PENDAHULUAN
Periode
setelah
lahir
merupakan
awal
kehidupan
yang
tidak
frekuensi juga sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita
gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu menderita
penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum.
Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bayi
resiko tinggi dapat hidup dengan baik tanpa mengalami cacat. Hal ini terjadi jika
ia dirawat di ruang perawatan intensif neonatus, dengan tenaga perawat yang
memiliki spesialisasi kealihan di bidang tersebut.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1.
IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Kebangsaan
Agama
No. RM
Pav/kelas
MRS Tanggal
: By. Y
: 8 hari
: Perempuan
: Jl. Tegal Binangun RT 19/ RW 05 kelurahan plaju
darat
: Indonesia
: Islam
: 09.96.14
: Neonatus / III
: 19 September 2013
2.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Lahir tidak langsung menangis
(alloanamnesis)
Bayi perempuan lahir SC atas indikasi gemeli + partus prematurus
imminens dari ibu G1P0A0, hamil preterm 32 -33 minggu, ditolong oleh
dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di ruang OK RSUD
Palembang Bari, saat lahir tidak langsung menangis, APGAR Score 6/8
dilakukan pembersihan jalan nafas, Riwayat KPSW (-), ketuban jernih (+),
ketuban hijau (-), bau busuk (-), kental (-), mekonium (-), anus (+), injeksi
Vit. K (+), BBL 1550 gram,
Resusitasi
Langsung dilakukan diruang OK emergensi oleh dokter (IGD) dengan
apgar score 6/8.
Riwayat kehamilan
Riwayat ibu demam (-)
Riwayat ibu Hipertensi (-)
Riwayat ibu diabetes melitus (-)
Riwayat ibu anemia (-)
Pedigree Keluarga:
Tn. R 24 thn,
Buruh
Ny.
Ny.EY23
20thn,
thn
Ibu rumah tangga
Ibu Rumah Tangga
os
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Thoraks
Cor
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
Genitalia dan Anus
FREKUENSI
< 60x/menit
60 80 x/menit
> 80 x/menit
Tidak sianosis
Sianosis hilang
Sianosis menetap
dengan O2
walaupun diberin O2
NAFAS
SIANOSIS
RETRAKSI
Retraksi ringan
Retraksi berat
AIR ENTRY
Penurunan ringan
udara masuk
masuk
Dapat didengar
Jelas terdengar
dengan stetoskop
tanpa stetoskop
MERINTIH
Tidak merintih
2.4.
DIAGNOSA SEMENTARA
Neo
: Preterm 32 - 34 minggu
Ibu
: G1P0A0
Lahir
: SC
Bayi
: BBLR + RDS
2.5.
DIAGNOSIS KERJA
BBLR + RDS
2.6.
PENATALAKSANAAN
Awal :
1. Inj. Vit K 1 x 1 mg (Intramuskular)
2. Zalf mata Kloramfenicol 1 %
3. Perawatan tali pusat
4. IVFD D 7,5 % + Ca. Gluconas 31 cc gtt 5x/m
5. Inj. Ampicilin 2 x 80 mg (1) iv
6. Inj. Gentamicin 4 mg/24 jam (1) iv
7. Aminofilin 12 mg 3x3 mg
8. Ncpap
9. Jaga suhu tubuh 36,5 37,50C
10. Cek Laboratorium (darah rutin, BSS dan CRP)
11. Rontgen Thorax
2.7.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (19 September 2013)
Hb
: 16,3 g/dl
Ht
: 42 %
Leukosit : 17.900 /mm3
Trombosit : 191.000/mm3
LED
: 4 mm/jam
Diff count : 0/1/2/55/35/7
CRP
: (-)
Gol.Darah : O rh.+
BSS
: 70mg/dl
2.8.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Rontgen Thorax : Cor dan Pulmo tidak ada kelainan
2.9.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsional : dubia ad bonam
2.10.
RESUME
Pada tanggal 19 September 2013 lahir seorang bayi
perempuan, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, lahir SC dari
ibu G1P0A0, Preterm ditolong oleh dokter spesialis kebidanan dan
penyakit kandugan di ruang OK RSUD Palembang Bari, saat lahir
tidak langsung menangis, APGAR Score 6/8 dilakukan pembersihan
jalan nafas, Riwayat KPSW (-) , ketuban hijau (-),kental (-), berbau
busuk (-), mekonium (-), anus(+) LK : 33 cm, , BB= 1550 gram, PB
40 cm. Pada pemeriksaan umum didapatkan tampak sakit sedang,
aktifitas: hipoaktif, refleks hisap: lemah, tangis: kuat, HR 147 x/menit,
pernapasan 62 x/menit, suhu badan 36,7 oC. dilakukan pemeriksaan
darah rutin, didapatkan hasil: hb 16,3 g/dl, ht 42 %, leukosit
17.900/mm3 trombosit 191.000/mm3, LED 4 mm/jam, diff count :
0/1/2/55/35/7, CRP (-) Golda O rhesus +. pasien lalu dirawat ke
Neonatus RSUD Palembang bari untuk dilakukan perawatan.
2.11.
FOLLOW UP
(Tanggal 19 September 2013)
S : (-)
BBL: 1550 gr
O: KU= Sens: CM
BBS: 1550 gr
Aktifitas: hipoaktif
U: 0 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: lemah
Anemis (-), ikterik (-), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 147x/m
RR
: 62 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (+), SI (-), CA (-)
Thorax : Simetris, retraksi(-)
Cor
: BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Aminofilin 12 mg 3x3 mg
Stop oral
OGT DC
Rontgen Thorax
Aminofilin 12 mg 3x3 mg
Stop oral
OGT DC
Rontgen Thorax
Aminofilin 12 mg 3x3 mg
OGT DC
O2 nasal
Asi/pasi 12 x 2 cc
(Tanggal 22 September 2013)
S : Ikterik
BBL: 1550 gr
O: KU= Sens: CM
BBS: 1500 gr
Aktifitas: Aktif
U: 3 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: lemah
Anemis (-), ikterik (+), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 142x/m
RR
: 47 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (-)
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N
Extremitas: Akral hangat (-)
A: BBLR + RDS
Penatalaksanaan
Aminofilin 12 mg 3x3 mg
OGT DC
O2 nasal
Asi/pasi 12 x 3 cc
Foto terapi
10
Aminofilin 12 mg 3x3 mg
OGT DC
O2 nasal
Asi/pasi 12 x 3 cc
Aminofilin 12 mg 3x3 mg
OGT DC
Asi/pasi 12 x 5 cc
11
BBL: 1550 gr
BBS: 1600 gr
Aktifitas: Aktif
U: 7 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: kuat
Anemis (-), ikterik (-), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 125x/m
RR
: 40 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (-), SI (-), CA (-)
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N
Extremitas: Akral hangat (-)
A: BBLR
Penatalaksanaan
Aminofilin 12 mg 3x3 mg
OGT DC
Asi/pasi 12 x 6 cc
(Tanggal 27 September 2013)
S : (-)
BBL: 1550 gr
O: KU= Sens: CM
BBS: 1400 gr
Aktifitas: Aktif
U: 8 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: kuat
Anemis (-), ikterik (-), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 125x/m
RR
: 40 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (-), SI (-), CA (-)
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N
Extremitas: Akral hangat (-)
A: BBLR
Penatalaksanaan
Aminofilin 12 mg 3x3 mg
OGT DC
Asi/pasi 12 x 8 cc
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
C. Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang
lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler,
kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya
BBLR. 2
Faktor Ibu
Faktor penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan, misalnya toxemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis. Selain itu
penyakit lain seperti nefritis akut, infeksi akut, dan lain-lain. 2
Usia
Angka kejadian tertinggi pada bayi BBLR adalah umur ibu dibawah 20 tahun dan
pada multigravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat. 2
Keadaan Sosial
Keadaan ini sangat berperan sekali terhadap timbulnya BBLR. Hal ini disebabkan
oleh gizi yang kurang baik dan antenatal care yang kurang. 2
Sebab Lain
Karena ibu perokok, peminum atau narkotik. 2
Faktor Janin
Hydrammion
Kehamilan yang multiple
Kelainan kromosom
Syphilis termasuk juga infeksi kronis
14
Faktor Lingkungan
Tempat tinggal di dataran tinggi
Radiasi
Zat-zat racun
D. Tanda dan Gejala pada Bayi Kurang Bulan
Tanda-tanda anatomis:
-
Kulit keriput tipis, merah, penuh bulu-bulu halus (lanugo) pada dahi,
Tanda-tanda fisiologis:
-
Gerak pasif dan tangis hanya merintih walau lapar tidak menangis, bayi
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: 1
a. Pemeriksaan Ballard Score
b. Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
c. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah (AGD)
15
d. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan
akan terjadi sindrom gawat nafas
e. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan
F. Penatalaksanaan BBLR
a. Mempertahankan suhu badan bayi2
Bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan atau suhu
tubuh dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan suhu tubuh belum
berfungsi dengan baik, sistem metabolisme yang rendah dan luas permukaan
tubuh yang relatif luas. Oleh karena itu bayi dirawat di dalam inkubator,
inkubator dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembapan agar bayi
dapat menjaga mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen
yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi
dengan lingkungan luar. Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas
yang hilang dan konsumsi oksigen cukup sehingga bayi walaupun dalam
keadaan telanjang dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5-37,5 oC.
Tingginya suhu lingkungan ini bergantung tingkat maturitas bayi.
Perawatan metode kanguru (PMK) adalah perawatan untuk BBLR
dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu (skinto-skin contact). Hampir setiap bayi kecil dapat dirawat dengan PMK. PMK
pada bayi kecil dapat dilakukan dengan dua cara (Depkes RI, 2008): 1
1. PMK intermiten : PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya
dilakukan jika ibu mengunjungi bayinya yang masih berada dalam
perawatan di inkubator dengan durasi minimal satu jam secara terus
menerus dalam satu hari.
2. PMK kontinu : PMK yang diberikan sepanjang waktu yang dapat
dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang digunakan untuk
perawatan metode kanguru.
16
17
juga masih rendah dan fungsi imun belum baik. Bayi akan mudah
mendapatkan infeksi, terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. 2
d. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu pemantauan dan
monitoring harus dilakukan secara ketat (Depkes RI 2005). Biasanya berat
badan bayi akan menurun 7-10 hari pertama namun akan kembali seperti
semula dalam 14 hari. Setelah berat badan tercapai kembali, kemudian
dipantau kenaikan berat badan dalam tiga bulan dengan perkiraan (Depkes RI
2005): 2
150-200 gram seminggu untuk bayi < 1.500 gram (20-30 gram per hari)
200-250 gram seminggu untuk bayi 1.500-2.500 gram (30-35 gram per
hari)
e. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang memburuk merupakan masalah serius bagi bayi preterm
BBLR akibat tidak adanya surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar
30-35% dengan menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam
masa panjang dapat menyebabkan kerusakan jaringan retina bayi yang dapat
menimbulkan kebutaan. 1
f. Pengawasan jalan nafas
Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan akhirnya
kematian. Bayi BBLR memiliki risiko mengalami serangan apneu dan
defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memeroleh oksigen yang cukup
seperti yang diperoleh dariplasenta sebelumnya. Dalam kondisi ini diperlukan
pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada
posisi miring, merangsang pernafasan menepuk atau menjentik tumit. Bila
tindakan ini gagal dilakukan ventilasi, intubasi endotrakeal, pijatan jantung
dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dapat mencegah
terjadinya aspirasi. 2
G. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara
lain: 1
a. Hipotermia
18
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Hipoglikemia
Gangguan cairan dan elektrolit
Hiperbilirubinemia
Sindroma gawat nafas
Paten duktus arteriosus
Infeksi
Perdarahan intraventrikuler
Apnea of Prematurity
Anemia
H. Pijat bayi
19
waktu
inspirasi/rektraksi
interkostal,
subkostal,
supra-sternal,
21
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
Stadium 1.
Stadium 2.
Stadium 3.
Stadium 4.
c. Gambaran Laboratorium
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih
tinggi dari 45 mg% prognosisnya lebih buruk. Kadar bilirubin lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar
PaO2 menurun disebabkan berkurangnya oksigenasi di dalam paru dan
karena adanya pirau arteri- vena. Kadar PaCO2 meninggi, karena gangguan
ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah
menurun dan deficit basa meningkat adanya asidosis respiratorik dan
metabolik dalam tubuh.
d. Pemeriksaan fungsi paru
- Isi tidal volume menurun
- Lung compliance berkurang
- Kapasitas sisa fungsional merendah dan kapasitas vital terbatas
- Fungsi ventilasi dan perfusi paru terganggu.
e. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperlihatkan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten,
pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada
lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
22
f. Gambaran histopatologi
Secara makroskopis Paru tampak merah keunguan dan berkonsistensi
seperti hepar
Secara miskroskopis
- Adanya atelektasis yang luas dengan pelebaran kapiler dan saluran
limfe intra alveolar
- Duktus alveolaris, alveolus dan bronkiolus pernapasan dilapisi
membrane yang asidofilik, homogen/ granuler
- Sisa- sisa amnion, perdarahan intraalveolar dan emfisema intersfistel
- Membran hialin yang khas, terbentuk dari fibrin, sel paru dan endotel
pembuluh darah yang nekrosis.
D. Diagnosis Banding4
Takipnue sementara pada neonates
Penyakit membrane hialin
Pneumonia
Sepsis
E. Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur
Foto toraks
F. Tatalaksana
Pengobatan suportif pada RDS pada umumnya sama: 3
Pemberian oksigen intranasal sampai nasofaring atau dengan head box
IVFD dektrose 7 atau 10% + NaCl 15% 6 cc
Antibiotika:
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis
Gentamisin 2 mg/kgBB/18 jam bila BB >2.000 gram
Gentamisin 2 mg/kgBB/24 jam bila BB <2.000 gram
23
G. Tindak lanjut:
Pengamatan rutin: 3
Tanda-tanda vital dan bentuk pernapasan.
Awasi tanda-tanda kegagalan pernapasan, infeksi, asidosis, gagal
ginjal akut.
Pemeriksaan laboratorium rutin: Hb, Leuko, Diff 1 kali 3 hari. Analisa
gas darah, pada tahap awal tiap 2 jam, kemudian jika keadaan
membaik, pengamatan dijarangkan. Urin diukur. Elektrolit diperiksa
sekali sehari.
Diamati kemampuan minum dan pertumbuhan berat badan.
Pemeriksaan khusus: sesuai bentuk klinik dan perkiraan munculnya
komplikasi
H. Indikasi Pulang:
Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik,
tidak ada tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali.
Edukasi : penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan serta
komplikasi
I. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi:
1.
Ruptur
alveoli
Bila
dicurigai
terjadi
kebocoran
udara
24
yang menetap.
Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk
dan
adanya
perubahan
jumlah
leukosit
dan
4.
25
BAB IV
ANALISIS KASUS
Bayi perempuan lahir Sectio Cesarea dari ibu G1P0A0, preterm, ditolong oleh
dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di ruang OK RSUD
Palembang Bari, saat lahir tidak langsung menangis, APGAR Score 6/8 dilakukan
pembersihan jalan nafas , Riwayat KPSW (-) , ketuban hijau (-), kental (-), bau (-),
mekonium (-), anus (+), BB :1550 gram, PB : 40 cm, LK : 33 cm, LD : 32 cm
Pada pemeriksaan umum didapatkan tampak sakit sedang, aktifitas:
hipoaktif, refleks hisap: lemah, tangis: kuat, HR 147 x/menit, pernapasan 62
x/menit, suhu badan 36,7 oC. Dilakukan pemeriksaan darah rutin, didapatkan
hasil: hb 16,3 g/dl, ht 42 %, leukosit 17.900/mm3, trombosit 191.000/mm3, diff
count : 0/1/2/55/35/7, CRP (-), BSS : 70 mg/dl
Pasien didiagnosa dengan BBLR + RDS. Diagnosa BBLR karena berat bayi
pada saat baru lahir 1550 gram yang menandakan bahwa bayi Ny. Y mengalami
BBLR. Penyebab BBLR pada bayi Ny. Y kemungkinan dari kehamilan yang
preterm. Sedangkan diagnosa RDS didapatkan karena frekuensi pernapasan pada
bayi Ny.Y > 60 x/menit dan pada nilai Down Score didapatkan total nilai 5,
dimana telah terjadi distres pernapasan moderat yang memerlukan Nasal CPAP.
26
BAB V
KESIMPULAN
Bayi Ny. Y, perempuan, berusia 8 hari lahir dengan Sectio Cesarea mengalami
BBLR dan sindrom gawat nafas ( Respiratory Distress Syndrom) perbaikan.
27
DAFTAR PUSTAKA
28