c.
d.
e.
f.
pada cornu anterius pada segmen yang dilewati. Hubungan intersegmental ini
berfungsi dalam refleks intersegmental.
CABANG NAIK
Serabut sarafnya lebih panjang dan sebagian akan bersinapsis dengan neuron orde
kedua pada cornu posterius dan anterius substansia grissea. Hubungan ini
berperan dalam refleks intersegmental. Sebagian besar serabut saraf yang naik
berjalan dalam columna posterius substansia alba sebagai:
o Fasciculus gracilis
o Fasciculus cutaneus
b. Jalan dalam medulla Oblongata
Axon dari neoro orde pertama jalan keatas secara ipsilateral (tidak menyilang garis
tengah) dan bersinapsis dgn neuron orde kedua : nuclei gracilis dan nuclei cuneatus.
Dari orde kedua akan membentuk serabut saraf disebut sebagai : fibra arcuata interna.
Kemudian menyilang garis tengah membentuk decussiatio sensorik. Selanjutnya pergi
kedua tempat
Ke cerebellum melelui pedunculus cerebelli inferior dan membantuk traktus
cuneocerebellaris. Serabutnya sendiri mengelompok membentuk fibra arcuata
eksterna. Fungsinya untuk mengirimkan informasi sensasi otot skelet dan
sensasi ke serebellum
Ke pons
c. Jalan ke pons, ke mesencephalon dan diencephalon.. setelah membentuk decussatio
(pada medulla oblongata saraf jalan ke atas sebagai lemniscus medialis untuk berakhir
pada neuron orde ketiga: nuclei poterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian
dari kelompok nuclei lateralis thalamus).
d. Ke korteks cerebri neuron orde ketiga melewati crus posterius capsula interna dan
corona radiata menuju gyrus postcentralis. DISINI BARU KITA MENYADARI
PEMBEDAAN SENSASI DISKRIMINASI SENTUHAN DAN GETARAN DARI
SENDI ATAU OTOT SADAR.
JALAN RAYA SENSASI OTOT SADAR (OTOT LURIK) DAN SENDI KE
CEREBELLUM
ADA 3 JALAN :
a. TRAKTUS SPINOCEREBELLARIS POSTERIUS
Axon orde pertama memasuki medula spinalis pada collumna posterius substansia
grissea untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua: nucleus dorsalis (Clarki) yang
terletak pada basis cornu posterius substansia grissea.
Axon orde kedua memasuki poterolateral substansia alba pada sisi yang sama untuk
naik keatas sebagai : TRAKTUS SPINOCEREBELLARIS POSTERIUS.
Traktus spinocerebellaris posterius masuk ke peduncullus cerebellaris inferior
untuk menuju corteks cerebellum
FUNGSI : membawa informasi dari otot sadar dan sendi, terutama dari reseptor
Muscle spindle dan reseptor yang ada di tendo, ligamentum dan capsula articulare
dari tubuh dan anggota badan.
b. TRAKTUS SPINOCEREBELLARIS ANTERIUS
Jalan dari medulla spinalis, axon Axon orde pertama memasuki medula spinalis pada
collumna posterius substansia grissea untuk bersinapsis dengan neuron orde kedua:
nucleus dorsalis (Clarki) berlanjut menjadi traktus spinocerebellaris posterius dan
masuk ke peduncullus cerebellaris superior dan berakhir pada korteks cerebelli
FUNGSI : MEMBAWA INFORMASI DARI RESEPTOR MUSCLE SPINDLE
DAN TENDO DARI ANGGOTA BADAN ATAS DAN BAWAH
3 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
c. TRAKTUS CUNEOCEREBELLARIS
Pusatnya di nucleus cuneatus. Perjalannya mulai dengan memasuki pedunculus
cerebelli inferior menuju corteks cerbelli. Disebut juga fibra arcuata externa posterius.
FUNGSI: MENERUSKAN INFORMASI DARI MUSCLE SPINDLE DAN TENDO
KE CEREBELLUM.
JALAN RAYA NAIK LAINNYA
a. TRAKTUS SPINOTECTALIS
Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan
neuron orde ke2 yang letaknya pada cornu posterius.
Dari neuron orde ke2 jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas pada
anterolateral substansia alba sebagai traktus spinotektalis.
Beriringan dengan traktus spinothalamicus lateralis et anterius, kemudian
bersama-sama membentuk LEMNISCUS SPINALIS dan menuju ke otak
FUNGSI : MEMBAWA INFORMASI UNTUK REFLEKS SPINOVISUAL
DAN AKAN MENIMBULKAN GERAKAN BOLA MATA DAN KEPALA
YANG MENUNUJUK KE ARAH DATANGNYA SUMBER STIMULI.
b. TRAKTUS SPINORETICULARIS
Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan
neuron orde ke2 yang letaknya pada cornu posterius.
Dari neuron orde ke2 jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas pada
anterolateral substansia alba dan bercampur dengan traktus spinothalamicus.
Traktus spinoreticularis jalan pada sisi yang sama dan akan bersinapsis dengan
neuron orde ketiga: formatio retikulare dimedulla oblongata, pons, dan
mesencephalon.
FUNGSI MEMBAWA INFORMASI TENTANG TINGKAT-TINGKAT
KESADARAN
c. TRAKTUS SPINOOLIVARIUS
Neuron orde pertama memasuki cornu posterius dan bersinapsis dengan
neuron orde ke2 yang letaknya pada cornu posterius.
Dari neuron orde ke 2 jalan menyilang garis tengah dan naik ke atas antara
cornu anterius dengan cornu laterale substansia alba sebagai TRAKTUS
SPINOOLIVARIUS.
Traktus spinoolivarius bersinapsis dengan neuron ketiga : nuclei olivarius
inferius. Neuron orde ketiga menyilang garis tengah dan memasuki cerebellum
melalui peduncullus cerebelli inferius untuk pergi ke korteks cerebellum.
FUNGSI
:
MEMBAWA
INFORMASI
EXTEROSEPTIF
DAN
PROPRIOSEPTIF KE CEREBELLUM.
JALAN RAYA VISCERAL
Axon orde pertama dari thorax dan abdomen memasuki cornu posterius untuk
bersinapsis dengan neuron orde kedua dalam substansia grissea. Kemudian axon pada
orde kedua bergabung dengan traktus spinothalamicus untuk berakhir pada neuron
orde ketiga : nuclei posterolateral dari kelompok ventral thalami
Axon neuron ketiga diduga pergi ke gyrus postcentralis (area brodmann 3,2,1)
FUNGSI : INFORMASI PRESSORECEPTOR DARI TUNICA MUCOSA RECTUM
DAN VESICA URINARIA UNTUK KEPERLUAN DAFAECATIO DAN MIXTIO.
1.2.Neurofisiologi Nyeri
Definisi Nyeri
Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E., 1997).
Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya
bahan-bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium,
bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier
dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang
menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk., 1997)
Ganong, (1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan ke
susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut) antara lain:
Serabut A-delta (A) Bermielin dengan garis tengah 2-5 (m yang menghantar dengan
kecepatan 12-30 m/detik yang disebut juga nyeri cepat (test pain) dan dirasakan dalam
waktu kurang dari satu detik, serta memiliki lokalisasi yang dijelas dirasakan seperti
ditusuk, tajam berada dekat permukaan kulit.
Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4-1,2 m/detik
disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih, bersifat nyeri
tumpul, berdenyut atau terbakar.
Transmisi nyeri dibawah oleh serabut A-delta maupun serabut C diteruskan ke korda spinalis,
serabut-serabut syaraf aferen masuk kedalam spinal lewat dorsal root dan sinap dorsal
horn yang terdiri dari lapisan (laminae) yang saling berkaitan II dan III membentuk daerah
substansia gelatinosa (SG). Substansi P sebagai nurotransmitter utama dari impuls nyeri
dilepas oleh sinaps dari substansia gelatinosa. Impuls-impuls nyeri menyebrang sum-sum
tulang belakang diteruskan ke jalur spinalis asendens yang utama adalah spinothalamic traet
(STT) atau spinothalamus dan spinoroticuler traet (SRT) yang menunjukkan sistem
diskriminatif dan membawa informasi mengenai sital dan lokasi dari stimulus ke talamus
kemudian kemudian diteruskan ke korteks untuk diinterprestasikan, sedangkan impuls yangg
melewati SRT, diteruskan ke batang otak mengaktifkan respon outonomik dari limbik
(motivational affektive) effective yang dimotivasi (Long, 1996).
Pada tahun 1979, International Association for the Study of Pain mendefinisikan nyeri
sebagai : Suatu pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan, yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan
jaringan. Rasa nyeri selalu merupakan sesuatu yang bersifat subjektif. Setiap individu
mempelajari nyeri melalui pengalaman yang berhubungan langsung dengan luka (injury),
yang terjadi pada masa awal kehidupannya. Secara klinis, nyeri adalah apapun yang
diungkapkan oleh pasien mengonai sesuatu yang dirasakannya sebagai suatu hal yang tidak
menyenangkan / sangat mengganggu.
Fisiologi Nyeri
Diantara terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga timbulnya
pengalaman subyektif mengenai nyeri, terdapat rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi
yang kompleks, yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.
Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius diubah menjadi aktivitas elektrik pada
ujung saraf sensorik (reseptor) terkait. Proses berikutnya, yaitu transmisi, dalam proses ini
terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla
spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens),
dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik
antara thalamus dan cortex. Proses ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas saraf yang
bertujuan mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diternukan di sistem saran
5 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini
diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin.
Proses terakhir adalah persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga
menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak
yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara
mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk
memahaminya (Dewanto).
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P,
bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu
mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang
terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord
(daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan
ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan
pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi
nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke
spinal cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mcngurangi nyeri
di dacrah yang terluka (Taylor & Le Mone).
Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang terbuka,
impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris
dengan menggaruk secara perlahan di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga
rnencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya
perasaan sernbuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan (Patricia &
Walker).
Kozier, dkk. (1995) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh meliputi
aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom (simpatis dan parasimpatis
respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi,
peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat,
diaphoresis, sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat , berakibat tekanan
darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat (Black M.J, dkk)
Pada nyeri yang parah dan serangan yang mendadak merupakan ancaman yang
mempengaruhi manusia sebagai sistem terbuka untuk beradaptasi dari stressor yang
mengancam dan menganggap keseimbangan. Hipotalamus merespon terhadap stimulus nyeri
dari reseptor perifer atau korteks cerebral melalui sistem hipotalamus pituitary dan adrenal
dengan mekanisme medula adrenal hipofise untuk menekan fungsi yang tidak penting bagi
kehidupan sehingga menyebabkan hilangnya situasi menegangkan dan mekanisme kortek
adrenal hopfise untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyediakan
energi kondisi emergency untuk mempercepat penyembuhan (Long C.B.). Apabila
mekanisme ini tidak berhasil mengatasi Stressor (nyeri) dapat menimbulkan respon stress
seperti turunnya sistem imun pada peradangan dan menghambat penyembuhan dan kalau
makin parah dapat terjadi syok ataupun perilaku yang meladaptif (Corwin, J.E.).
Nyeri adalah mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran
bahwa telah atau akan terjadi kerusakan jaringan. Terdapat tiga kategori reseptor nyeri:
nosiseptor mekanis yang merespon terhadap kerusakan mekanis; nosiseptor termal yang
berespon terhadap suhu yang berlebihan; dan nosiseptor polimodal yang berespon terhadap
semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat kimia yang dikeluarkan dari
jaringan yang cedera. Semua nosiseptor dapat disensitisasi oleh adanya prostaglandin.
Prostaglandin ini sangat meningkatkan respons reseptor terhadap rangsangan yang
mengganggu.
Impuls nyeri yang berasal dari nosiseptor disalurkan ke sistem saraf pusat melalui salah
satu dari dua jenis serat aferen. Sinyal-sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis dan termal
6 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
disalurkan melalui serat A-delta yang berukuran besar dan bermielin dengan kecepatan
sampai 30 meter per detik ( jalur nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor polimodal diangkut oleh
serat C yang kecil dan tidak bermielin dengan kecepatan 12 meter per detik. Nyeri biasanya
dipersepsikan mula- mula sebagai sensasi tertusuk yang tajam dan singkat yang mudah
ditentukan lokalisasinya. Perasaan ini diikuti oleh sensasi nyeri tumpul yang lokalisasinya
tidak jelas dan menetap lebih lama dan menimbulkan rasa tidak enak. Jalur nyeri lambat ini
diaktifkan aleh zat- zat kimia, terutama bradikinin, suatu zat yang dalam keadaan normal
inaktif dan diaktifkan oleh enzim- enzim yang dikeluarkan oleh jaringan yang rusak.
Serat-serat aferen primer bersinaps dengan neuron ordo kedua di tanduk dorsal korda
spinalis. Salah satu neurotransmitter yang dikeluarkan dari ujung-ujung aferen nyeri ini
adalah substansi P, yang diperkirakan khas untuk serat- serat nyeri. Jalur nyeri asendens
memiliki tujuan yang belum dipahami dengan jelas di korteks somatosensorik, talamus dan
formasio retikularis. Peran korteks dalam persepsi nyeri belum jelas, walaupun korteks
penting paling tidak dalam penentuan lokalisasi nyeri. Nyeri masih dapat dirasakan walaupun
korteks tidak ada, mungkin pada tingkat talamus. Formatio retikularis meningkatkan derajat
kewaspadaan yang berkaitan dengan rangsangan yang menggangu. Hubungan- hubungan
antara talamus dengan formatio retikularis ke hipotalamus dan sistem limbik menghasilkan
respons emosi dan perilaku yang menyertai pengalaman yang menimbulkan nyeri.
(Sherwood, 1996)
1.3.Klasifikasi Nyeri
Menurut Long C.B (1996) mengklasifikasi nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi :
Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan, serangan mendadak dari
sebab yang sudah diketahui dan daerah nyeri biasanya sudah diketahui, nyeri akut
ditandai dengan ketegangan otot, cemas yang keduanya akan meningkatkan persepsi
nyeri.
Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, sumber nyeri tidak diketahui
dan tidak bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan timbul pada periode tertentu
nyeri menetap.
Corwin J.E (1997) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan sumbernya meliputi :
Nyeri kulit, adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau jaringan subkutis, misalnya nyeri
ketika tertusuk jarum atau lutut lecet, lokalisasi nyeri jelas disuatu dermatum.
Nyeri somatik adalah nyeri dalam yang berasal dari tulang dan sendi, tendon, otot rangka,
pembuluh darah dan tekanan syaraf dalam, sifat nyeri lambat.
Nyeri Viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau torak terlokalisasi jelas disuatu titik
tapi bisa dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan biasanya parah.
Nyeri Psikogenik, adalah nyeri yang timbul dari pikiran pasien tanpa diketahui adanya
temuan pada fisik (Long, 1989 ; 229).
Nyeri Phantom limb pain, adalah nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah satu
ekstremitas yang telah diamputasi (Long, 1996 ; 229).
II. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala
2.1. Definisi Nyeri Kepala
Nyeri diartikan sebagai sensasi tidak menyenangkan yang melibatkan emosi dengan atau
tanpa kerusakan jaringan (Sembulingam, 2006). Menurut Oxford Concise Medical
Dictionary, nyeri adalah sensasi tidak menyenangkan yang bervariasi dari nyeri yang ringan
hingga ke nyeri yang berat. Nyeri ini adalah respons terhadap impuls dari nervus perifer dari
7 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
jaringan yang rusak atau berpotensi rusak (Burton, 2007). Otak sendiri adalah tidak sensitif
terhadap nyeri dan bisa dipotong atau dibakar tanpa apa-apapun dirasakan (Matthews, 1975).
Sensasi nyeri dapat dijelaskan dengan banyak cara. Antaranya nyeri yang tajam, pricking,
dull-ache, shooting, cutting dan stabbing. Nyeri dapat dibagi dua yaitu nyeri akut dan nyeri
kronik. Nyeri akut adalah nyeri jangka pendek dengan penyebab yang mudah diidentifikasi.
Biasanya nyeri ini terlokalisasi di area yang kecil sebelum menyebar ke area sekitarnya.
Nyeri kronik adalah nyeri intermitten atau konstan yang berlanjutan untuk jangka waktu yang
panjang. Nyeri ini biasanya sukar ditangani dan memerlukan penanganan yang professional.
Meskipun nyeri ini tidak menyenangkan,ia berfungsi sebagai petanda awal kemungkinan
adanya masalah atau penyakit pada tubuh kita(Sembulingam, 2006).
Nyeri kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bagian tubuh di wilayah kepala
dan leher yang peka terhadap nyeri atau bisa dikatakan nyeri atau diskomfortasi antara orbital
dan oksiput yang berawalan dari painsensitive structure (Victor, 2002). Dorlands Pocket
Medical Dictionary (2004) menyatakan bahwa nyeri kepala adalah nyeri di kepala yang
ditandai dengan nyeri unilateral dan bilateral disertai dengan flushing dan mata dan hidung
yang berair.
2.2. Etiologi Nyeri Kepala
Nyeri kepala dapat dibagi kepada tiga kelompok berdasarkan onsetnya iaitu nyeri kepala
akut, subakut dan kronik. Nyeri kepala akut ini biasanya disebabkan oleh subarachnoid
haemorrhage, penyakit-penyakit serebrovaskular, meningitis atau encephalitis dan juga
ocular disease. Selain itu, nyeri kepala ini juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbar punksi
dan karena hipertensi ensefalopati.
Bagi nyeri kepala subakut, nyerinya biasa timbul karena giant cell arteritis, massa
intrakranial, neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringeal dan hipertensi.
Nyeri kronik timbul karena migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipe-tegang,
cervical spine disease, sinusitis dan dental disease. (Greenberg,2002).
Dalam buku Disease of the Nervous System , dinyatakan bahwa nyeri kepala juga
disebabkan oleh penyakit pada tulang kranium, neuritis dan neuralgia, irritasi meningeal, lesi
di intracranial, trauma dan penurunan tekanan intracranial. Selain itu cough headache dan
psychogenic headache juga dapat menimbulkan nyeri kepala(1969). Nyeri kepala sering
menyertai OSA(Obstructive Sleep Apnea); dibandingkan dengan gangguan tidur yang lain,
sefalgia lebih sering terjadi pada gangguan tidur OSA. (Gaharu, M., dan Prasadja, A., 2009).
2.3.Patofisiologi Nyeri Kepala
Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron trigeminal
sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneous allodynia didapat pada
penderita yang mendapat serangan migren dan nyeri kepala kronik lain yang disangkakan
sebagai refleksi pemberatan respons dari neuron trigeminal sentral.
Innervasi sensoris sensoris pembuluh darah intrakranial sebahagian besar berasal dari
ganglion terminal dan di dalam serabut sensoris tersebut mengandung neuropeptida dimana
jumlah dan peranannya yang paling besar adalah CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide),
kemudian diikuti oleh SP(substance P), NKA(Neurokinin A), pituitary adenylate cyclase
activating peptide (PACAP), nitric oxide (NO), molekul prostaglandin E2 (PGE2),
bradikinin, serotonin (5-TH) dan edenosin triphosphat (ATP), mengaktivasi atau
mensensitisasi nosiseptor. Khusus untuk nyeri kepala klaster dan chronic paroxysmal
headache ada lagi pelepasan VIP(vasoactive intestine peptide) yang berperanan dalam
timbulnya gejala nasal congestion dan rhinorrhea.
Marker pain sensing nerves lain yang berperan dalam proses nyeri adalah opiod
dynorphin, sensory neuron-specific sodium channel, purinergic reseptors (P2X3), isolectin
B4 (IB4), neuropeptide Y, galanin dan artemin reseptor.
8 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
Sistem ascending dan descending pain pathway yang berperan dalam transmisi dan
modulasi nyeri terletak dibatang otak. Batang otak memainkan peranan yang paling penting
sebagai pembawa impuls nosiseptif dan juga sebagai modulator impuls tersebut. Modulasi
transmisi sensoris sebagian besar berpusat di batang otak (misalnya periaquaductal grey
matter, locus coeruleus, nucleus raphe magnus dan formation reticularis), ia mengatur
integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik yang melibatkan respons konvergensi kerja dari
korteks somatosensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex dan struktur system limbik
yang lainnya. Dengan demikian batang otak disebut juga sebagai generator dan modulator
sefalgia.
Stimuli electrod, atau deposisi zat besi ferum yang berlebihan pada periaquaduct grey
(PAG) matter pada midbrain dapat mencetuskan timbulnya nyeri kepala seperti migren. Pada
penelitian MRI (Magnetic Resonance Imaging) terhadap keterlibatan batang otak pada
penderita migren, CDH (Chronic Daily Headahe) dan sampel kontrol yang non sefalgi,
didapat bukti adanya peninggian deposisi ferum di PAG pada penderita migren dan CDH
dibandingkan dengan control.
Patofisiologi CDH belum diketahui dengan jelas. Pada CDH justru yang paling berperan
adalah proses sensitisasi sentral. Keterlibatan aktivasi reseptor NMDA (N- metal-DAspertat), produksi NO dan supersensitivitas akan menaikan produksi neuropeptide sensoris
yang bertahan lama. Kenaikan nitrit likuor serebrospinal ternyata bersamaan dengan kenaikan
kadar cGMP (cytoplasmic Guanosine Mono phosphate) di likuor.
Reseptor opiod didownregulasi oleh penggunaan konsumsi opiod analgetik yang
cenderung menaik setiap harinya. Pada saat serangan akut migren, terjadi disregulasi dari
sistem opiod endogen, akan tetapi dengan adanya analgesic overused maka terjadi
desensitisasi yang berperan dalam perubahan dari migren menjadi CHD. Adanya inflamasi
steril pada nyeri kepala ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai sel.
Makrofag melepaskan sitokin IL1 (Interleukin 1), IL6 dan TNF (Tumor Necrotizing Factor)
dan NGF (Nerve Growth Factor). Mast sel melepasi/mengasingkan metabolit histamin,
serotonin, prostaglandin dan asam arachidonik dengan kemampuan melakukan sensitisasi
terminal sel saraf. Pada saat proses inflamasi, terjadi proses upregulasi beberapa reseptor dan
peptida (Sjahrir, 2004).
2.3. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Nyeri Kepala
Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer, nyeri kepala sekunder,
dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Berdasarkan klasifikasi IHS
(International Headache Society) tahun 2004, nyeri kepala primer terdiri atas migren, nyeri
kepala tipe-tegang, nyeri kepala klaster dan other trigeminal-autonomic cephalalgias, dan
other primary headaches.
Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena
trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit
kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat adanya zat
atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, sakit
kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, dinud, gigi,
mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri
2.3.1. Migren
Migren adalah gangguan periodik yang ditandai oleh nyeri kepala unilateral dan
kadang kadang bilateral yang dapat disertai muntah dan gangguan visual. Kondisi ini
sering terjadi, lebih dari 10% populasi mengalami setidaknya satu serangan migren dalam
hidupnya. Migren dapat terjadi pada semua umur, tetapi umumnya onset terjadi saat
remaja atau usia dua puluhan dengan wanita lebih sering. Terdapat riwayat migren dalam
keluarga pada sebahagian besar pasien.
9 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
Pada migren yang disertai CA yang meluas keluar dari area referred pain, terdiri
atas penumpukan dan pertambahan sensitisasi neuron talamik (third order) yang
meliputi daerah reseptif seluruh tubuh.
Pada penderita migren, disamping terdapat nyeri intrakranial juga disertai peninggian
sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migren diduga bukan hanya adanya iritasi pain
fiber perifer yang terdapat di pembuluh darah intrakranial, akan tetapi juga terjadi
kenaikan sensitisasi sel saraf sentral terutama pada sistem trigeminal, yang memproses
informasi yang berasal dari struktur intrakranial dan kulit. (Landy SH, 2003)
Pada beberapa penelitian terhadap penderita migren dengan aura, pada saat paling
awal serangan migren diketemukan adanya penurunan cerebral blood flow (CBF) yang
dimulai pada daerah oksipital dan meluas pelan-pelan ke depan sebagai seperti suatu
gelombang (spreading oligemia; dan dapat menyeberang korteks dengan kecepatan 2-3
mm per menit. hal ini berlangsung beberapa jam dan kemudian barulah diikuti proses
hiperemia. Pembuluh darah vasodilatasi, blood flow berkurang, kemudian terjadi reaktif
hiperglikemia dan oligemia pada daerah oksipital, kejadian depolarisasi sel saraf
menghasilkan gejala scintillating aura, kemudian aktifitas sel saraf menurun
menimbulkan gejala skotoma. Peristiwa kejadian tersebut disebut suatu cortical spreading
depression (CDS). CDS menyebabkan hiperemia yang berlama didalam duramater,
edema neurogenik didalam meningens dan aktivasi neuronal didalam TNC (trigeminal
nucleus caudalis) ipsilateral. Timbulnya CSD dan aura migren tersebut mempunyai
kontribusi pada aktivasi trigeminal, yang akan mencetuskan timbulnya nyeri kepala. Pada
serangan migren, akan terjadi fenomena pain pathway pada sistem trigeminovaskuler,
dimana terjadi aktivasi reseptor NMDA, yang kemudian diikuti peninggian Ca sebagai
penghantar yang menaikkan aktivasi proteinkinase seperti misalnya 5-HT IB/ID,
bradykinine, prostaglandin, dan juga mengaktivasi enzym NOS. Proses tersebutlah
sebagai penyebab adanya penyebaran nyeri, allodynia dan hiperalgesia pada penderita
migren. (Landy SH, 2003; Lauritzen M, 2001; Bolay H, et.al 2001)
Fase sentral sensitisasi pada migren, induksi nyeri ditimbulkan oleh komponen
inflamasi yang dilepas dari dura, seperti oleh ion potasium, protons, histamin,
5HT(serotonin), bradikin, prostaglandin E di pembuluh darah serebral, dan serabut safar
yang dapat menimbulkan nyeri kepala. Pengalih komponen inflamasi tersebut terhadap
reseptor C fiber di meningens dapat dihambat dengan obat-obatan NSAIDs (non steroid
anti inflammation drugs) dan 5-HT 1B/1D agonist, yang memblokade reseptor vanilloid
dan reseptor acid-sensittive ion channel yang juga berperan melepaskan unsur protein
inflamator). (Landy SH, 2003)
Fase berikutnya dari sensitisasi sentral dimediasi oleh aktivasi reseptor presinap
NMDA purinergic yang mengikat adenosine triphosphat(reseptor P2X3) dan reseptor 5HT IB/ID pada terminal sentral dari nosiseptor C tiber. Nosiseptor C-fiber memperbanyak
pelepasan transmitter. Jadi obat-obatan yang mengurangi pelepasan transmitter seperti
mu-opiate, adenosine dan 5-HT IB/ID reseptor agonist, dapat mengurangi induksi
daripada sensitisasi sentral.
Proses sensitisasi di reseptor meningeal perivaskuler mengakibatkan hipersensitivitas
intrakranial dengan manifestasi sebagai perasaan nyeri yang ditimbulkan oleh berbatuk,
rasa mengikat dikepala, atau pada saat menolehkan kepala. Sedangkan sensitivitas pada
sentral neuron trigeminal menerangkan proses timbulnya nyeri tekan pada daerah
ektrakranial dan cutaneus allodynia. Sehingga ada pendapat bahwa adanya cutaneus
allodynia (CA) dapat sebagai marker dari adanya sentral sensitisasi pada migren.
Pada pemberian sumaptriptan maka aktivitas batang otak akan stabil dan
menyebabkan gejala migrenpun akan menghilang sesuai dengan pengurangan aktivasi di
cingulate, auditory dan visual association cortical. Hal itu menunjukkan bahwa
11 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
patogenesis migren sehubungan dengan adanya aktivitas yang imbalance antara brain
stem nuclei regulating antinoception dengan vascular control. Juga diduga bahwa adanya
aktivasi batang otak yang menetap itu berkaitan dengan durasi serangan migren dan
adanya serangan ulang migren sesudah efek obat sumatriptan tersebut menghilang. (Lake
III AE, Saper JR. 2002)
Kruit MC dalam laporan penelitiannya yang dimuat pada The Journal of American
Medical Association Januari 2004 vol 291 mengenai gambaran MRI yang supersensitif
pada 161 pasien migren dibandingkan dengan 141 orang tanpa migren. Temuan ini telah
mengubah pandangan terhadap migren yang selama ini dianggap sebagai suatu episodic
disorder dengan gejala transient menjadi suatu chronic progressive disorder yang
mengakibatkan perubahan permanen dari parenkhim otak. Pada subyek kontrol tanpa
migren didapati 38% adanya tiny brain lesion. Peneliti mendapatkan adanya lesi diotak
yang lebih banyak dan lebih luas pada pasien wanita migren 2 kali banyak dibandingkan
dengan laki2 secara signifikan. Pasien yang lebih sering mendapat serangan migren dan
juga disertai aura lebih banyak menunjukkan lesi infark dibandingkan tanpa aura. (Buzzi
MG, 2003)
2.3.2. Nyeri Kepala Klaster
Sindrom ini berbeda dengan migren, walaupun sama-sama ditandai oleh nyeri kepala
unilateral, dan dapat terjadi bersamaan. Mekanisme histaminergik dan humoral
diperkirakan mendasari gejala otonom yang terjadi bersamaan dengan nyeri kepala ini.
Pasien biasanya laki-laki, onset usia 20 hingga 60 tahun. Pasien merasakan serangan
nyeri hebat di sekitar satu mata(selalu pada sisi yang sama) selama 20 hingga 120 menit,
dapat berulang beberapa kali dalam sehari, dan sering membangunkan pasien lebih dari
satu kali dalam semalam. Alkohol juga dapat mencetuskan serangan. Pola ini berlangsung
selama berhari-hari, berminggu-minggu bahkan bulanan kemudian bebas serangan selam
berhari-hari, berminggu-minggu, bulan bahkan tahunan. Tidak seperti migren, pasien
nyeri kepala klaster seringkali gelisah selama serangan dan tampak kemerahan
(Fauci, 2008).
2.3.3. Nyeri Kepala Tipe-Tegang/ Tension Type Headache (TTH)
Nyeri kepala ini merupakan kondisi yang sering terjadi dengan penyebab belum
diketahui, walaupun telah diterima bahawa kontraksi otot kepala dan leher merupakan
mekanisme penyebab nyeri. Kontraksi otot dapat dipicu oleh faktor-faktor psikogenik
yaitu ansietas atau depresi atau oleh penyakit lokal pada kepala dan leher
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type
Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak
mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat
berlangsung selama 30 menit 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila
frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.
(Dewanto G, dkk. 2009)
Pasien umumnya pasien akan mengalami nyeri kepala yang sehari-hari yang dapat
menetap selama beberapa bulan atau tahun. Nyeri dapat memburuk pada sore hari dan
umumnya tidak responsif terhadap obat-obatan analgesik sederhana. Nyeri kepala ini juga
besifat bervariasi. Nyeri kepala bervariasi adalah nyeri yang dimulai dari nyeri tumpul di
berbagai tempat hingga sensasi tekanan yang menyeluruh sampai perasaan kepala diikat
ketat. Selain kadang ada mual, tidak ada gejala penyerta lainnya dan pemeriksaan
neurologis adalah normal. (Kaufman, 1985).
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja
dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang
12 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
skelet. Jadi dianggap yang lebih sahih pada saat ini adalah peran miofascial terhadap
timbulnya tension type headache.
Untuk jenis TTH episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap nosiseptor,
sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi otot sefalik secara
involunter, berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory activity, dan
hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan terhadap timbulnya
nyeri pada Tension type Headache. Semua nilai ambang pressure pain detection, thermal
& electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun ekstrasefalik
Stress dan depresi pada umumnya berperan sebagai faktor pencetus (87%), exacerbasi
maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala. Prevalensi life time depresi pada
penduduk adalah sekitar 17%. Pada penderita depresi dijumpai adanya defisit kadar
serotonin dan noradrenalin di otaknya.
Pada suatu penelitian dengan PET Scan, ternyata membuktikan bahwa kecepatan
biosintesa serotonin pada pria jauh lebih cepat 52% dibandingkan dengan wanita. Dengan
bukti tersebut di asumsikan bahwa memang terbukti bahwa angka kejadian depresi pada
wanita lebih tinggi 2- 3 kali dari pria.
(Sjahrir H, 2004)
2.4. Penatalaksanaan Nyeri Kepala
Bagi migren, pasien akan merasa lebih nyaman berbaring di ruangan gelap dan tidur.
Analgesik sederhana seperti parasetamol atau aspirin diberikan dengan kombinasi antiemetic.
Episode yang tidak responsive dengan terapi di atas dapat diberikan ergotamin, suatu
vasokonstriktor poten atau sumatriptan, agonis reseptor selektif 5-HT yang dapat diberikan
subkutan, intranasal atau oral. Kedua obat tersebut memiliki kelemahan. Alkaloid ergot dapat
menimbulkan keracunan akut dengan gejala muntah, nyeri dan kelemahan otot
(Katzung,1998)
Terapi bagi nyeri kepala klaster meliputi penggunaan ergotamin , sumatriptan atau
kortikosteroid selama 2 minggu dengan dosis diturunkan bertahap. Terapi jangka panjang
untuk pencegahan rekurensi meliputi penggunaan metisergid,verapamil atau pizotifen. Litium
dapat membantu jika nyeri menjadi kronik tetapi kadarnya dalam darah harus dipantau
(Tripathi,2003).
Terapi biasanya tidak memuaskan untuk nyeri kepala tipe tegang. Beberapa pasien mungkin
merasa lebih baik jika diyakinkan tidak ada penyakit dasar, tetapi hal ini kurang membantu
jika pola perilaku telah menjadi selama beberapa bulan atau tahunan. Terutama jika
kemungkinan besar didasari oleh keadaan psikogenik, maka terapi trisiklik atau komponen
lain selama 3-6 bulan dapat membantu (Syarif,2007). Pasien yang lain mungkin merasa lebih
baik dengan bantuan ahli fisioterapi (Brain dan Walton, 1969).
Obat-obatan yang sering dipakai & mekanismenya :
1. Acetaminophen: inhibisi sintesa prostaglandin di CNS, inhibisi aktifitas nosiseptif via
reseptor 5HT
2. Aspirin: inhibisi sintesa prostaglandin dan leukotriene
3. NSAIDs : inhibisi sintesa cyclooxygenase, prostaglandin, lipoxygenase & leukotriene,
prostaglandin receptor antagonism
4. Caffeine: Stimulasi reseptor adenosine, enhanced analgesia, memperbesar potensi
absorbsi gastrointestinal
5. Ergots(ergotarnine tartrate, dihydroergotamine) : suatu selektif arterial konstriktor yang
kuat dan mempunyai daya ikat kuat melalui otot dinding arteri.
6. Opioids: stimulasi reseptor opioid endogen
7. Triptans : berikatan dengan reseptor 5HT1B, 5HT1D, 5HT1F, menginhibisi neuronal
dengan cara blokade aferen sensoris pada n.trigeminal, memblokade pelepasan vasoactive
14 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
peptide dan juga proses inflamasi neurovaskuler di dura maupun meningens. Juga
mempunyai efek vasokonstruksi dari pembuluh darah serebral dan dural yang
mengakibatkan pengaruhnya terhadap cerebral blood flow.
8. steroids: anti inflamasi terhadap neurogenik inflamasi steril, mengurangi edema
vasogenik, inhibisi terhadap dorsal raphe nuclei.
9. Betabloker : Inhibisi pelepasan NE dengan cara blokade pre junctional beta receptors,
memperlambat reduksi dari aktivitas tyropsine hydroxylase dalam hal sintesa NE, efek
agonis pada 5HT1 reseptor, efek antagonis pada 5HT2
10. Ca Channel antagonis : mempengaruhi Ca influx dalam mencegah vasokonstruksi dan
pelepasan SP
11. Cyproheptadine: Potent 5HT1 & 5HT2 antagonist
12. Pizotifen : 5HT2 antagonist
13. SSRI antidepresan: Selective serotonin reuptake inhibitor
(Headache Council Philippine Neurological Association, 2000)
Pengobatan non farmakologik untuk nyeri kepala primer.
Pengobatan Alternatif
Zanchin G, dkk (2001) meneliti penggunaan self-manipulasi penanggulangan nyeri
kepala primer pada sekitar 400 penderita di dua kota Padua dan Parma Headache Centres,
Italy. Ternyata 65% (258 orang) menggunakan beberapa 21 jenis self manipulasi terhadap
beberapa letak di kepalanya untuk mengatasi nyeri kepalanya tersebut. Yaitu 30%
melakukan kompresi/penekanan, 27% kompres dingin, 25% massage/pijit, 8% kompres
panas terhadap daerah kepalanya yang dirasa sakit. Dari self manipulasi tersebut ternyata
hanya dapat mengurangi nyerinya secara temporer sekitar 8% saja. Kelihatan disini
bahwa manipulasi kompresi/penekanan lebih bermanfaat dibandingkan dengan
manipulasi lainnya. Kompresi/penekanan dilakukan dengan tangan, jari atau benda yang
padat ataupun dengan diikat dengan saputangan. Kompres dingin dengan cara handuk
dingin atau dengan ice bag. Massage/pijit dengan self massage, pijit sendiri atau di pijit
oleh orang lain. Kompres panas dengan cara, handuk panas, hair dryer atau dengan hot
shower.
Botulinum toxin A (BTX A)
Terapi nyeri kepala dengan botulinum toxin A adalaq relatif baru.Bagaimana mekanisme
BTX A dapat mengurangi nyeri kepala yang tepat belum lab diketahui. Diduga BTX A
mempunyai target menurunkan CGRP maupun SP, dan sebagai muscle relaxant. (Ondo
WG, 2004)
2.5. Pencegahan Sakit Kepala
Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu mengatur pola tidur yang
sam setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan sehat dan teratur, kurangi stress,
menghindari pemicu sakit kepala yang telah diketahui.
2.6. Prognosis dan Indikasi Rujuk Sakit Kepala
Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi
merujuk adalahsebagai berikut: (1) sakit kepala yang tiba tiba dan timbul kekakuan di leher,
(2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit kepala setelah terkena
trauma mekanik pada kepala, (4) sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga, (5)
sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami serangan,
(6) sakit kepala yang rekuren pada anak.
Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).
Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls
yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik (gangguan konversi).
Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).
3.3. Patofisiologi
The pathophysiology of somatization and somatization disorder is unknown. Primary
somatoform disorders may be associated with a heightened awareness of normal bodily
sensations. This heightened awareness may be paired with a cognitive bias to interpret any
physical symptom as indicative of medical illness. Autonomic arousal may be high in some
patients with somatization. This autonomic arousal may be associated with physiologic
effects of endogenous noradrenergic compounds such as tachycardia or gastric hypermotility.
Heightened arousal also may induce muscle tension and pain associated with muscular
hyperactivity, as is seen with muscle tension headaches.
http://emedicine.medscape.com/article/294908-overview#a0104
3.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang
disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif
dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya
(Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau
menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat
merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang
dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam
bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak
konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan
manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit
yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk,
2005).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang
lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan
bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang
dapat ditemukan.
Gambaran keluhan gejala somatoform:
Neuropsikiatri:
Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ;
Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya
Kardiopulmonal:
Jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati
Gastrointestinal:
Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang
dapat menyembuhkannya
Genitourinaria:
Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan
namun tidak di temukan apa-apa
Musculoskeletal
17 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu
Sensoris:
Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan
membantu
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis,
gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.
Klasifikasi dan Diagnosis
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :
F.45.0 gangguan somatisasi
F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci
F.45.2 gangguan hipokondriasis
F.45.3 disfungsi otonomik somatoform
F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap
F.45.5 gangguan somatoform lainnya
F.45.6 gangguan somayoform YTT
DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah
dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh. Pada bagian psikiatri, gangguan
yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis.
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Anti anxietas dan antidepressan
Prognosis
Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan.
Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul
5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas
tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitifbehavioural
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan pada
opioid
4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID
5. Pertimbangkan akupunktur
Prognosis :
Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,
cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).
F.45.8 Gangguan Somatoform Lainnya
Pedoman Diagnostik :
- Keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada bagian
tubuh/sistem tertentu
- Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan
- Termasuk didalamnya, pruritus psikogenik, globus histericus(perasaan ada benjolan
di kerongkongan>>>disfagia) dan dismenore psikogenik
Tambahan DSM IV
Gangguan Konversi
Definisi
Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau kendala
dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan
konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan
penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom
fisik. Simptom-simptom itu tidak dibuat secara sengaja atau yang disebut malingering.
Simptom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang
tentara dapat menjadi lumpuh saat pertempuran yang hebat, misalnya.
Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa
gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif
yang direpresikan ke simptom fisik. Gangguan ini sebelumnya disebut neurosis histerikal
atau histeria dan memainkan peranan penting dalam perkembangan psikoanalisis Freud.
25 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
Menurut DSM, simptom konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis umum
yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunter atau fungsi
sensoris. Beberapa pola simptom yang klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsi, masalah
dalam koordinasi, kebutaan, dan tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di
depan mata), kehilangan indra pendengaran atau penciuman, atau kehilangan rasa pada
anggota badan (anastesi).
Simptom-simptom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering kali tidak
sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya konversi epilepsi, tidak seperti pasien
epilepsi yang sebenarnya, dapat mempertahankan kontrol pembuangan saat kambuh; konversi
kebutaan, orang yang penglihatannya seharusnya mengalami hendaya dapat berjalan ke
kantor dokter tanpa membentur mebel; orang yang menjadi tidak mampu berdiri atau
berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal.
Etiologi
- Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud: disebabkan ketika seseorang
mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun
afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan
dari kesadaran.
- Teori behavioral, Ullman & Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), terjadi
karena individu mengadopsi simptom untuk mencapai suatu tujuan. Individu berusaha
untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang
dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan
bereaksi.
Epidemiologi
Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-anak
(akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan setelah 35 tahun.
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi
Ciri-ciri diagnostik dari gangguan konversi adalah sebagai berikut:
Paling tidak terdapat satu simptom atau defisit yang melibatkan fungsi motorik
volunternya atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya gangguan fisik.
Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena onset atau
kambuhnya simptom fisik terkait dengan munculnya
Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simptom fisik tersebut atau berpurapura memilikinya dengan tujuan tertentu.
Simptom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respon, juga tidak
dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apa pun melalui landasan pengujian yang tepat.
Simptom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau lebih
area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin perhatian
medis.
Simptom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual, juga tidak
dapat disebabkan oleh gangguan mental lain. Akan tetapi, beberapa orang dengan
gangguan konversi menunjukkan ketidakpedulian yang mengejutkan terhadap
simptom-simptom yang muncul, suatu fenomena yang diistilahkan sebagai la belle
indifference (ketidakpedulian yang indah).
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
26 | Skenario 3 Blok Saraf dan Perilaku R.A. Wita Ferani K. 1102009229
Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (AtTaghabun: 14)
Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan:
74)
Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri
lebih dari satu. (AI-Ghazali)
Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang
tidak menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri kepada suami
dalam hal ketaatan kepada Allah.
Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan
paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(AthThalaq: 7)
Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi,
Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)
Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,
tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)
Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah
sendiri. (Abu Dawud).
Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim :
6, Muttafaqun Alaih)
Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukumhukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)
Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)
Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada
istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan. (Nasa i, Muttafaqun Alaih)
Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang
istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya.
(Muslim)
Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni
dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya.
(Tirmidzi)
Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam
keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada
suaminya. .. (Timidzi)
Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat
suami tidak di rumah). (An-Nisa: 34)
Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3)
Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat
bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga
kemaluannya. (An-Nur: 30-31)
Isteri Sholehah
Apabila seorang istri, menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramddhan,
memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya Allah swt. akan
memasukkannya ke dalam surga. (Ibnu Hibban)
Istri sholehah itu lebih sering berada di dalam rumahnya, dan sangat jarang ke luar rumah.
(Al-Ahzab : 33)
Istri sebaiknya melaksanakan shalat lima waktu di dalam rumahnya. Sehingga terjaga dari
fitnah. Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid, dan
shalatnya wanita di kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu
Hibban)
Hendaknya menjadikan istri-istri Rasulullah saw. sebagai tauladan utama.
(M. Luthfi Thomafi dalam milis mencintai-islam)