Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Adhyatma, MPH Semarang
Pembimbing : dr. Agus Saptanto, Sp.A
Disusun oleh : GHARIZA PRAMITANINGRUM H2A009021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2014 BAB I PENDAHULUAN
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di negara yang sedang berkembang. Diare dalam bahasa klinis sering disebut sebagai enteritis bila tidak terdapat mual atau muntah dan disebut sebagai gastroenteritis bila disertai gejala mual dan atau muntah. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan Rumah Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia. Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan malabsorpsi. Bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah atau menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efekstif harus dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik telah banyak diungkap dan penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit. BAB II STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : An. N Usia : 13 bulan Alamat : Jln. Borobudur Timur X Rt 07/03 Semarang No. CM : 44-93-93 Tanggal Masuk RS : 07 Juni 2014
Nama Ayah : Tn. E Usia : 36 Tahun Pekerjaan : Swasta Alamat :Jln. Borobudur Timur X Rt 07/03 Semarang Nama Ibu : Ny. S Usia : 44 Tahun Pekerjaan : Swasta Alamat :Jln. Borobudur Timur X Rt 07/03 Semarang
II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan ibu dan ayah pasien pada tanggal 08 Juni 2014 di Bangsal Melati pukul 11.00 WIB 1. Keluhan utama : Mencret 2. Riwayat Penyakit Sekarang 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mencret sebanyak 10 kali, jumlahnya + gelas belimbing, tinja berwarna kuning, cair, terdapat sedikit ampas, tidak ada perubahan bau, lendir (-), darah (-), nyemprot (-), demam (+), kejang (-). Pasien juga muntah > 5 kali, jumlahnya + gelas belimbing muntah terjadi setiap makan dan minum, muntahan berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi, warna muntahan seperti makanan atau minuman yang dikonsumsi. Pasien dibawa ke klinik suhu waktu diperiksa di klinik 38,3 0 C, diberikan antibiotik dan puyer.Ibu pasien menyangkal telah mengganti susu formula yang diberikan kepada pasien, ibu pasien juga menyangkal pasien mencret setelah makan atau minum-minuman tertentu. Pasien masih dapat minum dan tampak lebih haus dari biasanya. Pasien lebih rewel dan sering menangis. Air mata ada saat menangis. BAK sedikit berkurang. Karena belum ada perbaikan maka orang tua pasien membawa pasien ke Rumah Sakit. Saat di bangsal pasien sempat kejang 1x, sebelum kejang pasien sadar, demam (+), selama kejang pasien tidak sadar, demam (+), kejang muncul diseluruh tubuh, kaku (+), mata memelirik ke atas, berlangsung selama 5 menit, lidah tergigit (-), keluar busa (-), setelah kejang pasien sadar. Pasien diberi suntikan melalui infus. 3. Riwayat penyakit Dahulu Riwayat diare : disangkal Riwayat typhus abdominalis : disangkal Riwayat alergi obat atau makanan : disangkal Riwayat kejang : disangkal Riwayat trauma kepala : disangkal 4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat diare : disangkal Riwayat typhus abdominalis : disangkal Riwayat kejang : disangkal
5. Data Khusus a. Riwayat Prenatal (kehamilan) ANC 4 kali di bidan, imunisasi TT 2x, keluhan saat hamil tidak ada, ibu pasien hanya mengkonsumsi obat dari bidan. b. Riwayat Natal (Persalinan) Pasien lahir normal di rumah sakit, berat lahir 2900 gram, lahir langsung menangis, cacat bawaan tidak ada. c. Riwayat Post Natal (Pasca Persalinan) Ibu melakukan pemeriksaan post natal pada usia 1 minggu. d. Riwayat Imunisasi Jenis Imunisasi Frekuensi Waktu pemberian BCG 1x 2 bulan HEPATITIS B 3x 0,2,4 bulan POLIO 4x 0,2,4,6 bulan DPT 3x 2,4,6 bulan CAMPAK 1x 9 bulan Kesan: imunisasi dasar lengkap sesuai usia
e. Riwayat Makan dan Minum Pasien mendapatkan ASI sampai sekarang. Pasien mendapatkan susu fomula ketika berusia 4 bulan. Saat berusia 6 bulan pasien mendapatkan bubur, usia 10 bulan pasien diberi nasi tim, sekarang pasien sudah mendapatkan menu makan keluarga. f. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak Perkembangan Perkembangan yang dicapai Usia perkembangan Senyum sosial 2 bulan Berguling 5 bulan Duduk 7 bulan Merangkak 8 bulan Tetahan 9 bulan Kesan : perkembangan sesuai usia
Pertumbuhan BB : 10 Kg TB : 78 cm BB/U : 0.2 (berat badan normal) TB/U : 0.86 (perawakan normal) BB/TB : -0,2 (gizi normal) Kesan : Gizi normal, perawakan normal 6. Riwayat Lingkungan dan Sosial Ekonomi Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Biaya pengobatan psien ditanggung oleh BPJS Jamsostek. Kesan Ekonomi : Cukup.
III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 08Juni 2014 di Bangsal Melati pukul 11.30 WIB 1. Keadaan Umum : Kurang aktif 2. Kesadaran : Somnolen (akibat pengaruh sedasi) 3. Vital sign : a. Frekuensi Nadi : 140x/menit reguler, isi dan tegangan cukup b. Frekuensi Napas : 30 x/menit reguler c. Suhu : 38,7 0 C (axiller) 4. Status Generalisata : a. Kulit : turgor kulit lambat, ikterik (-), petekie (-), sianosis (-) b. Kepala : kesan mesocephal c. Mata : cekung (+/+), conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) d. Telinga : diacharge (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-) e. Hidung : napas cuping hidung (-/-), discharge (-/-) f. Mulut : sianosis (-), kering (+), Lidah kotor (-), gigi geligi g. Tenggorok : Tonsil sulit dinilai, faring sulit dinilai h. Leher : Pembesaran KGB (-/-), otot bantu napas (-/-) 5. Status Internus : a. Thorax - Cor Inspeksi : ictus cordis tak terlihat Palpasi : ictus cordis teraba tapi tak kuat angkat Perkusi :Batas atas jantung: ICS II lin. parasternal sin. Pinggang jantung: ICS III lin. parasternal sin. Batas kanan bawah: ICS V lin. sternalis dex. Batas kiri bawah: ICS V 1cm medial LMCS Kesan: konfigurasi jantung normal Auskultasi : BJ I dan II murni, reguler, bising jantung (-) - Pulmo Inspeksi : pergerakan dinding thorax statis simetris, dinamis simetris, retraksi dinding dada (-). Palpasi : ICS tidak melebar, massa (-), taktil fremitus (+) Normal Perkusi : sonor diseluruh lapang paru Auskultasi : SDV (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-) b. Abdomen Inspeksi : perut tampak cembung Auskultasi :bising usus (+) Perkusi :hipertympani diseluruh lapang abdomen Palpasi : hepar dan lien tak teraba
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Laboratorium tanggal 07 Juni 2014 Jenis Hasil Nilai normal Darah rutin Leukosit H 19,40 x 10 3 /ul 6,7-17 Eritrosit 3,69 x 10 6 /uL 3,6-5,2 Hemoglobin L 9,90 gr/dl 10,8-12,8 Hematokrit L 31,30 % 33,5-43 Trombosit 252 x 10 3 /ul 229-553 Widal S. Typhi O 1/80 Negatif S. Typhi H Negatif Negatif Feses Sudan III Positif Negatif Eritrosit 1-2 Negatif Leukosit 0-1 Negatif Clinitest Positif Negatif Elektrolit Kalium 3,3 mmol/L 3,1-5,1 Natrium 126 mmol/L 135-145 Chlorida 98 mmol/L 96-111
VI. RESUME 2 hari SMRS, pasien diare 10 kali, volume + gelas belimbing, warna kuning, cair, ampas (+) sedikit, perubahan bau (-), lendir (-), darah (-), nyemprot (-), febris (+), kejang (-). Riwayat ganti susu (-), keracunan makanan (-), tampak kehausan, urine berkurang dan rewel.Vomitus > 5 kali, volume + gelas belimbing, muntah terjadi setiap makan dan minum, isi makanan dan minuman, warna muntahan seperti makanan atau minuman yang dikonsumsi. Saat di bangsal pasien sempat kejang 1x, sebelum kejang pasien sadar, demam (+), selama kejang pasien tidak sadar, febris (+), kejang muncul diseluruh tubuh, kaku (+), mata memelirik ke atas, berlangsung selama 5 menit, lidah tergigit (-), keluar busa (-), setelah kejang pasien sadar. Pasien diberi injeksi lewat infus. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kurang aktif, kesadaran somnolen akibat sedasi, HR 140 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup, RR 30 x/menit reguler, t 38,7 0 C (axiller). Turgor kulit lambat, mata cekung (+/+), mukosa bibir kering (+), perut tampak cembung, hipertympani di seluruh lapang abdomen, CRT 3. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukositosis 19,40 x10 3 /ul, Hb 9,90 gr/dl, Ht 31,30%, sudan III (+), cilinitest (+), eritrosit 1-2 /LPB, leukosit 0-1/LPB, Natrium 126mmol/L.
VII. DAFTAR MASALAH Anamnesis Pemeriksaan Fisik 1. Diare 10x 2. Vomitus >5x 3. Tampak kehausan 4. Volume urine berkurang 5. Rewel 6. Demam 7. Kejang 8. t : 38,7 0 C 9. turgor kulit lambat 10. mukosa bibir kering 11. perut tampak cembung 12. hipertympani di abdomen 13. CRT 3
VIII. DIAGNOSIS Diagnosis Klinis : Gastroenteritis akut dengan dehidrasi Ringan-Sedang disertai kejang Diagnosis Tumbuh Kembang : Pertumbuhan dan Perkembangan sesuai usia Diagnosis Gizi : Gizi normal, perawakan normal Diagnosis Imunisasi : imunisasi dasar lengkap sesuai usia
IX. ASSESMENT Masalah Aktif Masalah Pasif 1. Gastroenteritis akut 2. Dehidrasi ringan-sedang 3. kejang - - -
X. INNITIAL PLAN IP Dx : S : - O : Ulang darah rutin, feses rutin, elektrolit, IgG Salmonella dan Ig M salmonella IP Tx : - Inf. RL 10 tpm - Inj. diazepam 3 mg (untuk pemutus kejang) - PCT 4 x 100mg - Zn 1 x 20mg - Koreksi Na + 45 cc dibagi menjadi 2 bagian (1/3 bagian habis dalam 6 jam, 2/3 bagian selanjutnya habis dalam 18 jam) cek elektrolit setelah koreksi 2 jam - O 2 nasal 2L/menit IP Mx : Monitoring Keadaan umum, tanda vital, tanda dehidrasi, hasil koreksi elektrolit, kejang, darah rutin dan feses rutin IP Ex : - Edukasi pada keluarga tentang penyebab, gejala klinik, pengobatan dan komplikasi tentang penyakit tersebut - Edukasi terutama pada ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan tetap memberikan serta menjaga makan dan minum pada pasien - Edukasi pada keluarga pasien untuk tetap menjaga higiene sanitasi lingkungan yang dekat pasien
XI. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad sanam : dubia ad bonam Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. DIARE 1. Definisi Berdasarkan lamanya, diare terbagi menjadi diare akut, diare persisten, dan diare kronik. Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari, diare persisten berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi, dan diare kronik berlangsung 14 hari dengan etiologi non-infeksi. Ada pula dikenal prolonged diarrhea yaitu diare yang berlangsung antara 7 hingga 4 hari. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah, yang berlangsung kurang dari satu minggu. Oleh karena bayi yang diberi ASI dapat saja memiliki frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, diare pada bayi dengan ASI eksklusif didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar atau perubahan konsistensi tinja menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.
2. Faktor risiko Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan: 1. Tidak diberikannya ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan 2. Menggunakan botol susu 3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar 4. Tidak memadainya persediaan air bersih 5. Tercemarnya air minum oleh bakteri yang berasal dari tinja 6. Kurangnya sarana kebersihan 7. Tidak mencuci 8. Tidak membuang tinja dengan benar 9. Penyapihan yang kurang baik.
Selain itu, faktor pejamu yang meningkatkan kecenderungan terjadinya diare: 1. Tidak diberikan ASI hingga usia 2 tahun 2. Status nutrisi yang buruk 3. Imunodefisiensi/imunosupresi 4. Keasaman lambung yang berkurang 5. Motilitas usus yang menurun 6. Campak dalam 4 minggu terakhir 7. Genetik.
3. Etiologi Penyebab diare dapat dibagi menjadi infeksi dan noninfeksi. a. Infeksi Terdapat dua tipe dasar diare akut, yaitu infeksi inflamatorik dan non-inflamatorik. Enteropatogen menimbulkan diare non-inflamatorik melalui enterotoksin oleh bakteri, destruksi permukaan vili oleh virus, atau perlekatan oleh parasit. Sebaliknya, diare inflamatorik umumnya disebabkan oleh invasi langsung bakteri atau produksi sitotoksin.
Di negara berkembang, patogen tersering yaitu Rotavirus, Eschericia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni, dan Cryptosporidium. Patogen usus dapat pula ditemukan pada + 30% anak sehat berusia di bawah 3 tahun, terutama kista Giardia lamblia yang dapat ditemukan pada anak sehat dan diare, E. coli enteropatogenik atau C. jejuni yang diisolasi dari anak sehat >1 tahun. Shigella dan rotavirus jarang ditemukan pada anak sehat sehingga patogen ini dapat diyakini sebagai etiologi diare apabila ditemukan dalam isolasi. Rotavirus Rotavirus kemungkinan menyebar melalui kontak langsung. Rotavirus merupakan patogen penyebab diare tersering pada anak berusia 6-24 bulan. Sepertiga anak pernah satu kali terinfeksi sebelum berusia 2 tahun. Infeksi pertama kali biasanya adalah infeksi yang menyebabkan penyakit yang bermakna. Eschericia coli enterotoksigenik (ETEC) ETEC menyebar melalui makanan dan air yang tercemar, tidak menginvasi mukosa, dan diare disebabkan oleh toksin. Terdapat 2 jenis toksin, yaitu toksin tidak tahan panas (heat labile) dan toksin yang tahan panas (heat stable). Patogen Persentase kasus Virus Rotavirus 15-25 Bakteri Escherichia coli enterotoksigenik 10-20 Shigella 5-15 Campylobacter jejuni 10-15 Vibrio cholera 0.1 5-10 Salmonella (non-typhoid) 1-5 Eschericia coli enteropatogenik 1-5 Parasit Cryptosporidium 5-15 Tidak terdapat patogen 20-30 Shigella Penyebaran melalui kontak langsung. Campylobacter jejuni Penyebaran melalui kontak dengan tinja, konsumsi makanan, susu, atau air yang tercemar. Dapat menyerang ayam atau anjing. Klinis dapat disertai demam dan berakhir dalam 2-5 hari. Vibrio cholerae 0.1 Diare terjadi karena toksin dan dapat menyebabkan dehidarasi. Salmonella Sering terjadi pada masyarakat yang mengonumsi makanan yang diproses dari pabrik. Diare dapat cair ataupun disentri. Cryptosporidium Infeksi biasanya asimtomatik Dapat pula terjadi diare persisten.
Pada umumnya, penularan diare terjadi melalui fekal-oral, yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung antara melalui tangan atau benda yang telah tercemar tinja penderita diare, atau tidak langsung melalui lalat. 4. Patogenesis Virus Beberapa jenis virus, seperti rotavirus berkembang di epitel vili usus halus yang kemudian menyebabkan kerusakan epitel dan pemendekan vili. Hilangnya vili yang mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit. Bakteri Bakteri yang berkembang biak di usus halus menempel di mukosa untuk menghindar dari penyapuan, melalui pili atau fimbria yang melekat pada reseptor permukaan usus. Penempelan bakter di mukosa dihubungkan juga dengan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan peningkatan sekresi cairan. Pengeluarkan toksin dapat menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium melalui vili dan meningkatkan sekresi klorida melalui kripta, yang mengakibatkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel sakit digantikan oleh sel sehat dalam 2-4 hari. Invasi mukosa. Shigella, C. jejuni, E. coli enteroinvasif dan Salmonella dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan epitel mukosa, yang sebagian besar terjadi di kolon dan ileum distal. Invasi dapat diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial sehingga dapat ditemukan sel darah merah dan sel darah putih atau tampak darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan dapat merusak jaringan dan memicu sekresi air dan elektrolit. Protozoa Penempelan mukosa. G. lamblia dan Cryptosporidium menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili.Invasi mukosaE. histolitica menginvasi epitel mukosa kolon dan ileum, menyebabkan mikroabses dan ulkus.
5. Patofisiologi Diare osmotik. Terjadi bila terdapat zat terlarut yang tidak diserap dengan baik. Hal ini membuat konsentrasi zat terlarut di dalam lumen usus lebih tinggi, yang kemudian mengganggu absorbsi air melalui retensi air ke dalam lumen usus. Infeksi dapat menyebabkan kerusakan pada sel epitel usus sehingga terjadi malabsorbsi, yang tampak sebagai diare dengan komponen osmotik. Misalnya, rotavirus dan shigella. Rotavirus secara selektif menginvasi enterosit matur sehingga terjadi gangguan kapasitas absorbsi. Sementara itu, shigella menghasilkan toksin shiga, yang dapat menyebabkan destruksi sel vili yang berujung pada malabsorbsi dan diare. Jika larutan yang sulit diabsorbsi bersifat isotonik, air dan zat terlarut akan lewat tanpa diabsorbsi dan menyebabkan diare, misalnya pada magnesium sulfat, laktosa, glukosa. Jika larutan yang sulit diabsorbsi bersifat hipertonik, air dan elektrolit akan pindah dari carian ekstraseluler ke lumen usus hingga osmolaritas isi usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah. Proses ini akan meningkatkan volume tinja dan menyebabkan dehidrasi serta hipernatremia. Diare sekretorik. Terdapat sekresi aktif air ke lumen usus, misalnya pada infeksi kolera. Selain itu, diare sekretorik dapat terjadi oleh penyebab non-infeksi, yang melibatkan peptida gastrointestinal, seperti vasoactive intestinal peptide dan gastrin. Substansi tertentu, seperti asam empedu, asam lemak, laksatif, dan kondisi kongenital (diare klorida kongenital), dapat pula menyebabkan diare sekretorik. Infeksi bakteri berat pada saluran gastrointestinal menghasilkan diare oleh toksin. Misalnya, enterotoksin (C. perfringens, C. difficile) dan toksin-mirip-shiga (E. coli, S.aureus, Shigella). Enterotoksin viral dari rotavirus, yaitu glikoprotein non-struktural (NSP4) menyebabkan sekresi klorida transepitelial yang bergantung pada kalsium oleh sel kripta usus. Diare oleh gangguan motilitas. Gangguan motilitas jarang menyebabkan diare akit. Perubahan motilitas dapat mengganggu absorbsi. Hipomotilitas, atau gangguan peristaltik berat menyebabkan stasis yang kemudian disertai inflamasi, pertumbuhan berlebih bakteri, dekonjugasi sekunder asam empedu, dan malabsorbsi. Sebaliknya, hipermotilitas, seperti iritasi kolon bayi, dapat menyebabkan waktu absorbsi inadekuat yang berujung pada diare. Inflamasi. Terjadi destruksi sel vili dan/atau disfungsi transporter yang mengakibatkan hilangnya cairan dan elektrolit. Dapat pula terjadi eksudasi mukus, protein, dan darah ke lumen usus. Penyebab tersering dari diare inflamatorik adalah infeksi. Proses awal dari infeksi akut adalah ingesti organisme yang diikuti kolonisasi pada epitel usus dan perlekatan pada enterosit. Berikutnya terdapat dua jalur, yaitu invasi mukosa atau produksi enterotoksin. Patogen seperti V. cholera menyebabkan diare sekretorik dengan inflamasi minimal, sementara patogen lain (misalnya, salmonella dan C. difficile) menyebabkan respon inflamasi, dan patogen lain (shigella) memiliki kedua komponen.
6. Manifestasi Klinis Gejala Klinis Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam Panas + ++ ++ - ++ - Mual muntah Sering Jarang Sering + - Sering Nyeri perut Tenesmus Tenesmus kram Tenesmus kolik - Tenesmus kram Kram Nyeri kepala - + + - - - Lama Sakit 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari Sifat Tinja Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus menerus Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair Darah - Sering Terkadang - + - Bau Langu Busuk + Tidak Amis khas Warna Kuning- hijau Merah- hijau Kehijauan Tidak berwarna Merah- hijau Air cucian beras Leukosit - + + - - - Lain-lain Anoreksia Kejang Sepsis Meteorismus Infeksi sistemik -
7. Diagnosis Diagnosis diare dan etiologinya dapat ditegakkan melalui: Anamnesis Ditanyakan lama diare, frekuensi, volume, konsistensi, warna, bau, ada tidaknya lendir dan darah. Gejala lain, seperti muntah (volume, isi, frekuensi), nyeri perut, dan demam juga perlu untuk ditanyakan. Penilaian faktor risikojuga perlu ditanyakan. Pemeriksaan fisik Diperlukan penilaian tanda vital, berat badan, serta mencari tanda dan derajat dehidrasi. Napas yang cepat dan dalam menjadi petunjuk adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau menghilang dapat terjadi pada kondisi hipokalemi. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan yang dapat dilakukan: a. Pemeriksaan darah b. Pemeriksaan urin c. Pemeriksaan tinja
Karakteristik Tinja Usus Halus Usus Besar Keadaan umum Cair Lendir/darah Volume Besar Kecil Darah Darah samar Biasanya terlihat secara kasat mata pH <5,5 >5,5 Tes reduksi Dapat positif Negatif Sel darah putih <5/LPB >10/LPB Sel darah putih serum Normal Dapat leukositosis, bandemia Patogen Virus: Rotavirus Adenovirus Calicivirus Astrovirus Norwalk virus
Penilaian Derajat Dehidrasi Penilaian dehidrasi dan klasifikasi status dehidrasi menjadi dehidrasi berat, dehidrasi ringan/sedang, atau tanpa dehidrasi harus dilakukan pada semua anak dengan diare untuk menentukan tata laksana yang sesuai. Berikut adalah cara penilaian klasifikasi diare menurut MTBS: Nilai: A B C Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai, atau tidak sadar Mata Normal Cekung Sangat cekung dan kering Air mata Ada Tidak ada Tidak ada Mulut dan Lidah Basah Kering Sangat kering Rasa Haus Minum biasa, tidak haus Haus, ingin minum banyak Malas minum atau tidak bisa minum Periksa: Turgor Kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat Hasil Pemeriksaan Tanpa Dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang Dehidrasi berat
Berikut adalah cara penilaian klasifikasi diare menurut WHO: Klasifikasi Tanda atau Gejala Dehidrasi berat Terdapat dua/lebih tanda: - Letargis/tidak sadar - Mata cekung - Turgor kembali sangat lambat (>2 detik) - Tidak dapat minum atau malas minum Dehidrasi ringan/sedang Terdapat dua/lebih tanda: - Rewel, gelisah - Mata cekung - Minum dengan lahap, haus - Turgor lambat Tanpa dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk klasifikasi
8. Tata Laksana Terdapat lima pilar penatalaksanaan diare yaitu rehidrasi dengan menggunakan oralit baru, pemberian zinc selama 10 hari, ASI dan makanan tetap diteruskan, medikamentosa, dan edukasi kepada orang tua. Cairan Saat ini dikenal oralit baru yang memiliki osmolaritas lebih rendah dibandingkan dengan oralit lama. Oralit baru ini mampu mengurangi rasa mual dan muntah sebesar 30%, serta mengurangi pengeluaran tinja hingga 20%. Berikut merupakan komposisi oralit baru menurut WHO pada tahun 2006. Oralit baru osmolaritas rendah mmol/liter Natrium 75 Klorida 65 Glukosa 75 Kalium 20 Sitrat 10 Total osmolaritas 245
Ketentuan pemberian oralit baru: 1. Beri ibu 6 bungkus oralit formula baru (200 ml) 2. 1 bungkus oralit formula baru dilarutkan dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24 jam 3. Larutan oralit diberikan sesuai ketentuan setiap kali buang air besar 4. Jika dalam 24 jam masih tersisa, larutan harus dibuang dan diganti larutan baru. Tanpa dehidrasi Berikan cairan rehidrasi oralit baru 5 10 ml/kg setiap diare cair atau sebanyak 50 100 ml untuk usia<1 tahun, 100 200 ml untuk usia 1-5 tahun, dan semau anak untuk usia >5 tahun. Cairan rumah tangga dapat diberikan sesuai kemauan anak. ASI tetap diberikan. Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali terdapat komplikasi misalnya tidak mau minum, muntah terus-menerus, atau diare sering dan banyak. Dehidrasi ringan/sedang Berikan cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar 75 ml/kg dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairang yang telah terjadi dan 5 10 ml/kg setiap diare cair. Rehidrasi intravena diberikan bila anak muntah setiap diberikan minum meskipun dengan cara sedikit demi sedikit atau pipa nasogastrik. Cairan yang digunakan adalah ringer laktat, KaEN 3B, atau NaCl. Berat badan 3 10 kg, diberikan 200 ml/kg/hari Berat badan 10 15 kg, diberikan 175 ml/kg/hari Berat badan >15 kg, diberikan 135 ml/kg/hari. Dehidrasi berat Berikan rehidrasi intravena dengan ringer laktat atau ringer asetat 100 ml/kg. Usia<12 bulan, 30 ml/kg dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 ml/kg dalam 5 jam Usia >12 bulan, 30 ml/kg dalam jam pertama, dilanjutkan 70 ml/kg dalam 2,5 jam Cairan peroral diberikan bila pasien mau dan mampu minum, 5 ml/kg selama proses rehidrasi. Hipernatremia (Na >155 mEq/l) Koreksi penurunan Na dilakukan bertahap dengan Dektrose 5% salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq/hari, karena dapat menyebabkan edema otak. Hiponatremia (Na <130 mEq/l) Kadar Na diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai, dapat dikoreksi dengan rumus: Kadar Na koreksi (mEq/l) = Na normal Na Pasien dalam 24 jam Hiperkalemia (K >5 mEq/l) Koreksi dengan pemberian Ca glukonas 10% sebanyak 0,5 1 ml/kg secara intravena perlahan-lahan dalam 5-10 menit. Zinc Pemberian zinc di awal masa diare selama 10-14 hari berturut-turut secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Zinc dapat mengurangi berat dan lama diare serta mengembalikan nafsu makan anak. Zinc memiliki efek dalam perbaikan epitel saluran cerna sehingga terdapat peningkatan absorbsi air dan elektroliit oleh usus halus, peningkatan kecepatan regenerasi epitel usus, peningkatan jumlah brush border apikal, dan peningkatan respon imun untuk pembersihan patogen di usus. Dosis zinc: Anak < 6 bulan, berikan 10 mg ( tablet)/hari, selama 10-14 hari Anak > 6 bulan, berikan 20 mg (1 tablet)/hari, selama 10-14 hari. ASI dan makanan lain Pemberian makanan secepatnya (early refeeding) pada tata laksana diare akut ditekankan pada meneruskan pemberian ASI dan makanan sehari-hari. Tujuannya adalah untuk mencegah kehilangan berat badan, mengganti nutrisi yang hilang, stimulasi perbaikan usus, mengurangi derajat dan lama penyakit. Medikamentosa Pemberian antiemetik, antimotilitas, dan antidiare kurang bermanfaat. Efek sedasi dan anoreksia dapat mengurangi keberhasilan terapi rehidrasioral. Obat tersebut tidak mengurangi volume tinja ataupun memperpendek lama sakit. Indikasi penggunaan antibiotik: 1. Patogen telah diidentifikasi 2. Imunodefisiensi 3. Terapi untuk kolera 4. Bayi <3 bulan dengan kultur tinja positif. Bayi kelompok umur ini mudah mengalami septikemia.
Pencegahan diare dapat dilakukan dengan probiotik dalam waktu panjang untuk bayi yang tidak mendapatkan ASI. Probiotik yang dapat digunakan seperti Lactobacillus rhamnosus strain GG. Probiotik dalam pencegahan diare kemungkinan memiliki mekanisme: 1. Perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen) 2. Produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen usus 3. Kompetisi nutrien 4. Mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit 5. Modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhdap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulasi. Edukasi 1. Pemberian ASI eksklusif 4-6 bulan 2. Sterilisasi botol setiap sebelum pemberian susu formula 3. Penyiapan dan penyimpanan makanan secara bersih 4. Menggunakan air bersih dan matang untuk minum 5. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan memberi makan 6. Membuang tinja di jamban 7. Pemberian makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik.
9. Komplikasi Diare Kehilangan air dan elektrolit akan bertambah bila diare disertai muntah dan kehilangan air juga meningkat bila penderita demam. Kehilangan ini akan menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan hipokalemia.
1. Dehidrasi isotonik a. Kekurangan air dan natrium dalam proporsi yang sama dengan cairan ekstraseluler. b. Konsentrasi natrium serum normal (130 160 mmol/l) c. Osmolaritas serum normal (275 295 mOsmol/l) d. Hipovolemia 2. Dehidrasi hipertonik (hipernatremik) a. Kekurangan air dan natrium, tetapi proporsi kekurangan air lebih banyak b. Konsentrasi natrium serum meningkat (>150 mmol/l) c. Osmolaritas serum meningkat (>295 mOsmol/l) d. Sangat haus, anak sangat iritabel e. Kejang, terutama bila konsentrasi natrium serum >165 mmol/l 3. Dehidrasi hipotonik (hiponatremik) a. Kekurangan air dan natrium dengan kekurangan natrium secara relatif lebih banyak b. Konsentrasi natrium serum rendah (<130 mmol/l) c. Osmolaritas serum rendah (<275 mOsmol/l) d. Anak letargi, kadang kejang. 4. Asidosis Metabolik a. Konsentrasi bikarbonat serum berkurang (<10 mmol/l) b. pH arteri menurun (<7,1) c. Napas cepat dan dalam d. Muntah. 5. Hipokalemia a. Kelemahan otot secara umum b. Aritmia jantung c. Ileus paralitik. BAB IV PEMBAHASAN
An. N usia 13 bulan 2 hari SMRS, pasien diare 10 kali, volume + gelas belimbing, warna kuning, cair, ampas (+) sedikit, perubahan bau (-), lendir (-), darah (-), nyemprot (-), febris (+), kejang (-). Riwayat ganti susu (-), keracunan makanan (-), tampak kehausan, urine berkurang dan rewel. Vomitus > 5 kali, volume + gelas belimbing, muntah terjadi setiap makan dan minum, isi makanan dan minuman, warna muntahan seperti makanan atau minuman yang dikonsumsi. Dari anamnesis tersebut sesuai dengan gejala gastroenteritis akut menurut teori yang ada, karena meliputi peradangan pada organ gaster dan usus sehingga menimbulkan gejala tersebut. Hal tersebut terjadi akut karena kurang dari 14 hari. Saat di bangsal pasien sempat kejang 1x, sebelum kejang pasien sadar, demam (+), selama kejang pasien tidak sadar, febris (+), kejang muncul diseluruh tubuh, kaku (+), mata memelirik ke atas, berlangsung selama 5 menit, lidah tergigit (-), keluar busa (-), setelah kejang pasien sadar. Pasien diberi injeksi lewat infus. Kejang yang terjadi pada anak dapat disebabkan oleh proses intrakranial ataupun ekstrakranial. Hal tersebut dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik ataupun disertai pemeriksan penunjang. Injeksi yang diberikan sewaktu dibangsal adalah injeksi diazepam untuk pemutus kejang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kurang aktif, kesadaran somnolen akibat sedasi, HR 140 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup, RR 30 x/menit reguler, t 38,7 0 C (axiller). Turgor kulit lambat, mata cekung (+/+), mukosa bibir kering (+), perut tampak cembung, hipertympani di seluruh lapang abdomen, CRT 3.Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukositosis 19,40 x10 3 /ul, Hb 9,90 gr/dl, Ht 31,30%, sudan III (+), cilinitest (+), eritrosit 1-2 /LPB, leukosit 0-1/LPB, Natrium 126mmol/L. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa gastroenteritis yang diderita anak tersebut diduga karena rotavirus. Rotavirus merupakan penyebab terbanyak diare pada anak. Diare yang jumlahnya terlalu sering dapat menyebabkan inflamasi pada vili usus sehingga menimbulkan ketidaksempurnaan dalam penyerapan zat makanan. Akibatnya ada zat makanan tertentu yang ikut dalam tinja sehingga mengakibatkan positifnya pemeriksaan tertentu. Diare yang kuantitasnya berlebihan dapat menyebabkan hilangnya cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi. Banyakanya cairan yang keluar menyebabkan hilangnya sebgian besar elektrolit, elektrolit yang menurun pada tubuh dapat menyebabkan gangguan kelistrikan yang akhirnya menyebabkan terjadinya kejang. Jadi dari kasus ini kejang merupakan komplikasi dari penyakit lain atau ekstrakranial. Penatalaksanaan penyakit ini berupa RL 10 tpm untuk resusitasi cairan, injeksi diazepam untuk pemuttus kejang, paracetamol untuk penurun panas, zinc untuk perbaikan mukosa pada vili usus, penggantian ion Na dan oksigenasi yang cukup karena post kejang.
DAFTAR PUSTAKA
1.M.K. Bhan, D. Mahalanabis, N.F. Pierce, N. Rollins, D. Sack, M. Santosham. 2005. The Treatment of Diarrhoea A manual for physicians and other senior health workers. 2.Hery Garna, Emelia Suroto, Hamzah, Heda Melinda D Nataprawira, Dwi Prasetyo. 2005. Diare Akut Dalam: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Olmu Kesehatan Anak Edisi Ke-3. Bandung: Bagian /SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Padjajaran/ RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG. 3.Anonymus: 2009. Dehidrasi. Web site: http://id.wikipedia.org/wiki/Dehidrasi 4.1999. Buku Ajar Diare. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Hal. 81,154.