Anda di halaman 1dari 50

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH ESU

Disusun Oleh :

ZAENUR ROHMAN AS’ARI (P27838118040)


YUDHI FRASETYA (P27838118041)
FITRIA HARYANI (P27838118048)
MUCH. NAJIH HASAN (P27838118069)
JENDATO SIMATUPANG (P27838118055)
BAB I

TINJAUAN KLINIS ESU

Hemostatis merupakan kemampuan tubuh untuk mencegah dan

menghentikan perdarahan, mencegah keluarnya darah dari pembuluh darah yang

utuh dan juga menghentikan pendarahan dari pembuluh darah yang terluka. Ini adalah

tahap pertama penyembuhan luka. Ini melibatkan koagulasi, perubahan darah dari

cairan ke gel. Pembuluh darah yang utuh merupakan pusat kecenderungan darah

moderat untuk membentuk gumpalan darah. Sel endotel dari pembuluh utuh

mencegah pembekuan darah dengan molekul seperti heparin dan trombomodulin dan

mencegah agregasi trombosit dengan oksida nitrat dan prostasiklin Seacara fisiologis

tubuh mempunyai mekanisme untuk melakukan pembekuan darah dengan tujuan

untuk mencegah/menghentikan pengeluaran darah.


Gambar 1.1 Mekanisme Pembekuan Darah

Proses hemostasis ada empat mekanisme utama, yaitu:

1. Konstriksi pembuluh darah

2. Pembentukan sumbatan platelet/trombosit

3. Pembekuan darah

4. Pembentukan jaringan fibrosa.

Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan membentuk benang-benang

fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non permeabel sehingga

perdarahan dapat dihentikan. Jadi dalam proses hemosatasis terjadi 4 reaksi yaitu reaksi

vascular berupa vasokontriksi pembuluh darah, reaksi selular yaitu pembentukan

sumbat trombosit, pembekuan darah dan reaksi biokimiawi yaitu pembentukan fibrin.

Faktor-faktor yang memegang peranan dalam proses hemostasis adalah pembuluh

darah, trombosit dan faktor pembekuan darah. Selain itu faktor lain yang juga

mempengaruhi hemostasis adalah faktor ekstravascular, yaitu jaringan ikat disekitar

pembuluh darah dan keadaan otot. Pedarahan mungkin diakibatkan oleh kelainan

pembuluh darah, trombosit ataupun sistem pembekuan darah. Bila gejala perdarahan

merupakan kalainan bawaan, hampir selalu penyebabnya adalah salah satu dari ketiga

faktor tersebut diatas kecuali penyakit Von Willebrand. Sedangkan pada kelainan

perdarahan yang didapat, penyebabnya mungkin bersifat multipel. Oleh karena itu
pemeriksaan penyaring hemostasis harus meliputi pemeriksaan vasculer, treombosit dan

koagulasi. Biasanya pemeriksaan hemostasis dilakukan sebelum operasi. Beberapa

klinisi membutuhkan pemerikasaan hemostasis untuk semua penderita pre operasi,

tetapi ada juga membatasi hanya pada penderita dengan gangguan hemostasis. Yang

paling penting adalah anamnesis riwayat perdarahan. Walaupun hasil pemeriksaan

penyaring normal, pemeriksaan hemostasis yang lengkap perlu dikerjakan jika ada

riwayat perdarahan.

A. Proses Mekanisme Hemostasis

1. Konstriksi pembuluh darah

Terjadi seketika apabila pembuluh darah mengalami cedera akibat trauma.

Prosesnya itu terjadi akibat spasme miogenik lokal pembuluh darah, faktor

autakoid lokal yang berasal dari jaringan yang mengalami trauma, kemudian akibat

refleks saraf terutama saraf-saraf nyeri di sekitar area trauma. Selain itu konstriksi

juga terjadi karena trombosit yang pecah melepaskan vasokonstriktor bernama

tromboksan A2 pada sekitar area trauma tersebut, sehingga pembuluh darahnya


berkonstriksi.

Gambar 1.2 Proses Mekanisme Hemostasis

Setelah pembuluh darah mulai berkonstriksi, secara bersamaan sebenarnya

trombosit di sekitar area yang cedera tersebut akan segera melekat menutupi lubang

pada pembuluh darah yang robek tsb. Hal ini bisa terjadi karena di membran

trombosit itu terdapat senyawa glikoprotein yang hanya akan melekat pada

pembuluh yang mengalami cedera, sedangkan ia nanti malah mencegah trombosit

untuk melekat di pembuluh darah yang normal.

Nah, ketika trombosit ini bersinggungan dengan epitel pembuluh darah

yang cedera tadi, ia kemudian menjadi lengket pada protein yang disebut faktor von

Willebrand yang bocor dari plasma menuju jaringan yang cedera tadi. Seketika itu

morfologinya berubah drastis. Trombosit yang tadinya berbentuk cakram, tiba-tiba

menjadi ireguler dan bengkak. Tonjolan-tonjolan akan mencuat keluar

permukaannya dan akhirnya protein kontraktil di membrannya akan berkontraksi

dengan kuat sehingga lepaslah granula-granula yang mengandung faktor


pembekuan aktif, diantaranya ADP dan tromboksan A2 tadi. Secara umum, proses

ini disebut dengan adhesi trombosit.

Gambar 1.3 Proses Adhesi Trombosit

Ketika trombosit melepas ADP dan tromboksan A2, zat-zat ini akan

mengaktifkan trombosit lain yang berdekatan. Ia seolah-olah menarik perhatian

trombosit lainnya untuk mendekat. Karena itu kerumunan trombosit akan seketika

memenuhi area tersebut dan melengket satu sama lain. Semakin lama semakin

banyak hingga terbentuklah sumbat trombosit hingga seluruh lobang luka tertutup

olehnya. Peristiwa ini disebut agregasi trombosit.

Hemostasis terjadi saat darah hadir di luar tubuh atau pembuluh darah. Ini

adalah respon naluriah bagi tubuh untuk menghentikan perdarahan dan kehilangan

darah. Selama hemostasis tiga langkah terjadi dalam urutan yang cepat. Kejang

vaskular adalah respons pertama karena pembuluh darah menyempit sehingga

kurang darah hilang. Pada tahap kedua, pembentukan steker trombosit, trombosit
tetap menempel membentuk segel sementara untuk menutupi jeda di dinding kapal.

Langkah ketiga dan terakhir disebut koagulasi atau pembekuan darah.

Koagulasi memperkuat sumbat trombosit dengan benang fibrin yang

bertindak sebagai “lem molekuler”. Trombosit adalah faktor besar dalam proses

hemostatik. Mereka memungkinkan terciptanya “steker trombosit” yang terbentuk

hampir secara langsung setelah pembuluh darah pecah. Dalam beberapa detik

dinding epitel pembuluh darah yang terganggu platelet mulai menempel pada

permukaan sub-endotelium. Diperlukan kira-kira enam puluh detik sampai helai

fibrin pertama mulai melintang di antara luka. Setelah beberapa menit sumbat

trombosit benar-benar terbentuk oleh fibrin. Hemostasis dipertahankan dalam tubuh

melalui tiga mekanisme.

2. Kejang vaskular (Vasokonstriksi)

Vasokonstriksi diproduksi oleh sel otot polos vaskular dan merupakan

respons awal pembuluh darah terhadap cedera. Sel otot polos dikendalikan oleh

endotel vaskular, yang melepaskan sinyal intravaskular untuk mengendalikan sifat

kontraksi. Ketika pembuluh darah rusak, ada refleks langsung, diprakarsai oleh

reseptor rasa sakit simpatik setempat, yang membantu meningkatkan

vasokonstriksi. Kapal yang rusak akan menyempitkan (vasokonstriksi) yang


mengurangi jumlah aliran darah melalui area dan membatasi jumlah kehilangan

darah.

Gambar 1.4 Vasokontriksi

Kolagen terpapar di lokasi luka, kolagen meningkatkan platelet untuk

menempel pada lokasi luka. Trombosit melepaskan butiran sitoplasma yang

mengandung serotonin, ADP dan tromboksan A2, yang kesemuanya meningkatkan

efek vasokonstriksi. Respons spasm menjadi lebih efektif karena jumlah kerusakan

meningkat. Kejang vaskular jauh lebih efektif pada pembuluh darah yang lebih

kecil.

3. Pembentukan Steker Trombosit


Trombosit menempel pada endotel yang rusak untuk membentuk sumbatan

trombosit (hemostasis primer) dan kemudian merosot. Proses ini diatur melalui

thromboregulasi. Formasi plug diaktifkan oleh glikoprotein yang disebut Von

Willebrand factor (VWF), yang ditemukan dalam plasma. Trombosit memainkan

salah satu peran utama dalam proses hemostatik. Ketika trombosit menemukan sel

endothelium yang terluka, mereka berubah bentuk, melepaskan butiran dan

akhirnya menjadi ‘lengket’.

Gambar 1.5 Pembentukan Steker Trombosit

Trombosit mengekspresikan reseptor tertentu, beberapa di antaranya

digunakan untuk adhesi platelet ke kolagen. Ketika platelet diaktifkan, mereka

mengekspresikan reseptor glikoprotein yang berinteraksi dengan platelet lain,

menghasilkan agregasi dan adhesi.

Trombosit melepaskan butiran sitoplasma seperti adenosine difosfat (ADP),

serotonin dan tromboksan A2. Adenosin difosfat (ADP) menarik lebih banyak

trombosit ke daerah yang terkena, serotonin adalah vasokonstriktor dan tromboksan


A2 membantu dalam agregasi trombosit, vasokonstriksi dan degranulasi. Karena

lebih banyak bahan kimia dilepaskan lebih banyak platelet dan melepaskan bahan

kimia mereka; membuat steker trombosit dan meneruskan proses dalam umpan

balik positif. Trombosit saja bertanggung jawab untuk menghentikan pendarahan

tanpa disadari dan keausan kulit kita setiap hari. Ini disebut sebagai hemostasis

primer.

4. Pembentukan Bekuan

Setelah steker trombosit terbentuk oleh trombosit, faktor pembekuan

(selusin protein yang berjalan di sepanjang plasma darah dalam keadaan tidak

aktif) diaktifkan dalam rangkaian kejadian yang dikenal sebagai ‘koagulasi

kaskade’ yang mengarah pada pembentukan Fibrin dari protein plasma fibrinogen

yang tidak aktif. Dengan demikian, mesh Fibrin diproduksi di sekitar steker

trombosit untuk menahannya pada tempatnya, langkah ini disebut “Secondary

Hemostasis”.
Gambar 1.6 Proses Pembentukan Bekuan

Selama proses ini beberapa sel darah merah dan putih terjebak dalam jala

yang menyebabkan sumbat hemostasis utama menjadi lebih keras: steker resultan

disebut ‘trombus’ atau ‘Clot’. Oleh karena itu ‘bekuan darah’ mengandung steker

hemostasis sekunder dengan sel darah yang terjebak di dalamnya. Meskipun ini

sering merupakan langkah bagus untuk penyembuhan luka, namun memiliki

kemampuan untuk menyebabkan masalah kesehatan yang parah jika trombus

terlepas dari dinding pembuluh dan berjalan melalui sistem peredaran darah.Jika

mencapai otak, jantung atau paru-paru bisa menyebabkan stroke, serangan jantung,

atau emboli paru masing-masing. Namun, tanpa proses ini penyembuhan luka tidak

akan mungkin dilakukan.


Electrosurgery merupakan tindakan pembedahan dengan mengalirkan arus

listrik bolak balik (alternating current) dengan densitas tertentu yang akan

menimbulkan panas dalam sel dan merusak jaringan. Di sini terdapat pengalihan

elektron pada jaringan tubuh. Elektrosurgery adalah aplikasi dari arus listrik

berfrekuensi tinggi pada jaringan manusia (atau pada binatang) dengan tujuan

mengangkat lesi, menghentikan perdarahan dan memotong jaringan. Elektrosurgery

dapat digunakan untuk memotong, mengkoagulasi dan memfulgurasi jaringan.

Keuntungannya termasuk kemampuannya untuk memotong secara persisi dengan

hilangnya darah yang terbatas. Sumber dari energi ini berasal dari generator elektro

memasok sumber arus listrik yang memindahkan energi (elektron) ke jaringan.

Pertama kali penggunaan kauter untuk terapeutik didokumentasikan pada daun

papyrus di Mesir pada 3000 B.C. Edwin Smith mendeskripsikan isi papyrus pada

tahun 1862. Pada saat itu Imhotep (Egypt physician) menggunakan besi panas yang

disebut dengan fire drill digunakan sebagai kauter. Albucasis pada 980 BC memakai

besi panas untuk menghentikan perdarahan, dan cara ini merupakan awal dari

kauterisasi yang sesungguhnya. Arsenne d‟Arsonval pada tahun 1893, adalah orang

yang petama kali memakai aliran listrik dengan frekuensi tinggi untuk terapi medis.

Pada 1925, Ward menunjukkan bahwa gelombang sinus yang terus menerus dari

tabung vakum osilator adalah cara yang paling efektif untuk memotong, dan bahwa

bentuk sinusoidal yang „dump‟ dari osilator spark-gap (percikan bunga api yang
terputus-putus), menghasilkan koagulasi yang lebih efektif. Cushing dan Bovie pada

tahun 1928 menemukan 3 efek dari elektrosurgery yaitu desikasi (pengeringan),

pemotongan dan koagulasi. Istilah elektrosurgery dan elektrokauter sering digunakan

dengan arti yang sama, tetapi ini tidak benar dan penting untuk tidak mengacaukan

kedua istilah tersebut. Dalam elektrosurgery, arus listrik diterapkan langsung pada

jaringan dan pasien merupakan bagian dari rangkaian listrik. Dalam elektrokauter,

arus listrik digunakan secara tidak langsung yaitu untuk memanaskan elemen

konduktif, yang membakar jaringan. Perbedaan lain adalah unit elektrosurgery

menggunakan sumber energi arus bolak-balik sedangkan unit elektrokauter sumber

arus searah. Sumber elektrosurgery dapat dengan cepat diidentifikasi di kamar bedah

dari elektroda tanah yang dipasang pada pasien. 2 Istilah elektrokauter sering salah

penggunaannya dan seolah-olah nama lain dari elektrosurgery. Elektrokauter adalah

destruksi jaringan oleh kawat panas yang ditimbulkan aliran listrik pada lengkungan

kawat (loop) tersebut tanpa aliran listrik ke dalam jaringan. Jadi, baik mekanisme,

efek fisiologik, maupun bahaya yang ditimbulkannya berbeda dari elektrosurgery.

Pemakaian istilah elektrokauterisas adalah untuk merusak jaringan superfisial atau

menghentikan perdarahan rembes. Hal ini sesungguhnya adalah fulgurasi, baik

loncatan listrik dari elektroda maupun percikan listrik ke samping, ke jaringan

sekitarnya (lateral spread)

1.1 Jaringan tubuh manusia


Tubuh manusia mempunyai suatu tahanan atau resistansi dari elemen-

elemen di dalam tubuh yang berbeda-beda, namun besarnya relatif sama dengan kadar

air yang dikandung dari masing-masing elemen: otot berkadar air 72%, hingga 75%,

otak berkadar air sekitar 68%, lemak 14%, semakin banyak kadar air yang dimiliki

jaringan maka semakin baik daya hantar listriknya. Apabila tahanan ini dialirkan arus

listrik, maka akan ada energi listrik yang hilang dan berubah menjadi panas. Semakin

besar arus listrik yang dihasilkan maka semakin besar pula panas yang dihasilkan,

serta makin besar juga efek perusakan pada jaringan tubuh

Electro Surgery Unit (ESU) mempunyai prinsip kerja memusatkan arus

listrik bolak balik (alternating current) berfrekuensi tinggi ke salah satu jaringan pada

tubuh pasien. Pengaliran arus listrik frekuensi tinggi melalui jaringan biologi ini

bertujuan untuk mencapai efek bedah seperti pemotongan (cutting), penggumpalan

(coagulating), atau pengawetan melalui proses pengeringan (dessication). Meskipun

secara lengkap tidak dimengerti bagaimana bedah listrik bekerja, namun alat ini sudah

digunakan sejak tahun 1920-an untuk memotong jaringan secara efektif dimana pada

saat yang sama dapat mengontrol jumlah pendarahan. Pemotongan dicapai dengan

gelombang sinusoidal yang terus menerus, sementara koagulasi dicapai dengan

sekumpulan paket gelombang sinusoidal. Arus listrik frekuensi tinggi yang dihasilkan

oleh electrosurgery unit yang melewati tubuh pasien memiliki tahanan yang berbeda-

beda tergantung jenis jaringan yang dilewati oleh arus tersebut.


Berikut nilai tahanan pada masing-masing jaringan ketika dilakukan pembedahan.

Tabel 1.1 Nilai Tahanan Jaringan

Aplikasi Mode Pemotongan Skala Tahanan (Ω )

Jaringan Prostat 400 – 1700

Kavitas Oral 1000 – 2000

Kantong Empedu 1500 – 2400

Jaringan Kulit 1700 – 2500

Jaringan Usus Besar 2500 – 3000

Mesentery 3000 – 4200

Jaringan Lemak 3500 – 4500

Dalam penggunaan pesawat ESU terdapat beberapa efek yang dapat

mempengaruhi jaringan-jaringan biologiss pada tubuh yang diakibatkan karena

frekuensi tinggi. Dampak yang ditimbulkan dari frekuensi tinggi itu antara lain:

a. Efek Thermal

Efek Thermal yaitu terjadinya panas pada jaringan tubuh yang disebabkan oleh aliran

frekuensi tinggi yang masuk ke dalam tubuh.

b. Efek Faradik

Efek Faradik ini dapat timbul karena bila suatu otot pada tubuh diberikan arus dengan

frekuensi tertentu maka secara refleks otot akan bergerak akibat rangsangan yang
diterimanya. Untuk menghindari terjadinya efek faradik itu maka frekuensi yang

digunakan sekurang-kurangnya 300KHz,

c. Efek Elektrolitik

Efek Elektrolitik adalah efek yang ditimbulkan karena mengalirnya arus listrik di

dalam jaringan biologis sehingga mengakibatkan terjadinya pergerakan ion-ion

dalam tubuh.

1.2 Pelayanan Bedah

Dalam Undang-undang RI no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

dijelaskan bahwa penyelenggaraan rumah sakit bertujuan memberikan perlindungan

terhadap keselamatan pasien (patient safety), masyarakat, lingkungan rumah sakit

dan sumber daya manusia di rumah sakit. Oleh sebab itu, rumah sakit berkewajiban

memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan efektif dengan

mengutamakan kepentingan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting

dalam pelayanan kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan

medis yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan

komplikasi. Namun demikian, pembedahan yang dilakukan juga dapat menimbulkan

komplikasi yang dapat membahayakan nyawa. Kesalahan-kesalahan selama operasi,

antara lain kesalahan insisi pada posisi yang akan dilakukan operasi, kesalahan
dalam pemberian label pada specimen patologi, kesalahan tranfusi dan obat-

obatan, sehingga pasien sangat rentan terhadap bahaya yang disebabkan oleh

kesalahan-kesalahan tersebut saat menjalani operasi. Standarisasi Prosedur

Pembedahan yang aman dapat mencegah terjadinya cidera dan kesalahan dalam

prosedur pembedahan.

Bab II

Konsep dan Cara Kerja ESU

2.1. Sejarah Singkat


Pada zaman dulu, pembedahan dilakukan dengan proses konvensional,

yaitu dengan menggunakan pisau bedah. Pembedahan konvensional ini terkadang

menyebabkan pasien banyak mengeluarkan darah. Maka terbenyuklah salah satu

alat penunjang alat kesehatan yaitu ESU (electro surgery unit), yang digunakan

pada saat tindakan pembedahan. Dengan menggunakan ESU, pendarahan yang

terjadi pada saat tindakan pembedahan dapat diminimalisir, karena pembuluh darah

yang tebuka disekitar luka dapat langsung menutup.

2.2. Pengertian Electrosurgery Unit

Electrosurgery Unit (ESU) adalah suatu alat bedah dengan memanfaatkan

arus listrik frekuensi tinggi. Pengoperasian ESU dibagi menjadi 2 (dua) mode, yaitu

bipolar dan monopolar. Mode bipolar biasa digunakan pada bedah minor untuk

proses koagulasi (pembekuan). Dalam proses ini elektroda berbentuk pinset

digunakan untuk menjepit jaringan yang tidak diinginkan, kemudian arus listrik

frekuensi tinggi mengalir dari ujung elektroda melewati jaringan tadi kemudian

menuju ujung elektroda yang lain. Sedangkan pada mode monopolar digunakan

pada bedah mayor dengan metode pemotongan/ cutting. Dalam proses ini

digunakan dua elektroda terpisah, yaitu elektroda aktif dan elektroda netral dengan

permukaan lebih luas yang ditempatkan dekat dengan lokasi yang akan dibedah.

Arus listrik akan terpusat pada elektroda aktif dan elektroda netral dibuat khusus

untuk mendistribusikan arus listrik dengan bertujuan untuk mencegah kerusakan

jaringan. Oleh karena itu, mode bipolar lebih banyak digunakan untuk melakukan

pembedahan minor.
Gambar 2.11. Contoh gambar Electrosurgery Unit

2.3. Prinsip Dasar

ESU (Electrosurgery Unit) adalah suatu alat bedah dengan memanfaatkan

arus listrik frekwensi tinggi. Prinsip yang paling mendasar dari suatu ESU adalah

mengalirkan arus listrik melalui suatu jaringan. Apabila arus listrik mengalir

melalui jaringan biologis, maka akan terjadi efek-efek sebagai berikut :

Gambar 2..2 Efek aliran arus pada jaringan biologis


a. Efek Panas (Thermal)

Arus listrik yang dialirkan melalui jaringan biologis akan menimbulkan

panas, besarnya panas yang timbul tergantung pada tahanan spesifik dari jaringan,

besarnya arus dan lamanya arus mengalir.

b. Efek Stimulasi (Faradic)

Sel-sel jaringan yang sensitif, seperti sel syaraf dan sel otot akan

dirangsang (distimulasi) oleh arus listrik, sehingga akan terjadi kontraksi jaringan.

c. Efek Elektrolitik

Arus listrik mengakibatkan pergerakan ion-ion didalam jaringan biologis.

Dengan arus searah, ion-ion bermuatan positif akan bergerak ke kutub negatif

(katoda), dan ion-ion bermuatan negatif ke kutub positif (anoda), kemudian terjadi

peningkatan konsentrasi yang berakibat bahaya elektrolitik pada jaringan.

Pada penggunaan Electrosurgery Unit, dipakai arus listrik dengan

frekuensi tinggi yang berguna untuk memaksimalkan efek panas (thermal) dan

meredam terjadinya efek faradik dan efek ektrolitik, oleh karena itu dipergunakan

frekuensi yang diatas 300 KHz.

Frekuensi tinggi yang dihasilkan oleh rangkaian akan terjadi pada saat
tombol elektroda katif atau foot switch ditekan, sehingga arus listrik frekwensi
tinggi mengalir dari elektroda aktif kejaringan tubuh dan tersalur menuju elektroda
netral.

Tujuan dari penggunaan arus listrik dalam proses pembedahan adalah

untuk menimalisir pendarahan yang terjadi karena darah pada jaringan yang

terpotong dapat segera membeku, dan juga dapat mengurangi terkontaminasi dari

bakteri. Kerugian dari penggunaan arus frekuensi tinggi dalam proses pembedahan
adalah mengakibatkan sel-sel yang ada sekitarnya menjadi mati, karena terjadinya

luka bakar, sehingga penyembuhan akan lama serta menimbulkan bekas luka yang

terbuka dan juga kemungkinan dapat terjadi ledakan didalam ruangan, jika terdapat

gas yang sifatnya mudah terbakar.

2.4. Bagian-bagian Electrosurgery Unit


2.4.1 Tampilan alat

Gambar 2.3. Bagian depan Elektrosurgery Unit

Gambar 2.4. Bagian belakang Elektrosurgery Unit


2.4.2 Aksessoris alat

Gambar 2.5. Elektroda monopolar

Gambar 2.6. Elektroda bipolar

Gambar 2.7. Elektroda netral


Gambar 2.8. Nessy

Gambar 2.9. Foot switch

2.5. Cara Kerja ESU Berdasarkan Blok Diagram


Gambar 2.10. Blok Diagram ESU

Cara kerja dari blok diagram di atas adalah adalah mengalirkan arus bolak-

balik dengan frekuensi tinggi melalui tubuh patient dengan besar arus atau daya

tertentu. Power supply sebagai penyuplai dari semua komponen tersebut, kemudian

oscillator akan membangkitkan arus bolak-balik frekuensi tinggi arus bolak-balik

frekuensi tinggi, lalu masuk ke driver dan frekuensi tersebut di modulasikan di

modulator dan dikembalikan ke driver menuju HF filter utuk disaring frekuensinya,

hanya frekuensi tinggi yg bisa lolos dan dikuatkan pada penguat arus atau power

amplifier, setelah melalui pengontrolan dosis. Arus dari ESU dialirkan melalui

elektroda aktif, ke tubuh patient, menuju elektroda netral dan kembali, sehingga

pada kontak yang kecil yaitu antara ujung elektroda aktif dengan tubuh patient akan

terjadi arus besar dan terjadi pembakaran.


2.6 Cara Kerja ESU Berdasarkan Wiring Diagram

Gambar 2.11. Wiring Diagram ESU

Dari wiring diagram di atas dapat kita pahami bahwa ESU bekerja

ketika mendapat catu daya dari jala-jala listrik sehingga blok power suplay akan

menghasilkan variasi tegangan sesuai kebutuhan tiap-tiap komponen pada alat

tersebut. Pada rangkaian osilator terdapat R36 yang berfungsi mengatur

pengisian dan pengosongan C9 sehingga R36 berperan untuk mengatur

frekuensi yang dihasilkan, sedangkan pada rangkaian modulator terdapat R3 dan

R4 yang berfungsi untuk mengatur sinyal modulasi, R3 untuk mengatur

modulasi cutting sedangkan R4 untuk mengatur modulasi koagulasi, setelah itu

sinyal hasil osilasi dan modulasi akan dicampur oleh diver sehingga menjadi

sinyal modulasi dengan frekuesi tinggi yang dapat kita atur, output dari driver

akan dikuatkan oleh rangkaian trafo step up yang nilai penguatan outputnya
dapat diatur melalui R1 dan R2, setelah itu output dari penguatan trafo dikirim

ke penguatan utama dan setelah itu menuju rangkaian switch untuk memilih

mode cutting maupun coagulation switch cut akan menyebabkan K1 bekerja dan

switch coagulation akan menyebabkan K2 bekerja, pada penguatan utama ada

sinyal umpan balik overload yang digunakan ketika terjadi overload sehingga

otomatis alat akan berhenti beroperasi.

Dibawah ini adalah output dari MP ketika ESU berfungsi dengan baik :

Gambar2.12.MP1(Cut)

Gambar 2.13. MP1 (Coag)


Gambar 2.14. MP2 (Cut)

Gambar 2.15. MP2 (Coag)

Gambar 2.16. MP3 (Cut)

Gambar 2.17. MP3 (Coag)


Gambar 2.18. MP4 (Cut)

Gambar 2.19. MP4 (Coag)


BAB III

PERENCANAAN DAN PENGADAAN

3.1 Tujuan

Pimpinan telah menetapkan sasaran mutu yang terukur dan konsisten dalam perencanaan.

Tujuan : Pimpinan memastikan bahwa alat kesehatan ESU termasuk yang diperlukan

untuk memenuhi persyaratan dan ditetapkan pada tiap fungsi dan tingkat

yang terkait - dapat diukur konsisten dengan usulan

Perencanaan Sistem Mutu Perencanaan dilaksanakan menurut persyaratan umum, meliputi

a) Identifikasi proses penentuan rantai dan interaksi antara proses-proses, penentuan

kriteria dan metode

b) Ketersediaan sumber daya Manusia di masing masing unit

c) Pemantauan, jumlah kasus, dan analisa proses

d) Perbaikan berkelanjutan Integritas mutu harus dipelihara.

e) Memperhitungkan Rencana bisnis (business plan) Anggaran/Budgeting

3.2 Tempat / Ruangan

Mengidentifikasi tingkat kebutuhan alat kesehatan ESU di ruangan apa saja yang

membutuhkan. Melalui cara :


No Ruangan Alasan dibutuhkan

1 IGD /Instalasi Gawat Darurat Ruangan ini terdapat fasilitas bedah minor.

Sehingga diperlukan unit ESU

2 OK Kebidanan Ruangan khusus bedah untuk operasi

melahirkan sehingga diperlukan unit ESU

3 Instalasi Bedah Sentral Ruangan Khusus Bedah /Operasi Minor

maupun Mayor

4 Klinik Bedah Ruangan pelayanan rawat jalan mungkin

perlu diperlukan alat kesehatan ESU untuk

menunjang pelayanan bedah kecil yang

mungkin saja dilakukan saat pengobatan

rawat jalan yang tidak banyak memerlukan

personil dan dan persiapan khusus.

3.3 Spesifikasi Alat

Pengajuan Alat yang dilakukan harus lah mempertimbangkan usulan user dan spesifikasi

yang diinginkan oleh pengguna dan disusun sedemikian rupa guna memperoleh output

yang di inginkan. Dengan memperhatikan :


SpSesifikasi Alat

Nama Alat :-

Merk :-

No. Seri :-

Ruang :-

Type :-

Lebar :-

Panjang :-

Tinggi :-

Berat :-

Kelembaban :-

Volt :-

Frekuensi

3.4 Fasilitas penunjang

a) Pendingin ruangan untuk alat yang digunakan sekurang kurangnya adalah Air

Conditional / AC. Memastikan ruangan sudah terpasang atau belum, supaya bisa di

ppppurencanakan juga. Pemeriksaan suhu lingkungan secara lengkap.


b) Sistem saluran air limbah bahan habis pakai harus didesain sedemikian rupa sehingga

mencegah terjadinya pelepasan bahan-bahan yang tidak diinginkan.

3.5 Sumber Dana

Dalam sebuah perencanaan yang akan diputuskan harus lah memperhatikan kemampuan

keuangan sebuah organisasi. Dana yang akan di gunakan sumbernya dari mana :

1. APBN

2. DAK

3. APBD Provinsi

4. APBD Kota

5. Dana DBHCHT

6. Hibah Pihak ketiga


BAB IV

PENGADAAN

Kegiatan penyusunan rencana pengadaan meliputi :

1 Identifikasi Kebutuhan

2 Penyusunan dan penetapan rencana penganggaran

3 Penyusunan Kerangka Acuan

1.1 Identifikasi Kebutuhan

Dalam mengidentifikasi alat ayang akan di adakan terlebih dahulu menelaah kelayakan alat

yang telah ada sebelumya (jika sudah ada), riawat penggunaan selama periode, untuk

memperoleh kebutuhan riil.

1.2 Penyusunan dan penetapan rencana penganggaran

Untuk menetapkan rencana anggaran pengadaan ESU, biaya pendukung pra

intalasi/Instalasi biaya administrasi selama pengadaan berlangsung, sesuai dengan

peraturan dan perundang – undangan yang berlaku.


1.3 Penyusunan Kerangka Acuan

Guna mendukung kegiatan pengadaan sekurang kurangnya memuat :

1. Uraian kegiatan, meliputi latar belakang lokasi / ruangan yang membutuhkan.

2. Spesifikasi alat ESU yang akan dibeli

1.4 Uji Fungsi Alat :

Setelah alat ESU telah diadakan sebelum serahterima dengan pengguna, perlu diadakan uji

fungsi alat, sekurang kurang nya meliputi :

1. Spesifikasi alat

2. Aksesoris telah lengkap dan tersedia (tidak ada istilah nanti menyusul lgi dalam

perjalanan, masih pesan import, terkendala bea cukai)

3. Mengakan simulasi alat tersebut dengan objek lain (disesuaikan)

4. Uji Keselamatan dari bahaya kejutan listrik

5. Uji Parameter ( cutting, coagulation)


BAB V

TROUBLESHOOTING

Jadwal pemeliharaan ESU : 6 bulan sekali

A. Alat dan bahan yang digunakan :

1. Multimeter

2. Tool set

3. Satu set cairan semprot (contact cleaner / CRC, pelumas semprot, dan cairan

pembersih semprot khusus alat elektronik)

4. Alat pengaman ( hand scone, masker )

5. Kain untuk membersihkan

6. Sticker Maintenance

Prosedur Pemeeliharaan :

A. Berkomunikasi dengan user atau penanggung jawab ruangan sebelum melakukan

tindakan pemeliharaan.

B. Tindakan pemeliharaan ESU dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Cek dan bersihkan bagian – bagian alat menggunakan kain dan cairan pembersih

semprot khusus alat elektrik.

2. Cek kabel power dan kontak supply dengan multimeter, kemudian bersihkan jack

kabel power dengan contact cleaner ( CRC )


3. Cek tombol On – Off dan fuse power.

4. Cek semua accessoris.

5. Cek kondisi fisik tombol.

6. Test fungsi elektroda netral

7. Test fungsi elektroda aktif

8. Test fungsi mode operasi CUT

9. Test fungsi mode operasi COAG

10. Tes fungsi mode operasi bipolar

C. Tempel sticker maintenance

D. Dalam Pemeriksaan Alat bila ditemukan :

1. Rusak Ringan : dapat di selesaikan di tempat.

2. Rusak Sedang : dibawa ke workshop IPSRS

3. Rusak Berat : Berkoordinasi dengan Pejabat Pengadaan / PPTK

E. Isi lembar checklist maintenance lalu mintalah tanda tangan user sebagai bukti bahwa

alat selesai di maintenance.


Tabel Troubleshooting ESU ACOMA ACUTOR SR-II

Periksa Item Penyebab Tindakan

Daya tidak dapat dihidupkan 1) Kabel daya tidak 1-1) Periksa, hubungkan

tersambung,tidak 1-2) Ganti

terputus 2) Setelah mengidentifikasi

2) pemutus sirkuit aktif penyebabnya, atur "Saklar daya"

3) Pemutus sirkuit tidak ke ON (Jika pemutus masih

berfungsi, cacat berlanjut untuk mengaktifkan,

4) Papan utama / front menggantikannya)

printed circuit (PCB)


3) Ganti

rusak
4) Ganti

Monopolar

Pemotongan (atau Koagulasi) 1) Penahan elektroda 1) Ganti

saja tidak tersedia (Tidak ada dengan saklar jari 2-1) Periksa

suara aktivasi, tidak ada cacat


2-2) Ganti

tampilan pada indikator) 2) Saklar kaki


3) Ganti
monopolar rusak
4) Ganti
3) PCB utama cacat

4) DC / DC PCB cacat

Tidak ada masalah dengan suara 5) OUT1 PCB cacat 5) Ganti

aktivasi dan tampilan indikator, 6) Aksesoris rusak 6) Ganti

tetapi output tidak tersedia

Baik pemotongan dan 1) Pemegang elektroda 1) Ganti

pembekuan output tidak tersedia w / saklar jari cacat 2-1) Periksa

2) Saklar kaki
(Tidak ada suara aktivasi, tidak 2-2) Ganti

monopolar cacat
ada tampilan pada indikator)
3) Ganti
3) PCB utama cacat

4) Ganti
4) DC / DC PCB cacat

Tidak ada masalah dengan suara 5) OUT1 PCB cacat 5) Ganti

aktivasi dan tampilan indikator, 6) OUT2 PCB cacat 6) Ganti

tetapi output tidak tersedia 7) Pengemudi PCB 7) Ganti

cacat 8) Ganti

8) Aksesoris rusak

Semprot Coag. 1) PCB utama cacat 1) Ganti

2) OUT2 PCB cacat 2) Ganti


Output hanya tidak tersedia
3) Pengemudi PCB 3) Ganti

cacat 4) Ganti

4) Aksesoris rusak

Pasien elektroda suara alarm 1) Kabel elektroda 1) Memeriksa koneksi

pasien tidak 2-1 ) Periksa

terhubung
2-2) Ganti

2) Pasien kabel
3-1) Periksa koneksi
elektroda terputus-

3-2) Ganti
putus

3) Pasien kabel 4) Ganti

elektroda koneksi

port (bagian dalam)

kontak kegagalan

4) Aksesoris rusak

Periksa Item Penyebab Tindakan

Pasien elektroda alarm tidak 1) PCB utama cacat 1) Ganti

mengaktifkan 2) DC / DC PCB cacat 2) Ganti

3) Aksesoris rusak 3) Ganti


Pasien elektroda alarm tidak 1) Kabel elektroda 1-1) Periksa koneksi

akan berhenti pasien cacat 1-2) Ganti

(Terputus, terkikis, 2) Minta perbaikan

ternoda) 3) Minta perbaikan

2) PCB utama cacat

3) DC / DC PCB cacat

Suaraberlebihan bebanMuat terlalu banyak untuk Atur ulang ke tingkat yang lebih

nilai preset rendah

Alarm grounding tidak aktif 1) OUT2 PCB cacat 1) Mintalah perbaikan

2) Aksesoris rusak 2) Ganti dengan yang baru.

Alarm pembumian berbunyi 1) Tambahan pr kabel 1) Inspeksi

grounding oteksi 2-1) Periksa

terpisah Kabel 2-2) Ganti

grounding 2-1) Periksa

2) pelindung terputus- 2-2) Ganti

putus 3) Ganti

3) Pemasangan logam

untuk pentanahan,

cacat
Grounding alarm tidak akan 1) PCB Utama rusak 1) Meminta perbaikan

aktif 2) DC / DC PCB cacat 2) Meminta perbaikan

Tingkat output tidak 1) PCB utama cacat 1) Ganti

disesuaikan 2) Depan PCB cacat 2) Ganti

3) OUT2 PCB cacat 3) Ganti

4) Pengemudi PCB 4) Ganti

cacat 5) Ganti

5) Aksesoris rusak

Bipolar

Bipolar output tidak tersedia 1) Bipolar foot switch 1-1) Memeriksa

(Tidak ada suara aktivasi, tidak cacat 1-2) Ganti

ada tampilan pada indikator) 2) Utama PCB cacat 2) Ganti

3) DC / DC PCB rusak 3) Ganti

Tidak ada masalah dengan suara 4) OUT1 PCB cacat 4) Ganti

aktivasi dan tampilan indikator, 5) Aksesoris rusak 5) Ganti

tetapi output tidak tersedia


BAB VI

KALIBRASI

Hal hal yang dilakukan dalam kalibrasi :

1. Data Alat

2. Daftar Alat yang digunakan

3. Kondisi Ruang

4. Pemeriksaan Kondisi dan fungsi komponen alat :

a. Badan dan Permukaan.

b. Kabel dan konector

c. Saklar dan Indikator

d. Tombol Saklar

e. Elektroda Aktif

f. Elektroda Pasif

g. Foot swith

h. Finger Tip Switch

i. Alarm

5. Pengukuran keselamatan listrik

6. Pengukuran Kinerja :

a. Energy Coating
b. Energy Coagulation

7.Telaah Teknis

a. KondisiRuangan

b. KondisifisikdanKomponenalat

c. Keselamatanlistrik

d. Kinerja

8.Kesimpulan

9.Saran

Contoh Lembar Kerja Kalibrasi ESU

I. Data Alat

1. Merk

2. Model / Type

3. Nomor Seri

4. Lokasi Alat
II. Daftar Alat Yang Digunakan

NO Nama Alat Merk Model Nomor

Type Seri

1 ESU Analyzer a. SPL HF400 V2

b. SPL HF400 V2

c. SPL HF400 V2

d. Fluke QA-ES II

Biomedical

2 ESA a. Rigel 288+

b. Rigel 288+

c. Rigel 288+

d. Rigel 288

e. Fluke ESA 620

Biomedical ESA 620

f. Fluke

Biomedical

3 Thermohygrometer a. BK 720
Precision 720

b. BK 720

Precision 720

c. BK 720

Precision

d. BK

Precision

e. BK

Precision

III. Kondisi Ruang

No Parameter Terukur Ambang Batas Yang

Diijinkan

1 Tegangan Jala – Jala Volt ± 10% dari 220 Volt

No Terukur
Parameter
Awal Akhir
1 Suhu ◦C ◦C

2 Kelembaban Relatif % %

IV. Pemeriksaan Kondisi dan Fungsi Komponen Alat

Hasil Pemeriksaan
No Bagian Alat Keterangan
Fisik Fungsi

1 Badan dan Permukaan

2 Kabel dan Konektor

3 Saklar dan Indikator

4 Tombol Selektor

5 Elektroda Aktif

6 Elektroda Pasif

7 Foot Switch

8 Finger Tip Switch

9 Alarm
V. Pengukuran Keselamatan Listrik

Klasifikasi Kelas / Tipe Alat : BF

No Parameter Hasil Ukur Ambang Batas Yang

Diijinkan

1 Tahanan Isolasi Kabel Catu Daya MΩ ≥20MΩ

dengan Selungkup

2 Tahanan Hubungan Pentanahan Ω ≤0,2Ω

(Khusus Kelas 1)

3 Arus Bocor kabel Pembumian µA ≤100µA

Polaritas Normal dengan

Pembumian

4 Arus Bocor kabel Pembumian µA ≤100µA

Polaritas Terbalik dengan

Pembumian

5 Arus Bocor pada Selungkup µA ≤100µA

Polaritas Normal dengan

Pembumian
6 Arus Bocor pada Selungkup µA ≤500µA

Polaritas Normal tanpa

Pembumian

7 Arus Bocor pada Selungkup µA ≤100µA

Polaritas Terbalik dengan

Pembumian

8 Arus Bocor pada Selungkup µA ≤500µA

Polaritas Terbalik tanpa

Pembumian

VI. Hasil Pengukuran Kinerja

Hasil Pengukuran Terukur


No Parameter Setting Toleransi
I II III IV V Rata - Rata

1 Energy ±10%

Cutting

(Watt)

2 Energy ±10%

Coagulation
(Watt)

3 Energy ±10%

Bipolar

(Watt)

VII. Telaah Teknis

No Kalibrasi Kategori Keterangan

1 Kondisi Ruang a. Baik

b. Tidak Baik

2 Kondisi Fisik dan Fungsi a. Baik

Komponen Alat b. Tidak Baik

3 Keselamatan Listrik a. Aman

b. Tidak Aman

4 Kinerja a. Dalam Batas

Toleransi

b. Perlu Penyetelan
VIII. Kesimpulan Telaah Teknis

Berdasarkan hasil pengujian

keselamatan listrik dan


LAIK PAKAI TIDAK LAIK PAKAI
pengukuran kinerja alat

kesehatan tersebut dinyatakan

IX. Saran

1. …..

2. …..

X. Metode Yang Digunakan

1. Prosedur Pengujian dan atau Kalibrasi Alat Kesehatan (DEPKES RI,

DIRJEN YANMED – 2001)

2. ……

3. ……

Anda mungkin juga menyukai