skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10
mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat
imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.

29
2.9. DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)13
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci
keberhasilan program penanggulangan tuberculosis adalah dengan
menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh
karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting
agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal
dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik
Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka
pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
2.9.1. Tujuan
1. Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
2. Mencegah putus berobat
3. Mengatasi efek samping obat jika timbul
4. Mencegah resistensi
2.9.2. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh :
1. Pasien berobat jalan
Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka
paramedis atau petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila
pasien diperkirakan tidak mampu datang secara teratur, sebaiknya
dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO
harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini.
Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO:
a.Petugas kesehatan
b. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
c.Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah

30
2. Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO
adalah petugas RS, selesai perawatan untuk pengobatan
selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
2.9.3. Langkah Pelaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali
dimulai, pasien diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO
dan PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat
penjelasan tentang DOT
2.9.4. Persyaratan PMO
1. PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai
sembuh selama pengobatan dengan OAT dan menjaga
kerahasiaan penderita HIV/AIDS.
2. PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader
kesehatan, kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota
keluarga yang disegani pasien
2.9.5. Tugas PMO
1. Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik
2. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
3. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai
jadwal yang telah ditentukan
4. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara
teratur hingga selesai
5. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar
tetap mau menelan obat
6. Merujuk pasien bila efek samping semakin berat
7. Melakukan kunjungan rumah
8. Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila
ditemui gejala TB
2.9.6. Penyuluhan
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting,
penyuluhan dapat dilakukan secara :

31
1. Perorangan/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga)
dapat dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat
dll.
2. Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok
pasien, kelompok keluarga pasien, masyarakat pengunjung RS
dll.
Cara memberikan penyuluhan :
a. Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada
b. Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui
tingkat penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan
selanjutnya
c. Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal
yang belum jelas
d. Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah
dimengerti, kalau perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)
2.9.7. DOTS Plus
1. Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5
komponen DOTS
2. Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2
3. DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak
menggunakan strategi DOTS
Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB
2.10. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan1,9,11
2.10.1. Prinsip-Prinsip Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan tidak segera membawa manfaat bagi
masyarakat, yang dapat dengan mudah dilihat atau diukur, karena
pendidikan adalah behavior investment jangka panjang. Dalam
waktu yang pendek (immediate impact) pendidikan kesehatan
hanya menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan
masyarakat, sedangkan peningkatan pengetahuan saja, belum

32
berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan. Pengetahuan
kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku, sebagai hasil
jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan.
Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada
meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran
(outcome) pendidikan kesehatan.
HL Blum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai
andil yang paling besar terhadap status kesehatan, dan berturut-
turut disusul oleh perilaku, memberikan andil nomor dua, dan
keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap suatu
kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh faktor-faktor tersebut
terhadap status kesehatan dinegara-negara berkembang terutama
di Indonesia belum dilakukan penelitiannya. Selanjutnya Green
dan Marshall dalam Notoatmojo (2003) menjelaskan bahwa
perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni: faktor-faktor
predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung
(enabling factor) dan faktor-faktor yang memperkuat atau
mendorong (reinforcing factor).
Faktor predisposisi adalah faktor yang dapat mempermudah
atau mempredisposisikan terjadinya perilaku pada diri seseorang
atau masyarakat. Beberapa komponen yang termasuk faktor
predisposisi yang berhubungan langsung dengan perilaku, antara
lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, dan menyadari
kemampuan dan keperluan seseorang atau masyarakat terhadap
apa yang dilakukannya. Hal ini berkaitan dengan motivasi dari
individu atau kelompok untuk melakukan sesuatu tindakan.
Pada umumnya, faktor enabling memudahkan penampilan
seseorang atau masyarakat untuk melakukan suatu tindakan.
Faktor ini meliputi sumber-sumber daya pelayanan kesehatan
dan masyarakat yaitu ketersediaan, kemudahan, dan
kesanggupan. Termasuk juga keadaan fasilitas orang untuk
bertindak seperti ketersediaan transportasi atau ketersediaan

33
program kesehatan. Faktor enabling juga meliputi keterampilan
orang, organisasi, atau masyarakat untuk melaksanakan perubahan
perilaku.
Dalam pengembangan program kesehatan, sumber daya yang
mendukung sangat tergantung pada tujuan dan jenis program.
Dalam program kesehatan kerja, sumber daya manusia adalah
pekerja, supervisor, pemimpin; dan anggota keluarganya dapat
menjadi penguat program. Dalam perencanaan perawatan pasien,
sebagai penguat (reinforcement) adalah perawat pasien, dan
anggota keluarganya. Reinforcing dapat positif atau negatif,
tergantung dari sikap dan perilaku orang di dalam
lingkungannya.
2.10.2. Perilaku Kesehatan
Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi
perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-
kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas.
Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan
pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga
domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif
domain), ranah affektif (affectife domain), dan ranah psikomotor
(psicomotor domain).
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan
untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :
1. Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah
yang dihadapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang :
a. Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya
intelegensia, minat, kondisi fisik.

34
b. Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga,
masyarakat, sarana.
c. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya
strategi dan metode dalam pembelajaran.
2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mempunyai
tiga komponen pokok :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
3. Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan
(overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan
faktor dukungan (support).
Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo
(2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
1. Kesadaran (awareness): dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2. Tertarik (interest): dimana orang mulai tertarik pada stimulus
3. Evaluasi (evaluation) : menimbang-nimbang terhadap baik dan
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap
responden sudah lebih baik lagi.
4. Mencoba (trial) : dimana orang telah mulai mencoba perilaku
baru.
5. Menerima (Adoption) : dimana subyek telah berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap
stimulus.

35
2.11. Lingkungan Perumahan1,9
Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam menentukan
terjadinya proses interaksi antara pejamu dengan unsur penyebab dalam
proses terjadinya penyakit. Secara garis besar lingkungan perumahan
terdiri dari lingkungan fisik, biologis dan sosial. Lingkungan fisik
perumahan berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung maupun
tidak terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial. Lingkungan
fisik meliputi udara, kelembaban, air, pencemaran udara, pencahayaan,
ventilasi rumah, dan lain sebagainya.
2.11.1. Ventilasi
Faktor ventilasi akan terkait dengan sirkulasi pergantian udara
dalam rumah serta proses pengurangan tingkat kelembaban.
Standar luas ventilasi sesuai Kepmenkes Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 adalah 10% dari luas lantai. Ventilasi
selain berperan sebagai tempat masuk sinar matahari, juga
mempengaruhi dilusi udara, yang dapat mengencerkan konsentrasi
kuman TBC atau kuman lain, yang dapat terbawa keluar ruangan,
yang pada akhirnya dapat mati oleh sinar ultra violet matahari.
Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa luas lubang ventilasi
rumah dan pencahayaan rumah mempengaruhi kehidupan bakteri
dan jamur dalam rumah. Sementara penelian lain menyimpulkan
bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan penularan penyakit
TB Paru adalah kepadatan hunian kamar tidur, pencahayaan sinar
matahari, ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, dan bahan bakar
yang digunakan dalam rumah tangga, status gizi, dan perilaku
merokok.
2.11.2. Kepadatan Hunian
Faktor kepadatan penghuni dapat dijelaskan, bahwa semakin
padat maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit melalui udara
akan semakin mudah dan cepat. Sesuai standard Depkes, tingkat
kepadatan rumah minimal 10 m2 per orang, jarak antar tempat tidur
satu dengan lainnya 90 cm. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

36
risiko terjadinya TB Paru jauh lebih tinggi pada penduduk yang
tinggal pada rumah yang tidak memenuhi standar kepadatan hunian.
Faktor lantai terkait dengan dengan tingkat kelembaban ruangan,
sehingga pada kondisi lantai tumah terbuat dari tanah, cenderung
mempengaruhi viabilitas kuman TBC di lingkungan yang pada
akhirnya dapat memicu daya tahan kuman TBC di udara semakin
lama.
2.11.3. Lantai Rumah dan Kelembaban
Tingkat kelembaban masih terkait erat dengan tingkat kepadatan
dan ventilasi rumah. Kelembaban merupakan sarana yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme, termasuk TBC. Namun kelembaban
juga dipengaruhi oleh topografi sehingga wilayah lebih tinggi
cenderung memiliki kelembaban yang lebih rendah. Menurut
penelitian, penghuni rumah menempati rumah dengan tingkat
kelembaban ruang lebih besar dari 60% berisiko terkena TB Paru
10,7 kali dibanding yang tinggal pada rumah dengan kelembaban
lebih kecil atau sama dengan 60%. Beberapa penelitian
menunjukkan, bahwa TBC akan meningkat pada penduduk dengan
keadaan gizi yang jelek, tingkat kepadatan hunian yang tinggi, serta
faktor lingkungan terutama sirkulasi udara yang buruk. Hal lain yang
dapat menjadi faktor risiko adalah paparan asap rokok dimana anak
yang terpapar asap rokok (perokok pasif) terbukti lebih sering
mendapat TB. Tuberkulosis pada perokok lebih menular daripada TB
pada penderita yang tidak merokok. Selain asap rokok, asap
pembakaran di dapur juga dapat menjadi faktor risiko TB.

37
2.11.4. Pencahayaan Ruangan
Menurut penelitian semua cahaya pada dasarnya dapat
membunuh kuman TBC, tergantung jenis dan intensitasnya.
Pencahayaan yang tidak memenuhi syarat berisiko 2,5 kali terkena
TBC dibanding yang memenuhi syarat Rumah memerlukan cahaya
cukup, khususnya sinar matahari dengan ultra violet nya.
Pemenuhan pencahayaan rumah selain dipenuhi dari sumber buatan
seperti lampu, juga oleh keberadaan ventilasi dan genteng kaca di
rumah kita. Sebagaimana kita ketahui, penyakit TB Paru
disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menular
melalui udara. Proses penularan tidak sederhana, misalnya dengan
menghirup udara bercampur bakteri TBC lalu terinfeksi kemudian
menderita penyakit TB Paru. Masih banyak faktor atau variabel
yang berperan dalam timbulnya TB Paru pada seseorang. Daya
penularan ditentukan banyaknya kuman dan patogenitas kuman,
serta lamanya seseorang menghirup udara yang mengandung
bakteri TBC.
2.12. Angka Prevalensi Kasus Tuberkulosis Bta Positif Di Puskesmas Genuk
Periode 1 Januari 2014 31 Desember 2014
Dewasa
Periode Anak
BTA (+) BTA (-)
Triwulan I 2 3 2
Triwulan II 10 2 6
Triwulan III 7 2 3
Triwulan IV 8 2 2
27 kasus 9 kasus 13 kasus
Jumlah 40 kasus Tuberkulosis BTA (+) dewasa dan anak

38
BAB III

STATUS PRESENT

3.1. Cara dan Waktu Pengamatan


Anamnesa awal kepada pasien dan kunjungan rumah untuk
mengamati kondisi lingkungan, perilaku pasien, dan keluarga pasien
dilakukan di Desa Terboyo Wetan RT. 04/ RW 02 pada tanggal 10 Januari
2015.

3.2. Analisa Situasi


2.2.1. Data Wilayah
Batas Wilayah Puskesmas Genuk
Utara : Wilayah kerja Puskesmas Laut Jawa
Barat : Wilayah kerja Puskesmas Gayamsari
Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Bangetayu
Timur : Wilayah kerja Puskesmas Sayung (Kab Demak)
2.2.2. Luas Wilayah
Luas wilayah kerja Puskesmas Genuk adalah 15083,02
km2, dengan jumlah penduduk 43.737 jiwa. Jumlah kelurahan di
wilayah kerja Puskesmas Genuk adalah 7 (tujuh) kelurahan.
Puskesmas Induk Genuk mempunyai 2 Puskesmas Pembantu
yaitu Pustu Gebangsari dan Pustu Muktiharjo Lor.
No. Kelurahan Luas Wilayah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
(km2) RT RW KK Penduduk
1 Genuksari 2445 75 9 2706 14.712
2 Banjardowo 3241.62 47 8 1819 8.337
3 Trimulyo 3323.64 20 4 884 7.100
4 Terboyo wetan 2425.9 8 2 286 1.430
5 Gebangsari 497.99 57 11 1657 7.100
6 Muktiharjo Lor 1172.86 22 5 1235 4.452
7 Terboyo Kulon 1976.01 6 2 172 609
JUMLAH 15083.02 235 41 8.759 43.737
RTP Puskesmas, 2014

39
3.3. Identitas Pasien
Data diperoleh dari observasi langsung (home visit), wawancara
dengan pasien dan catatan medik selama pasien berobat.
3.3.1 Anamnesis
Identitas Pasien
3.1.1.1 Nama : Nn. S
3.1.1.2 JenisKelamin : Perempuan
3.1.1.3 Umur : 18 tahun
3.1.1.4 Agama : Islam
3.1.1.5 Pendidikan : SMK
3.1.1.6 Pekerjaan : Pwgawai Pabrik Garmen
3.1.1.7 Alamat : Desa Terboyo Wetan RT 04/RW2
Semarang
3.1.1.8 Tanggal pemeriksaan : 10 Januari 2015
3.1.1.9 Keluhan utama pasien : batuk kurang lebih 4 bulan (sejak
bulan September-Desember)
3.1.1.10 Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 5 Januari 2015 Pasien datang ke Puskesmas
Genuk mengeluh batuk sejak 4 bulan yang lalu, sering batuk
pada pagi hari terutama beberapa bulan. Jika saat malam hari,
batuk semakin sering dan pasien sering mengeluarkan keringat
dingin sampai menggigil. Pasien juga mengeluh nafsu makan
berkurang sehingga badan menjadi lebih kurus dari sebelumnya
dan sering merasa lelah. Pasien mengeluh, tenggorokan terasa
sangat gatal, rasa sesak di dada dan dada terasa sakit, terutama
saat batuk serta sering merasa meriang.
Pada tanggal 27 Desember 2014 (Kunjungan I) pasien
memutuskan memeriksakan diri ke BP4 di Demak pemeriksaan
diri, dokter menyatakan bahwa pasien suspect TB Paru dan atas
saran dokter untuk melakuka foto radiologi thorax, kemudian
pasien ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) untuk foto
thorak yang dilakukan oleh dr. Arinawati, Sp.Rad. Semarang,

40
serta dilakukan pengambilan dahak sewaktu yang pertama kali.
Unuk kesimpulan pada hasil radiologi pada Paru (pulmo)
ditemukan gambaran TB paru aktif pada kedua paru. Pada
tanggal 28 Desember 2014 (Kunjungan II) pasien menyerahkan
dahak Pagi dan melakukan pengambilan dahak Sewaktu untuk
uang kedua kalinya. Pada tanggal 29 Desember 2014 hasilnya
dinyatakan TB Paru dengan BTA +
Pada tanggal 30 Desember 2014 pasien melapor ke
Puskesmas Genuk mengenai hasil pemeriksaan sputum dan hasil
foto thorak mengenai hasil suspek TB paru yang dinyatakan
postif oleh BKPM. Kemudian tanggal 5 Januari 2015 pasien
kembali lagi ke puskesmas Genuk untuk melakukan pengobatan.
3.1.1.11 Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : tidak ada riwayat
b. Riwayat rawat inap : tidak ada riwayat
c. Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada riwayat
d. Riwayat penyakit metabolik : tidak ada riwayat

3.1.1.12 Riwayat penyakit keluarga


a. Riwayat keluarga menderita penyakit serupa: (-) disangkal
b. Riwayat sakit TB : (-) disangkal

3.1.1.13 Riwayat sosial


Ada tetangga pasien yang mengalami sakit seperti ini. Tinggal
di samping rumah pasien.
3.3.2 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 10 Januari 2015 pukul 13.00
3.3.2.1. Kesadaran dan Keadaan Umum
Composmentis dan baik.
Status Gizi Berat badan : 39 kg
Tinggi badan : tidak dilakukan pengukuran
3.3.2.2. Tanda Vital

41
a. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
b. Nadi
Frekuensi : 80x/menit
Irama : Reguler
Isi & Tegangan : Cukup
Ekualitas : Ekual
c. Laju Pernapasan : 20x/menit
d. Suhu : 36,8 oC (per aksilla)
3.3.2.3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Mesocephale
b. Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
c. Kulit : Tidak sianosis, Ikterus (-), Petechie (-),
kelembaban cukup,turgor cukup
d. Mata : Oedema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupil isokor (3 mm/3mm) bulat-di tengah,
mata cekung (-/-)
e. Hidung : Epistaksis (-/-),Nafas cuping hidung (-/-),
Discharge (+/+)
f. Telinga : Aurikula dalam batas normal, discharge (-/-)
g. Mulut : Gusi berdarah (-), Bibir kering (-), Bibir sianosis
(-), Lidah kotor (-), Tremor (-), lesi (-).
h. Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (+)
i. Tenggorok : Uvula di tengah,
mukosa faring hiperemis (-),Tonsil T1-T1 tenang.
j. Thorak : Bentuk normochest, retraksi (-),nyeri tekan (-)
gerakan simetris kanan-kiri.
PULMO
Inspeksi
Statis : Hemithorax dextra sama dengan sinistra
Dinamis : Hemithorax dextra sama dengan sinistra

42
Palpasi : Sterm Fremitus dextra sama dengan
sinistra
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SD Vesikuler, ST Wheezing (-), Ronkhi (-)
COR
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Pinggang : SIC III linea parasternal sinistra
Batas kanan bawah : SIC V linea sternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC V 2cm medial linea
midclavicula sinistra
Kesan : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Palpasi : Iktus tak teraba, Thrill (-)
Auskultasi :
Frekuensi : 80 x/menit
Irama : Reguler
Bunyi Jantung : BJ I-II reguler
Bising : (-)
k. Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (-)
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel (+), Nyeri Tekan (-),
Defence Muscular (-),
hepar dan lien tidak teraba besar.
l. Genitalia : Perempuan
m. Anggota Gerak : Atas Bawah
Capillary refill : < 2 < 2
Akraldingin : -/- -/-
R. Fisiologis : +/+ +/+
R. Patologis : -/- -/-

43
3.3.2.4. Pemeriksaan Tambahan
a. Pemeriksaan Dahak SPS
hasil : Sewaktu I - (negatif)
Pagi + (positif 1)
Sewaktu - (negatif)
b. Foto Thorax :
Kesan : TB Paru Aktif
3.3.2.5. Diagnosis
Tuberkulosis Paru Aktif Kategori 1
3.3.2.6. Terapi yang diberikan selama sakit
Tahap intensif (4RHZE)
tiap hari selama 56 hari 3 tab 4KDT (RHZE) 150/75/400/275
Tahap lanjutan (2RHZ)
3x Seminggu selama 16 minggu 3 tab 2KDT (RHZ) 150/150
3.3.3 Data Keluarga
Usia
No Nama Pendidikan Status
(tahun)

1 Tn. M 55 Tamat SD Suami

2 Ny. K 48 Tamat SD Istri

3 Sdri. S 18 Tamat SMK Anak

4 Sdr. W.O 13 SMP Anak

5 Sdri. N.A 11 SD Anak

44
DIAGRAM KELUARGA NY. S.

Keterangan :
: Laki-laki / Perempuan hidup
: Pasien (perempuan)
: Tinggal serumah
3.3.4 Data Lingkungan
a. Ekonomi
Penderita merupakan seorang pekerja pabrik garmen, dengan upah
penghasilan Rp 800.000,- .
b. Lingkungan
1) Struktur rumah
Hunian ruman terbuat dari tembok bata. Luas rumah 75 m2.
lantai masih berupa tanah. Di dalam satu rumah terdapat 6
ruangan, tidak semua ruangan memiliki jendela.
2) Pencahayaan dan kelembaban
Pencahayaan yang kurang, kualitasnya buruk karena kotor dan
lembab sehingga ruangan terasa gelap.
3) Sirkulasi udara
Ventilasi rumah berupa lubang berbentuk persegi panjang
ukuran 150 cm x 40 cm pada kamar depan, untuk kamar
tengah, kamar belakang serta dapur berukuran 50 cm x 70 cm
dan memiliki penutup. Ventilasi jendela yang ada di kamar
utama jarang dibuka, dan jendela pada 2 kamar lainnya tidak
pernah dibuka. Pada saat kunjungan ke rumah pasien (kamar
memiliki ventilasi tetapi dalam keadaan tertutup semua).

45
Terdapat 1 pintu di ruang utama, di dalam rumah dekat pintu
masuk digunakan untuk berjualan makanan ringan dan tempat
untuk menonton TV dan tempat untuk duduk dengan alas 1
buah.Kamar yang dihuni penderita berukuran 3m x 4m
beralaskan lantai (menggunakan dipan), berdebu, di dalam
kamar lembab dan pencahayaan hanya dari genting kaca yang
tembus oleh cahaya matahari. Lantai masih berupa tanah.
Terdapat tumpukan cucian kotor di dalam kamar.
Dapur tidak memiliki cerobong asap, ada 1ventilasi terbuka.
Kamar mandi tidak memiliki ventilasi,hanya ada genting kaca
saja.
Pasien masak menggunakan kompor gas LPG. Kondisi dapur
kurang rapi.
Ruang tamu jadi satu dengan ruang TV
Di depan rumah terdapat kandang ayam milik tetangga.
4) Kondisi lingkungan
Lingkungan rumah termasuk hunian padat penduduk. Rumah
satu dengan rumah yang lainnya saling berdekatan.
Hanya ada jalan gang seukuran dua sepeda motor.
Depan rumah dan di belakang rumah ada saluran air (got)
dipenuhi dengan sampah dan kondisi saluran air tidak
mengalir.
3.3.5 Data Perilaku
1) Pasien kurang memperhatikan kebersihan diri, kamar dan rumah
2) Pasien saat batuk dan bersin tidak menutup hidung dan mulut.
3) Pasien tidak mengetahui dengan benar tentang penyakit Tuberkulosis.

3.3.6 Data Pelayanan Kesehatan


Akses pelayanan terdekat adalah Puskesmas Genuk. Cara tempuh
dengan motor. Jarak tempuh 10 menit
Dari Puskesmas Genuk sudah memberikan informasi mengenai

46
Tuberkulosis kepada kader posyandu. Tetapi puskesmas tidak dapat
memastikan apakah informasi tersebut tersampaikan dengan benar dan
tepat sasaran kepada seluruh masyarakat kecamatan Genuk. Terutama
terkait penegasan pembentukan PMO (Pengawas Menelan Obat)
terhadap penderita.
Ada beberapa hambatan dalam pelaksanaan penyampaian informasi :
Tiap RT hanya ada 1 atau 2 kader yang bertanggung jawab
terhadap kesehatan masyarakat per RT nya.
Belum ada sistem monitoring dari evaluasi dari puskesmas terhadap
setiap kegiatan penyampaian informasi kesehatan (apakah informasi
tersampaikan dengan baik, tepat sasaran, serta memberikan dampak?)
Belum adanya penggalakan program meludah pada tempatnya dan
menutup mulut-hidung saat bersin dan batuk.
Kekurangan jumlah sumber daya penyuluh penyakit TB
Kurangnya penyuluhan dan edukasi spesifik mengenai penyakit TB
3.3.7 Data Genetika/ Kependudukan
Kepadatan penghuni rumah 5 orang / 75 m2
Tidak didapatkan data tentang genetik yang berhubungan dengan TB
paru karena penyakit TB paru bukan merupakan penyakit genetika.

47
BAB IV
ANALISA/PEMBAHASAN

Berdasarkan data diatas, dengan menggunakan pendekatan HL BLUM,


kejadian tuberkulosis berpengaruh terhadap tingkat pendidikan, tingkat ekonomi
dan sosial. Tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya akan mempengaruhi
mata pencaharian ekonomi, dari hal itu akan terbentuk paradigma pemenuhan
kebutuhan hidup yang seadanya termasuk pemenuhan sandang, pangan, maupun
papan (pakaian, gaya hidup kurang diperhatikan, makan seadanya, struktur rumah
yang kurang diperhatikan). Sehingga hal tersebut membuat nutrisi perorang
menjadi berkurang, akhirnya daya tahan tubuh melemah dan sangat mudah agent
penyakit masuk ke tubuh pasien.
Berdasarkan pendekatan HL Blum, didapatkan data bahwa lingkungan,
perilaku, pelayanan kesehatan dan genetika/kependudukan dapat mempengaruhi
terjadinya TBC. Lingkungan yang tidak sehat (higieni dan sanitasi tidak baik)
dapat menjadi medium yang baik untuk mikroorganisme penyebab TBC dalam
tubuh manusia. Mikroorganisme penyebab TBC dapat tumbuh dan berkembang
biak dengan sangat baik pada lingkungan yang kotor dan lembab dengan ventilasi
minimal. Kenyataan yang kami temukan di lapangan antara lain: Pasien jarang
membersihkan lingkungan rumah, saat pasien batuk dan bersin tidak menutup
hidung dan mulut.
Selain faktor perilaku, faktor lingkungan yang juga berpengaruh terhadap
kejadian TBC pada penderita meliputi struktur rumah, pencahayaan dan
kelembaban, sirkulasi udara, serta kondisi lingkungan sekitar. Pada umumnya,
lingkungan rumah yang buruk (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan
berpengaruh pada penyebaran penyakit menular termasuk penyakit TB.
Kelembaban merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri
patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB. Bakteri TBC akan
mati jika terpapar cahaya matahari secara langsung dengan waktu sekitar 6-
8 jam dan cahaya ruangan yang kurang sekitar 2 7 hari. Sputum yang

48
mengandung bakteri TBC di dalam ruangan yang gelap dapat hidup berminggu-
minggu atau berbulan-bulan. Kenyataan yang kami temukan di lapangan antara
lain: Ventilasi rumah pasien yang buruk karena tidak semua kamar terdapat jendela
dan ventilasi yang tidak sesuai standard 10% dari luas lantai, dan pencahayaan
yang kurang. Lingkungan dalam dan luar rumah pasien tidak terawat
kebersihannya, serta kodisi rumah berdebu dan pintu serta jendela rumah yang
jarang dibuka, terdapat kandang burung dan ayam didepan rumah. Daerah rumah
tersebut sangat berdekatan satu sama lain.
Dari faktor pelayanan kesehatan kami menemukan belum ada sistem
monitoring dan evaluasi dari penyampaian informasi, belum ada penggalakan
program sadar meludah di tempatnya serta menutup mulut dan hidung saat batuk
dan bersin, kekurangan jumlah sumber daya promosi kesehatan atau penyuluh
untuk penyakit TB, kurangnya penyuluhan dan edukasi spesifik mengenai penyakit
TB dan pelayanan kesehatan PMO juga kurang mengerti betul peranannya
dikarenakan edukasi yang diberikan belum dimengerti oleh ibu sebagai PMO.
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku, sebagai hasil
jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya
perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan
masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan. Peranan
pengawasan menelan obat dapat meningkatkan angka kesembuhan pasien TBC
dan menghindari dari putus obat.
Dari faktor genetika/kependudukan diperoleh kepadatan penghuni rumah 5
orang/75 m2. Studi terhadap kondisi rumah menunjukkan hubungan yang
tinggi antara koloni bakteri dan kepadatan hunian per meter persegi sehingga
efek sinergis yang diciptakan sumber pencemar mempunyai potensi menekan
reaksi kekebalan bersama dengan terjadinya peningkatan bakteri patogen
dengan kepadatan hunian pada setiap keluarga. kepadatan penghuni dirumah
pasien akan mencemari udara di rumah dan bakteri TBC dirumah penderita TB
paru semakin banyak bila jumlah penghuni semakin banyak jumlahnya

49
4.1 Diagram HL. Blum

LINGKUNGAN
1) Struktur rumah kurang baik
2) Pencahayaan yang kurang dan kelembaban yang tinggi
3) Sirkulasi udara yng buruk
4) Kondisi lingkungan sekitar yang kurang bersih dan padat

GENETIKA/ PELAYANAN
KEPENDUDUKAN Penderita KESEHATAN
Kepadatan
penghuni rumah TBC Belum ada sistem
5 orang / 75 m2 monitoring dari evaluasi
dari puskesmas terhadap
setiap kegiatan
penyampaian informasi
kesehatan
Belum adanya penggalakan
program meludah pada
tempatnya dan menutup
mulut-hidung saat bersin
dan batuk.
Kekurangan jumlah sumber
daya penyuluh atau
promosi kesehatan untuk
penyakit TB
Kurangnya penyuluhan dan
edukasi spesifik mengenai
penyakit TB

PERILAKU
1) Pasien kurang memperhatikan kebersihan diri, kamar dan rumah
2) Pasien saat batuk dan bersin tidak menutup hidung dan mulut.
3) Pasien tidak mengetahui dengan benar tentang penyakit Tuberkulosis.

50
Prioritas Penyebab Masalah
Penyebab masalah yang teridentifikasi selanjutnya dilakukan prioritas
penyebab masalahnya dengan menggunakan Hanlon Kualitatif dengan 3
kelompok kriteria:
Table 4.1 Kriteria Urgency
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 TH
1 + + - - - - - + - 3
2 + + + + + + + + 8
3 - - - - - - - 0
4 + + + - - - 3
5 + + + + + 5
6 + + + + 4
7 + - + 2
8 - - 0
9 - 0
10 0
TH 3 8 0 3 5 4 2 0 0 0
TV 0 0 0 2 2 2 2 3 4 5
Total 3 8 0 5 7 6 4 3 4 5

Table 4.2 Kriteria Seriousness


NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 TH
1 + + - - - - - - + 3
2 - + + + + + + + 7
3 - - - - - - - 0
4 + + + + + + 6
5 + + + + + 5
6 + - - - 1
7 + - - 1
8 + - 1
9 + 1
10 0
TH 3 7 0 6 5 1 1 1 1 0
TV 0 0 1 2 2 2 2 3 4 4
Total 3 7 1 8 7 3 3 4 5 4

51
Table 4.3 Kriteria growth
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 TH
1 - + - - - + + - + 4
2 + + + + + + + + 8
3 - - - + - - + 2
4 - - + + + + 4
5 + + + + + 5
6 + + + + 4
7 + - - 1
8 - - 0
9 + 1
10 0
TH 4 8 2 4 5 4 1 0 1 0
TV 0 1 0 2 3 3 0 1 4 2
Total 4 9 2 6 8 7 1 1 5 2

Table 4.4 Urutan Prioritas Penyebab Masalah


Penyebab U S G Total Prioritas
masalah
1 3 3 4 10 VII
2 8 7 9 24 I
3 0 1 2 3 X
4 5 8 6 19 III
5 7 7 8 22 II
6 6 3 7 16 IV
7 4 3 1 8 VIII
8 3 4 1 8 IX
9 4 5 5 14 V
10 5 4 2 11 VI

Daftar Prioritas Penyebab Masalah


1) Pasien kurang memperhatikan kebersihan diri, kamar dan rumah
2) Pasien saat batuk dan bersin tidak menutup hidung dan mulut.
3) Pasien tidak mengetahui dengan benar tentang penyakit Tuberkulosis.
4) Struktur rumah kurang baik
5) Pencahayaan dan kelembaban yang kurang
6) Sirkulasi udara yng buruk
7) Ketidaktersampaikan informasi secara tepat sasaran
8) Belum ada sistem monitoring dari evaluasi dari puskesmas terhadap setiap
kegiatan penyampaian informasi
9) Belum adanya penggalakan program meludah pada tempatnya dan menutup
mulut-hidung saat bersin dan batuk.

52
10) Ibu pasien sebagai PMO kurang mengerti betul tentang peranannya.

Dari hasil pemilihan penyebab masalah tersebut, maka kelompok kami


melanjutkan untuk menentukan kegiatan sebagai solusi terhadap Pasien.

53
BAB V
RESUME DAN KESIMPULAN

5.1. Resume
Dari pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien baik secara observasi
langsung (home visit), wawancara dengan pasien dan catatan medik selama
pasien berobat di dapatkan data sebagai berikut:
5.1.1. Anamnesis
Pada tanggal 10 Januari 2015 pasien datang ke Puskesmas Genuk
mengeluh sering batuk pada pagi hari terutama beberapa bulan. Pasien juga
mengeluh nafsu makan berkurang dan sering cepat capai. Pasien mengeluh,
tenggorokan terasa sangat gatal, rasa sesak di dada dan dada terasa sakit,
terutama saat batuk serta sering merasa meriang.
5.1.2. Pemeriksaan Fisik
5.1.2.1. Status Internus: terdapat pembesaran kelenjar getah bening
di leher
5.1.2.2. Pemeriksaan tambahan
Test sputum BTA telah dilakukan, hasil positif 1 (+)
Rontgen Paru : kesan TB Paru Aktif.
5.1.2.3. Diagnosis: TB Paru aktif kategori 1
5.1.3. Daftar Masalah
1) Pasien kurang memperhatikan kebersihan diri, kamar dan rumah
2) Pasien saat batuk dan bersin tidak menutup hidung dan mulut.
3) Pasien tidak mengetahui dengan benar tentang penyakit
Tuberkulosis.
4) Struktur rumah kurang baik
5) Pencahayaan dan kelembaban yang kurang
6) Sirkulasi udara yng buruk
7) Ketidaktersampaikan infornasi secara tepat sasaran
8) Belum ada sistem monitoring dari evaluasi dari puskesmas
terhadap setiap kegiatan penyampaian informasi
9) Belum adanya penggalakan program meludah pada tempatnya dan
menutup mulut-hidung saat bersin dan batuk.

54
10) Anak pasien sebagai PMO kurang mengerti betul tentang
peranannya.
5.1.4. Implementasi Saran
5.1.4.1.Membersihkan rumah minimal 2x sehari.
5.1.4.2.Membersihkan kamar dan memberikan ventilasi yang cukup
didalam kamar .
5.1.4.3.Menjemur kasur agar tidak lembab.
5.1.4.4.Mempraktekan buka tutup jendela setiap pagi dan memberikan
pencahayaan yang baik untuk dalam rumah.
5.1.4.5.Membiasakan anggota keluarga untuk sealu hidup bersih dan sehat.
5.1.5. Evaluasi
5.1.5.1. Rumah di bersihkan setiap hari minimal 2x sehari .
5.1.5.2. Kamar direnovasi dengan menambah ventilasi
5.1.5.3. Semua anggota keluarga dapat membantu pasien dalam
kesembuhannya dengan cara hidup sehat.

5.2. Kesimpulan
5.2.1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit TB Paru
berdasarkan pendekatan HL. Blum adalah perilaku kesehatan yang
kurang baik, lingkungan, dan pelayanan kesehatan.
5.2.2. Berdasarkan kasus ini factor perilaku yang berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit TB Paru adalah pasien kurang memperhatikan
kebersihan diri, kamar dan rumah, saat batuk dan bersin tidak menutup
hidung dan mulut dan ayah pasien sering merokok di dalam rumah
5.2.3. Berdasarkan kasus ini factor lingkungan yang berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit TB paru terutama dari lingkungan rumah.
5.2.4. Berdasarkan kasus ini pelayanan kesehatan berpengaruh dalam kejadian
penyakit TB Paru.
5.2.5. Berdasarkan kasus ini faktor genetika/kependudukan mempengaruhi
terjadinya penyakit TB Paru
5.2.6. Hasil analisis penyebab masalah, faktor perilaku menjadi prioritas
penyebab masalah penyakit TB Paru.

55
BAB VIII
PENUTUP

Demikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil peninjauan kasus TB


pada pasien di Puskesmas Genuk. Kami menyadari bahwa kegiatan ini sangat
penting dan bermanfaat bagi para calon dokter, khususnya yang kelak akan terjun
di masyarakat sebagai Health Provider, Decision Maker, dan Communicator
sebagai wujud peran serta dalam pembangunan kesehatan.
Akhir kata kami berharap laporan ini bermanfaat sebagai bahan masukan
dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Genuk.

56
DAFTAR PUSTAKA

1. Achmadi, U.F., Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Penerbit Buku


Kompas, Jakarta. 2005.
2. Baliga, Ragavendra. Hough, Rachel. Haq, Iftikhar. Crash course internal
medicine. United Kingdom: Elsevier Mosby. 2007.
3. Coulter JB. Diagnosis ofpulmonary tuberculosis in young children.Ann
Trop Paediatr. 2008 Mar;28(1):3-12.
4. Eastman et all. Getting started in clinical radiology from image to
diagnosis. Germany:Thieme. 2006
5. Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Braunwald, Hauser,
Eugene Stephen L. Jameson, J. Larry. Loscalzo, Joseph. Chapter 158
Tuberculosis in: Harrison principle of internal medicine 17th edition.
USA: Mc Graw Hill. 2008
6. Fitzpatrick, Lisa K. Braden, Christopher. Chapter 294 Tuberculosis in:
Humes, David. Dupont, Herbert L. Kelley textbook of medicine USA:
Lippincott Williams & Wilkins 2000.
7. Ganguly KC, Hiron MM, Mridha ZU, Biswas M, Hassan MK, Saha SC,
Rahman MM. Comparison of sputum induction with bronchoalveolar
lavage in the diagnosis of smear negative pulmonary tuberculosis.
Mymensingh Med J. 2008 Jul;17(2):115-23.
8. Iseman, Michael D. Chapter 345 Tuberculosis in: Goldman, Lee. Ausiello,
Dennis. Cecil medicine 23rd edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.
2008.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/
SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, Jakarta.
10. Mohan A, Sharma SK. Fibreoptic bronchoscopy in the diagnosis of
sputum smear-negative pulmonary tuberculosis: current status. Indian J
Chest Dis Allied Sci. 2008 Jan-Mar;50(1):67-78.
11. Notoatmodjo, S., 2003, Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan, Dalam:
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
12. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2007
13. Strategi Nasional Pengendalan TB di Indonesia 2010-2014, 2011,
Kementrerian Kesehatan RI
14. Waite, Stephen. Jeudy, Jean. White, Charles S. Chapter 12. Acute lung
infections in normal and immunocompromised hosts in : Mirvis, Stuart E.
Shanmuganathan, Kathirkamanathan. Emergency chest imaging. Canada:
Elsevier 2006.
15. Widodo, Eddy. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat Dan Tenaga
Kesehatan Dalam Pemberantasan Tuberkulosis. IPB, Bogor. 2004.
16. World Health Organization. Multi drug and extensively drug 2010 global
report on surveillance and response. Geneva: World Health Organization
2011
17. World Health Organization. World Global Tuberculosis Control 2011.
Geneva World Health Organization. 2011

57
Lampiran1. Dokumentasi

58
Lampiran 2. Lembar Informed Consent

INFORMED CONSENT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
1. Nama :.
2. Umur:..
3. selaku :
Menyatakan bahwa bersedia menjadi responden untuk penyusunan Laporan Kasus
mengenai TBC yang disusun oleh Dokter Muda Fakultas Kedokteran Umum
UNISSULA Semarang. Saya bersedia menjawab pertanyaan yang ada dalam kuesioner
dan menerima untuk ditinjau lebih lanjut mengenai lingkungan rumah kami.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya. Semoga dapat
membantu penyusunan Laporan Case Report ini.

Semarang,
Responden

( )

59
60
Lampiran 3. Lembar Kuesioner Pretest

KUESIONER PRE-TEST
Identitas Responden
Nama Responden : Umur :
Alamat : Pendidikan :
*Diisi dengan disilang pada jawaban yang paling benar (X)

1.apakah saudara/saudari tahu penyakit Tuberkulosis Paru ?


a. Tahu
b. Ragu-ragu
c. Tidak tahu.
2. Menurut saudara/saudari apa yang dimaksud dengan Tuberkulosis Paru ?
a. Penyakit batuk berdahak bercampur darah.
b. Penyakit batuk-batuk akibat merokok.
c. Batuk dengan gatal ditenggorokan
3. Menurut saudara/saudari penyebab penyakit Tuberkulosis Paru adalah :
a. Kuman atau bakteri
b. Debu, asap dan udara kotor
c. Guna-guna.
4. Menurut saudara/saudari bagaimana tanda-tanda / gejala penyakit Tuberkulosis Paru :
a. Batuk berdahak lebih dari 3 (tiga) minggu ,bercampur darah, sesak napas, rasa
nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan turun, berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan dan demam lebih dari sebulan.
b. Batuk yang disertai demam.
c. Batuk dengan gatal di tenggorokan.
5. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis Paru dapat menular kepada anggota
keluarga lain karena :
a. Terhirup percikan ludah atau dahak penderita Tuberkulosis.
b. Bicara berhadap-hadapan dengan penderita Tuberkulosis.
c. Sudah ada dari masih dikandungan
6. Menurut saudara/saudari penularan Tuberkulosis Paru melalui :
a. Udara.
b. Pakaian.
c. Makanan/minuman.

61
7. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis Paru dapat menular apabila :
a. Tidur sekamar dengan penderita Tuberkulosis Paru.
b. Tidak tidur sekamar dengan penderita Tuberkulosis Paru.
c. Tidur beramai-ramai.
8. Menurut saudara/saudari cara terbaik untuk menghidari penularan terhadap orang lain:
a. Menutup mulut/hidung saat batuk/bersin dan tidak meludah disembarang tempat.
b. Tidak meludah disembarang tempat
c. Tidak menutup mulut/hidung saat batuk/bersin dan meludah disembarang tempat.
9. Menurut saudara/saudari untuk mencegah penularan penyakit Tuberkulosis Paru
melalui lantai :
a. Tidak meludah sembarangan di lantai, membersihkan dan mendesinfektan lantai
dengan karbol atau pembersih lantai.
b. Tidak meludah dilantai dan membersihkan lantai dengan cara disapu.
c. Tidak tahu.
10.Menurut saudara/saudari bagaimanakah lantai rumah yang baik ?
a. Kedap air, terbuat dari bahan yang cukup keras, rata dan mudah dibersihkan.
b. Mudah dibersihkan dan tidak licin
c. Terbuat dari keramik.
11. Menurut saudara/saudari apakah luas ruangan tidur 8 m cukup untuk berapa orang :
a. 2 orang dewasa
b. 3 orang dewasa
c. 4 orang dewasa
12. Menurut saudara/saudari apakah fungsi ventilasi ?
a. Tempat keluar masuknya udara segar sehingga ruangan tidak pengap dan segar.
b. Agar ruangan tidak bau.
c. Sebagai hiasan.
13. Menurut saudara/saudari bagaimana luas ventilasi yang baik ?
a. 10% dari luas lantai.
b. Harus ada disetiap ruangan.
c. Hanya di ruang kamar dan depan saja.
14. Menurut saudara/saudari udara yang masuk ke ruangan rumah
a. Harus bersih tidak dicemari oleh asap dari pembakaran sampah atau pabrik, dari
knalpot kenderaan dan debu.
b. Yang penting tidak bau dan tidak pengap.
c. Yang penting udara bisa masuk.

62
15. Menurut saudara/saudari manfaat sinar matahari pagi terhadap ruangan rumah adalah
a. Mematikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat dilingkungan dan
dapat menghambat perkembang biakan kuman tuberkulosis dan kuman penyakit
lainnya.
b. Untuk penerangan.
c. Tidak ada manfaatnya.
16. Menurut saudara/saudari bagaimanakah pencahayaan alami ruangan yang memenuhi
syarat ?
a. Terang, dapat menerangi seluruh dalam ruangan dan menyebar merata.
b. Terang dan hanya menerangi sebahagian ruangan saja.
c. Remang-remang
17. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis dapat dicegah dengan imunisasi ?
a. Ya dengan imunisasi BCG.
b. Ya dengan imunisasi apa saja.
c. Tidak bisa dicegah dengan imunisasi.
18. Menurut saudara/saudari bagaimana hubungan pengobatan Tuberkulosis Paru dengan
gizi
a. Pengobatan Tuberkulosis akan semakin baik dengan gizi yang baik.
b. Pengobatan Tuberkulosis hanya sedikit dipengaruhi oleh gizi yang baik.
c. Tidak ada pengaruh selama makan obat.
19. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan melalui :
a. Pengobatan teratur disertai dengan perbaikan lingkungan dan perubahan perilaku.
b. Berobat kalau ada waktu.
c. Dibiarkan saja.

Demikian kuesioner ini saya isi dengan sebenar-benarnya.


Semarang,
Responden

( )

Jumlah jawaban benar:


Persentase :

63
Lampiran 4. Lembar Kuesioner Posttest

KUESIONER POST-TEST
Identitas Responden
Nama Responden : Umur :
Alamat : Pendidikan :
*Diisi dengan disilang pada jawaban yang paling benar (X)

1.apakah saudara/saudari tahu penyakit Tuberkulosis Paru ?


a. Tahu
b. Ragu-ragu
c. Tidak tahu.
2. Menurut saudara/saudari apa yang dimaksud dengan Tuberkulosis Paru ?
a. Penyakit batuk berdahak bercampur darah.
b. Penyakit batuk-batuk akibat merokok.
c. Batuk dengan gatal ditenggorokan
3. Menurut saudara/saudari penyebab penyakit Tuberkulosis Paru adalah :
a. Kuman atau bakteri
b. Debu, asap dan udara kotor
c. Guna-guna.
4. Menurut saudara/saudari bagaimana tanda-tanda / gejala penyakit Tuberkulosis Paru :
a. Batuk berdahak lebih dari 3 (tiga) minggu ,bercampur darah, sesak napas, rasa
nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan turun, berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan dan demam lebih dari sebulan.
b. Batuk yang disertai demam.
c. Batuk dengan gatal di tenggorokan.
5. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis Paru dapat menular kepada anggota
keluarga lain karena :
a. Terhirup percikan ludah atau dahak penderita Tuberkulosis.
b. Bicara berhadap-hadapan dengan penderita Tuberkulosis.
c. Sudah ada dari masih dikandungan
6. Menurut saudara/saudari penularan Tuberkulosis Paru melalui :
a. Udara.
b. Pakaian.
c. Makanan/minuman.

64
7. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis Paru dapat menular apabila :
a. Tidur sekamar dengan penderita Tuberkulosis Paru.
b. Tidak tidur sekamar dengan penderita Tuberkulosis Paru.
c. Tidur beramai-ramai.
8. Menurut saudara/saudari cara terbaik untuk menghidari penularan terhadap orang lain
adalah
a. Menutup mulut/hidung saat batuk/bersin dan tidak meludah disembarang tempat.
b. Tidak meludah disembarang tempat
c. Tidak menutup mulut/hidung saat batuk/bersin dan meludah disembarang tempat.
9. Menurut saudara/saudari untuk mencegah penularan penyakit Tuberkulosis Paru
melalui lantai :
a. Tidak meludah sembarangan di lantai, membersihkan dan mendesinfektan lantai
dengan karbol atau pembersih lantai.
b. Tidak meludah dilantai dan membersihkan lantai dengan cara disapu.
c. Tidak tahu.
10.Menurut saudara/saudari bagaimanakah lantai rumah yang baik ?
a. Kedap air, terbuat dari bahan yang cukup keras, rata dan mudah dibersihkan.
b. Mudah dibersihkan dan tidak licin
c. Terbuat dari keramik.
11. Menurut saudara/saudari apakah luas ruangan tidur 8 m cukup untuk berapa orang :
a. 2 orang dewasa
b. 3 orang dewasa
c. 4 orang dewasa
12. Menurut saudara/saudari apakah fungsi ventilasi ?
a. Tempat keluar masuknya udara segar sehingga ruangan tidak pengap dan segar.
b. Agar ruangan tidak bau.
c. Sebagai hiasan.
13. Menurut saudara/saudari bagaimana luas ventilasi yang baik ?
a. 10% dari luas lantai.
b. Harus ada disetiap ruangan.
c. Hanya di ruang kamar dan depan saja.
14. Menurut saudara/saudari udara yang masuk ke ruangan rumah
a. Harus bersih tidak dicemari oleh asap dari pembakaran sampah atau pabrik, dari
knalpot kenderaan dan debu.
b. Yang penting tidak bau dan tidak pengap.

65
c. Yang penting udara bisa masuk.
15. Menurut saudara/saudari manfaat sinar matahari pagi terhadap ruangan rumah adalah:
a. Mematikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat dilingkungan dan
dapat menghambat perkembang biakan kuman tuberkulosis dan kuman penyakit
lainnya.
b. Untuk penerangan.
c. Tidak ada manfaatnya.
16. Menurut saudara/saudari bagaimanakah pencahayaan alami ruangan yang memenuhi
syarat ?
a. Terang, dapat menerangi seluruh dalam ruangan dan menyebar merata.
b. Terang dan hanya menerangi sebahagian ruangan saja.
c. Remang-remang
17. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis dapat dicegah dengan imunisasi ?
a. Ya dengan imunisasi BCG.
b. Ya dengan imunisasi apa saja.
c. Tidak bisa dicegah dengan imunisasi.
18. Menurut saudara/saudari bagaimana hubungan pengobatan Tuberkulosis Paru dengan
gizi
a. Pengobatan Tuberkulosis akan semakin baik dengan gizi yang baik.
b. Pengobatan Tuberkulosis hanya sedikit dipengaruhi oleh gizi yang baik.
c. Tidak ada pengaruh selama makan obat.
19. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan melalui :
a. Pengobatan teratur disertai dengan perbaikan lingkungan dan perubahan perilaku.
b. Berobat kalau ada waktu.
c. Dibiarkan saja.

Demikian kuesioner ini saya isi dengan sebenar-benarnya.


Semarang,
Responden

( )

Jumlah jawaban benar:


Persentase :

66

Anda mungkin juga menyukai