Anda di halaman 1dari 17

Polisitemia Vera

Alitha Rachma Oktavia*


NIM 102010278
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Ukrida
*Alamat korespondensi
Alitha Rachma Oktavia
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: alitharachma@hotmail.com

Pendahuluan
Polisitemia vera merupakan suatu penyakit gangguan hematologi yang jarang ditemui
tetapi mempunyai dampak yang cukup serius bagi penderitanya. Penyakit ini umumnya tidak
terdeteksi pada tahap awal karena gejala-gejala yang ditimbulkan tidak spesifik, berkisar dari
rasa penuh di kepala sampai sakit kepala, pusing, sukar memusatkan pikiran, pandangan kabur
dan pruritus (gatal-gatal) setelah mandi. Oleh karena banyaknya keluhan yang diajukan penderita
maka tidak jarang dokter menganggap bahwa penderita adalah seorang neurasthemia atau
seorang neurosis.
Penderita polisitemia vera biasanya datang ke dokter karena adanya gangguan gangguan
yang lebih berat misalnya sesak napas, stroke dan gangguan ekstremitas. Gejala gejala yang
lebih spesifik ini muncul pada tahap lanjut penyakit ini. Permasalahan yang ditimbulkan
berkaitan dengan massa eritrosit, basofil dan trombosit yang bertambah serta perjalanan alamiah
penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang.
Pada penderita polisitemia vera, viskositas darah sangat meningkat sehingga aliran darah melalui
pembuluh pembuluh darah seringkali sangat lambat. Selain itu pada penderita penyakit ini,
volume darah juga meningkat, yang cenderung meningkatkan alir balik vena. Sesungguhnya,
1

curah jantung pada keadaan polisitemia ini tidak jauh dari nilai normal, sebab kedua faktor ini
saling menetralkan. Kebanyakan tekanan darah arteri pada penderita polisitemia adalah normal,
walaupun pada kira-kira sepertiga penderita tekanan darah arteri meningkat. Ini berarti bahwa
mekanisme pengaturan tekanan darah biasanya dapat mengimbangi kenaikan viskositas darah,
yang dapat menaikkan resistensi perifer dan akan meningkatkan tekanan arteri dalam batas-batas
tertentu.
Anamnesis
merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh
pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan kunjungan ke
dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien atau keluarga
pasien.Komponen anamnesis komprehensif akan menyusun informasi yang diperoleh dari pasien
menjadi lebih sistematis. Akan tetapi ulasan dibawah ini sebaiknya tidak mendikte rangkaian
anamnesis yang akan anda lakukan diklinik, karena biasanya wawancara akan lebih bervariasi
dan anamnesis harus lebih dinamis mengikuti kebutuhan pasien. Komponen anamnesis
komprehensif mencakup :
1.

Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis


Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali dilakukan pada saat
mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien.

2.

Mengidentifikasi data pribadi pasien


Komponen ini mencakup nama, usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan pekerjaan.
Sumber informasi dapat diperoleh dari pasien sendiri, anggota keluarga, teman atau data
rekam medis sebelumnya.

3.

Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang paling dominan
sehingga

mengakibatkan

pasien

melakukan

kujungan

klinik.Usahakan

untuk

mendokumentasikan kata-kata asli yang dipaparkan oleh pasien, misalnya sakit kepala
hebat.Terkadang pasien yang datang tidak memiliki keluhan yang jelas seperti pada
pemeriksaan rutin berkala.
4. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, diabetes, penyakit jantung
perlu ditanyakan dalam anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami sejak masa
kecil.
5. Riwayat Penyakit Pada Keluarga
Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab kematian, atau
penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti orang tua, kakek-nenek,
saudara, anak, atau cucu. Tanyakan mengenai keberadaan penyakit atau keadaan yang
dicantumkan berikut: hipertensi, penyakit jantung koroner, dislipidemia, stroke, diabetes,
gangguan thyroid atau ginjal, kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru
lainnya, sakit kepala, kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan, dan alergi, serta
keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien.1

Pemeriksaan Fisik
1. Menilai keadaan umum pasien dan pemeriksaan tanda-tanda vital
2. Pemeriksaan di daerah kepala, yaitu: konjungtiva, sklera, bibir, mata, telinga dan lidah.
3. Pemeriksaan thoraks, jantung dan abdomen: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
4. Pemeriksaan ektermitas: inspeksi, palpasi
Dalam kasus ini di temukan hasil pemeriksaan fisik berupa wajah kemerahan, konjungtiva tidak
anemis dan pemeriksaan lain dalam batas normal. Pada keadaan polisitemia vera dalam
pemeriksaan fisik akan ditemukan: peningkatan tekanan darah, gangguan penglihatan,
trombosis vena, pembesaran limpa dan liver, tofus.1

Pemeriksaan Penunjang
1. Eritrosit
Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera, peninggian massa eritrosit haruslah
didemonstrasikan pada saat perjalanan penyakit ini. Pada hitung sel jumlah eritrosit
dijumpai > 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali
jika terdapat defisiensi besi. Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya transisi
ke arah metaplasia meiloid di akhir perjalanan penyakit ini.
2. Granulosit
3

Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3 kasus policitemia, berkisar antara 12-25
ribu/mL tetap dapat sampai 60 ribu/mL. Pada dua pertiga kasus ini juga terdapat
basofilia.
3. Trombosit
Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat > 1 juta/mL.
Sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.
4. B12 Serum
B12 serum dapat meningkat, hal ini dijumpai pada 35 % kasus, tetapi dapat pula
menurun, yaitu pada + 30% kasus, dan kadar UB12BC meningkat pada > 75% kasus
policitemia.
5. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan terhadap
penyakit mieloproliferatif lainnya seperti adanya sel blas dalam hitung jenis leukosit.
Sitologi sumsum tulang menunjukkan peningkatan selularitas normoblastik berupa
hiperplasi trilinier seri eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari gambaran
histopatologi

sumsum

tulang

adanya

bentuk

morfologi

megakariosit

yang

patologis/abnormal dan sedikit fibrosis merupakan petanda patognomonik policitemia.


6. Pemeriksaan sitogenetik
Pada pasien policitemia yang belum mendapat pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik
dapat dijumpai kariotip 20q-,=8,+9,13q-,+1q. Variasi abnormalitas sitogenetik dapat
dijumpai selain bentuk tersebut di atas terutama jika pasien telah mendapatkan
pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik sebelumnya.
7. Peningkatan Hemoglobin berkisar 18-24 gr/ dl
8. Peningkatan Hematokrit dapat mencapai > 60 %
9. Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal
10. UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity ) meningkat 75 % penderita.
11. Serum eritropoitin, pada PV serum eritropoetin menurun atau normal sedangkan pada
polisitemia sekunder serum eritropoetin meningkat.
12. Pemeriksaan JAK2V617F ditemukan 90% pasien Polisitemia Vera dan 50% pasien
Trombositosis Esensial dan Mielofibrosis Idiopatik.2

Differential Diagnosis
A. Polisitemia Sekunder
Biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah lekosit dan trombosit, pada
pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit menurun (pada PV normal). Kadar alkali
fosfatase normal (pada PV meningkat). Pada polisitemia sekunder biasanya didapatkan
kelainan dasar penyakit seperti kelainan jantung bawaan, arterio venous shunt, penyakit
paru obstruktif menahun. Penyebab lain yang jarang dijumpai seperti tumor otak, tumor
ginjal, cushing sindrome, dan lain-lain. Hipoksemia biasanya disertai dengan sianosis
dan clubbing.
Pada polisitemia sekunder biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah
leukosit dan trombosit. Oleh karenanya M:E rasio dalam sumsum tulang berubah.
Pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit di dapatkan penurunan, sedangkan kadar
LAF normal.3
B. Mielofibrosis
Merupakan suatu penyakit klonal akibat proliferasi sel yang berasal dari sel induk
mieloid

karena

dapat

mengenai

seri

granulositik,

monositik,

eritroid,

megakariosit.penyakit proliferatif dibagi menjadi 2 golongan bear:


1. Penyakit mieloproloferatif yang jelas menunjukkan sifat maligna (frank hematologic
malignancies) , yaitu:
a. Leukemia mieloid akut
b. Leukemia mielositik kronik
c. Leukemia mielomonositik kronik
2. Penyakit mieloproliferatif yang tingkat keganasan masih perlu dibuktikan (nonleukemic
myeloproliferative disolder), yaitu:
a. Polisitemia vera
b. Mielofibrosis dengan mieloid metaplasia
c. Trombositemia esensial
d. Metaplasia mieloid tanpa mielofibrosis
Sifat-sifat penyakit mieloproliferatif nonmaligna adalah:

1. Selalu menjadi megakariosit


2. Proses mengenai lebih dari satu seri sel
3. Selalu terjadi prolifersi jaringan hemopoetik ekstra medule sehingga menimbulkan
splenomegali.
Penyakit-penyakit ini berhubungan sangat erat, terdapat bentuk transisi dan dapat terjadi
evolusi dari satu bentuk ke bentuk yang lain selama perjalanan penyakit. Penyakit mielofibrosis
dengan metaplasia mieloid (MMM) ditandai dengan fibrosis progresif sumsum tulang disertai
dengan pembentukan hemophoesis di dalam hati dan limpa ( dikenal dengan metaplasia
mieloid), hal ini menyebabkan hepatosplenomegali dan anemia. Gambaran klinik penyakit ini
adalah:
a. Umur penderita tua, lebih dari 50 tahun
b. Gejala hipermertabolik: penurunan berat badan, anoreksia, demam, keringat malam
c. Splenomegali masif
d. Leukositosis > 50.0000/mm3, tingginya jumlah leukosit tidak sebanding dengan
besarnya splenomegali
e. Anemia sering berat
f. Tear drop cell dalam apusan darah tepi dan gambarna leukoeritroblastik
g. Neutrophil alkaline phosphatase normal, lactic dehydrogenase dan asam urat
meningkat
h. Sumsum tulang: fibrosis dengan cluster sel megakariosit
MMM perlu dibedakan dengan leukemia mieloid kronik, dimana MMM peningkatan
leukosit tidak sebanding dengan splenomegali, fosfatase alkali neutrofil normal dan tidak
dijumpai kromosom philadelphia. Terapi MMM berupa terapi paliatif untuk mengatasi anemia
dan splenomegali.Trasfusi dan asam folat diberikan secara teratur untuk mengatasi
anemia.Hidroksiurea dapat mengurangi splenomegali dan gejala hipermetabolik.Splenektomi
hanya dipertimbangkan jika gejala splenomegali sangat mencolok diserai sindroma
hipersplenisme berat.3

Working Diagnosis
Polisitemia Vera
Polisitemia vera adalah suatu penyakit dimana terdapat hipervolumia, peningkatan
jumlah eritrosit dan hiperplasia sel-sel hemopoetik dengan proporsi yang masih normal. Dikenal
juga dengan nama penyakit Osler, penyakit Vaquez, dan polisitemia vera rubra.
Polisitemia vera merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem mieloproliferatif
yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang.
Polisitemia vera merupakan penyakit mieloproliferatif yang terjadi akibat ekspansi klonal
sel induk hematopoetik yang mengalami transformasi disertai pembentukan berlebihan eritrosit
dan ekspansi unsur granulositik dan mega kariositik.
Polisitemia vera merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem mieloproliferatif
yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang.
Polisitemia vera adalah keadaan seperti tumor dari organ yang menghasilkan sel darah merah,
hal ini akan menyebabkan produksi yang berlebihan dari sel darah merah, diikuti produksi yang
berlebihan dari sel darah putih dan platelet.2
Etiologi
Etiologi dari polisitemia vera masih belum diketahui secara pasti apakah disebabkan
adanya rangsangan ke sumsum tulang akibat adanya hipoksia atau melalui rangsangan
hormonal.2
Epidemiologi
Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, walaupun kadangkadang ditemukan 5% pada mereka yang berusia lebih muda. Angka kejadian polisitemia vera
ialah 7/1.000.000 penduduk dalam setahun. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras atau
bangsa, walaupun didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada
pria didapatkan dua kali lebih banyak daripada wanita.

Polisitemia vera biasanya muncul pada usia pertengahan akhir, dan terdapat sedikit
predominansi laki-laki, relatif jarang ditemukan pada orang kulit hitam dan frekuensinya
meningkat pada orang Yahudi keturunan Eropa. Adapun kasus polisitemia vera pada kembar
monozigot (walaupun jarang) dan peningkatan minimal insidensi pada saudara pasien
mengisyaratkan peran genetik pada beberapa kasus.2
Patofisiologi
Polisitemia Vera merupakan

penyakit kronik progresif dan belum diketahui

penyebabnya, suatu penelitian sitogenetik menemukan adanya kelainan molekular yaitu adanya
kariotip abnormal di sel induk hemopoisis yaitu kariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q, 5q, trisomi 8, dan
trisomi 9. Penemuan mutasi JAK2V617F tahun 2005 merupakan hal yang penting pada
etiopatogenesis Polisitemia vera, dan membuat diagnosis Polisitemia Vera lebih mudah. JAK2
merupakan golongan tirosin kinase yang berfungsi sebagai perantara reseptor membran dengan
molekul signal intraselulur. Dalam keadaan normal proses eritropoisis dimulai dengan ikatan
eritropoitin (EPO) dengan reseptornya (EPO-R), kemudian terjadi fosforilasi pada protein JAK,
yang selanjutnya mengaktivasi

molekul STAT ( Signal Tranducers and Activator of

Transcription), molekul STAT masuk kedalam inti sel dan terjadi proses transkripsi. Pada
Polisitemia vera terjadi mutasi yang terletak pada posisi 617 (V617F) sehingga menyebabkan
kesalahan pengkodean quanin-timin menjadi valin-fenilalanin sehingga proses eritropoisis tidak
memerlukan eritropoitin. sehingga pada pasien Polisitemia Vera serum eritropoetinnya rendah
yaitu < 4 mU/mL, serum eritropoitin normal adalah 4-26 mU/mL.5,6
Hal ini jelas membedakan dari Polisitemia sekunder dimana eritropoetin meningkat
secara fisiologis (sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat), atau eritopoetin
meningkat secara non fisiologis pada sindrom paraneoplastik yang mensekresi eritropoetin.
Peningkatan hemoglobin dan hematokrit dapat disebabkan karena penurunan volume plasma
tanpa peningkatan sel darah merah disebut polisitemia relatif, misalnya pada dehidrasi berat, luka
bakar dan reaksi alergi.5,6
Mekanisme yang diduga menyebabkan peningkatan proliferasi sel induk
hematopoitik adalah :

Tidak terkontrolnya proliferasi sel induk hematopoitik yang bersifat Neoplastik.

Adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang mempengaruhi

proliferasi sel induk

hematopoitik normal

Peningkatan sensitivitas sel induk hematopoitik terhadap eritropoitin, Interleukin 1,3,


GMCSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating

Factor), Stem cell factor.

Adapun perjalanan klinis pasien polisitemia vera adalah :(UI)


a. Fase eritrositik atau fase polisitemia.
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini di dapatkan peningkatan jumlah
eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi
secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal.
b. Fase burn out ( terbakar habis ) atau spent out ( terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki
periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi
trombositosis dan leukositosis biasanya menetap.
c. Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan
klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasi mieloid. Kadang-kadang
terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening dan ginjal.
d. Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh
kompilasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena meilofibrosis terjadi pada
kurang dari 15%.

Beberapa hal yang dapat ditimbulkan oleh polisitemia vera antara lain:
1. Hiperviskositas
-

Hiperviskositas mengakibatkan menurunnya aliran darah dan terjadinya hipoksia jaringan


serta manifestasi susunan saraf pusat berupa sakit kepala, dizziness, vertigo, stroke,
tinitus dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur, skotoma dan diplopia.

Manifestasi kardivaskuler
9

Angina pektoris dan klaudikasio intermiten.


-

Manifestasi perdarahan (terjadi pada 10-30 % kasus)


Epistaksis, ekimosis dan perdarahan gastrointestinal.

Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli ( terjadi pada 30-50 % pasien )

2. Gejala dan Tanda pada Kulit


-

Pruritus terjadi pada 50 % kasus, dan urtikaria terjadi pada 10 % kasus. Kemungkinan
disebabkan karena perubahan metabolisme histamin.

Plethora dan akrosianosis adalah manifestasi eritrositosis berat.

Sebagai akibat dari hiperplasia hemopoitik maka jumlah eritrosit akan meninggi, hematokrit
akan meninggi dan viskositas darah akan meninggi. Trombosit juga akan meninggi dan
peninggian trombosit dan adanya viskositas darah yang juga meninggi merupakan
predisposisi untuk terjadinya trombosis. Kemungkinan terjadi trombosis lebih besar lagi
mengingat penderita polisitemia vera biasanya pada penderita 40 tahunan dimana sudah
mulai terjadi arteriosklerosis.
Hipervolemia disertai viskositas darah yang tinggi akan menimbulkan dekompensasi kordis.
Meskipun terdapat trombositemia, sering dapat dijumpai perdarahan oleh akibat kerusakan
pembuluh darah akibat dari adanya hipervolemia.
Turnover dari asam nukleat meninggi akibat produksi sel yang meningkat yang akan
menimbulkan peninggian kadar asam urat yang dapat mengakibatkan serangan gout atau
terbentuknya urolithiasis.4,5
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit akan
meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran
darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport oksigen. Kedua hal
tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul
karena terganggunya oksigenasi organ yaitu berupa:
1. Hiperviskositas

10

Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang


kemudian akan menyebabkan :
-

Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan
eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.

Penurunan laju transport oksigen


Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.
Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran
(iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.

2. Penurunan shear rate.


Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer
yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya
perdarahan walaupun jumlah trombosit > 450.000/mm3. Perdarahan terjadi pada 10 - 30
% kasus Polisitemia Vera, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis dan
perdarahan gastrointestinal.
3. Trombositosis (hitung trombosit > 400.000/mm3).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada Polisitemia Vera tidak ada
korelasi trombositosis dengan trombosis.
4. Basofilia
Lima puluh persen kasus Polisitemia Vera datang dengan gatal (pruritus)
diseluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang
dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin
dalam darah sebagai akibat meningkatnya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan
lambung terjadi karena peningkatan kadar histamin.
5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien Polisitemia vera. Splenomegali ini
terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular
6. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% Polisitemia Vera. Sebagaimana
halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas
hemopoesis ekstramedular.
11

7. Gout.
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah
sekuentrasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah
akan meningkat. Di sisi lain laju fitrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate.
Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia.
8. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi asam folat dan
vitamin B12. Hal ini dijumpai pada 30% kasus Polisitemis Vera karena penggunaan
untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat
vitamin B12 (Unsaturated B12 Binding Capacity) dijumpai meningkat > 75% kasus.
9. Muka kemerah-merahan (Plethora )
Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva hiperemis
sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.
10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo,
tinitus, perasaan panas.
11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan
gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan
viskositas darah akan menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien
Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahan waktu operasi atau
trauma.2
Penatalaksanaan
Prinsip Pengobatan
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan efektif pada fase eritrositik atau polisitemia yang belum
terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan.
4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia
muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik
pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :
12

Trombositosis persisten di atas 800.000/mL, terutama jika disertai gejala trombosis.

Leukositosis progresif.

Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik.

Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

Media Pengobatan
1. Flebotomi
Indikasi flebotomi :
-

Polisitemia vera fase polisitemia

Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% (target Ht 55%)

Polisitemia sekunder non fisiologis bergantung pada derajat penatalaksanaan terbatas


gawat darurat sindrom paraneoplastik.

Tujuan flebotomi :
-

Mempertahankan Ht 42 % pada wanita dan 47 % pada pria.

Mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate.

Prosedur flebotomi :
1. 250 500 cc darah dikeluarkan dengan blood donor collection set standar setiap 2
hari. Pada pasien dengan usia lebih dari 55 tahun atau penyakit vascular aterosklerotik
yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu
mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk
mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik.
2. Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah (normal total body iron 5
g). defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan flebotomi berulang. Gejala
defisiensi besi seperti glositis, keilosis, disfagia dan astenia cepat hilang dengan
pemberian preparat besi.
2. Kemoterapi Sitostatika
Indikasi kemoterapi sitostatika :
-

Hanya untuk polisitemia vera.


13

Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan.

Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis.

Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antitistamin.

Splenomegali simtomatik atau mengancam ruptur limpa.

Prosedur pemberian kemoterapi sitostatik :


1. Hidroksiurea (Hydrea

500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200 mg/m2/hari atau

diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kg BB/kali, jika telah tercapai target
dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.
2. Klorambusil (Leukeran

2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1 0,2 mg/kg BB/hari

selama 3 6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kg BB tiap 2 4 minggu.


3. Busulfan (Myleran @ 2 mg/tablet) 0,06 mg/kg BB/hari atau 1,8 mg/m2/hari, jika telah
mencapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.
Pemberian obat dihentikan jika hematokrit :
-

Pada pria 47% dan memberikannya lagi jika > 52%

Pada wanita 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.

3. Fosfor Radioaktif ( P32 )


P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3 mCi/m2 secara iv, apabila diberikan
peroral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian P32
pertama :
-

Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.

Tidak mendapatkan hasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama dan
diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.

4. Kemoterapi biologi (Sitokin)


Tujuan pengobatan terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit >
800.000/mm3). Produk biologi yang digunakan Interferon (Intron A@ 3 dan 5 juta IU,
Roveron A@ 3 dan 9 juta IU) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang
tidak dapat dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m2/ subkutan atau IM 3 kali
seminggu.

14

Kebanyakan klinisi mengkombinasikan dengan sitostatik siklofosfamid (Cytoxan@


25 mg dan 50 mg/tablet) dengan dosis 100 mg/m2/hari, selama 10 14 hari atau target
telah tercapai (hitung trombosit < 800.000 / mm3) kemudian dapat dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 100 mf/m2 1-2 kali seminggu.
5. Pengobatan Suportif
a. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-699 mg/hari oral pada pasien dengan
penyakit yang aktif dengan memperlihatkan fungsi ginjal.
b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan antitistamin, jika diperlukan dapat diberikan
Psoralen dengan penyinaran ultraviolet range A (PUVA).
c. Gastritis atau Ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
d. Antiagregasi trombosit analgrelide turunan dari quinazolin disebutkan juga dapat
menekan trombopoesis.2

Komplikasi
a. Trombosis
Terjadi disebabkan oleh karena hiperviskositas, arteriosklerosis dan trombositosis.
b. Perdarahan
Disebabkan karena regangan pembuluh darah akibat adanya hipervolemia dan
gangguan fungsi trombosit.
c. Gagal jantung
Disebabkan

karena

beban

jantung

terlalu

berat

akibat

dari

hipervolemia,

hiperviskositas, hipertusi dan kemungkinan infrak miokard akibat trombosis.


d. Leukemia mieloblastik
Sering terjadi pada pasien yang diberikan terapi dengan radioterapi atau fosfor
radioaktif.
e. Mielofibrosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dapat khemoterapi intensif.
f. Gout dan nefrolithiasis
15

Disebabkan karena tingginya kadar asam urat.6


Pencegahan
Dalam usaha untuk mencegah berjanjutnya penyakit, suatu prosedur medis flebotomi
dilakukan, guna mengeluarkan darah secara teratur untuk mengurangi kekentalan darah.
Penderita polisitemia vera disarankan untuk mengkonsumsi aspirin dosis rendah untuk
mengurangi risiko terbentuknya bekuan darah. Pada beberapa kasus, kemoterapi dapat juga
diberikan untuk mengurangi jumlah sel darah merah yang dihasilkan pada sumsum tulang.4
Prognosis
Sekitar 30% penderita meninggal karena komplikasi trombosis, yang biasanya
mempengaruhi otak dan jantung. Disamping itu, 10 sampai 15% lagi meninggal karena berbagai
komplikasi perdarahan.
Pada penderita yang tidak mendapatkan pengobatan, kematian diakibatkan kelainan
vaskuler, yang terjadi setelah beberapa bulan diagnosis dibuat. Tetapi bila massa sel darah merah
masih bisa dipertahankan mendekati normal melalui flebotomi, kelangsungan hidup median 10
tahun dapat diusahakan.
Prognosis polisitemia vera pada umumnya adalah cukup baik, kecuali apabila sering
terjadi komplikasi trombosis, penderita tidak kooperatif terhadap terapi yang diberikan atau
apabila ada tanda-tanda gagal jantung.
Penggunaan P32 dan terapi mielosupresif dengan obat alkilasi, walaupun dapat
mengontrol penyakit, menyebabkan peningkatan insidensi leukemia akut, dan saat ini terapi
tersebut jarang digunakan. Terapi modern kemungkinan menyebabkan perubahan perjalanan
penyakit. Dahulu sebagian besar pasien meninggal akibat penyulit kardiovaskular. Leukemia
akut dapat timbul pada 2% pasien yang tidak mendapat obat alkilasi atau radioterapi.5

Kesimpulan

16

Polisitemia Vera merupakan penyakit yang termasuk Penyakit Mieloproliferativ.


Etiopatogenesis Polisitemia Vera belum sepenuhnya dimengerti, tetapi penelitian sitogenetik
menyatakan adanya kelainan molekular yaitu kariotip abnormal di sel induk hematopoisis.Dan
tahun 2005 ditemukan mutasi JAK2V617F, ini merupakan hal penting pada etiopatogenesi PV.
Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit akan
meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran
darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport oksigen.
Penatalaksanaan Polisitemia Vera pada prinsipnya menurunkan hematokrin untuk mencegah
terjadinya komplikasi trombosis.

Daftar Pustaka
1. Welsby. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinik. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC;2008.h.50-2.
2. Prenggono D.Polisitemia vera. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
Penerbit IPD FKUI. 2009: p.1214-19.
3. Supandiman I,Sumahtri R.Polisitemia Vera.Pedoman diagnosis dan terapi Hematologi
Onkologi Medik.2003: p.83-90.
4. Levine RL, Gilliland DG.Myeloproliferative Disorders. Blood.2008; p. 112:2190-98.
5. Mazza, Joseph J.Polycythemia Vera. Myeloproliferative Diseases. Manual of Clinical
Hematology.2002: p. 137-42.
6. Hillman.Robert S.Kenneth A. Polycythemia. Hematology in Clinical Practice.2005; p.125.

17

Anda mungkin juga menyukai