Anda di halaman 1dari 14

LI 1.

Memahami dan menjelaskan ruptur uretra anterior dan posterior


LO 1.1 Definisi
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma dan
kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis).
Ruptur uretra merupakan trauma uretra yang terjadi karena jejas yangmengakibatkan
memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial ataupuntotal.Ruptur uretra dibagi
berdasarkan anatomi yaitu ruptur uretra anterior dan ruptur uretra posterior dengan etiologi yang
berbeda diantara keduanya (Sjamjuhidajat, Wim DeJong. 2004).
LO 1.2 Etiologi
RUPTUR URETRA ANTERIOR

Cedera uretra anterior akibat dari trauma tumpul lebih sering daripada dari trauma penetrasi.
Adapun etiologi dari ruptur uretra anterior pada tabel berikut:6

Sebagian besar cedera uretra anterior disebabkan oleh kecelakaan kendaraan, jatuh, atau pukulan.
Berbeda dengan posterior trauma uretra, mereka jarang berhubungan dengan patah tulang
panggul. Biasana tipe straddle injury yang disebabkan oleh pukulan benda tumpul terhadap

perineum, seperti setang sepeda atau bagian atas pagar. Dalam hal ini jenis kecelakaan, yang
bulbar uretra relatif bergerak terjebak dan dikompresi oleh kekuatan langsung di atasnya
terhadap permukaan inferior simfisis pubis. Cedera ini lebih sering terjadi pada anak-anak
daripada orang dewasa
Penyebab lain dari cedera uretra anterior adalah trauma penis yang berat, trauma iatrogenik dari
kateterisasi, atau masuk benda asing. Cedera uretra iatrogenik akibat instrumentasi sejauh ini
merupakan penyebab paling umum dari trauma uretra. Cedera iskemik uretra yang berhubungan
dengan prosedur bypass jantung tidak jarang terjadi dan dapat mengakibatkan striktur panjang
dan fibrotic.
RUPTUR URETRA POSTERIOR

Cedera uretra posterior terjadi dengan fraktur pelvis, yang biasanya disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas jalan, crush injury, atau jatuh dari ketinggian. Sekitar dua-pertiga (70%)
fraktur pelvis terjadi sebagai akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, dengan kejadian 20%
kecelakaan bermotor yang fatal, sebagai pengemudi atau penumpang, dan hampir 50% dalam
kecelakaan pejalan kaki fatal. 25% dari kasus-kasus ini sebagai akibat dari jatuh dari ketinggian.
Secara keseluruhan, trauma tumpul menyebabkan lebih dari 90% cedera uretra. Pada perempuan
jarang terjadi cedera uretra, kecuali oleh memar atau luka gores akibat fragmen tulang.6

LO 1.3 Klasifikasi
RUPTUR URETRA ANTERIOR
Klasifikasi rupture uretra anterior dideskripsikan oleh McAninch dan Armenakas berdasarkan atas
gambaran radiologi

Kontusio : Gambaran klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi retrograde normal

Incomplete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi, tetapi masih ada kontinuitas uretra
sebagian. Kontras terlihat mengisi uretra proksimal atau vesika urinaria.

Complete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi dengan tidak ada kontras mengisi
uretra proksimal atau vesika urinaria. Kontinuitas uretra seluruhnya terganggu.

RUPTUR URETRA POSTERIOR


Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat cedera uretra dalam 3
jenis :

Tipe I Cedera tarikan uretra


Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (perengangan). Foto uretrogram
tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang

Tipe II Cedera pada proksimal diafragma genitourinaria


Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan diafragma
urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasai kontras yang masih terbatas
di atas diafragma

Tipe III Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinaria
Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak.
Foto uretrogram menunjukkan ekstvasasi kontras meluas hingga di bawah diafragma sampai ke
perineum

Classification of posterior urethral injuries


type I:(rare )

stretch injury with intact urethra

type II : (25%)

partial tear but some continuity remains

type III:(75%)

complete tear with no evidence of continuity

In women, partial rupture at the anterior position is the most common urethral
injury associated with pelvic fracture.

LO 1.4 Patofisiologi

RUPTUR URETRA ANTERIOR

Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan cedera uretra anterior. Trauma tumpul
adalah diagnosis yang sering dan cedera pada segmen uretra pars bulbosa paling sering (85%),
karena fiksasi uretra pars bulbosa dibawah dari tulang pubis, tidak seperti uretra pars pendulosa
yang mobile. Trauma tumpul pada uretra pars bulbosa biasanya disebabkan oleh straddle injury
atau trauma pada daerah perineum. Uretra pars bulbosa terjepit diantara ramus inferior pubis dan
benda tumpul, menyebabkan memar atau laserasi pada uretra
Tidak seperti cedera pada uretra pars prostatomembranous, Trauma tumpul uretra anterior
jarang berhubungan dengan trauma organ lainnya. Kenyataannya, straddle injury menimbulkan
cedera cukup ringan, membuat pasien tidak mencari penanganan pada saat kejadian. Pasien
biasanya datang dengan striktur uretra setelah kejadian yang intervalnya bulan atau tahun.
Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10% sampai 20%
dari kasus). Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera pada saat berhubungan intim,
dimana penis yang sementara ereksi menghantam ramus pubis wanita, menyebabkan robeknya
tunika albuginea
RUPTUR URETRA POSTERIOR

Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada prostatomembranosa
junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma urogenitalia. Dengan adanya
pergeseran prostat, maka uretra pars membranasea teregang dengan cepat dan kuat. Uretra
posterior difiksasi pada dua tempat yaitu fiksasi uretra pars membranasea pada ramus ischiopubis
oleh diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh ligamentum
puboprostatikum
LO 1.5 Manifestasi Klinis
RUPTUR URETRA ANTERIOR
Symptoms and signs:
Terdapat darah di ujung penis
Kesulitan dalam mengeluarkan urin
Gross hematuria
Terdapat hematom disekitar ruptur

Penile swelling
Pada rupture uretra anterior terdapat memar atau hematom pada penis dan skrotum.
Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi
rupture uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma dan nyeri
perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan mungkin ditemukan kandung kemih
yang penuh. 10
Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstuksi karena udem atau bekuan
darah. Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa
darah dapat meluas jauh, tergantung fascia yang turut rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul
infiltrate yang disebut infiltrate urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi
infeksi.
Kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang atau
instrumentasi dan darah yang menetes dari uretra. 10
Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra
tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada
penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasai urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia
Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau dinding abdomen. Oleh karena itu
robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau
hematoma kupu-kupu.

RUPTUR URETRA POSTERIOR


Blood at the meatus, gross hematuria, and perineal or scrotal bruising.
triad of blood at the meatus, inability to urinate, and palpably full bladder
(urethral disruption)
High-riding prostate
Jumlah perdarahan meatus tidak berkorelasi dengan keparahan cedera. Hematoma
perineum atau pembengkakan dari ekstravasasi urin dan darah juga dapat dilihat. Ketika darah di
meatus uretra ditemukan, maka disarankan untuk mendapatkan urethrogram retrograde segera
untuk menyingkirkan cedera uretra. Jika temuan normal, kateter uretra ditempatkan. Jika cedera

uretra ditunjukkan, pasien dibawa ke ruang operasi untuk penempatan kateter kemih suprapubik
formal, eksplorasi kandung kemih, dan perbaikan cedera kandung kemih jika ada.7
High riding prostat merupakan tanda klasik yang biasa ditemukan pada ruptur uretra
posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah dengan fraktur pelvis kadang-kadang menghalangi
palpasi yang adekuat pada prostat yang ukurannya kecil. Sebaliknya terkadang apa yang
dipikirkan sebagai prostat yang normal mungkin adalah hematoma pada pelvis. Pemeriksaan
rektal lebih penting untuk mengetahui ada tidaknya jejas pada rektal yang dapat dihubungkan
dengan fraktur pelvis. Darah yang ditemukan pada jari pemeriksa menunjukkan adanya suatu
jejas pada lokasi yang diperiksa.7
LO 1.6 Diagnosis dan diagnosis banding
RUPTUR URETRA ANTERIOR
Untuk mendiagnosis adanya trauma pada uretra anterior dimulai dari anamnesis, apakah
ada riwayat trauma tumpul atau trauma penetrasi pada perineum, genitalia atau pelvis yang
dicurigai menyebabkan jejas pada uretra. Terdapatnya nyeri dan bengkak pada jejas dengan
ekimosis, kemudian terdapatnya darah keluar dari meatus uretra dan susah buang air kecil selalu
ditemukan pada trauma uretra anterior. Pada kasus yang berat saat buang air kecil terasa nyeri
dan membengkak pada perineum dan skrotum oleh karena urin dan kumpulan darah di jaringan
periuretra.
Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena udem atau bekuan
darah. Abses periuretral atau sespis mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa
darah dapat meluas jauh, tergantung fasia yang turut rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul
infiltrat yang disebut infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia bila terjadi
infeksi
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologik dengan uretrogram retrograde dapat memberi keterangan letak
dan tipe ruptur uretra. Uretrogram retrograde akan menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila
terdapat laserasi uretra, sedangkan kontusio uretra tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak
tampak adanya ekstravasasi maka kateter uretra boleh dipasang

RUPTUR URETRA POSTERIOR


Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis trauma uretra dilakukan dengan pemeriksaan urethrography retrograde, yang
harus dilakukan sebelum pemasangan kateter uretra untuk menghindari cedera lebih lanjut untuk
uretra. Ekstravasasi kontras menunjukkan lokasi robekan. Pengelolaan selanjutnya didasarkan
pada temuan urethrography dalam kombinasi dengan kondisi keseluruhan pasien

Urethrogram menunjukkan
Urethrogram menunjukkan
gangguan
gangguan
uretra
parsialuretra Komplit

Pemeriksaan Urethroscopy
Uretroscopy
trauma

uretra

pada

tidak

memiliki

laki-laki.

peran

Namun

hal

dalam
itu

diagnosis

mungkin

awal

memberikan

posterior
berguna

Informasi dalam evaluasi gangguan parsial dari uretra anterior distal. Pada wanita, urethroscopy
mungkin merupakan tambahan penting untuk identifikasi dan stadium cedera uretra.

LO 1.7 Tatalaksana

RUPTUR URETRA ANTERIOR

Management
Contusion

A small-gauge urethral catheter for one week

Partial Rupture of Anterior Urethra

No urethral catheterization

Majority can be managed by suprapubic urinary diversion for one week

Penetrating partial disruption (e.g., knife, gunshot wound), primary


(immediate) repair.

Complete Rupture of Anterior Urethra

patient is unstable a suprapubic catheter.

patient is stable, the urethra may either be immediately repaired or a


suprapubic catheter

Penetrating Anterior Urethral Injuries

generally managed by surgical debridement and repair

*ygbhsinggrisdarislidedr.nurulakbar
Suprapubik Cystostomy
Cystostomy suprapubik awal adalah pengobatan pilihan untuk cedera straddle atau cedera
tumpul yang menghantam uretra. Sebagian robekan dapat dikelola dengan kateter suprapubik
atau kateterisasi uretra dengan. Cystostomy suprapubik memiliki keuntungan tidak hanya
mengalihkan urin jauh dari lokasi cedera, tetapi juga menghindari manipulasi uretra. Selain itu,
memungkinkan untuk studi simultan dilaksanakan di kemudian hari. Jika kandung kemih tidak
mudah teraba suprapubically, sonografi transabdominal harus digunakan untuk memandu
penempatan kateter. Tabung cystostomy dipertahankan selama kurang lebih 4 minggu untuk
memungkinkan penyembuhan uretra. Dalam kasus direncanakan penundaan perbaikan cedera
uretra, kateter suprapubik ditempatkan, dan perbaikan sekunder direncanakan selama 6 minggu
sampai 3 bulan pasca cedera.
Komplikasi awal potensi cedera uretra akut antara lain striktur dan infeksi. Ekstravasasi
darah atau urin dari robekan uretra menghasilkan reaksi peradangan yang dapat berkembang
menjadi pembentukan abses. Perluasan dari infeksi tergantung pada bidang fasia telah dirusak

Potensi gejala sisa dari infeksi ini termasuk fistula urethrocutaneous, divertikula periuretra, dan
yang jarang terjadi yaitu necrotizing fasciitis. Diversi urin yang cepat ditambah dengan
pemberian antibiotik yang tepat menurun kejadian komplikasi ini.7
Delayed rekontruksi
Pasien dengan cedera straddle dengan obliterasi uretra total membutuhkan diversi
suprapubik. Sebelum prosedur yang direncanakan, sebuah urethrogram retrograde dan
cystourethrogram harus diperoleh untuk menentukan lokasi dan panjang uretra dilenyapkan jelas.
Hal ini biasanya di bagian bulbar. Pada daerah cedera yang tidak jelas, sebaiknya
sonourethrogram dapat diperoleh saat pasien berada di bawah anestesi, sebelum prosedur
rekonstruksi. Injeksi retrograde larutan saline dikombinasikan dengan antegrade pengisian
kandung kemih akan mengisi uretra proksimal dan distal, dan sonogram 10-MHz jelas akan
menentukan sejauh mana bekas luka yang akan dipotong. Penyempitan parsial uretra awalnya
dapat diobati dengan sayatan endoskopik dengan keberhasilan yang lebih tinggi. Urethroplasty
anastomotic adalah prosedur pilihan dalam obliterasi uretra setelah cedera straddle. Bekas luka
khas adalah panjang 1,5 hingga 2 cm dan harus benar-benar dipotong. Proksimal dan distal uretra
dapat dimobilisasi untuk bebas dari ketegangan, end-to-end anastomosis. Ini adalah prosedur
yang sangat sukses di lebih dari 95% kasus.6
Penanganan trauma iatrogenik
Pemasangan stent uretra sementara dengan kateter adalah pilihan terapi konvensional
baik untuk mengobati bagian kerusakan yang akut . Jika penempatan kateter uretra tidak
mungkin, bantuan endoskopi atau penempatan tabung suprapubik mungkin diperlukan. Striktur
anastomosis iatrogenik setelah prostatektomi radikal dapat berhasil diobati oleh manajemen
endoskopi, baik dengan sayatan atau reseksi. Penempatan stent uretra pada leher kandung kemih
bersama-sama dengan penempatan sfingter buatan juga telah dilaporkan sebagai pilihan yang
valid dalam striktur yang berulang, tetapi harus dilakukan hanya pada pasien tertentu. Alternatif
dengan indewelling kateter yang permanen, dilatasi uretra, intermiten kateterisasi, atau prosedur
yang terbuka. Prosedur terbuka membentuk suatu anastomosis vesicourethral baru memberikan
peningkatan morbiditas dan juga terkait dengan penempatan sfingter buatan. Hasil jangka
panjang tentang hasil dari semua prosedur ini sangat langka. Prosedur alternatif dalam kasus
yang berulang dan pasca TUR-P Lesi sphincteric ganda (inkontinensia dan striktur) adalah

prosedur yang melepaskan outlet uretra, seperti diversi urin, Continent vesicostomy atau kateter
suprapubik permanen.9
Adapun algoritma untuk pengobatan striktur uretra setelah cedera akibat insersi kateter yang
tidak tepat, prostatektomi radikal, dan operasi besar pada abdomen atau radioterapi, sebagai
berikut:9

RUPTUR URETRA
POSTERIOR
Management:

Stretch
injury

(type I) and incomplete


urethral tears (type II) are
best treated by stenting with a urethral catheter.
Type III

Patient is at varying risk of urethral stricture, urinary incontinence, and


erectile dysfunction (ED)
Initial management with suprapubic cystotomy and attempting primary
repair at 7 to 10 days after injury.
*ygbhsinggrisdarislidedr.nurulakbar
Emergency
Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat analgesik.
Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak perlu menggunakan alat-alat
atau manipulasi tapi jika tidak bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada uretrosistogram,
pemasangan kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat.
Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan organ lain, cukup
dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan
anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon selama 3 minggu.
Ruptur uretra parsial
Ruptur uretra parisial, adanya robekan sebagian dari uretra posterior harus dikelola
dengan kateter suprapubik atau uretra. Urethrography harus dilakukan pada interval 2 minggu
sampai terjadinya penyembuhan. Sebagian robekan dapat sembuh sendiri tanpa jaringan parut
atau obstruksi yang bermakna. Sisa ruptur atau striktur selanjutnya harus dikelola dengan dilatasi
uretra atau urethrotomy optik jika pendek dan tipis, dan dengan urethroplasty anastomotic jika
padat atau panjang
Ruptur uretra komplit
Ruptur uretra posterior yang komplit harus dikelola dengan kateter suprapubik. Masih
ada kontroversi antara yang mendukung intervensi awal untuk mereposisi uretra dan menguras
hematoma pelvis dan yang mendukung cystostomy suprapubik awal saja dengan penundaan
perbaikan dari defek uretra.
Pengobatan akut meliputi:

Primery Endoscopy Realigment ; biasanya dilakukan selama pertama 10 hari setelah


cedera.

Dilakukan

repair

yang

membutuhkan

penempatan

tabung suprapubik pada saat cedera awal, repair dilakukan saat pasien stabil. Biasanya

terjadi dalam waktu 7 hari ketika pasien stabil dan sebagian besar perdarahan pelvis telah
diselesaikan. Mereposisi internal bertujuan untuk memperbaiki cedera yang berat dan
mencegah striktur.

Immediate Open Urethroplasty (<48 jam setelah cedera); Namun, ini adalah eksperimental
dan karena itu tidak diindikasikan karena visualisasi yang buruk dan ketidakmampuan
untuk menilai gangguan uretra selama fase akut karena pembengkakan luas dan ekimosis.
Inkontinensia (21%) dan impotensi (56%) tingkatnya lebih tinggi dibandingkan dengan
teknik lain. Namun, cedera uretra posterior yang berhubungan dengan leher kandung kemih
bersamaan dengan cedera rectal, harus segera dilakukan eksplorasi terbuka, perbaikan dan
mereposisi uretra dengan kateter

Delayed urethral reconstruction


Rekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat dikerjakan dalam 3 bulan, diduga pada
saat ini tidak ada abses pelvis atau bukti lain dari infeksi pelvis. Sebelum rekonstuksi, dilakukan
kombinasi sistogram dan uretrogram untuk menentukan panjang sebenarnya dari striktur uretra.
Panjang striktur biasanya 1-2 cm dan lokasinya dibelakang dari tulang pubis. Metode yang
dipilih adalah single-stage reconstruction pada ruptur uretra dengan eksisi langsung pada
daerah striktur dan anastomosis uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter uretra
ukuran 16 F melalui sistotomi suprapubik. Kira-kira 1 bulan setelah rekonstuksi, kateter uretra
dapat dilepas. Sebelumnya dilakukan sistogram, jika sistogram memperlihatkan uretra utuh dan
tidak ada ekstravasasi, kateter suprapubik dapat dilepas. Jika masih ada ekstravasasi atau striktur,
kateter suprapubik harus dipertahankan. Uretrogram dilakukan kembali dalam 2 bulan untuk
melihat perkembangan striktur.9
Manajemen optimal pasien dengan gangguan prostatomembranous tidak boleh dianggap
sebagai delayed repair vs modalitas pengobatan tipe lain. Setiap pasien harus dinilai dan dikelola
sesuai dengan keadaan klinis awal. Hal ini tidak praktis untuk menunjukkan bahwa semua pasien
dikelola oleh salah satu metode tunggal, karena variabilitas kasus dan keparahan terkait cedera.
Intervensi harus dipandu oleh keadaan klinis. Algoritma berikut ini diambil dari Pedoman
Asosiasi Urologi Eropa :9

LO 1.8 Komplikasi
RUPTUR URETRA ANTERIOR

Impotensi
Impotensi dikarenakan transeksi saraf parasimpatis penis atau arteri corporal dalam
bilateral ditemukan pada 6% pasien dengan penis / uretra akibat luka tembakan
kecepatan rendah. Cedera straddle dari trauma tumpul menyebabkan disfungsi ereksi
lebih sering dikarenakan crush injury pada arteri penis dan saraf.
Striktur uretra

Striktur setelah perbaikan primer gangguan uretra parsial setelah luka tembakan
biasanya jarang terjadi (12%). Striktur yang terjadi setelah urethroplasty anastomotic
persentase kejadiannya kurang dari 5%.

RUPTUR URETRA POSTERIOR


Komplikasi yang berawal dari cedera panggul sulit dibedakan dari komplikasi upaya
untuk memperbaiki cedera uretra dan kandung kemih. Striktur, impotensi, dan inkotinensia urin
merupakan komplikasi rupture prostatomembranosa paling berat yang disebabkan trauma pada
sistem urinaria. Striktur yang mengikuti perbaikan primer dan anastomosis terjadi sekitar 50%
dari kasus. Jika dilakukan sistotomi suprapubik, dengan pendekatan delayed repair maka
insidens striktur dapat dikurangi sampai sekitar 5%. Insidens impotensi setelah primary repair,
sekitar 30-80% (rata-rata sekitar 50%). Hal ini dapat dikurangi hingga 30-35% dengan drainase
suprapubik pada rekontruksi uretra tertunda. Kebanyakan pasien dengan gangguan cedera uretra
yang signifikan juga memiliki cedera pada eksternal (striated) sfingter. Secara keseluruhan
tingkat inkontinensia rendah (2% sampai 4%), yang mana merupakan masalah yang sulit untuk
diobati.7
LO 1.9 Prognosis
Jika komplikasinya dapat dihindari, prognosisnya sangat baik. Infeksi saluran kemih akan
teratasi dengan penatalaksaan yang sesuai.
LO 1.10 Pencegahan

Anda mungkin juga menyukai