Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM






Disusun oleh:
Briyan Ahmad Suparja
12/331824/PT/6285
Kelompok V

Asisten : Novi Akhirini




LABORATORIUM TEKNOLOGI MAKANAN TERNAK
BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

Bahan pakan merupakan pengeluaran yang terbesar sekitar 70%
dalam perusahaan peternakan, sehingga untuk mendapatkan nilai
efisiensi dari pakan yang digunakan dengan cost yang seminim mungkin
harus dilakukan uji kandungan nutrien dalam bahan pakan. Tujuan utama
dari kegiatan produksi adalah mendapat keuntungan yang sebesarnya,
sehingga diadakan usaha untuk efisiensi pengeluaran dengan cara
memilih bahan pakan yang murah tetapi memiliki kandungan nutrisi yang
cukup.
Langkah-langkah yang dilakukan yaitu mengetahui kandungan-
kandungan nutrien dari bahan pakan yang ada dalam bahan pakan
dengan metode analisi proksimat. Manfaat yang didapat setelah diadakan
praktikum ini adalah dapat mengetahui berbagai kandungan bahan nutrien
pakan seperti kandungan air, abu, lemak kasar, serat kasar, protein kasar,
dan ETN. Bahan pakan yang diuji untuk diketahui kandungan nutriennya
adalah ransum jadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Tillman et al. (1998), bahwa bahan pakan adalah bahan
yang dapat dimakan, dicerna, dan digunakan oleh hewan. Secara umum
dapat dikatakan bahwa bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan
(editible). Rumput, hijauan kering (hay), bekatul dan produk lain adalah
bahan makanan ternak, tidak semua komponen dalam bahan pakan
ternak tersebut dapat dicerna oleh hewan. Bahan pakan mengandung zat
makanan, jadi bahan pakan adalah istilah umum, sedangkan komponen
dalam bahan pakan tersebut yang dapat digunakan oleh hewan disebut
zat makanan.
Menurut Kamal (1998), analisis bahan pakan dapat menggunakan 2
metode salah satunya adalah analisis proksimat. Analisis proksimat
karena hasil yang diperoleh hanya mendekati nilai yang sebenarnya, oleh
karena itu untuk menunjukkan nilai dari sistem analisis proksimat selalu
dilengkapi dengan istilah minimum atau maksimum sesuai dengan
manfaat fraksi tersebut. Enam macam fraksi yang dapat diketahui dari
sistem analisis proksimat, yaitu 1) air; 2) abu; 3) protein kasar; 4) lemak
kasar (ekstrak ether); 5) serat kasar; 6) ekstrak tanpa nitrogen (ETN).
Khusus untuk ETN nilainya dicari hanya berdasarkan perhitungan yaitu
100% dikurangi jumlah dari kelima fraksi yang lain.
Menurut Kamal (1998), bahwa bahan pakan menurut kalsifikasi
internasional dibagi menjadi 8 kelas yaitu 1) hijauan kering dan jerami
kering; 2) hijauan segar; 3) silase; 4) sumber energi; 5) sumber protein; 6)
sumber mineral; 7) sumber vitamin; 8) adiktif pakan. Menurut Kamal
(1998), bahwa setiap kelas bahan pakan memiliki ciri masing-masing
seperti kelas 1 merupakan bahan pakan yang mengandung > 18% serat
kasar dan > 35% dinding sel. Bahan pakan kelas 2 memiliki ciri-ciri hijauan
pakan yang belum atau sudah dipanen dan diberikan dalam keadaan
segar. Bahan pakan kelas 3 memiliki ciri yaitu hijauan pakan yang telah
dipotong dan telah mengalami fermentasi. Bahan pakan kelas 4 yaitu
sumber energi memiliki ciri mengandung protein kasar < 20%, serat kasar
<18%, dan dinding sel <35%. Bahan pakan kelas 5 yaitu sumber protein
memiliki ciri yang sama dengan sumber energi yang membedakan adalah
pada sumber protein kandungan proteinnya 20%. Bahan pakan
selanjutnya adalah bahan pakan kelas 6 sumber mineral yang memiliki ciri
kandungan mineralnya tinggi. Bahan pakan kelas 7 adalah sumber vitamin
dan bahan pakan kelas 8 adalah adiktif pakan.
Menurut Herwani (2010), bahwa kandungan nutrien dalam bahan
pakan dapat diketahui dengan mengurai atau menganalisis komponen
pakan secara kimia. Teknis analisis yang umum dilakukan untuk
mengetahui kadar nutrien dalam bahan pakan yaitu dapat menggunakan
analisis proksimat. Analisis proksimat ditemukan oleh Henneberg dan
Stohmann. Metode proksimat menggambarkan bahwa analisis dapat
dilakukan terhadap kadar air, abu, lemak kasar, kadar serat, protein kasar,
dan ETN.
Bahan pakan yang digunakan dalam pembuatan ransum jadi pada
praktikum ini ada onggok, dedak kasar, kulit kopi, kulit kacang, HQFS, dan
premix. Menurut Simanihuruk (2010), bahwa kulit kopi merupakan hasil
samping dari produksi kopi di Indonesia sekitar 752,6 sampai 846,7
ton/hari, sehingga ketersediaan kulit kopi sangat melimpah untuk
digunakan sebagai bahan pakan. Pengolahan yang dapat dilakukan untuk
menggunakan kulit kopi sebagai bahan pakan ternak yaitu dapat dibuat
untuk silase kulit kopi.
Bahan lain yang digunakan untuk membuat ransum yaitu HQFS.
Menurut Astuti (2009), bahwa HQFS merupakan suplemen yang
ditambahkan ke pakan ternak dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
nutrien ternak. Nutrien yang ada di HQFS dapat diberikan kepada ternak
sapi awal laktasi, karena pemenuhan nutrien untuk produksi susu ternak
tidak dapat terpenuhi dari pakan hijauan saja.
Premix merupakan bahan pakan yang digunakan dalam pembuatan
ransum. Menurut Mihrani (2006), bahwa premix merupakan bahan pakan
tambahan yang ditambahkan keransum ternak. Kandungan dari premix
adalah mineral, vitamin, dan zat lain yang dibutuhkan ternak dalam jumlah
yang kecil. Kandungan-kandungan vitamin dalam premix biasanya seperti
vitamin A, D
3
, E, K
3
, B
1
, dan B
6
sedangkan mineral yang terkandung
seperti Mg, Fe, Cu, Mn, I, dan Zn.

BAB III
MATERI DAN METODE

Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum yaitu beaker glass 600 ml,
pemanas, saringan linen, serat gelas (glass wool), alat penyaring Buchner
atau Crucible, gelas arloji, tang penjepit, desikator, tanur (550 sampai
600C), labu Kjeldahl, Erlenmeyer , gelas ukur , buret, corong, pipet, alat
destruksi, destilasi, seperangkat alat ekstraksi dan selongsong dari
Soxhlet, labu penampung, alat pendingin, oven pengering, desikator, tang
penjepit, timbangan analitik, kertas saring bebas lemak timbangan analitik
dan timbangan analitik
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu cuplikan
ransum jadi, H
2
SO
4
1,25% (0,255 N), NaOH 1,25 % (0,313 N), H
2
SO
4

pekat, CuSO
4
dan K
2
SO
4
, kjeltab, NaOH 50% 0,1 N, petroleum benzen,
H
3
BO
3
0,1 N, indikator mix, Zn logam, dan ethyl alkohol 95%.

Metode
Penetapan kadar air. Air yang terkandung di dalam suatu bahan
pakan akan menguap seluruhnya apabila bahan tersebut dipanaskan
selama beberapa waktu pada suhu 105 sampai 110C (Tilman et al.,
1998). Alat yang digunakan dalam penetapan kadar air adalah silica disc,
desikator, tang penjepit, oven pengering (105C sampai 110C), dan
timbangan analitik, sedangkan bahan yang digunakan adalah ransum jadi
dengan berat 1,0025 gram pada kelompok 5 dan 1,009 gram untuk
kelompok 6. Proses penentuan kadar air ini dilakukan dengan cara
menimbang sampel seberat 1,0025 gram dan 1,009 gram untuk kelompok
6. Tahap selanjutnya sampel yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam
silica disc kemudian sampel di oven bersuhu 105C sampai 110C selama
1 jam.
Penentuan kadar abu. Pengujian kadar abu dalam bahan pakan
dilakukan untuk mengetahui kadar anorganik dalam sampel seperti
mineral. Alat yang digunakan dalam penetapan kadar abu adalah silica
disk, desikator, tang penjepit, tanur, oven pengering (105 samapi 110C),
dan timbangan analitik, sedangkan bahan yang digunakan dalam
penetapan kadar abu adalah cuplikan sampel dengan berat 1,0025 gram
pada kelompok 5 dan 1,009 gram untuk kelompok 6, yang sebelumnya
telah dilakukan penetapan kadar air terlebih dahulu.
Penentuan kadar abu yaitu dengan mengoven sampel yang telah
diuji kadar airnya. Pentanuran dilakukan selama 2 jam dengan suhu 550
sampai 600C. Tahapan selanjutnya yaitu menurunkan suhu menjadi
120C, kemudian dimasukkan ke dalam disikator hingga dingin. Tujuan
sampel di tanur pada suhu 550 sampai 600C untuk mengoksidasi semua
zat organik sehingga tersisa zat anorganik yang tidak ikut menguap yaitu
abu.
Penentuan kadar serat kasar. Penetapan kadar serat kasar
dilakukan dengan cara menimbang sampel dengan berat 0,7056 gram
untuk kelompok 5 dan 0,7062 untuk kelompok 6, kemudian direbus
didalam gelas beaker yang telah diisi dengan H
2
SO
4
sebanyak 200 ml.
Tahap selanjutnya yaitu direbus hingga 30 menit, lalu sampel tersebut
disaring. Penyaringan dilakukan menggunakan saringan linen yang akan
disedot menggunakan mesin vacum. Tahap selanjutnya setelah disaring
adalah penambahan larutan NaOH sebanyak 200 ml kemudian direbus
lagi selama 30 menit.
Proses selanjutnya yaitu pembuangan larutan NaOH sisa perebusan
yang disaring dengan crussible, kemudian dibilasan menggunakan ethyl
alkohol 95% untuk membersihkan sisa lemak yang mungkin tertinggal.
Tahapan selanjutnya yaitu pengovenan dengan suhu 105 sampai 110C.
Tahapan yang selanjutnya setelah dioven yaitu sampel ditimbang,
kemudian sampel ditanur pada suhu 550 sampai 600C. Tahap terakhir
yaitu sampel ditimbang kembali. Penghitungan serat kasar sampel
dilakukan dengan mengurai bobot yang hilang sebelum pengovenan
dengan hasil pentanuran.
Penetapan kadar protein kasar. Penetapan kadar protein dilakukan
melalui 3 tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Proses yang
dilakukan dalam penentuan kadar protein kasar yaitu dengan menimbang
sampel seberat 0,5073 gram untuk kelompok 5 dan 0,542 gram untuk
kelompok 6, kemudian dimasukkan ke dalam kertas kemudian dilipat.
Tahap selanjutnya yaitu pemasukan sampel ke dalam tabung desikator
dan ditambah dengan reagen seperti tablet kjeltab dan H
2
SO
4
pekat
kemudian dipanaskan selama 1 jam. Reaksi yang terjadi selama proses
destruksi yaitu,
Zat Organik + H
2
SO
4
H
2
O + (NH
4
)
2
SO
4
+ NO
3
+ NO
2

Tahapan selanjutnya setelah destruksi adalah destilasi, pada proses
ini sampel yang telah dipanaskan pada kompor desikator dipindah ke alat
destilasi untuk melepas N organik yang telah di tangkap pada proses
destruksi yang nantinya akan ditangkap lagi oleh asam borak. Tahapan
destilasi ditambah beberapa reagen seperti NaOH, H
3
PO
3,
dan indikator
PP. Fungsi reagen NaOH yaitu untuk melepas ikatan N yang pada
senyawa (NH
4
)
2
SO
4
. N organik yang terlepas kemudian diikat oleh H
3
PO
3

untuk dilakukan titrasi, sedangkan indikator PP digunakan untuk indikator
bahwa proses titrasi telah selesai, jika telah berubah warna keperakan.
Reaksi yang terjadi selama proses destilasi yaitu,
(NH
4
)
2
SO
4
+ NaOH NH
4
OH + Na
2
SO
4

NH
3
+ H
3
BO
3
(NH
4
)
3
BO
3

Tahapan terakhir dalam penentuan protein kasar adalah titrasi.
Proses titrasi dilakukan dengan cara penambahan HCl kelarutan sampel
melalui buret. Fungsi HCl yaitu untuk melepas N organik yang telah
berikatan dengan asam borak pada proses destilasi. Proses titrasi diakhiri
jika warna larutan sudah mulai berubah warna agak keperakan.
Berdasarkan proses titrasi yang dilakukan didapat hasil titrasi blanko yaitu
0,3 ml. Titrasi sampel pada kelompok 5 yaitu 0,5073 ml dan kelompok 6
yaitu 0,5042 ml. Reaksi yang terjadi selama proses titrasi yaitu,
(NH
4
)
3
BO
3
+ 3HCl NH
4
Cl + H
3
BO
3
Penentuan kadar lemak kasar. Proses yang dilakukan untuk
penentuan kadar lemak kasar yaitu dengan cara menimbang sampel
dengan berat 0,5034 gram untuk kelompok 5 dan 0,5051 gram untuk
kelompok 6, kemudian dimasukkan ke dalam kertas minyak kemudian
dilipat. Tahapan selanjutnya yaitu sampel yang telah dibungkus kertas
dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet. Tahapan selanjutnya tabung
Soxhlet di masukkan pasang pada alat ekstraksi, kemudian ditambah
dengan larutan petroleum benzen dan alat ekstraksi lalu dihidupkan.
Kadar lemak kasar pada proses ekstraksi ini didapat dengan mencari
bobot sampel yang hilang selama ekstraksi.
Penetapan kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. Kadar ETN
didapat dari 100% dikurangi fraksi-fraksi yang terkandung dalam bahan
pakan, seperti air, abu, serat kasar, lemak kasar, dan ekstrak eter.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan fisik.
Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri fisik bahan
pakan yang digunakan dengan cara mengidentifikasi ciri-ciri bahan pakan
seperti warna, rasa, tekstur, dan bau, sehingga didapat data uji fisik
sampel yang disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan fisik bahan pakan
Parameter Pengamatan
Tekstur Halus
Warna Cokelat
Bau Apek
Rasa Hambar
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, sampel yang diuji
pengamatan fisik adalah ransum ransum jadi. Ransum jadi memiliki ciri-ciri
butiran berwarna cokelat dengan tekstur halus, ketika dicium baunya
apek, serta ketika dirasakan rasanya hambar. Menurut Krisnan (2008),
bahwa ransum yang masih bagus dan baru memiliki ciri-ciri warna cokelat
kekuningan, bau normal, dan tekstur halus. Berdasarkan hasil yang
didapat bahwa mungkin bahan penyusun yang digunakan untuk membuat
ransum berbeda sehingga mempengaruhi tampilan fisik .
Ransum jadi. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapat
bahan-bahan yang digunakan sebagai penyusun ransum jadi yang
disajikan sesuai dengan tabel 2.
Tabel 2. Bahan penyusun ransum jadi
Bahan Penyusun Nilai (%) PK (%)
Dedak kasar 10 7
Onggok 21 1,6
Kulit kacang 35 4,9
Kulit Kopi 26 7
HQFS 7 27
Premix 1 0
Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapat hasil bahwa sampel
ransum jadi mengandung bahan pakan penyusun seperti dedak kasar,
onggok, kulit kacang, kulit kopi, GFS, dan premix. Data komposisi ransum
jadi yang berada di tabel didapat dari diskusi dengan asisten praktikum
Bahan Pakan dan Formulasi Ransum.

Pengamatan Analisis Proksimat.
Analisis bahan pakan yang dilakukan pada praktikum adalah analisis
proksimat. Analisis ini untuk mengetahui kandungan fraksi-fraksi pada
bahan pakan. Parameter yang digunakan yaitu bahan kering, protein
kasar, serat kasar, lemak kasar, abu, dan BETN. Berdasarkan praktikum
yang dilakukan didapat hasil analisis proksimat ransum yang disajikan
sesuai tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisis proksimat
Parameter (%) Pengamatan
Kelompok 5 Kelompok 6 Rerata
Kadar air 14,55 14,64 14,6
Bahan kering 85,45 85,36 85,41
Protein kasar 6,55 6,42 6,49
Serat Kasar 23,04 21,78 22,41
Lemak kasar 0,66 0,52 0,59
Abu 10,67 10,59 10,63
BETN 59,15 53,41 56,28
Penetapan Kadar Air. Berdasarkan pengujian kadar air yang
dilakukan didapat kadar air 14,55% untuk kelompok 5 dan 14,64% untuk
kelompok 6. Hasil lain yang didapat dari perhitungan kadar air yaitu bahan
kering dari ransum jadi yaitu 85,45% untuk kelompok 5 dan 85,36% untuk
kelompok 6. Hasil kadar bahan kering ini didapat dari 100% dikurangi
dengan kadar air yang didapat. Menurut Astuti (2009), bahwa HQFS
memiliki kadar air sebesar 18,1%. Menurut Simanhuruk (2010), bahwa
kadar air dari kulit kopi adalah 53,11%. Menurut Mihrani (2006), bahwa
kadar air dari premix adalah 0%. Menurut Hartadi (2008), bahwa kadar air
dari bahan-bahan penyusun ransum seperti dedak kasar yaitu 14%,
onggok 70%, dan kulit kacang 14%. Berdasarkan data yang ada kadar air
ransum jadi menurut literatur disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Kadar air bahan penyusun ransum jadi menurut literatur.
Bahan penyusun Proporsi (%) Kadar air Total (%)
Dedak kasar 10 14 1,4
Onggok 21 70 14,7
Kulit kacang 35 14 4,9
Kulit Kopi 26 53,11 13,8
HQFS 7 18,1 1,267
Premix 1 - -
Kadar air total 36,067
Berdasarkan hasil hasil yang didapat bahwa kadar air sampel yaitu
14,55% untuk kelompok 5 dan 14,64% untuk kelompok 6 sehingga rata-
rata kadar air pada ransum jadi adalah 14,6%. Menurut Astuti (2009),
bahwa HQFS memiliki kadar air sebesar 18,1%. Menurut Simanhuruk
(2010), bahwa kadar air dari kulit kopi adalah 53,11%. Menurut Mihrani
(2006), bahwa kadar air dari premix adalah 0%. Menurut Hartadi (2008),
bahwa kadar air dari bahan-bahan penyusun ransum seperti dedak kasar
yaitu 14%, onggok 70%, dan kulit kacang 14% didapat bahwa dengan
kadar air dari masing-masing bahan penyusun ransum jadi didapat kadar
airnya adalah 36,067%. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa kadar air
sampel lebih kecil dibanding dengan literatur. Perbedaan kadar air antara
sampel dengan literatur bisa terjadi karena ransum merupakan pakan
yang terdiri dari bahan pakan penyusun yang lebih dari satu, sehingga
kadar air ransum dipengaruhi oleh jenis bahan pakan yang digunakan
beserta proporsinya.
Penetapan Kadar Abu. Berdasarkan praktikum yang dilakukan
didapat hasil bahwa kadar abu adalah 10,67% untuk kelompok 5 dan
10,59% untuk kelompok 6. Menurut Astuti (2009), bahwa HQFS memiliki
kadar abu sebesar 9,7%. Menurut Simanhuruk (2010), bahwa kadar abu
dari kulit kopi adalah 4,86%. Menurut Mihrani (2006), bahwa kadar abu
dari premix adalah 0%. Menurut Hartadi (2008), bahwa kadar abu dari
bahan-bahan penyusun ransum seperti dedak kasar yaitu 7,7%, onggok
1,3%, dan kulit kacang 2,3%. Berdasarkan data yang ada kadar abu
ransum jadi menurut literatur disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Kadar abu bahan penyusun ransum jadi menurut literatur.
Bahan penyusun Proporsi (%) Kadar abu (%) Total (%)
Dedak kasar 10 7,7 0,77
Onggok 21 1,3 0,273
Kulit kacang 35 2,3 0,805
Kulit Kopi 26 4,86 1,26
HQFS 7 9,7 0,679
Premix 1 - -
Total 3,787
Berdasarkan hasil hasil yang didapat bahwa kadar abu sampel yaitu
10,67% untuk kelompok 5 dan 10,59% untuk kelompok 6. Menurut .
Menurut Astuti (2009), bahwa HQFS memiliki kadar abu sebesar 9,7%.
Menurut Simanhuruk (2010), bahwa kadar abu dari kulit kopi adalah
4,86%. Menurut Mihrani (2006), bahwa kadar abu dari premix adalah 0%.
Menurut Hartadi (2008), bahwa kadar abu dari bahan-bahan penyusun
ransum seperti dedak kasar yaitu 7,7%, onggok 1,3%, dan kulit kacang
2,3% didapat bahwa dengan kadar abu dari masing-masing bahan
penyusun ransum jadi didapat kadar abunya adalah 3,787%. Berdasarkan
hasil yang didapat bahwa kadar abu sampel lebih besar dibanding dengan
data dari literatur yang ada. Perbedaan kadar abu antara sampel dengan
literatur bisa terjadi karena ransum merupakan pakan yang terdiri dari
bahan pakan penyusun yang lebih dari satu, sehingga kadar abu ransum
dipengaruhi oleh jenis bahan pakan yang digunakan beserta proporsinya.
Penetapan Kadar Serat Kasar. Serat kasar adalah bahan organik
yang tahan terhadap hidrolisis asam dan basa lemah (Utomo et al., 2008).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapat bahwa kadar serat kasar
sampel adalah 23,04% untuk kelompok 5 dan 21,78% untuk kelompok 6.
Menurut Simanhuruk (2010), bahwa kadar serat kasar dari kulit kopi
adalah15,74%. Menurut Mihrani (2006), bahwa kadar dari serat kasar
premix adalah 0%. Menurut Hartadi (2008), bahwa kadar dari serat kasar
bahan-bahan penyusun ransum seperti dedak kasar yaitu 5,2%, onggok
1,6%, dan kulit kacang 2,4%. Berdasarkan data yang ada kadar abu
ransum jadi menurut literatur disajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Kadar serat kasar bahan penyusun ransum jadi menurut literatur.
Bahan penyusun Proporsi (%) Kadar serat kasar (%) Total (%)
Dedak kasar 10 5,2 0,52
Onggok 21 1,6 0,336
Kulit kacang 35 2,4 0,84
Kulit Kopi 26 15,74 4,0924
HQFS 7 10,15 0,7105
Premix 1 -
Total 6,4989
Berdasarkan hasil hasil yang didapat bahwa kadar serat kasar
sampel yaitu 23,04% untuk kelompok 5 dan 21,78% untuk kelompok 6.
Menurut Simanhuruk (2010), bahwa kadar serat kasar dari kulit kopi
adalah15,74%. Menurut Mihrani (2006), bahwa kadar dari serat kasar
premix adalah 0%. Menurut Hartadi (2008), bahwa kadar dari serat kasar
bahan-bahan penyusun ransum seperti dedak kasar yaitu 5,2%, onggok
1,6%, dan kulit kacang 2,4% didapat bahwa dengan kadar serat kasar dari
masing-masing bahan penyusun ransum jadi didapat kadar serat kasarnya
adalah 6,4989%. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa kadar serat kasar
sampel lebih besar dibanding dengan literatur. Perbedaan kadar abu
antara sampel dengan literatur bisa terjadi karena ransum merupakan
pakan yang terdiri dari bahan pakan penyusun yang lebih dari satu,
sehingga kadar abu ransum dipengaruhi oleh jenis bahan pakan yang
digunakan beserta proporsinya.
Penetapan Kadar Protein Kasar. Menurut Mia (2010), metode yang
digunakan dalam pengujian protein kasar adalah metode Kjeldahl.
Berdasarkan hasil yang didapat bahwa kadar rata-rata protein kasar
sampel yaitu 6,49%. Menurut Simanhuruk (2010), bahwa kadar protein
kasar dari kulit kopi adalah 10,64%. Menurut Mihrani (2006), bahwa kadar
protein kasar dari premix adalah 0%. Menurut Hartadi (2008), bahwa
kadar protein kasar dari bahan-bahan penyusun ransum seperti dedak
kasar yaitu 12%, onggok 1%, dan kulit kacang 26,5%. Berdasarkan data
yang ada kadar protein kasar ransum jadi menurut literatur disajikan pada
tabel 7.
Tabel 7. Kadar protein kasar bahan penyusun ransum jadi menurut
literatur.
Bahan penyusun Proporsi (%) Kadar protein kasar (%) Total (%)
Dedak kasar 10 12 1,2
Onggok 21 1 0,21
Kulit kacang 35 26,5 3,724
Kulit Kopi 26 10,64 2,766
HQFS 7 19,56 1,369
Premix 1 - -
Total 9,269
Berdasarkan hasil hasil yang didapat bahwa kadar protein kasar
sampel yaitu 6,55% untuk kelompok 5 dan 6,42% untuk kelompok 6.
Menurut Simanhuruk (2010), bahwa kadar protein kasar dari kulit kopi
adalah 10,64%. Menurut Mihrani (2006), bahwa kadar protein kasar dari
premix adalah 0%. Menurut Hartadi (2008), bahwa kadar protein kasar
dari bahan-bahan penyusun ransum seperti dedak kasar yaitu 12%,
onggok 1%, dan kulit kacang 26,5% didapat bahwa dengan kadar dari
masing-masing bahan penyusun ransum jadi didapat kadar protein
kasarnya adalah 9,269%. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa kadar
protein kasar sampel lebih rendah dibanding dengan literatur. Perbedaan
kadar protein kasar antara sampel dengan literatur bisa terjadi karena
ransum merupakan pakan yang terdiri dari bahan pakan penyusun yang
lebih dari satu, sehingga kadar abu ransum dipengaruhi oleh jenis bahan
pakan yang digunakan beserta proporsinya.
Penetapan Kadar Lemak Kasar. Berdasarkan praktikum yang
dilakukan didapat rata-rata kadar lemak kasar yaitu 0,59%. Menurut
Simanhuruk (2010), bahwa kadar lemak kasar dari kulit kopi adalah
0,69%. Menurut Mihrani (2006), bahwa kadar lemak kasar dari premix
adalah 0%. Menurut Hartadi (2008), bahwa kadar lemak kasar dari bahan-
bahan penyusun ransum seperti dedak kasar yaitu 10,7%, onggok 0,2%,
dan kulit kacang 42,9%. Berdasarkan data yang ada kadar lemak kasar
ransum jadi menurut literatur disajikan pada tabel 8.
Tabel 8. Kadar lemak kasar bahan penyusun ransum jadi menurut
literatur.

Bahan penyusun Proporsi (%) Kadar lemak kasar (%) Total (%)
Dedak kasar 10 10,7 1,07
Onggok 21 0,2 0,042
Kulit kacang 35 42,9 15,015
Kulit Kopi 26 0,69 0,1794
HQFS 7 0,66 0,0462
Premix 1 -
Total 16,3526
Berdasarkan hasil hasil yang didapat bahwa kadar lemak kasar
sampel yaitu 0,66% untuk kelompok 5 dan 0,52% untuk kelompok 6.
Menurut Simanhuruk (2010), bahwa kadar lemak kasar dari kulit kopi
adalah 0,69%. Menurut Mihrani (2006), bahwa kadar lemak kasar dari
premix adalah 0%. Menurut Hartadi (2008), bahwa kadar lemak kasar dari
bahan-bahan penyusun ransum seperti dedak kasar yaitu 10,7%, onggok
0,2%, dan kulit kacang 42,9% didapat bahwa dengan kadar dari masing-
masing bahan penyusun ransum jadi didapat kadar lemak kasarnya
adalah 16,35%. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa kadar lemak kasar
sampel lebih kecil dibanding dengan literatur. Perbedaan kadar abu antara
sampel dengan literatur bisa terjadi karena ransum merupakan pakan
yang terdiri dari bahan pakan penyusun yang lebih dari satu, sehingga
kadar abu ransum dipengaruhi oleh jenis bahan pakan yang digunakan
beserta proporsinya.
Penetapan kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. Bahan pakan
tanpa nitrogen terdiri atas karbohidrat yang mudah larut terutama pati
yang kecernaannya tinggi (Utomo,2008). Berdasarkan praktikum yang
dilakukan kadar ETN didapat dari 100% dikurangi fraksi-fraksi yang
terkandung dalam bahan pakan, seperti air, abu, serat kasar, lemak kasar,
dan ekstrak eter. Hasil yang didapat bahwa kadar ETN sampel rata-rata
yaitu 56,28 %.

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat diketahui kandungan
nutrien dari ransum jadi melalui analisis proksimat. Berdasarkan hasil
yang didapat dapat diketahui kandungan dari setiap fraksi-fraksi penyusun
bahan pakan seperti, kadar air 14,6%,bahan kering 85,41%, protein kasar
6,49 %, serat kasar 22,41%, lemak kasar 0,59, abu 10,63%, dan ETN
56,28%. Semua hasil kadar pada sampel ransum berbeda dengan literatur
yang ada disebabkan mungkin oleh jenis dan keadaan bahan pakan yang
digunakan untuk menyusun ransum tersebut beserta proporsinya.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, A. 2009. Pengaruh penggunaan high quality supplement terhadap
konsumsi dan kecernaan nutrien sapi perah awal laktasi. Buletin
Peternakan Vol. 33(2): 81-87, Juni 2009.
Hartadi, H., Kustantinah, R. E. Indarto, N. D. Dono, dan Zuprizal. 2008.
Nutrisi Ternak Dasar. Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak Dasar I. Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Krisnan, R. 2008. Perubahan Karakteristik Fisik Konsentrat Domba
Selama Penyimpanan. Seminar Nasional teknologi peternakan dan
veteriner 2008.
Mia, K. 2010. Kualitas Bakso Daging Sapi Peranakan Ongole Yang Diberi
Pakan Basal Tongkol Jagung Dan Undegraded Protein Dalam
Complete Feed. Buletin Peternakan Vol. 34(2): 103-113, Juni 2010
ISSN 0126-4400.
Mihrani. 2006. Pengaruh Campuran Ransum Komersial Dan Dedak
Padiyang Ditambah Caco
3
Dan Premix A Terharap Pertumbuhan
Ayam Buras Preode Starter. Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No.
1.
Simanihuruk, K. 2010. Silase kulit buah kopi sebagai pakan dasar pada
kambing boerka sedang tumbuh. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner 2010.
Tilman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, S.,
Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Pers. Yogyakarta.
Utomo, R., S. P. S. Budhi, A. Agus, C. T. Noviandi., dan M. Anim. 2008.
Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas Peternakan
Universitas Gadajah Mada. Yogyakarta.

LAMPIRAN

Kelompok V
Kadar Air

Kadar air =
()()


Kadar air =


Kadar air = 14,55%

Kadar Abu
Kadar abu =


Kadar abu =


Kadar abu = 12,49%

Kadar serat kasar
Kadar serat kasar =


Kadar serat kasar =


Kadar serat kasar = 26,96%

Kadar protein kasar
Kadar protein kasar =
()


Kadar protein kasar =
()


Kadar protein kasar = 6,55%

Kadar lemak kasar
Kadar lemak kasar =


Kadar lemak kasar =


Kadar lemak kasar = 0,69%

ETN
ETN = 100%-(14,55+12,49+26,96+6,55+0,69)
ETN = 59,15%


Kelompok VI
Kadar Air

Kadar air =
()()


Kadar air =


Kadar air = 85,36%

Kadar Abu
Kadar abu =


Kadar abu =


Kadar abu = 12,41%

Kadar serat kasar
Kadar serat kasar =


Kadar serat kasar =


Kadar serat kasar = 25,51%

Kadar protein kasar
Kadar protein kasar =
()


Kadar protein kasar =
()


Kadar protein kasar = 7,52%

Kadar lemak kasar
Kadar lemak kasar =


Kadar lemak kasar =


Kadar lemak kasar = 0,52%

ETN
ETN = 100%-(85,36+12,41+25,51+7,52+0,52)
ETN = 53,41%

Anda mungkin juga menyukai