Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
Periode

setelah

lahir

merupakan

awal

kehidupan

yang

tidak

menyenangkan bagi bayi. Hal itu disebabkan oleh lingkungan kehidupan


sebelumnya (intrauterus) dengan kehidupan sekarang (ekstrauterus) yang sangat
berbeda. Bayi yang dilahirkan prematur ataupun bayi yang dilahirkan dengan
penyulit/komplikasi, tentu proses adaptasi kehidupan tersebut menjadi lebih sulit
untuk dilaluinya. Bahkan sering kali menjadi pemicu timbulnya komplikasi lain
yang menyebabkan bayi tersebut tidak mampu melanjutkan kehidupan ke fase
berikutnya (meninggal). Bayi seperti ini yang disebut dengan istilah bayi resiko
tinggi.
Salah satu dari bayi resiko tinggi adalah bayi dengan sindroma gawat nafas
(SGN/RDS). Respiratory Distress Syndrome (RDS) didapatkan sekitar 5 -10%
pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram. Angka
kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan. RDS sering
ditemukan pada bayi premature. Insidens berbanding terbalik dengan usia
kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu semakin
tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya, semakin tua usia kehamilan
semakin rendah kejadian RDS2.
Bayi dengan berat lahir rendah juga salah satu bayi yang memiliki risiko
tinggi. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu bayi baru lahir yang berat
badannya 2500 gram atau lebih rendah tanpa memandang masa gestasi. Dalam
definisi ini tidak termasuk bayi-bayi dengan berat badan kurang daripada 1000
gram. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.
Berdasarkan definisi dari WHO, bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum
usia kehamilan (gestasi) 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir4.
Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi
yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu; 15-30% pada bayi
antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan.
Insiden pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih
sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada perempuan. Selain itu kenaikan

frekuensi juga sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita
gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu menderita
penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum.
Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bayi
resiko tinggi dapat hidup dengan baik tanpa mengalami cacat. Hal ini terjadi jika
ia dirawat di ruang perawatan intensif neonatus, dengan tenaga perawat yang
memiliki spesialisasi kealihan di bidang tersebut.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1.

IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Kebangsaan
Agama
No. RM
Pav/kelas
MRS Tanggal

: By. Y
: 8 hari
: Perempuan
: Jl. Tegal Binangun RT 19/ RW 05 kelurahan plaju
darat
: Indonesia
: Islam
: 09.96.14
: Neonatus / III
: 19 September 2013

2.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Lahir tidak langsung menangis
(alloanamnesis)
Bayi perempuan lahir SC atas indikasi gemeli + partus prematurus
imminens dari ibu G1P0A0, hamil preterm 32 -33 minggu, ditolong oleh
dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di ruang OK RSUD
Palembang Bari, saat lahir tidak langsung menangis, APGAR Score 6/8
dilakukan pembersihan jalan nafas, Riwayat KPSW (-), ketuban jernih (+),
ketuban hijau (-), bau busuk (-), kental (-), mekonium (-), anus (+), injeksi
Vit. K (+), BBL 1550 gram,

PB 40 cm, LK 33 cm, LD 32 cm.

Resusitasi
Langsung dilakukan diruang OK emergensi oleh dokter (IGD) dengan
apgar score 6/8.

Riwayat kehamilan
Riwayat ibu demam (-)
Riwayat ibu Hipertensi (-)
Riwayat ibu diabetes melitus (-)
Riwayat ibu anemia (-)

Minum alkohol (-)


Merokok (-)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit anak sebelumnya yang sama dalam keluarga tidak ada
(Pasien anak pertama)

Pedigree Keluarga:
Tn. R 24 thn,
Buruh

Ny.
Ny.EY23
20thn,
thn
Ibu rumah tangga
Ibu Rumah Tangga
os

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah anak pertama dari Tn.R yang bekerja sebagai buruh, dan
Ny.DK yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Secara ekonomi, keluarga
pasien tergolong ekonomi menengah kebawah.
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
:
Tampak sakit sedang,
Aktifitas: hipoaktif
Refleks hisap: lemah
Refleks tangis: kuat
Anemis (-), ikterik (-), dypneu (+), sianosis (-)
Heart Rate
: 142 x/menit
Pernapasan
: 62 x/menit
Suhu badan
: 36,50C
Berat badan
: 1550 gram
Panjang badan
: 40 cm
Lingkar kepala
: 33 cm
Lingkar dada
: 32 cm
Pemeriksaan Khusus
Kepala
: normocephali
Rambut
: hitam
Ubun-ubun
Muka :

: frontanemia mayor dan minor belum menutup.


tidak ada kelainan bentuk, muka oval.

Mata

: simetris, sklera tidak icterus, conjungtiva tidak anemis.

Hidung

: NCH (+), sekret (-), epistaksis (-)

Mulut

: Sianosis (-), bibir kering (-)

Telinga

: Simetris, bersih, tidak ada serumen.

Leher
Thoraks

: Tidak ada pembesaran KGB


: Simetris , retraksi (+)

Cor
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
Genitalia dan Anus

: BJ 1&2 normal, murmur (-), gallop (-)


: vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
: Datar, lemas, hepar-lien tidak teraba, BU (+) N
: Akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 3 detik
: Anus (+) tidak ada atresia ani, tidak ada fistula.
mekoneum (+) keluar.

Pemeriksaan Down Score


SKOR

FREKUENSI

< 60x/menit

60 80 x/menit

> 80 x/menit

Tidak sianosis

Sianosis hilang

Sianosis menetap

dengan O2

walaupun diberin O2

NAFAS
SIANOSIS

RETRAKSI

Tidak ada retraksi

Retraksi ringan

Retraksi berat

AIR ENTRY

Udara masuk baik

Penurunan ringan

Tidak ada udara

udara masuk

masuk

Dapat didengar

Jelas terdengar

dengan stetoskop

tanpa stetoskop

MERINTIH

Tidak merintih

Total down score : 5 (distress pernapasan moderat) perlu Nasal CPAP

2.4.

DIAGNOSA SEMENTARA
Neo
: Preterm 32 - 34 minggu
Ibu
: G1P0A0
Lahir
: SC
Bayi
: BBLR + RDS

2.5.

DIAGNOSIS KERJA
BBLR + RDS

2.6.

PENATALAKSANAAN
Awal :
1. Inj. Vit K 1 x 1 mg (Intramuskular)
2. Zalf mata Kloramfenicol 1 %
3. Perawatan tali pusat
4. IVFD D 7,5 % + Ca. Gluconas 31 cc gtt 5x/m
5. Inj. Ampicilin 2 x 80 mg (1) iv
6. Inj. Gentamicin 4 mg/24 jam (1) iv
7. Aminofilin 12 mg 3x3 mg
8. Ncpap
9. Jaga suhu tubuh 36,5 37,50C
10. Cek Laboratorium (darah rutin, BSS dan CRP)
11. Rontgen Thorax

2.7.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (19 September 2013)
Hb
: 16,3 g/dl
Ht
: 42 %
Leukosit : 17.900 /mm3
Trombosit : 191.000/mm3
LED
: 4 mm/jam
Diff count : 0/1/2/55/35/7
CRP
: (-)
Gol.Darah : O rh.+

BSS

: 70mg/dl

2.8.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Rontgen Thorax : Cor dan Pulmo tidak ada kelainan

2.9.

PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsional : dubia ad bonam

2.10.

RESUME
Pada tanggal 19 September 2013 lahir seorang bayi
perempuan, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, lahir SC dari
ibu G1P0A0, Preterm ditolong oleh dokter spesialis kebidanan dan
penyakit kandugan di ruang OK RSUD Palembang Bari, saat lahir
tidak langsung menangis, APGAR Score 6/8 dilakukan pembersihan
jalan nafas, Riwayat KPSW (-) , ketuban hijau (-),kental (-), berbau
busuk (-), mekonium (-), anus(+) LK : 33 cm, , BB= 1550 gram, PB
40 cm. Pada pemeriksaan umum didapatkan tampak sakit sedang,
aktifitas: hipoaktif, refleks hisap: lemah, tangis: kuat, HR 147 x/menit,
pernapasan 62 x/menit, suhu badan 36,7 oC. dilakukan pemeriksaan
darah rutin, didapatkan hasil: hb 16,3 g/dl, ht 42 %, leukosit
17.900/mm3 trombosit 191.000/mm3, LED 4 mm/jam, diff count :
0/1/2/55/35/7, CRP (-) Golda O rhesus +. pasien lalu dirawat ke
Neonatus RSUD Palembang bari untuk dilakukan perawatan.

2.11.

FOLLOW UP
(Tanggal 19 September 2013)
S : (-)
BBL: 1550 gr
O: KU= Sens: CM
BBS: 1550 gr
Aktifitas: hipoaktif
U: 0 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: lemah
Anemis (-), ikterik (-), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 147x/m
RR
: 62 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (+), SI (-), CA (-)
Thorax : Simetris, retraksi(-)
Cor
: BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)

Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N


Extremitas: Akral hangat , CRT < 3
A: BBLR + RDS
Penatalaksanaan

IVFD D 7,5 % + Ca. Gluconas 31 cc gtt 5x/m

Inj. Ampicilin 2 x 80 mg (1) iv

Inj. Gentamicin 4 mg/24 jam (1) iv

Aminofilin 12 mg 3x3 mg

Stop oral

OGT DC

Ncpap, bubble (+), FI02 40%, peep 6, flow 7

Jaga suhu tubuh 36,5 37,50C

Cek Laboratorium (darah rutin, BSS dan CRP)

Rontgen Thorax

(Tanggal 20 September 2013)


S : (-)
BBL: 1550 gr
O: KU= Sens: CM
BBS: 1500 gr
Aktifitas: Aktif
U: 1 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: lemah
Anemis (-), ikterik (-), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 145x/m
RR
: 60 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (+), SI (-), CA (-)
Thorax : Simetris, Retraksi (+)
Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N
Extremitas: Akral hangat, CRT < 3
A: BBLR + RDS
Penatalaksanaan

IVFD D 7,5 % + Ca. Gluconas 31 cc gtt 5x/m

Inj. Ampicilin 2 x 80 mg (2) iv

Inj. Gentamicin 4 mg/24 jam (2) iv

Aminofilin 12 mg 3x3 mg

Stop oral

OGT DC

Ncpap, bubble (+), FI02 30%, peep 6, flow 7

Jaga suhu tubuh 36,5 37,50C

Rontgen Thorax

(Tanggal 21 September 2013)


S : (-)
BBL: 1550 gr
O: KU= Sens: CM
BBS: 1500 gr
Aktifitas: Aktif
U: 2 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: lemah
Anemis (-), ikterik (-), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 140x/m
RR
: 48 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (-)
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N
Extremitas: Akral hangat, CRT < 3
A: BBLR + RDS
Penatalaksanaan

IVFD D 7,5 % + Ca. Gluconas 31 cc gtt 5x/m

Inj. Ampicilin 2 x 80 mg (3) iv

Inj. Gentamicin 4 mg/24 jam (3) iv

Aminofilin 12 mg 3x3 mg

OGT DC

O2 nasal

Jaga suhu tubuh 36,5 37,50C

Asi/pasi 12 x 2 cc
(Tanggal 22 September 2013)
S : Ikterik
BBL: 1550 gr
O: KU= Sens: CM
BBS: 1500 gr
Aktifitas: Aktif
U: 3 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: lemah
Anemis (-), ikterik (+), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 142x/m
RR
: 47 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (-)
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N
Extremitas: Akral hangat (-)
A: BBLR + RDS
Penatalaksanaan

IVFD D 7,5 % + Ca. Gluconas 31 cc gtt 5x/m

Inj. Ampicilin 2 x 80 mg (4) iv


9

Inj. Gentamicin 4 mg/24 jam (4) iv


Aminofilin 12 mg 3x3 mg
O2 nasal
Asi/pasi 12 x 2 cc
Jaga suhu tubuh 36,5 37,50C

(Tanggal 23 September 2013)


S : Ikterik
BBL: 1550 gr
O: KU= Sens: CM
BBS: 1500 gr
Aktifitas: Aktif
U: 4 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: lemah
Anemis (-), ikterik (+), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 117x/m
RR
: 48 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (-)
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N
Extremitas: Akral hangat (-)
A: BBLR + RDS dengan perbaikan
Penatalaksanaan

IVFD D 7,5 % + Ca. Gluconas 31 cc gtt 5x/m

Inj. Ampicilin 2 x 80 mg (5) iv

Inj. Gentamicin 4 mg/24 jam (5) iv

Aminofilin 12 mg 3x3 mg

OGT DC

O2 nasal

Asi/pasi 12 x 3 cc

Foto terapi

Jaga suhu tubuh 36,5 37,50C

(Tanggal 24 September 2013)


S : (-)
BBL: 1550 gr
O: KU= Sens: CM
BBS: 1500 gr
Aktifitas: Aktif
U: 5 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: lemah
Anemis (-), ikterik (-), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 152x/m
RR
: 50 x/mnt
Suhu
: 36,7oC

10

KS: Kepala : NCH (-)


Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N
Extremitas: Akral hangat (-)
A: BBLR + RDS dengan perbaikan
Penatalaksanaan

IVFD D 7,5 % + Ca. Gluconas 31 cc gtt 5x/m

Inj. Ampicilin 2 x 80 mg (6) iv

Inj. Gentamicin 4 mg/24 jam (6) iv

Aminofilin 12 mg 3x3 mg

OGT DC

O2 nasal

Asi/pasi 12 x 3 cc

Jaga suhu tubuh 36,5 37,50C


(Tanggal 25 September 2013)
S : (-)
BBL: 1550 gr
O: KU= Sens: CM
BBS: 1600 gr
Aktifitas: Aktif
U: 6 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: kuat
Anemis (-), ikterik (-), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 163x/m
RR
: 45 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (-)
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N
Extremitas: Akral hangat (-)
A: BBLR + RDS perbaikan
Penatalaksanaan

IVFD D 7,5 % + Ca. Gluconas 31 cc gtt 5x/m

Inj. Ampicilin 2 x 80 mg (7) iv

Inj. Gentamicin 4 mg/24 jam (7) iv

Aminofilin 12 mg 3x3 mg

OGT DC

Asi/pasi 12 x 5 cc

Jaga suhu tubuh 36,5 37,50C


(Tanggal 26 September 2013)
S : (-)
O: KU= Sens: CM

11

BBL: 1550 gr
BBS: 1600 gr

Aktifitas: Aktif
U: 7 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: kuat
Anemis (-), ikterik (-), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 125x/m
RR
: 40 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (-), SI (-), CA (-)
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N
Extremitas: Akral hangat (-)
A: BBLR
Penatalaksanaan

IVFD D 7,5 % + Ca. Gluconas 31 cc gtt 7x/m

Inj. Ampicilin 2 x 80 mg (8) iv

Inj. Gentamicin 4 mg/24 jam (8) iv

Aminofilin 12 mg 3x3 mg

OGT DC

Asi/pasi 12 x 6 cc
(Tanggal 27 September 2013)
S : (-)
BBL: 1550 gr
O: KU= Sens: CM
BBS: 1400 gr
Aktifitas: Aktif
U: 8 hr
Tangis: Kuat
R. Hisap: kuat
Anemis (-), ikterik (-), dypneu (-), sianosis (-)
HR
: 125x/m
RR
: 40 x/mnt
Suhu
: 36,7oC
KS: Kepala : NCH (-), SI (-), CA (-)
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I/II (+) N, m(-), g(-)
Pulmo: Vesikular (+) N, wh (-), rh(-)
Abdomen: Datar, lemas, BU (+) N
Extremitas: Akral hangat (-)
A: BBLR
Penatalaksanaan

IVFD D 7,5 % gtt 6x/m

Aminofilin 12 mg 3x3 mg

OGT DC

Asi/pasi 12 x 8 cc

Jaga suhu tubuh 36,5 37,50C

12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


A. Definisi BBLR
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu bayi baru lahir yang berat
badannya 2500 gram atau lebih rendah tanpa memandang masa gestasi. Dalam
definisi ini tidak termasuk bayi-bayi dengan berat badan kurang daripada 1000
gram. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.
Berdasarkan definisi dari WHO, bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum
usia kehamilan (gestasi) 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.2
B. Klasifikasi BBLR
Secara khusus BBLR memiliki pengelompokan sendiri. Ada beberapa cara yang
bisa dilakukan dalam pengelompokan BBLR, yaitu2 :
Menurut harapan hidup :
a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1.500-2.500 gram
b. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir 1.000-1.500 gram
c. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR), berat lahir kurang dari
1.000 gram.
Menurut masa gestasinya :
13

a. Prematuritas murni, masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat


badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa disebut
neonatus kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan. 2
b. Dismaturitas, bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra
uterin atau lebih dikenal dengan Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya. 2

C. Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang
lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler,
kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya
BBLR. 2
Faktor Ibu
Faktor penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan, misalnya toxemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis. Selain itu
penyakit lain seperti nefritis akut, infeksi akut, dan lain-lain. 2
Usia
Angka kejadian tertinggi pada bayi BBLR adalah umur ibu dibawah 20 tahun dan
pada multigravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat. 2
Keadaan Sosial
Keadaan ini sangat berperan sekali terhadap timbulnya BBLR. Hal ini disebabkan
oleh gizi yang kurang baik dan antenatal care yang kurang. 2
Sebab Lain
Karena ibu perokok, peminum atau narkotik. 2
Faktor Janin

Hydrammion
Kehamilan yang multiple
Kelainan kromosom
Syphilis termasuk juga infeksi kronis

14

Faktor Lingkungan
Tempat tinggal di dataran tinggi
Radiasi
Zat-zat racun
D. Tanda dan Gejala pada Bayi Kurang Bulan

Berat badan < dari 2500 gram


Tinggi badan < dari 45 cm
Lingkar dada < 30 cm
Lingkar kepala < dari 33 cm

Tanda-tanda anatomis:
-

Kulit keriput tipis, merah, penuh bulu-bulu halus (lanugo) pada dahi,

pelipis, telinga dan lengan.


Lemak dalam jaringan subkutan sedikit.
Kuku jari tangan dan jari kaki belum mencapai ujung jari.
Bayi prematur laki-laki testis belum turun dan pada wanita labia minora
lebih menonjol. 2

Tanda-tanda fisiologis:
-

Gerak pasif dan tangis hanya merintih walau lapar tidak menangis, bayi

lebih banyak tidur dan lebih malas.


Suhu tubuh mudah berubah menjadi hypotermi. 2
Disebabkan oleh:

Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.


Kurangnya lemak dalam jaringan subkutan akibatnya mempercepat

terjadinya perubahan suhu tubuh.


Kurangnya pergerakan akibatnya produksi panas juga berkurang.
Permukaan tubuh relatif lebih luas, sehingga pengeluaran panas

melalui tubuh lebih besar.


Alat pernafasan belum bekerja dengan sempurna.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: 1
a. Pemeriksaan Ballard Score
b. Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
c. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah (AGD)

15

d. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan
akan terjadi sindrom gawat nafas
e. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan
F. Penatalaksanaan BBLR
a. Mempertahankan suhu badan bayi2

Bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan atau suhu
tubuh dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan suhu tubuh belum
berfungsi dengan baik, sistem metabolisme yang rendah dan luas permukaan
tubuh yang relatif luas. Oleh karena itu bayi dirawat di dalam inkubator,
inkubator dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembapan agar bayi
dapat menjaga mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen
yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi
dengan lingkungan luar. Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas
yang hilang dan konsumsi oksigen cukup sehingga bayi walaupun dalam
keadaan telanjang dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5-37,5 oC.
Tingginya suhu lingkungan ini bergantung tingkat maturitas bayi.
Perawatan metode kanguru (PMK) adalah perawatan untuk BBLR
dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu (skinto-skin contact). Hampir setiap bayi kecil dapat dirawat dengan PMK. PMK
pada bayi kecil dapat dilakukan dengan dua cara (Depkes RI, 2008): 1
1. PMK intermiten : PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya
dilakukan jika ibu mengunjungi bayinya yang masih berada dalam
perawatan di inkubator dengan durasi minimal satu jam secara terus
menerus dalam satu hari.
2. PMK kontinu : PMK yang diberikan sepanjang waktu yang dapat
dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang digunakan untuk
perawatan metode kanguru.

16

Sumber: Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000: 29 35.5

b. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi


Dalam hal ini adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal
pemberian sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. Air Susu Ibu (ASI)
merupakan pilihan pertama jika bayi mampu menghisap. ASI merupakan
makanan yang paling utama, sehingga ASI adalah pilihan yang harus
didahulukan untuk diberikan. 2
Cara pemberian ASI harus berhati-hati agar tidak terjadi regurgitasi. Pada
bayi dalam inkubator dengan kontak minimal, kasur inkubator bayi dapat
diangkat atau dinaikkan dan bayi menghadap ke sisi kanannya. Pada bayi yang
lebih besar dapat dengan dipangku. Pada BBLR yang kecil dan kurang giat
menghisap ASI dapat diberikan melalui selang NGT. 2
c. Pencegahan infeksi
Bayi BBLR sangat rentan terhadap infeksi karena kadar imunoglobulin
yang masih rendah, aktifitas bakterisidal neutrofil, efek sitotoksik limfosit

17

juga masih rendah dan fungsi imun belum baik. Bayi akan mudah
mendapatkan infeksi, terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. 2
d. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu pemantauan dan
monitoring harus dilakukan secara ketat (Depkes RI 2005). Biasanya berat
badan bayi akan menurun 7-10 hari pertama namun akan kembali seperti
semula dalam 14 hari. Setelah berat badan tercapai kembali, kemudian
dipantau kenaikan berat badan dalam tiga bulan dengan perkiraan (Depkes RI
2005): 2
150-200 gram seminggu untuk bayi < 1.500 gram (20-30 gram per hari)
200-250 gram seminggu untuk bayi 1.500-2.500 gram (30-35 gram per
hari)
e. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang memburuk merupakan masalah serius bagi bayi preterm
BBLR akibat tidak adanya surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar
30-35% dengan menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam
masa panjang dapat menyebabkan kerusakan jaringan retina bayi yang dapat
menimbulkan kebutaan. 1
f. Pengawasan jalan nafas
Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan akhirnya
kematian. Bayi BBLR memiliki risiko mengalami serangan apneu dan
defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memeroleh oksigen yang cukup
seperti yang diperoleh dariplasenta sebelumnya. Dalam kondisi ini diperlukan
pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada
posisi miring, merangsang pernafasan menepuk atau menjentik tumit. Bila
tindakan ini gagal dilakukan ventilasi, intubasi endotrakeal, pijatan jantung
dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dapat mencegah
terjadinya aspirasi. 2

G. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara
lain: 1
a. Hipotermia

18

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Hipoglikemia
Gangguan cairan dan elektrolit
Hiperbilirubinemia
Sindroma gawat nafas
Paten duktus arteriosus
Infeksi
Perdarahan intraventrikuler
Apnea of Prematurity
Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada (BBLR): 1


a. Gangguan perkembangan
b. Gangguan pertumbuhan
c. Gangguan penglihatan (Retinopati)
d. Gangguan pendengaran
e. Penyakit paru kronis
f. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
g. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
Komplikasi lainnya: 2
a. Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distress respirasi,
b.
c.
d.
e.

penyakit membran hialin


Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah
Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)

H. Pijat bayi

19

Gambar 2. Manfaat Pijat Bayi


Sumber: RSUD Palembang BARI

3.2. Respiratory Distres Sindrom


A. Definisi
Kumpulan dari 2 atau lebih gejala: gangguan ventilasi paru yang menetap
setelah 4 jam pertama sesudah lahir, ditandai dengan frekuensi napas >60
20

kali/menit; merintih pada waktu ekspirasi; retraksi otot-otot bantu pernapasan


pada

waktu

inspirasi/rektraksi

interkostal,

subkostal,

supra-sternal,

epigastrium; pernapasan cuping hidung dan sianosis.3


B. Etiologi
Gangguan traktus respiratorius: Hyaline Membrane Disease (HMD),
Transient Tachypnoe of the Newborn (TTN), infeksi (Pneumonia),
Sindrom Aspirasi, Hipoplasia Paru, Hipertensi Pulmonal, Kelainan
Kongenital (Choanal Atresia, Hernia Diafragmatika, Pierre Robin
Syndrome), Pleural Effusion, Kelumpuhan syaraf frenikus, dll 3
Gangguan luar traktus respiratorius: Kelainan jantung kongenital,
Kelainan metabolik, darah, dan SSP
C. Diagnosis4
Penegakan diagnosis :
a. Berdasarkan gejala klinis
b. Pemeriksaan radiologis
Pada banyak kasus, diagnosis tepat dapat ditegakkan dari
pemeriksaan rontgen paru. Pada foto rontgen akan terlihat bercak difus
berupa infiltrate

retikulogranular disertai adanya air bronchogram

(Ground glass appearance).Gambaran retikulogranular ini merupakan


manifestasi adanya kolaps alveolus sehingga apabila penyakit semakin
berat gambaran ini akan semakin jelas.

21

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
Stadium 1.

Terdapat sedikit bercak retikulogranular.

Stadium 2.

Bercak retikulogranular homogen pada kedua


lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara
terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan
aerasi paru.

Stadium 3.

Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga


kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas.

Stadium 4.

Seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga


jantung tak dapat dilihat.

c. Gambaran Laboratorium
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih
tinggi dari 45 mg% prognosisnya lebih buruk. Kadar bilirubin lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar
PaO2 menurun disebabkan berkurangnya oksigenasi di dalam paru dan
karena adanya pirau arteri- vena. Kadar PaCO2 meninggi, karena gangguan
ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah
menurun dan deficit basa meningkat adanya asidosis respiratorik dan
metabolik dalam tubuh.
d. Pemeriksaan fungsi paru
- Isi tidal volume menurun
- Lung compliance berkurang
- Kapasitas sisa fungsional merendah dan kapasitas vital terbatas
- Fungsi ventilasi dan perfusi paru terganggu.
e. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperlihatkan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten,
pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada
lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.

22

f. Gambaran histopatologi
Secara makroskopis Paru tampak merah keunguan dan berkonsistensi
seperti hepar
Secara miskroskopis
- Adanya atelektasis yang luas dengan pelebaran kapiler dan saluran
limfe intra alveolar
- Duktus alveolaris, alveolus dan bronkiolus pernapasan dilapisi
membrane yang asidofilik, homogen/ granuler
- Sisa- sisa amnion, perdarahan intraalveolar dan emfisema intersfistel
- Membran hialin yang khas, terbentuk dari fibrin, sel paru dan endotel
pembuluh darah yang nekrosis.

D. Diagnosis Banding4
Takipnue sementara pada neonates
Penyakit membrane hialin
Pneumonia
Sepsis
E. Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur
Foto toraks
F. Tatalaksana
Pengobatan suportif pada RDS pada umumnya sama: 3
Pemberian oksigen intranasal sampai nasofaring atau dengan head box
IVFD dektrose 7 atau 10% + NaCl 15% 6 cc
Antibiotika:
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis
Gentamisin 2 mg/kgBB/18 jam bila BB >2.000 gram
Gentamisin 2 mg/kgBB/24 jam bila BB <2.000 gram

23

Mencari penyebab RDS dengan melakukan foto thoraks cito


Pemberian makanan peroral ditunda sampai frekuensi pernapasan <60
x/menit
Terapi khusus diberikan sesuai dengan penyebab RDS

G. Tindak lanjut:
Pengamatan rutin: 3
Tanda-tanda vital dan bentuk pernapasan.
Awasi tanda-tanda kegagalan pernapasan, infeksi, asidosis, gagal
ginjal akut.
Pemeriksaan laboratorium rutin: Hb, Leuko, Diff 1 kali 3 hari. Analisa
gas darah, pada tahap awal tiap 2 jam, kemudian jika keadaan
membaik, pengamatan dijarangkan. Urin diukur. Elektrolit diperiksa
sekali sehari.
Diamati kemampuan minum dan pertumbuhan berat badan.
Pemeriksaan khusus: sesuai bentuk klinik dan perkiraan munculnya
komplikasi
H. Indikasi Pulang:
Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik,
tidak ada tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali.
Edukasi : penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan serta
komplikasi
I. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi:
1.

Ruptur

alveoli

Bila

dicurigai

terjadi

kebocoran

udara

(pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema


intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan

24

gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis


2.

yang menetap.
Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk

dan

adanya

perubahan

jumlah

leukosit

dan

thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti


3.

pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi.


Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi

4.

terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.


PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas

oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan


kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy premature. Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 1070% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia,
komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
J. Prognosis
Baik bila tidak ada komplikasi

25

BAB IV
ANALISIS KASUS
Bayi perempuan lahir Sectio Cesarea dari ibu G1P0A0, preterm, ditolong oleh
dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di ruang OK RSUD
Palembang Bari, saat lahir tidak langsung menangis, APGAR Score 6/8 dilakukan
pembersihan jalan nafas , Riwayat KPSW (-) , ketuban hijau (-), kental (-), bau (-),
mekonium (-), anus (+), BB :1550 gram, PB : 40 cm, LK : 33 cm, LD : 32 cm
Pada pemeriksaan umum didapatkan tampak sakit sedang, aktifitas:
hipoaktif, refleks hisap: lemah, tangis: kuat, HR 147 x/menit, pernapasan 62
x/menit, suhu badan 36,7 oC. Dilakukan pemeriksaan darah rutin, didapatkan
hasil: hb 16,3 g/dl, ht 42 %, leukosit 17.900/mm3, trombosit 191.000/mm3, diff
count : 0/1/2/55/35/7, CRP (-), BSS : 70 mg/dl
Pasien didiagnosa dengan BBLR + RDS. Diagnosa BBLR karena berat bayi
pada saat baru lahir 1550 gram yang menandakan bahwa bayi Ny. Y mengalami
BBLR. Penyebab BBLR pada bayi Ny. Y kemungkinan dari kehamilan yang
preterm. Sedangkan diagnosa RDS didapatkan karena frekuensi pernapasan pada
bayi Ny.Y > 60 x/menit dan pada nilai Down Score didapatkan total nilai 5,
dimana telah terjadi distres pernapasan moderat yang memerlukan Nasal CPAP.

26

BAB V
KESIMPULAN
Bayi Ny. Y, perempuan, berusia 8 hari lahir dengan Sectio Cesarea mengalami
BBLR dan sindrom gawat nafas ( Respiratory Distress Syndrom) perbaikan.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Ilmu Kehehatan Anak RSMH. 2010. Standar Penatalaksanaan Ilmu


Kesehatan Anak. RSMH, Palembang, Indonesia
2. Hassan R. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007.
3. IDAI. 2004. Hyalin Membran Disease : Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
4. Wiknjosastro, dkk. 2005. Ilmu Kebidanan : Bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,
Indonesia.
5. Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC
6. Ladewig,patricia,dkk.2006.Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu Bayi
Baru Lahir Edisi 5.Jakarta: EGC
7. Mohamed FB. Hyaline Membrane Disease (Respiratory Distress
Syndrome). Dalam: Gomella TL, Eyal FG, Zenk KE, editors.
Neonatology: Management, Procedures, On-Call Problems, Diseases, and
Drugs. Edisi ke-5. New York: The McGraw-Hill Companies; 2004.
8. Kosim MS. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi Rizalya, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.
9. Bhakta KY. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP,
Eichenweld EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care. Edisi ke-6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
10. Hansen TH. Hyaline Membrane Disease. Dalam: Rudolph CD, Rudolph
AM, Hostetter, MK, Lister G, Siegel NJ. Rudolph's Pediatrics, Edisi ke-21.
New York: McGraw-Hill Companies; 2003

28

Anda mungkin juga menyukai