Oleh :
Revina Andayani, S.Ked
PEMBIMBING :
dr. Damai S, Sp.An
REFERAT ANESTESI
ANESTESI PADA HIPERTIROID
Yang Diajukan Oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari
2014
Pembimbing :
()
dr.Damai S, Sp.An
Kabag. Profesi Dokter
dr.Dona Dewi Nirlawati
(......................................)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertiroid ialah suatu sindroma klinik yang terjadi karena pemaparan
jaringan terhadap hormone tiroid berlebihan. Penyakit tiroid merupakan
penyakit yang banyak ditemui di masyarakat, 5% pada pria dan 15% pada
wanita. Penyakit Graves di Amerika sekitar 1% dan di Inggris 20-27/1000
wanita dan 1.5-2.5/1000 pria, sering ditemui di usia kurang dari 40 tahun.
Ada banyak indikasi untuk pembedahan tiroid, termasuk: keganasan
tiroid, gondok yang memproduksi gejala obstruktif dan atau retrosternal,
hipertiroidisme yang resisten terhadap manajemen medis, kosmetik dan alasan
kecemasan terkait. Pasien dengan hipotiroid biasanya menunjukkan respon
pada terapi tiroksin dan pembedahan jarang diindikasikan. Sangat penting
untuk memastikan bahwa pasien secara klinis dan kimia adalah euthyroid
sebelum memulai operasi tiroid elektif. Terdapat permasalahan jalan napas
pada anestesi terkait pembedahan pada tiroid.
B. Tujuan
Mengetahui patofisiologi, persiapan pra-bedah, premedikasi, induksi dan
teknik anestesi pada hipertiroid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Medial: Larynx, trachea, pharynx, dan oesophagus. Dekat dengan stukturstruktur ini adalah M. cricothyroideus dan suplai sarafnya, N. Laryngeus
eksternus. Di alur antara oesophagus dan trachea terdapat N. Laryngeus
recurrent.
Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan
bagian tengah faring, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu.
Tonjolan pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis
1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang berada ventral di
bawah cabang farings I.
Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal
pouch melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.
Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan
ductus thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak
di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.
Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering
ditemukan di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada
bagian leher yang lain.
Pendarahan
Arteri ke glandula thyroidea adalah a. Thyroidea superior, a. Thyroidea inferior,
dan kadang-kadang a. Thyroidea ima. Arteri-arteri ini saling beranastomosis
dengan luas di permukaan glandula.
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
1. A. thyroidea superior (arteri utama). Cabang dari arteri carotis eksterna,
berjalan turun ke kutub atas setiap lobus, bersama dengan n. Laryngeus
eksternus. Arteri thyroidea superior menembus fascia tiroid dan kemudian
bercabang menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang anterior
mensuplai permukaan anterior kelenjar dan cabang posterior mensuplai
permukaan lateral dan medial.
2. A. thyroidea inferior (arteri utama). Cabang dari truncus thyrocervivcalis
berjalan ke atas di belakang glandula sampai setinggi cartilago cricoidea.
Kemudian membelok ke medial dan ke bawah mencapai pinggir posterior
glandula. N. Laryngeus recurres melintasi di depan atau di belakang arteri
ini, atau mungkin berjalan di antara cabang-cabangnya. Arteri thyroides
serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki banyak resptor pada jaringan. Tiroksin
memiliki banyak reseptor pada protein pengikat plasma di serum yang
mengakibatkan banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat
berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit.
Biosintesis Hormon Thyroid
Iodium adalah adalah bahan dasar yang sangat penting dalam biosintesis
hormon thyroid. Iodium yang dikonsumsi diubah menjadi iodida kemudian
diabsorbsi. Kelenjar thyroid mengkonsentrasikan iodida dengan mentransport
aktif iodida dari sirkulasi ke dalam koloid. Di dalam kelenjar thyroid, iodida
mengalami oksidasi menjadi iodium. Iodium kemudian berikatan dengan molekul
tirosin yang melekat ke tiroglobulin. Tiroglobulin adalah molekul glikoprotein
yang disintesis oleh retikulum endoplasma dan kompleks Golgi sel-sel thyroid.
Enzim yang berperan dalam oksidasi dan pengikatan iodida adalah thyroid
peroksidase. Senyawa yang terbentuk adalah monoiodotirosin (MIT) dan
diodotirosin (DIT). Dua molekul DIT kemudian mengalami suatu kondensasi
oksidatif membentuk tetraiodotironin (T4). Triiodotironin (T3) mungkin terbentuk
melalui kondensasi MIT dengan DIT. Dalam thyroid manusia normal, distribusi
rata-rata senyawa beriodium adalah 23 % MIT, 33 % DIT, 35 % T4 dan 7 % T3.
Sekresi Hormon Thyroid
Sel-sel thyroid mengambil koloid melalui proses endositosis. Di dalam sel,
globulus koloid menyatu dengan lisosom. Ikatan peptida antara residu beriodium
dengan tiroglobulin terputus oleh protease di dalam lisosom, dan T4, T3, DIT
serta MIT dibebaskan ke dalam sitoplasma. T4 dan T3 bebas kemudian melewati
membran sel dan dilepaskan ke dalam sirkulasi. MIT dan DIT tidak disekresikan
ke dalam darah karena iodiumnya sudah dibebasakan dan iodiumnya digunakan
kembali oleh kelenjar.
Transport dan Metabolisme Hormon Thyroid
Dari ketiga
protein pengikat tiroksin, TBG merupakan protein pengikat yang paling spesifik.
Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat
ini dibandingkan dengan triiodotironin. Akibatnya triiodotironin lebih mudah
berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa
aktifitas metabolik triiodotironin lebih besar.
Perubahan konsentrasi TBG dapat menyebabkan perubahan kadar tiroksin
total dalam sirkulasi. Peningkatan TBG, seperti pada kehamilan, pemakaian pil
kontrasepsi,
hepatitis,
sirosis
primer
kandung
empedu
dan
karsinoma
dan
mitokondria.
10
Mekanisme kerja yang bersifat genomik dapat dijelaskan sebagai berikut, hormon
thyroid yang tidak terikat melewati membran sel, kemudian masuk ke dalam inti
sel dan berikatan dengan reseptor thyroid (TR). T3 dan T4 masing-masing
berikatan dengan reseptor tersebut, tetapi ikatannya tidak sama erat. T3 terikat
lebih erat daripada T4. Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan
DNA melalui jari-jari zinc dan meningkatkan atau pada beberapa keadaan
menurunkan ekspresi berbagai gen yang mengkode enzim yang mengatur fungsi
sel. Ada dua gen TR manusia, yaitu gen reseptor pada kromosom 17 dan gen
reseptor pada kromosom 3.
Dengan ikatan alternatif, setiap gen membentuk paling tidak dua mRNA
yang berbeda, sehingga akan terbentuk dua protein reseptor yang berbeda. TR2
hanya ditemukan di otak, sedangkan TR1, TR2 dan TR1 tersebar secara luas.
TR2 berbeda dari ketiga reseptor yang lain, yaitu tidak mengikat T3 dan
fungsinya belum diketahui. Reseptor thyroid (TR) berikatan dengan DNA sebagai
monomer, homodimer dan heterodimer bersama dengan reseptor inti yang lain.
Dalam hampir semua kerjanya, T3 bekerja lebih cepat dan 3-5 kali lebih kuat
daripada T4. Hal ini disebabkan karena ikatan T3 dengan protein plasma kurang
erat, tetapi terikat lebih erat pada reseptor hormon thyroid.
Efek Hormon Thyroid
Secara umum efek hormon thyroid adalah meningkatkan aktifitas
metabolisme pada hampir semua jaringan dan organ tubuh, karena perangsangan
konsumsi oksigen semua sel-sel tubuh. Kecepatan tumbuh pada anak-anak
meningkat, aktifitas beberapa kelenjar endokrin terangsang dan aktifitas mental
lebih cepat.
Efek Kalorigenik Hormon thyroid
T4 dan T3 meningkatkatkan konsumsi O2 hampir pada semua jaringan
yang metabolismenya aktif, kecuali pada jaringan otak orang dewasa, testis,
uterus, kelenjar limfe, limpa dan hipofisis anterior. Beberapa efek kalorigenik
11
hormon thyroid disebabkan oleh metabolisme asam lemak yang dimobilisasi oleh
hormon ini. Di samping itu hormon thyroid meningkatkan aktivitas Na+K+ATPase yang terikat pada membran di banyak jaringan. Bila pada orang
dewasa taraf metabolisme ditingkatkan oleh T4 dan T3, maka akan terjadi
peningkatan ekskresi nitrogen. Bila masukan makanan tidak ditingkatkan pada
kondisi tersebut, maka protein endogen dan simpanan lemak akan diuraikan yang
berakibat pada penurunan berat badan.
Efek Hormon Thyroid pada Sistem Saraf
Hormon thyroid memiliki efek yang kuat pada perkembangan otak. Bagian
SSP yang paling dipengaruhi adalah korteks serebri dan ganglia basalis. Di
samping itu, kokhlea juga dipengaruhi. Akibatnya, defisiensi hormon thyroid yang
terjadi selama masa perkembangan akan menyebabkan retardasi mental, kekakuan
motorik dan ketulian. Hormon thyroid juga menimbulkan efek pada refleks.
Waktu reaksi refleks regang menjadi lebih singkat pada hipertiroidisme dan
memanjang pada hipotiroidisme. Pada hipertiroidisme, terjadi tremor halus pada
otot. Tremor tersebut mungkin disebabkan karena peningkatan aktivitas pada
daerah-daerah medula spinalis yang mengatur tonus otot.
Efek Hormon Thyroid pada Jantung
Hormon thyroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian
disebabkan karena kerja langsung T3 pada miosit, dan sebagian melalui interaksi
dengan katekolamin dan sistem saraf simpatis. Hormon thyroid meningkatkan
jumlah dan afinitas reseptor -adrenergik pada jantung, sehingga meningkatkan
kepekaannya terhadap efek inotropik dan kronotropik katekolamin. Hormonhormon ini juga mempengaruhi jenis miosin yang ditemukan pada otot jantung.
Pada pengobatan dengan hormon thyroid, terjadi peningkatan kadar myosin heavy
chain- (MHC-), sehingga meningkatkan kecepatan kontraksi otot jantung.
Efek Hormon Thyroid pada Otot Rangka
12
thyroid
merangsang
hampir
semua
aspek
metabolisme
konsentrasi
kolesterol
plasma
disebabkan
oleh
peningkatan
13
14
15
A.
lebih banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut
juga tirotoksikosis. Secara epidemiologi, 1 persen populasi di Amerika memiliki
resiko untuk menderita hipertiroid. Wanita lebih banyak mengalami kejadian ini
dibandingkan dengan pria.
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Hipertiroidsme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh
kelenjar tiroid yang hiperkatif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama,
karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti yang makin penuh.
B.
Etiologi :
16
17
yang
berjumlah
sangat
banyak,
dimana
HCG
dapat
C. Patofisiologi Hipertiroid
Hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dibentuk di sel epitel (tirosit)
yang mengelilingi folikel kelenjar tiroid. Pembentukan dan pelepasan T3 dan T4
serta pertumbuhan kelenjar tiroid dirangsang oleh tirotropin (TSH) dari hipofisis
anterior. Pelepasannya selanjutnya dirangsang oleh TRH dari hipotalamus. Stress
dan estrogen akan meningkatkan pelepasan TSH, sedangkan glukokortikoid,
somastotatin, dan dopamine akan menghambatnya.
Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti
sejumlah besar gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim
protein, protein struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil
akhirnya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.
Hormon
tiroid
meningkatkan
aktivitas
metabolik
selular
dengan
cara
18
Gejala
Subyektif
Dispnoe
deffort
Palpitasi
Angka
Gejala
Obyektif
Ada
Tidak
+1
Tiroid Teraba
+3
-3
+2
Bising tiroid
+2
-2
19
Lelah
+2
Eksoftalmus
+2
-5
Lid Retraction
+2
+5
Lid Lag
+1
+3
Hiperkinesis
+4
-2
Nervous
+2
Tangan panas
+2
-2
Tangan basah
+1
Nadi
-3
80-90 x/menit
>90 xmenit
+3
Tahan
terhadap suhu
panas
Tahan dingin
Keringat
banyak
Nafsu makan
bertambah
Nafsu makan
berkurang
Berat badan
naik
Berat badan
turun
Fibrilasi
atrium
+3
<80x/menit
-3
-3
+3
+3
20 : hipertiroid
20
Usia Mulai :
15-24 : 0
25-34 : 4
35-44 : 8
45-54 :12
>55 : 16
Untuk fase awal penentuan diagnosis perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal
keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh
hormon tiroid, sehingga lamban pulih (lazy pituitary). Untuk memeriksa mata
disamping klinis digunakan alat eksofalmometer Herthl. Karena hormon tiroid
berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada
organ kita.1
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan berikut :
1. Laboratorium TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit
(bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
21
2. EKG
3. Foto thoraks
a. Pemeriksaan penunjang :
1. Kadar T4 dan T3 total
Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena
peningkatan kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan
kadar T4 total diatas 190 nmol/liter (15 ug/dl) menyokong diagnosis
hipertiroidisme.
2. Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3)
Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena
tidak dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti
melaporkan bahwa kadar fT4 dan fT3 sedikit menurun pada
kehamilan, sehingga kadar yang normal saja mungkin sudah dapat
menunjukkan hipertiroidisme.
3. Indeks T4 bebas (fT4I)
Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan
aktifitas tiroid yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan
pilihan yang paling baik. Dari segi biaya, pemeriksaan ini cukup mahal
oleh karena dua pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu kadar fT4 dan
T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif). Tetapi dari segi diagnostik,
pemeriksaan inilah yang paling baik pada saat ini.
4. Tes TRH
Tes
ini
sebenarnya
sangat
baik
khususnya
pada
penderita
22
yang subklinis. Dengan pengembangan tes ini, maka tes TRH mulai
banyak ditinggalkan.
6. Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)
Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita
hipertiroidisme Grave hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti
penting yaitu :
a. Menunjukkan bahwa apabila obat
anti
tiroid dihentikan,
kemungkinan besar penderita akan relaps. Dengan kata lain obat anti
tiroid tidak berhasil menekan proses otoimun.
b. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat
TSI melewati plasenta dengan mudah.
E. Penatalaksanaan
Tujuan terapi hipertiroidisme adalah mengurangi sekresi kelenjar tiroid. Sasaran
terapi dengan menekan produksi hormon tiroid atau merusak jaringan kelenjar
(dengan yodium radioaktif atau pengangkatan kelenjar). Adapun penatalaksanaan
terapi hipertiroidisme meliputi terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi.
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan:
1. Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 26003000 kalori per hari baik dari makanan maupun dari suplemen.
2. Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kg berat badan) per
hari untuk mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan
telur.
3. Olah raga secara teratur.
4. Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar
metabolisme.
a. Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid
23
tiroglobulin
dan
menghambat
sintesis
tiroglobulin.
Sedangkan
24
mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat
diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons
pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan
metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan
klinis eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal
belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan
bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor
penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.
untuk
mengendalikan
manifestasi
klinis
tirotoksikosis
25
c. Obat-obatan Lain
Pembedahan
(Indikasi)
26
Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50
tahun yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek
ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi
local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain
disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam
perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik.
Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan
tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi
hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1
tahun. Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna
untuk kemudian dengan cepat pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau
menyusui. Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium
radioaktif perlu dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain
kedua keadaan diatas, tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium
radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat. Cara pengobatan
ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh. Reaksi alergi
terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium dalam dosis
I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.
Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 12 minggu, dan bila perlu terapi
dapat diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obatobat penyekat beta dan atau OAT. Respons terhadap pengobatan yodium
radioaktif terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain
seperti faktor imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium dalam makanan sehari-
27
hari. Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah
hipotiroidisme. Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis,
makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian
hipotiroidisme. Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 Ci/g berat
jaringan tiroid, didapatkan angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2
tahun pertama dan sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya.
F. Komplikasi
Krisis tiroid merupakan komplikasi hipertiroidisme yang jarang terjadi
tetapi
berpotensi
fatal.
Pasien
biasanya
memperlihatkan
keadaan
hipermetabolik yang ditandai oleh demam tinggi, takikardi, mual, muntah, agitasi,
dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau koma
yang disertai dengan hipotensi. Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi selsel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme
berat yang melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat
dari tirotoksikosis.
Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin
menguat
seiring
meningkatnya
pelepasan
hormon
tiroid
atau
meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada pemeriksaan fisik,
ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi 38,5oC. Pasien bahkan
dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat berlebih.
Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain hipertensi dengan
tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok.
Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung
antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi
takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik
mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien,
tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan
goiter. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecurigaan akan terjadi krisis tiroid
28
29
Preoperatif
Pasien yang menjalani tindakan pembedahan tetap diperlakukan seperti
pasien-pasien lain yang akan menjalani prosedur pembedahan dengan penekanan
pada
anamnesis
serta
pemeriksaan
fisik
maupun
penunjang
untuk
mengidentifikasi kelainan fungsi tiroidnya. Gejala dan tanda yang harus menjadi
perhatian utama pasien hipertiroid adalah terkait dengan fungsi jantung dan
respirasi. Pasien dengan goiter yang besar memiliki problem potensial terkait
dengan jalan napasnya. Sehingga, pada pasien ini, penilaian jalan napas menjadi
hal utama yang harus dinilai dengan cermat. Pasien dapat memberikan gejala
kesulitan napas misalnya positional dyspnoe dan hal ini dapat dihubungkan
dengan beberapa derajat dari disfagia. Pasien juga dapat menunjukkan gejala
sumbatan pada vena cava terutama pada kasus goiter retrosternal. Beberapa
penilaian lain terhadap jalan napas dapat beruba penilaian jarak tiromental, derajat
30
protrusi gigi bawah, keterbatasan gerak dari leher dan observasi struktur faring.
(Farling PA,2000)
Pasien dinilai tekanan darah, temperatur, denyut dan ritme jantungnya.
Selain itu juga dinilai gejala-gejala yang berhubungan dengan miopati,
manifestasi sistem saraf pusat ( misal : kondisi gugup), tanda-tanda di mata, tanda
dehidrasi, maupun adanya kehamilann maupun kehamilan mola. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan di antaranya pemeriksaan EKG, profil darah tes
fungsi pembekuan darah,CT scan leher, foto rontgen dada (terutama pada pasien
goiter). Pasien juga harus dinilai apakah akan menjalani pembedahan elektif atau
pembedahan emergency. (Susan,H et Noorily MD, 2007 )
Pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan elektif, termasuk
tindakan tiroidektomi subtotal, harus ditunda hingga pasien mengalami keadaan
klinis dan kimiawi yang eutiroid. Penilaian preoperatif harus termasuk penilaian
terhadap fungsi tiroid. Nadi isitirahat yang direkomendasikan adalah 85 kali/menit.
Benzodizepin adalah pilihan yang baik untuk sedasi preoperatif.(Morgan, 2006).
Meski demikian, beberapa berpendapat bahwa pemberian sedasi yang berlebihan
tidak dianjurkan terutama pada pasien yang memiliki goiter yang besar yang
mengganggu airway. Meskipun hal ini sebenaranya tidak berhubungan langsung
dengan kondisi hipertiroidnya,lebih pada gangguan jalan napasnya.(Roizen M. et
Fleisher L, 2010). Preparasi cepat dibutuhkan untuk pasien yang akan menjalani
pembedahan darurat. Preparasi cepat ini dilakukan dengan memberikan kombinasi
beta-bloker, kortikosteroid, thionamid, iodium dan asam iopanoic (mengandung
iodium dan penghambat pelepasan hormon tiroid). Wanita yang akan menjalani
evakuasi darurat dari mola hidatidosa dapat dalam keadaan hipertiroid dan
memiliki resiko terjadi badai tiroid. (Susan,H et Noorily MD,2007)
Obat antitiroid dan antagonis -adrenergik dilanjutkan sampai pagi hari
operasi. Pemberian Prophylthiouracil dan methimazole adalah penting karena
kedua obat ini memiliki waktu paruh yag pendek. Apabila akan dilakukan
31
Hipertiroid tidak
32
33
subtotal
dihubungkan
dengan
beberapa
komplikasi
pembedahan. Cedera pada nervus reccurent laryngeal akan berakibat pada suara
serak (jika unilateral) atau afonia dan stridor (bilateral). Fungsi pita suara dapat
dievaluasi dengan laringoskopi segera setelah ekstubasi dalam, meskipun hal ini
jarang diperlukan. Kegagalan gerak dari satu atau dua pita suara memerlukan
intubsi dan eksplorasi luka. Formasi hematom dapat menyebabkan airway
compromise dari kolapsnya trakhea pada pasien dengan trakheomalasia.
Hipoparatiroid dari terpotongnya kelenjar paratiroid yang tidak disengaja dapat
menyebabkan hipokalsemia dalam 12-72 jam. (Morgan, 2006). Pasien yang
menjalani subtotaltiroidektomi juga beresiko mengalami hipotiroid paska
pembedahan dengan insidensi sebanyak 60%. Sedangkan untuk pasien yang
menjalani total tiroidektomi, sebagian besar akan mengalami hipotiroid paska
pembedahan (Crisaldo S et Mercado A.,2005)
Hipotiroid
A.
Definisi
Hipotiroidisme adalah kumpulan sindroma yang disebabkan oleh
konsentrasi hormon
tiroid yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan laju metabolisme
tubuh secara umum. Kejadian hipotiroidisme sangat bervariasi , dipengaruhi
oleh faktor geografik dan lingkungan seperti asupan iodium dan goitrogen,
predisposisi genetik dan usia. Hipotiroidisme merupakan suatu sindroma
klinis akibat penurunan produksi dan sekresi hormon tiroid. Hal tersebut
akan mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan penurunan
glukosaminoglikan di interstisial terutama dikulit dan otot.
B. Etiologi
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan menjadi hipotiroidisme primer,
sekunder,
tersier, serta resistensi jaringan tubuh terhadap hormon tiroid.
Hipotiroidisme primer terjadi akibat kegagalan tiroid memproduksi
hormon tiroid, sedangkan hipotiroidisme sekunder adalah akibat defisiensi
hormon TSH yang dihasilkan oleh hipofisis. Hipotiroidisme tersier
34
35
36
37
38
39
40
Akibat adanya gangguan metabolisme dan bersihan obat dihati dan ginjal,
pasien dengan hipotiroidisme memiliki sensitivitas yang meningkat
terhadap obat-obatan (anestesi, perioperatif).
Periode pemulihan kesadaran memanjang, penekanan fungsi respirasi dan
fase hipotensi yang juga memanjang.
42
43
44
Penilaian Preoperatif
Penilaian Preoperatif dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang berkaitan dengan kelenjar tiroid, serta efek metabolik tiroid
seperti hipertiroid ataupun hipotiroid seperti yang telah dijelaskan di atas.
Pembedahan elektif harus ditunda sampai pasien eutiroid. Pada hari operasi, obat
antitiroid biasanya harus diberikan
kecuali
untuk
Carbimazole
karena
tetapi
harus
dihindari
jika
ada
kekhawatiran
gangguan
Manajemen Intraoperatif
Secara historis operasi tiroid dilakukan dengan anestesi lokal. Anestesi
umum sekarang merupakan teknik yang lebih baik tetapi teknik anestesi regional
masih memiliki tempat baik sebagai teknik tunggal dengan atau tanpa sedasi atau
bersama anestesi umum untuk meningkatkan analgesia.
Anestesi Regional
Teknik yang umum digunakan adalah blok bilateral pleksus superfisial
servikal C2-C4, dilakukan dalam kesadaran penuh dengan atau tanpa
sedasi. Sedasi sadar dapat dicapai melalui penambahan midazolam. Blok pleksus
servikal bilateral memiliki insidensi komplikasi yang lebih tinggi karena terdapat
arteri vertebralis, bisa terjadi injeksi subdural, dan terutama kelumpuhan saraf
frenikus bilateral.
45
Saraf menyuplai bagian anterolateral leher yang muncul dari batas posterior dari
sternocleidomastoid (SCM) sebagai rami anterior C2-C4, yang dibagi menjadi
segmen aurikularis, servikal melintang, oksipital dan saraf supraklavikular.
46
Anestesi Umum
Berbagai teknik dapat digunakan untuk anestesi umum. Pasien dapat diberikan
induksi intravena dan intubasi. Dianjurkan dilakukan ventilasi manual sebelum
memberikan relaksan otot non-depolarising. Perlu dilakuakn pengawasan untuk
menghindari overinflating manset pengunci ET (atau menggunakan manset
manometer) untuk meminimalkan komplikasi pada trakea. Pita suara dapat
disemprotkan dengan lidokain sebelum intubasi, yang dapat membantu
mengurangi batuk. Jika ada keluhan mengenai patensi jalan napas atau anatomi
terganggu alternatif pilihan harus dipertimbangkan.
1.
Induksi inhalasi. Teknik ini termasuk pre oksigenasi yang baik dan induksi
secara bertahap dengan Sevoflurane.
2.
Jika ada kekhawatiran mengenai hambatan jalan napas saat induksi, dapat
digunakan intubasi fibreoptic
3.
Jika salah satu pilihan tersebut tidak cocok, dilakukan trakeostomi dengan
anestesi lokal oleh dokter bedah.
4.
5.
Pengaturan posisi untuk akses bedah yang optimal adalah kepala diekstensikan
penuh dan diganjal dengan bantal bentuk cincin diantara scapulae. Mata harus
cukup
nyaman
terutama
pada
penderita
eksophtalmos.
Lengan
pasien
47
Perdarahan
Perdarahan pascaoperasi dapat menyebabkan kompresi dan obstruksi saluran
napas yang cepat. Tanda-tanda pembengkakan atau pembentukan hematoma yang
melibatkan jalan napas pasien harus segera didekompresi
Edema Laryngeal
Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi trakea traumatik atau akibat
hematoma yang dapat menyebabkan obstruksi drainase vena. Hal ini biasanya
dapat diatasi dengan steroid.
Tracheomalacia
Kemungkinan
tracheomalacia
harus
dipertimbangkan
pada
pasien
yang
48