Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

GASTRO ENTERITIS AKUT



Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
di RSUD Adhyatma, MPH Semarang











Pembimbing :
dr. Agus Saptanto, Sp.A


Disusun oleh :
GHARIZA PRAMITANINGRUM
H2A009021



FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas
anak di negara yang sedang berkembang. Diare dalam bahasa klinis sering disebut
sebagai enteritis bila tidak terdapat mual atau muntah dan disebut sebagai
gastroenteritis bila disertai gejala mual dan atau muntah. Dalam berbagai hasil
Survei kesehatan Rumah Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3
berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia. Sebagian besar diare akut disebabkan
oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain
pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan
dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria
serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan malabsorpsi. Bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi
sistemik.
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah atau
menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,
kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah
dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk
melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efekstif harus dilakukan
secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam
mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat
kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan
terganggunya masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan
vaksinasi serta pemakaian probiotik telah banyak diungkap dan penanganan
menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit.
BAB II
STATUS PASIEN


I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. N
Usia : 13 bulan
Alamat : Jln. Borobudur Timur X Rt 07/03 Semarang
No. CM : 44-93-93
Tanggal Masuk RS : 07 Juni 2014

Nama Ayah : Tn. E
Usia : 36 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat :Jln. Borobudur Timur X Rt 07/03 Semarang
Nama Ibu : Ny. S
Usia : 44 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat :Jln. Borobudur Timur X Rt 07/03 Semarang

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan ibu dan ayah
pasien pada tanggal 08 Juni 2014 di Bangsal Melati pukul 11.00 WIB
1. Keluhan utama : Mencret
2. Riwayat Penyakit Sekarang
2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mencret sebanyak
10 kali, jumlahnya + gelas belimbing, tinja berwarna kuning, cair,
terdapat sedikit ampas, tidak ada perubahan bau, lendir (-), darah (-),
nyemprot (-), demam (+), kejang (-). Pasien juga muntah > 5 kali,
jumlahnya + gelas belimbing muntah terjadi setiap makan dan
minum, muntahan berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi,
warna muntahan seperti makanan atau minuman yang dikonsumsi.
Pasien dibawa ke klinik suhu waktu diperiksa di klinik 38,3
0
C,
diberikan antibiotik dan puyer.Ibu pasien menyangkal telah
mengganti susu formula yang diberikan kepada pasien, ibu pasien
juga menyangkal pasien mencret setelah makan atau minum-minuman
tertentu. Pasien masih dapat minum dan tampak lebih haus dari
biasanya. Pasien lebih rewel dan sering menangis. Air mata ada saat
menangis. BAK sedikit berkurang. Karena belum ada perbaikan maka
orang tua pasien membawa pasien ke Rumah Sakit.
Saat di bangsal pasien sempat kejang 1x, sebelum kejang
pasien sadar, demam (+), selama kejang pasien tidak sadar, demam
(+), kejang muncul diseluruh tubuh, kaku (+), mata memelirik ke atas,
berlangsung selama 5 menit, lidah tergigit (-), keluar busa (-), setelah
kejang pasien sadar. Pasien diberi suntikan melalui infus.
3. Riwayat penyakit Dahulu
Riwayat diare : disangkal
Riwayat typhus abdominalis : disangkal
Riwayat alergi obat atau makanan : disangkal
Riwayat kejang : disangkal
Riwayat trauma kepala : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat diare : disangkal
Riwayat typhus abdominalis : disangkal
Riwayat kejang : disangkal

5. Data Khusus
a. Riwayat Prenatal (kehamilan)
ANC 4 kali di bidan, imunisasi TT 2x, keluhan saat hamil tidak
ada, ibu pasien hanya mengkonsumsi obat dari bidan.
b. Riwayat Natal (Persalinan)
Pasien lahir normal di rumah sakit, berat lahir 2900 gram, lahir
langsung menangis, cacat bawaan tidak ada.
c. Riwayat Post Natal (Pasca Persalinan)
Ibu melakukan pemeriksaan post natal pada usia 1 minggu.
d. Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi Frekuensi Waktu pemberian
BCG 1x 2 bulan
HEPATITIS B 3x 0,2,4 bulan
POLIO 4x 0,2,4,6 bulan
DPT 3x 2,4,6 bulan
CAMPAK 1x 9 bulan
Kesan: imunisasi dasar lengkap sesuai usia

e. Riwayat Makan dan Minum
Pasien mendapatkan ASI sampai sekarang. Pasien mendapatkan
susu fomula ketika berusia 4 bulan. Saat berusia 6 bulan pasien
mendapatkan bubur, usia 10 bulan pasien diberi nasi tim, sekarang
pasien sudah mendapatkan menu makan keluarga.
f. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
Perkembangan
Perkembangan yang dicapai Usia perkembangan
Senyum sosial 2 bulan
Berguling 5 bulan
Duduk 7 bulan
Merangkak 8 bulan
Tetahan 9 bulan
Kesan : perkembangan sesuai usia

Pertumbuhan
BB : 10 Kg
TB : 78 cm
BB/U : 0.2 (berat badan normal)
TB/U : 0.86 (perawakan normal)
BB/TB : -0,2 (gizi normal)
Kesan : Gizi normal, perawakan normal
6. Riwayat Lingkungan dan Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Biaya pengobatan
psien ditanggung oleh BPJS Jamsostek. Kesan Ekonomi : Cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 08Juni 2014 di Bangsal Melati pukul
11.30 WIB
1. Keadaan Umum : Kurang aktif
2. Kesadaran : Somnolen (akibat pengaruh sedasi)
3. Vital sign :
a. Frekuensi Nadi : 140x/menit reguler, isi dan tegangan cukup
b. Frekuensi Napas : 30 x/menit reguler
c. Suhu : 38,7
0
C (axiller)
4. Status Generalisata :
a. Kulit : turgor kulit lambat, ikterik (-), petekie (-),
sianosis (-)
b. Kepala : kesan mesocephal
c. Mata : cekung (+/+), conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
d. Telinga : diacharge (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)
e. Hidung : napas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)
f. Mulut : sianosis (-), kering (+), Lidah kotor (-), gigi
geligi
g. Tenggorok : Tonsil sulit dinilai, faring sulit dinilai
h. Leher : Pembesaran KGB (-/-), otot bantu napas (-/-)
5. Status Internus :
a. Thorax
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba tapi tak kuat angkat
Perkusi :Batas atas jantung: ICS II lin. parasternal sin.
Pinggang jantung: ICS III lin. parasternal sin.
Batas kanan bawah: ICS V lin. sternalis dex.
Batas kiri bawah: ICS V 1cm medial LMCS
Kesan: konfigurasi jantung normal
Auskultasi : BJ I dan II murni, reguler, bising jantung (-)
- Pulmo
Inspeksi : pergerakan dinding thorax statis simetris,
dinamis simetris, retraksi dinding dada (-).
Palpasi : ICS tidak melebar, massa (-), taktil fremitus
(+) Normal
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : SDV (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
b. Abdomen
Inspeksi : perut tampak cembung
Auskultasi :bising usus (+)
Perkusi :hipertympani diseluruh lapang abdomen
Palpasi : hepar dan lien tak teraba



6. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
CRT (3/3) (3/3)
Sianosis (-/-) (-/-)

7. Status Neurologis
Superior Inferior
Reflek fisiologis (+/+) (+/+)
Reflek patologis (-/-) (-/-)


IV. DEFFERENTIAL DIAGNOSIS
Gastroenteritis akut dd : - Salmonella
- ETEC
- Rotavirus
Gastroenteritis akut dengan: Dehidrasi Berat
Dehidrasi Ringan-Sedang
Kejang : Kejang demam
Gangguan elektrolit

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium tanggal 07 Juni 2014
Jenis Hasil Nilai normal
Darah rutin
Leukosit H 19,40 x 10
3
/ul 6,7-17
Eritrosit 3,69 x 10
6
/uL 3,6-5,2
Hemoglobin L 9,90 gr/dl 10,8-12,8
Hematokrit L 31,30 % 33,5-43
Trombosit 252 x 10
3
/ul 229-553
Widal
S. Typhi O 1/80 Negatif
S. Typhi H Negatif Negatif
Feses
Sudan III Positif Negatif
Eritrosit 1-2 Negatif
Leukosit 0-1 Negatif
Clinitest Positif Negatif
Elektrolit
Kalium 3,3 mmol/L 3,1-5,1
Natrium 126 mmol/L 135-145
Chlorida 98 mmol/L 96-111

VI. RESUME
2 hari SMRS, pasien diare 10 kali, volume + gelas belimbing,
warna kuning, cair, ampas (+) sedikit, perubahan bau (-), lendir (-),
darah (-), nyemprot (-), febris (+), kejang (-). Riwayat ganti susu (-),
keracunan makanan (-), tampak kehausan, urine berkurang dan
rewel.Vomitus > 5 kali, volume + gelas belimbing, muntah terjadi
setiap makan dan minum, isi makanan dan minuman, warna
muntahan seperti makanan atau minuman yang dikonsumsi.
Saat di bangsal pasien sempat kejang 1x, sebelum kejang pasien
sadar, demam (+), selama kejang pasien tidak sadar, febris (+), kejang
muncul diseluruh tubuh, kaku (+), mata memelirik ke atas, berlangsung
selama 5 menit, lidah tergigit (-), keluar busa (-), setelah kejang pasien
sadar. Pasien diberi injeksi lewat infus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kurang aktif,
kesadaran somnolen akibat sedasi, HR 140 x/menit reguler, isi dan
tegangan cukup, RR 30 x/menit reguler, t 38,7
0
C (axiller). Turgor kulit
lambat, mata cekung (+/+), mukosa bibir kering (+), perut tampak
cembung, hipertympani di seluruh lapang abdomen, CRT 3.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukositosis 19,40
x10
3
/ul, Hb 9,90 gr/dl, Ht 31,30%, sudan III (+), cilinitest (+), eritrosit
1-2 /LPB, leukosit 0-1/LPB, Natrium 126mmol/L.

VII. DAFTAR MASALAH
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
1. Diare 10x
2. Vomitus >5x
3. Tampak kehausan
4. Volume urine berkurang
5. Rewel
6. Demam
7. Kejang
8. t : 38,7
0
C
9. turgor kulit lambat
10. mukosa bibir kering
11. perut tampak cembung
12. hipertympani di abdomen
13. CRT 3

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Gastroenteritis akut dengan dehidrasi
Ringan-Sedang disertai kejang
Diagnosis Tumbuh Kembang : Pertumbuhan dan Perkembangan
sesuai usia
Diagnosis Gizi : Gizi normal, perawakan normal
Diagnosis Imunisasi : imunisasi dasar lengkap sesuai usia

IX. ASSESMENT
Masalah Aktif Masalah Pasif
1. Gastroenteritis akut
2. Dehidrasi ringan-sedang
3. kejang
-
-
-

X. INNITIAL PLAN
IP Dx : S : -
O : Ulang darah rutin, feses rutin, elektrolit, IgG Salmonella
dan Ig M salmonella
IP Tx : - Inf. RL 10 tpm
- Inj. diazepam 3 mg (untuk pemutus kejang)
- PCT 4 x 100mg
- Zn 1 x 20mg
- Koreksi Na
+
45 cc dibagi menjadi 2 bagian (1/3 bagian
habis
dalam 6 jam, 2/3 bagian selanjutnya habis dalam 18 jam)
cek elektrolit setelah koreksi 2 jam
- O
2
nasal 2L/menit
IP Mx : Monitoring Keadaan umum, tanda vital, tanda dehidrasi,
hasil
koreksi elektrolit, kejang, darah rutin dan feses rutin
IP Ex : - Edukasi pada keluarga tentang penyebab, gejala klinik,
pengobatan dan komplikasi tentang penyakit tersebut
- Edukasi terutama pada ibu untuk meneruskan pemberian
ASI
dan tetap memberikan serta menjaga makan dan minum
pada pasien
- Edukasi pada keluarga pasien untuk tetap menjaga higiene
sanitasi lingkungan yang dekat pasien

XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam






BAB III
TINJAUAN PUSTAKA


A. DIARE
1. Definisi
Berdasarkan lamanya, diare terbagi menjadi diare akut, diare
persisten, dan diare kronik. Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari,
diare persisten berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi, dan
diare kronik berlangsung 14 hari dengan etiologi non-infeksi. Ada pula
dikenal prolonged diarrhea yaitu diare yang berlangsung antara 7 hingga
4 hari.
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau
tanpa lendir dan darah, yang berlangsung kurang dari satu minggu.
Oleh karena bayi yang diberi ASI dapat saja memiliki frekuensi
buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, diare pada bayi dengan ASI
eksklusif didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar
atau perubahan konsistensi tinja menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya.

2. Faktor risiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan:
1. Tidak diberikannya ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama
kehidupan
2. Menggunakan botol susu
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
4. Tidak memadainya persediaan air bersih
5. Tercemarnya air minum oleh bakteri yang berasal dari tinja
6. Kurangnya sarana kebersihan
7. Tidak mencuci
8. Tidak membuang tinja dengan benar
9. Penyapihan yang kurang baik.

Selain itu, faktor pejamu yang meningkatkan kecenderungan
terjadinya diare:
1. Tidak diberikan ASI hingga usia 2 tahun
2. Status nutrisi yang buruk
3. Imunodefisiensi/imunosupresi
4. Keasaman lambung yang berkurang
5. Motilitas usus yang menurun
6. Campak dalam 4 minggu terakhir
7. Genetik.

3. Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi menjadi infeksi dan noninfeksi.
a. Infeksi
Terdapat dua tipe dasar diare akut, yaitu infeksi inflamatorik
dan non-inflamatorik.
Enteropatogen menimbulkan diare non-inflamatorik melalui
enterotoksin oleh bakteri, destruksi permukaan vili oleh virus, atau
perlekatan oleh parasit. Sebaliknya, diare inflamatorik umumnya
disebabkan oleh invasi langsung bakteri atau produksi sitotoksin.











Di negara berkembang, patogen tersering yaitu Rotavirus,
Eschericia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni, dan
Cryptosporidium.
Patogen usus dapat pula ditemukan pada + 30% anak sehat
berusia di bawah 3 tahun, terutama kista Giardia lamblia yang dapat
ditemukan pada anak sehat dan diare, E. coli enteropatogenik atau C.
jejuni yang diisolasi dari anak sehat >1 tahun. Shigella dan rotavirus
jarang ditemukan pada anak sehat sehingga patogen ini dapat diyakini
sebagai etiologi diare apabila ditemukan dalam isolasi.
Rotavirus
Rotavirus kemungkinan menyebar melalui kontak langsung.
Rotavirus merupakan patogen penyebab diare tersering pada anak
berusia 6-24 bulan. Sepertiga anak pernah satu kali terinfeksi sebelum
berusia 2 tahun. Infeksi pertama kali biasanya adalah infeksi yang
menyebabkan penyakit yang bermakna.
Eschericia coli enterotoksigenik (ETEC)
ETEC menyebar melalui makanan dan air yang tercemar, tidak
menginvasi mukosa, dan diare disebabkan oleh toksin. Terdapat 2
jenis toksin, yaitu toksin tidak tahan panas (heat labile) dan toksin
yang tahan panas (heat stable).
Patogen Persentase kasus
Virus Rotavirus 15-25
Bakteri Escherichia coli enterotoksigenik 10-20
Shigella 5-15
Campylobacter jejuni 10-15
Vibrio cholera 0.1 5-10
Salmonella (non-typhoid) 1-5
Eschericia coli enteropatogenik 1-5
Parasit Cryptosporidium 5-15
Tidak terdapat patogen 20-30
Shigella
Penyebaran melalui kontak langsung.
Campylobacter jejuni
Penyebaran melalui kontak dengan tinja, konsumsi makanan, susu,
atau air yang tercemar. Dapat menyerang ayam atau anjing. Klinis
dapat disertai demam dan berakhir dalam 2-5 hari.
Vibrio cholerae 0.1
Diare terjadi karena toksin dan dapat menyebabkan dehidarasi.
Salmonella
Sering terjadi pada masyarakat yang mengonumsi makanan yang
diproses dari pabrik. Diare dapat cair ataupun disentri.
Cryptosporidium
Infeksi biasanya asimtomatik Dapat pula terjadi diare persisten.

Penyebab diare non-infeksi:
- kesulitan makan
- imunodefisiensi
- defek anatomis
- malabsorbsi
- endokrinopati
- keracunan makanan: logam berat, jamur
- neoplasma

Pada umumnya, penularan diare terjadi melalui fekal-oral,
yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
enteropatogen, atau kontak langsung antara melalui tangan atau benda
yang telah tercemar tinja penderita diare, atau tidak langsung melalui
lalat.
4. Patogenesis
Virus
Beberapa jenis virus, seperti rotavirus berkembang di epitel vili usus
halus yang kemudian menyebabkan kerusakan epitel dan pemendekan
vili. Hilangnya vili yang mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian
sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang,
menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit.
Bakteri
Bakteri yang berkembang biak di usus halus menempel di mukosa untuk
menghindar dari penyapuan, melalui pili atau fimbria yang melekat pada
reseptor permukaan usus. Penempelan bakter di mukosa dihubungkan
juga dengan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan
peningkatan sekresi cairan.
Pengeluarkan toksin dapat menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini
mengurangi absorbsi natrium melalui vili dan meningkatkan sekresi
klorida melalui kripta, yang mengakibatkan sekresi air dan elektrolit.
Penyembuhan terjadi bila sel sakit digantikan oleh sel sehat dalam 2-4
hari.
Invasi mukosa. Shigella, C. jejuni, E. coli enteroinvasif dan Salmonella
dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan epitel
mukosa, yang sebagian besar terjadi di kolon dan ileum distal. Invasi
dapat diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial
sehingga dapat ditemukan sel darah merah dan sel darah putih atau
tampak darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan dapat merusak jaringan
dan memicu sekresi air dan elektrolit.
Protozoa
Penempelan mukosa. G. lamblia dan Cryptosporidium menempel pada
epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili.Invasi mukosaE.
histolitica menginvasi epitel mukosa kolon dan ileum, menyebabkan
mikroabses dan ulkus.

5. Patofisiologi
Diare osmotik. Terjadi bila terdapat zat terlarut yang tidak diserap
dengan baik. Hal ini membuat konsentrasi zat terlarut di dalam lumen
usus lebih tinggi, yang kemudian mengganggu absorbsi air melalui
retensi air ke dalam lumen usus. Infeksi dapat menyebabkan kerusakan
pada sel epitel usus sehingga terjadi malabsorbsi, yang tampak sebagai
diare dengan komponen osmotik. Misalnya, rotavirus dan shigella.
Rotavirus secara selektif menginvasi enterosit matur sehingga terjadi
gangguan kapasitas absorbsi. Sementara itu, shigella menghasilkan toksin
shiga, yang dapat menyebabkan destruksi sel vili yang berujung pada
malabsorbsi dan diare.
Jika larutan yang sulit diabsorbsi bersifat isotonik, air dan zat terlarut
akan lewat tanpa diabsorbsi dan menyebabkan diare, misalnya pada
magnesium sulfat, laktosa, glukosa. Jika larutan yang sulit diabsorbsi
bersifat hipertonik, air dan elektrolit akan pindah dari carian ekstraseluler
ke lumen usus hingga osmolaritas isi usus sama dengan cairan
ekstraseluler dan darah. Proses ini akan meningkatkan volume tinja dan
menyebabkan dehidrasi serta hipernatremia.
Diare sekretorik. Terdapat sekresi aktif air ke lumen usus, misalnya
pada infeksi kolera. Selain itu, diare sekretorik dapat terjadi oleh
penyebab non-infeksi, yang melibatkan peptida gastrointestinal, seperti
vasoactive intestinal peptide dan gastrin. Substansi tertentu, seperti asam
empedu, asam lemak, laksatif, dan kondisi kongenital (diare klorida
kongenital), dapat pula menyebabkan diare sekretorik.
Infeksi bakteri berat pada saluran gastrointestinal menghasilkan diare
oleh toksin. Misalnya, enterotoksin (C. perfringens, C. difficile) dan
toksin-mirip-shiga (E. coli, S.aureus, Shigella). Enterotoksin viral dari
rotavirus, yaitu glikoprotein non-struktural (NSP4) menyebabkan sekresi
klorida transepitelial yang bergantung pada kalsium oleh sel kripta usus.
Diare oleh gangguan motilitas. Gangguan motilitas jarang
menyebabkan diare akit. Perubahan motilitas dapat mengganggu absorbsi.
Hipomotilitas, atau gangguan peristaltik berat menyebabkan stasis yang
kemudian disertai inflamasi, pertumbuhan berlebih bakteri, dekonjugasi
sekunder asam empedu, dan malabsorbsi. Sebaliknya, hipermotilitas,
seperti iritasi kolon bayi, dapat menyebabkan waktu absorbsi inadekuat
yang berujung pada diare.
Inflamasi. Terjadi destruksi sel vili dan/atau disfungsi transporter
yang mengakibatkan hilangnya cairan dan elektrolit. Dapat pula terjadi
eksudasi mukus, protein, dan darah ke lumen usus.
Penyebab tersering dari diare inflamatorik adalah infeksi. Proses awal
dari infeksi akut adalah ingesti organisme yang diikuti kolonisasi pada
epitel usus dan perlekatan pada enterosit. Berikutnya terdapat dua jalur,
yaitu invasi mukosa atau produksi enterotoksin. Patogen seperti V.
cholera menyebabkan diare sekretorik dengan inflamasi minimal,
sementara patogen lain (misalnya, salmonella dan C. difficile)
menyebabkan respon inflamasi, dan patogen lain (shigella) memiliki
kedua komponen.





6. Manifestasi Klinis
Gejala
Klinis
Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Masa
Tunas
17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual
muntah
Sering Jarang Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus
kram
Tenesmus
kolik
- Tenesmus
kram
Kram
Nyeri
kepala
- + + - - -
Lama Sakit 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
Sifat Tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Terkadang - + -
Bau Langu Busuk + Tidak Amis
khas
Warna Kuning-
hijau
Merah-
hijau
Kehijauan Tidak
berwarna
Merah-
hijau
Air
cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain Anoreksia Kejang Sepsis Meteorismus Infeksi
sistemik
-

7. Diagnosis
Diagnosis diare dan etiologinya dapat ditegakkan melalui:
Anamnesis
Ditanyakan lama diare, frekuensi, volume, konsistensi, warna, bau, ada
tidaknya lendir dan darah. Gejala lain, seperti muntah (volume, isi,
frekuensi), nyeri perut, dan demam juga perlu untuk ditanyakan.
Penilaian faktor risikojuga perlu ditanyakan.
Pemeriksaan fisik
Diperlukan penilaian tanda vital, berat badan, serta mencari tanda dan
derajat dehidrasi. Napas yang cepat dan dalam menjadi petunjuk adanya
asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau menghilang dapat terjadi
pada kondisi hipokalemi.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang dapat dilakukan:
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan urin
c. Pemeriksaan tinja

Karakteristik Tinja Usus Halus Usus Besar
Keadaan umum Cair Lendir/darah
Volume Besar Kecil
Darah Darah samar Biasanya terlihat secara
kasat mata
pH <5,5 >5,5
Tes reduksi Dapat positif Negatif
Sel darah putih <5/LPB >10/LPB
Sel darah putih serum Normal Dapat leukositosis,
bandemia
Patogen Virus:
Rotavirus
Adenovirus
Calicivirus
Astrovirus
Norwalk virus

Bakteri enterotoksik:
E.coli
Clostridium
perfringens
Cholera
Vibrio

Parasit:
Giardia
Cryptosporidium

Bakteri invasif:
E.coli
(enteroinvasif,enterohemo
ragik)
Shigella
Salmonella
Campylobacter
Yersinia
Aeromonas

Bakteri Toksik:
Clostridium difficile


Parasit:
Entamoeba organisms



Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaian dehidrasi dan klasifikasi status dehidrasi menjadi dehidrasi
berat, dehidrasi ringan/sedang, atau tanpa dehidrasi harus dilakukan pada
semua anak dengan diare untuk menentukan tata laksana yang sesuai.
Berikut adalah cara penilaian klasifikasi diare menurut MTBS:
Nilai: A B C
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai, atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan
Lidah
Basah Kering Sangat kering
Rasa Haus Minum biasa,
tidak haus
Haus, ingin
minum banyak
Malas minum atau
tidak bisa minum
Periksa:
Turgor Kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
lambat
Hasil
Pemeriksaan
Tanpa Dehidrasi Dehidrasi
ringan/sedang
Dehidrasi berat

Berikut adalah cara penilaian klasifikasi diare menurut WHO:
Klasifikasi Tanda atau Gejala
Dehidrasi berat Terdapat dua/lebih tanda:
- Letargis/tidak sadar
- Mata cekung
- Turgor kembali sangat lambat (>2 detik)
- Tidak dapat minum atau malas minum
Dehidrasi ringan/sedang Terdapat dua/lebih tanda:
- Rewel, gelisah
- Mata cekung
- Minum dengan lahap, haus
- Turgor lambat
Tanpa dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk klasifikasi

8. Tata Laksana
Terdapat lima pilar penatalaksanaan diare yaitu rehidrasi dengan
menggunakan oralit baru, pemberian zinc selama 10 hari, ASI dan
makanan tetap diteruskan, medikamentosa, dan edukasi kepada orang tua.
Cairan
Saat ini dikenal oralit baru yang memiliki osmolaritas lebih rendah
dibandingkan dengan oralit lama. Oralit baru ini mampu mengurangi rasa
mual dan muntah sebesar 30%, serta mengurangi pengeluaran tinja hingga
20%. Berikut merupakan komposisi oralit baru menurut WHO pada tahun
2006.
Oralit baru osmolaritas rendah mmol/liter
Natrium 75
Klorida 65
Glukosa 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total osmolaritas 245

Ketentuan pemberian oralit baru:
1. Beri ibu 6 bungkus oralit formula baru (200 ml)
2. 1 bungkus oralit formula baru dilarutkan dalam 1 liter air matang,
untuk persediaan 24 jam
3. Larutan oralit diberikan sesuai ketentuan setiap kali buang air besar
4. Jika dalam 24 jam masih tersisa, larutan harus dibuang dan diganti
larutan baru.
Tanpa dehidrasi
Berikan cairan rehidrasi oralit baru 5 10 ml/kg setiap diare
cair atau sebanyak 50 100 ml untuk usia<1 tahun, 100 200 ml untuk
usia 1-5 tahun, dan semau anak untuk usia >5 tahun. Cairan rumah tangga
dapat diberikan sesuai kemauan anak. ASI tetap diberikan. Pasien dapat
dirawat di rumah, kecuali terdapat komplikasi misalnya tidak mau minum,
muntah terus-menerus, atau diare sering dan banyak.
Dehidrasi ringan/sedang
Berikan cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar 75 ml/kg dalam 3
jam untuk mengganti kehilangan cairang yang telah terjadi dan 5 10 ml/kg
setiap diare cair.
Rehidrasi intravena diberikan bila anak muntah setiap diberikan
minum meskipun dengan cara sedikit demi sedikit atau pipa nasogastrik.
Cairan yang digunakan adalah ringer laktat, KaEN 3B, atau NaCl.
Berat badan 3 10 kg, diberikan 200 ml/kg/hari
Berat badan 10 15 kg, diberikan 175 ml/kg/hari
Berat badan >15 kg, diberikan 135 ml/kg/hari.
Dehidrasi berat
Berikan rehidrasi intravena dengan ringer laktat atau ringer asetat 100 ml/kg.
Usia<12 bulan, 30 ml/kg dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 ml/kg dalam 5
jam
Usia >12 bulan, 30 ml/kg dalam jam pertama, dilanjutkan 70 ml/kg dalam
2,5 jam
Cairan peroral diberikan bila pasien mau dan mampu minum, 5 ml/kg selama
proses rehidrasi.
Hipernatremia (Na >155 mEq/l)
Koreksi penurunan Na dilakukan bertahap dengan Dektrose 5% salin.
Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq/hari, karena dapat
menyebabkan edema otak.
Hiponatremia (Na <130 mEq/l)
Kadar Na diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai, dapat dikoreksi dengan
rumus:
Kadar Na koreksi (mEq/l) = Na normal Na Pasien dalam 24 jam
Hiperkalemia (K >5 mEq/l)
Koreksi dengan pemberian Ca glukonas 10% sebanyak 0,5 1 ml/kg secara
intravena perlahan-lahan dalam 5-10 menit.
Zinc
Pemberian zinc di awal masa diare selama 10-14 hari berturut-turut
secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Zinc dapat
mengurangi berat dan lama diare serta mengembalikan nafsu makan anak.
Zinc memiliki efek dalam perbaikan epitel saluran cerna sehingga terdapat
peningkatan absorbsi air dan elektroliit oleh usus halus, peningkatan
kecepatan regenerasi epitel usus, peningkatan jumlah brush border apikal,
dan peningkatan respon imun untuk pembersihan patogen di usus.
Dosis zinc:
Anak < 6 bulan, berikan 10 mg ( tablet)/hari, selama 10-14 hari
Anak > 6 bulan, berikan 20 mg (1 tablet)/hari, selama 10-14 hari.
ASI dan makanan lain
Pemberian makanan secepatnya (early refeeding) pada tata laksana
diare akut ditekankan pada meneruskan pemberian ASI dan makanan
sehari-hari. Tujuannya adalah untuk mencegah kehilangan berat badan,
mengganti nutrisi yang hilang, stimulasi perbaikan usus, mengurangi
derajat dan lama penyakit.
Medikamentosa
Pemberian antiemetik, antimotilitas, dan antidiare kurang bermanfaat.
Efek sedasi dan anoreksia dapat mengurangi keberhasilan terapi
rehidrasioral. Obat tersebut tidak mengurangi volume tinja ataupun
memperpendek lama sakit.
Indikasi penggunaan antibiotik:
1. Patogen telah diidentifikasi
2. Imunodefisiensi
3. Terapi untuk kolera
4. Bayi <3 bulan dengan kultur tinja positif. Bayi kelompok umur ini
mudah mengalami septikemia.

Pencegahan diare dapat dilakukan dengan probiotik dalam waktu
panjang untuk bayi yang tidak mendapatkan ASI. Probiotik yang dapat
digunakan seperti Lactobacillus rhamnosus strain GG. Probiotik dalam
pencegahan diare kemungkinan memiliki mekanisme:
1. Perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen)
2. Produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen usus
3. Kompetisi nutrien
4. Mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit
5. Modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhdap mukosa usus
melalui penyediaan nutrien dan imunomodulasi.
Edukasi
1. Pemberian ASI eksklusif 4-6 bulan
2. Sterilisasi botol setiap sebelum pemberian susu formula
3. Penyiapan dan penyimpanan makanan secara bersih
4. Menggunakan air bersih dan matang untuk minum
5. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan memberi makan
6. Membuang tinja di jamban
7. Pemberian makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik.

9. Komplikasi Diare
Kehilangan air dan elektrolit akan bertambah bila diare disertai
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila penderita demam.
Kehilangan ini akan menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan hipokalemia.

1. Dehidrasi isotonik
a. Kekurangan air dan natrium dalam proporsi yang sama dengan
cairan ekstraseluler.
b. Konsentrasi natrium serum normal (130 160 mmol/l)
c. Osmolaritas serum normal (275 295 mOsmol/l)
d. Hipovolemia
2. Dehidrasi hipertonik (hipernatremik)
a. Kekurangan air dan natrium, tetapi proporsi kekurangan air lebih
banyak
b. Konsentrasi natrium serum meningkat (>150 mmol/l)
c. Osmolaritas serum meningkat (>295 mOsmol/l)
d. Sangat haus, anak sangat iritabel
e. Kejang, terutama bila konsentrasi natrium serum >165 mmol/l
3. Dehidrasi hipotonik (hiponatremik)
a. Kekurangan air dan natrium dengan kekurangan natrium secara
relatif lebih banyak
b. Konsentrasi natrium serum rendah (<130 mmol/l)
c. Osmolaritas serum rendah (<275 mOsmol/l)
d. Anak letargi, kadang kejang.
4. Asidosis Metabolik
a. Konsentrasi bikarbonat serum berkurang (<10 mmol/l)
b. pH arteri menurun (<7,1)
c. Napas cepat dan dalam
d. Muntah.
5. Hipokalemia
a. Kelemahan otot secara umum
b. Aritmia jantung
c. Ileus paralitik.
BAB IV
PEMBAHASAN


An. N usia 13 bulan 2 hari SMRS, pasien diare 10 kali, volume +
gelas belimbing, warna kuning, cair, ampas (+) sedikit, perubahan
bau (-), lendir (-), darah (-), nyemprot (-), febris (+), kejang (-).
Riwayat ganti susu (-), keracunan makanan (-), tampak kehausan, urine
berkurang dan rewel. Vomitus > 5 kali, volume + gelas belimbing,
muntah terjadi setiap makan dan minum, isi makanan dan
minuman, warna muntahan seperti makanan atau minuman yang
dikonsumsi.
Dari anamnesis tersebut sesuai dengan gejala gastroenteritis akut
menurut teori yang ada, karena meliputi peradangan pada organ gaster
dan usus sehingga menimbulkan gejala tersebut. Hal tersebut terjadi akut
karena kurang dari 14 hari.
Saat di bangsal pasien sempat kejang 1x, sebelum kejang pasien
sadar, demam (+), selama kejang pasien tidak sadar, febris (+), kejang
muncul diseluruh tubuh, kaku (+), mata memelirik ke atas, berlangsung
selama 5 menit, lidah tergigit (-), keluar busa (-), setelah kejang pasien
sadar. Pasien diberi injeksi lewat infus.
Kejang yang terjadi pada anak dapat disebabkan oleh proses
intrakranial ataupun ekstrakranial. Hal tersebut dapat diketahui dengan
pemeriksaan fisik ataupun disertai pemeriksan penunjang. Injeksi yang
diberikan sewaktu dibangsal adalah injeksi diazepam untuk pemutus
kejang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kurang aktif,
kesadaran somnolen akibat sedasi, HR 140 x/menit reguler, isi dan
tegangan cukup, RR 30 x/menit reguler, t 38,7
0
C (axiller). Turgor kulit
lambat, mata cekung (+/+), mukosa bibir kering (+), perut tampak
cembung, hipertympani di seluruh lapang abdomen, CRT 3.Hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukositosis 19,40 x10
3
/ul, Hb
9,90 gr/dl, Ht 31,30%, sudan III (+), cilinitest (+), eritrosit 1-2 /LPB,
leukosit 0-1/LPB, Natrium 126mmol/L.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa gastroenteritis yang diderita
anak tersebut diduga karena rotavirus. Rotavirus merupakan penyebab
terbanyak diare pada anak. Diare yang jumlahnya terlalu sering dapat
menyebabkan inflamasi pada vili usus sehingga menimbulkan
ketidaksempurnaan dalam penyerapan zat makanan. Akibatnya ada zat
makanan tertentu yang ikut dalam tinja sehingga mengakibatkan
positifnya pemeriksaan tertentu.
Diare yang kuantitasnya berlebihan dapat menyebabkan hilangnya
cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi. Banyakanya cairan yang
keluar menyebabkan hilangnya sebgian besar elektrolit, elektrolit yang
menurun pada tubuh dapat menyebabkan gangguan kelistrikan yang
akhirnya menyebabkan terjadinya kejang. Jadi dari kasus ini kejang
merupakan komplikasi dari penyakit lain atau ekstrakranial.
Penatalaksanaan penyakit ini berupa RL 10 tpm untuk resusitasi
cairan, injeksi diazepam untuk pemuttus kejang, paracetamol untuk
penurun panas, zinc untuk perbaikan mukosa pada vili usus, penggantian
ion Na dan oksigenasi yang cukup karena post kejang.





DAFTAR PUSTAKA


1.M.K. Bhan, D. Mahalanabis, N.F. Pierce, N. Rollins, D. Sack, M. Santosham. 2005.
The Treatment of Diarrhoea A manual for physicians and other senior health
workers.
2.Hery Garna, Emelia Suroto, Hamzah, Heda Melinda D Nataprawira, Dwi Prasetyo.
2005. Diare Akut Dalam: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Olmu Kesehatan Anak
Edisi Ke-3. Bandung: Bagian /SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas
Padjajaran/ RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG.
3.Anonymus: 2009. Dehidrasi. Web site: http://id.wikipedia.org/wiki/Dehidrasi
4.1999. Buku Ajar Diare. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman. Hal. 81,154.

Anda mungkin juga menyukai