Anda di halaman 1dari 19

GAGAL JANTUNG

I.

DEFINISI
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan

darah

dalam

jumlah

yang

memadai

untuk

memenuhi

kebutuhan

metabolisme tubuh atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi


dengantekanan pengisian jantung yang tinggi atau kedua-duanya.
Secara singkat gagal jantung terjadi apabila jantung tidak mampu
memompakan darah yang cukup untuk memenuhikebutuhan metabolik
tubuh pada tekanan pengisian yang normal, meskipunaliran balik vena
(venous return) ke jantung dalam keadaan normal.
II.

EPIDEMIOLOGI
Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama

pada beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti


Indonesia.1 Data epidemiologi untuk gagal jantung di Indonesia belum ada,
namun ada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit
sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%)
dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit
jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab
kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia. 2 Di antara 10 penyakit
terbanyak pada sistem sirkulasi darah, stroke tidak berdarahah atau infark
menduduki urutan penyebab kematian utama, yaitu sebesar 27 % (2002),
30%( 2003) , dan 23,2%( 2004). Gagal jantung menempati urutan ke-5
sebagai penyebab kematian yang

terbanyak pada sistim sirkulasi pada

tahun 2005.3
Peningkatan insiden penyakit jantung koroner berkaitan dengan
perubahan

gaya

hidup

masyarakat

yang

turut

berperan

dalam

meningkatkan faktor risiko penyakit ini seperti kadar kolesterol lebih dari
200 mg%, HDL kurang dari 35mg%, perokok aktif dan hipertensi.2

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan


darah

dalam

jumlah

yang

memadai

untuk

memenuhi

kebutuhan

metabolisme tubuh atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan


tekanan pengisian jantung yang tinggi atau kedua-duanya.1
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya
gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi
mempunyai kontribusi untuk terjadinya gagal jantung sebesar 75% yang
termasuk didalamnya bersamaan dengan penyakit jantung koroner. Gagal
jantung dengan sebab yang tidak diketahui sebanyak 20 30% kasus.3
Penegakkan

diagnosis

yang

baik

sangat

penting

untuk

penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik. Diagnosis gagal


jantung

meliputi

anamnesis,

pemeriksaan

fisik

dan

pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan


modal dasar untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang
terdiri dari foto thoraks, elektrokardiografi, laboratorium, echocardiografi,
pemeriksaan

radionuklir

juga

pemeriksaan

angiografi

koroner.

Perkembangan teknologi canggih dalam pencitraan dan biomarker dapat


menolong klinisi untuk menegakkan diagnosis yang lebih baik untuk
menangani penderita dengan gagal jantung.

III.

ETIOLOGI
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi

penting untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di Negara maju


penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak,
sedangkan di Negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak
adalah penyakit katup jantung dan penyakit jantung akibat malnutrisi. 7
Secara garis besar penyebab terbanyak gagal jantung adalah penyakit
jantung koroner 60-75%, dengan penyebab penyakit jantung hipertensi
75%, penyakit katup (10%) serta kardiomiopati dan sebab lain (10%).7

Faktor risiko seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor


yang dapat berpengaruh pada perkembangan gagal jantung. Selain itu
berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL
dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. 7
Penyakit

jantung

koroner

terjadinya

gagal

jantung.

makanan

yang

mengandung

merupakan

Perubahan

gaya

lemak,

penyebab
hidup

dan

utama

dengan

beberapa

untuk

konsumsi

faktor

yang

mempengaruhi, sehingga angka kejadiannya semakin meningkat.


Hipertensi telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung
pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung
melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertropi ventrikel kiri. Hipertensi
ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolic,
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard dan memudahkan untuk
terjadinya aritmia. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertropi ventrikel
kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung. Adanya krisis
hipertensi dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung akut.7
Kardiomiopati

merupakan

penyakit

otot

jantung

yang

bukan

disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung


kongenital, katup ataupun penyakit perikardial. Kardiomiopati dibedakan
menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertropik,
restriktif, dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan kelainan dilatasi
pada

ventrikel

kiri

dengan

atau

tanpa

dilatasi

ventrikel

kanan.

Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit jaringan ikat seperti


SLE, dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertropik dapat merupakan
penyakit keturunan (autosomal dominant) meski secara sporadik masih
memungkinkan. Ditandai adanya kelainan pada serabut miokard dengan
gambaran khas hipertropi septum yang asimetris yang berhubungan
dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertropik obstruktif).
Kardiomiopati

restriktif

ditandai

dengan

kekakuan

serta

compliance

ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan

fungsi

diastolik

(relaksasi)

yang

menghambat

pengisian

ventrikel.

Kardiomiopati peripartum menyebabkan gagal jantung akut.7,8


Penyakit katup sering disebabkan penyakit jantung rematik. Penyebab
utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis
aorta. Regurgitasi

mitral dan aorta

menyebabkan kelebihan beban

(peningkatan beban awal) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban


tekanan (peningkatan beban akhir).9
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan
dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertropi ventrikel kiri.
Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan.9
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan
gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia. Konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot
jantung alkohol). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2-3% dari kasus.
Alkohol juga dapat menyebabkan malnutrisi dan defisiensi tiamin. Obatobatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti
doksorubisin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan
gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.9
IV.

PATOMEKANISME
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi

gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf
simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi
sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya
penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme.
kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron
(system RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang
bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas
jantung dapat terjaga.
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga
cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan

kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin).


Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada
fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,
angiotensin

II

plasma

dan

aldosteron.

Angiotensin

II

merupakan

vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik


yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis,
menghambat

tonus

vagal

dan

merangsang

pelepasan

aldosteron.

Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan


sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan
pada disfungsi endotel pada gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir
sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan
saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai
respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi.
Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic
peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat,
efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain
natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume
dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada
tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal.
Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak
penelitian yangmenunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan
prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal.
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya
pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan
pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan
merupakan

peptide

vasokonstriktor

yang

poten

menyebabkan

efek

vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas


retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat
sesuai dengan derajat gagal jantung.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard,
dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel
kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik.
Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan
hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain
seperti

infiltrasi

pada

penyakit

jantung

amiloid.

Walaupun

masih

kontroversial, dikatakan 30 40 % penderita gagal jantung memiliki


kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering
ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski
dapat timbul sendiri.
Gagal jantung dapat dilihat sebagai suatu kelainan progresif yang
dimulai setelah adanya index event atau kejadian penentu hal ini dapat
berupa

kerusakan

otot

jantung,

yang

kemudian

mengakibatkan

berkurangnya miosit jantungyang berfungsi baik, atau mengganggu


kemampuan miokardium untuk menghasilkan daya. Hal ini pada akhirnya
mengakibatkan jantung tidak dapat berkontraksi secara normal. Kejadian
penentu yang dimaksud ini dapat memiliki onset yang tiba-tiba, seperti
misalnya pada kasus infark miokard akut (MI), atau memiliki onset yang
gradual atau insidius, seperti pada pasien dengan tekanan hemodinamik
yang tinggi (pada hipertensi) atau overload cairan (pada gagal ginjal), atau
bisa pula herediter, seperti misalnya pada kasus dengan kardiomiopati
genetik. Pasien dengan gagal jantung pada akhirnya memiliki satu
kesamaan, yaitu penurunan kemampuan pompa jantung, terlepas dari
berbagai penyebab gagal jantung. Pada kebanyakan orang gagal jantung
bisa asimtomatik atau sedikit bergejala setelah terjadi penurunan fungsi
jantung, atau menjadi bergejala setelah disfungsi dialami dalam waktu
yang lama. Tidak diketahui dengan pasti mengenai pasien dengan disfungsi
ventrikel kiri tetap asimtomatik, hal yang berpotensi mampu memberi

penjelasan mengenai hal ini adalah banyaknya mekanisme kompensasi


yang akan teraktivasi saat terjadi jejas jantung atau penurunan fungsi
jantung yang tampaknya akan mengatur kemampuan fungsi ventrikel kiri
dalam

batas

homeostatik/fisiologis,

sehingga

kemampuan

fungsional

pasien dapat terjaga atau hanya menurun sedikit. Transisi pasien dari gagal
jantung

asimtomatik

ke

gagal

jantung

yang

simtomatik,

aktivasi

berkelanjutan dari sistem sitokin dan neurohormonal akan mengakibatkan


perubahan terminal pada miokardium, hal ini dikenal dengan remodelling
ventrikel kiri. Patogenesis pada gagal jantung dapat diterangkan pada
Gambar 1. Gagal jantung dimulai setelah adanya index event yang
menghasilkan penurunan pada kemampuan pompa jantung. Seiring
dengan menurunan pada kapasitas pompa jantung, beragam mekanisme
kompensasi diaktifkan termasuk sistem syaraf adrenergik, sistem renin
angiotensin, dan sistim sitokin. Pada jangka pendek hal ini dapat
mengembalikan fungsi jantung pada batas homoestatik sehingga pasien
tetap asimtomatik. Namun dengan aktivasi berkelanjutan mekanisme
kompensasi ini dapat mengakibatkan kerusakan organ terminal sekunder
pada ventrikel, dengan remodelling ventrikel kiri yang memburuk dan
dekompensasi jantung. Sebagai akibatnya secara klinis pasien mengalami
transisi dari gagal jantung yang tidak bergejala ke gagal jantung yang
bergejala.

Gambar 1. Patofisiologi Gagal Jantung


Mekanisme Neurohormonal
Beberapa ahli menyarankan gagal jantung dilihat dalam suatu model
neurohormonal yaitu gagal jantung berkembang sebagai hasil ekspresi
berlebihan

suatu

molekul

yang

secara

biologis

memberikan efek kerusakan jantung dan sirkulasi.

aktif,
1,4,8

yang

dapat

Seiring dengan

progresi gagal jantung, masukan inhibisi dari reseptor arterial dan


kardiopulmoner

terus

menurun,

dan

masukan

eksitasi

meningkat.

Akibatnya perubahan keseimbangan ini terjadi peningkatan aktifitas pada


sistem simpatis, berkurangnya kemampuan sistem parasimpatik dan
simpatik dalam mengontrol denyut jantung, dan terganggunya regulasi
reflek simpatis pada resistensi vaskular. Iskemia dinding anterior juga
memiliki efek tambahan pada eksitasi sistem saraf simpatik efferent.
Gambaran sistem syaraf simpatik dan parasimpatik pada gagal jantung
dapat dilihat pada Gambar 2. 1.
Pengaturan mekanisme neurohormonal ini dapat bersifat adaptif
ataupun maladaptif. Sistem ini bersifat adaptif apabila sistem dapat
memelihara tekanan perfusi arteri selama terjadi penurunan curah jantung.
Sistem

ini

menjadi

maladaptif

apabila

menimbulkan

peningkatan

hemodinamik melebihi batas ambang normal, menimbulkan peningkatan


kebutuhan oksigen, serta memicu timbulnya cedera sel miokard. Adapun
pengaturan neurohormonal sebagai berikut:
A. Sistem Saraf Adrenergik
Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung. Hal ini
akan dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcus aorta,
kemudian dihantarkan ke medulla melalui nervus IX dan X, yang akan
mengaktivasi sistem saraf simpatis. Aktivasi system saraf simpatis ini akan
menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal ini akan meningkatkan frekuensi

denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi arteri


dan vena sistemik.1
Norepinefrin dapat

meningkatkan kontraksi dan mempertahankan

tekanan darah, tetapi kebutuhan energi miokard menjadi lebih besar, yang
dapat menimbulkan iskemi jika tidak ada penyaluran O2 ke miokard. Dalam
jangka pendek aktivasi sistem adrenergic dapat sangat membantu, tetapi
lambat laun akan terjadi maladaptasi.1 Penderita dengan gagal jantung
kronik

akan

mekanismenya

terjadi
masih

penurunan
belum

konsentrasi

jelas,

mungkin

norepinefrin

jantung;

berhubungan

dengan

exhaustion phenomenon yang berasal dari aktivasi sistem adrenergik


yang berlangsung lama.1

Keterangan: Ach:asetilkolin, SSP=Susunan Syaraf Pusat, E=epinephrine,


Na+=Natrium, NE=norepinephrine.
B. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron
Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi sistem reninangiotensin aldosteron. Beberapa mekanisme seperti hipoperfusi renal,
berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai makula densa tubulus
distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu peningkatan
pelepasan renin dari apparatus juxtaglomerular. Renin memecah empat
asam amino dari angiotensinogen I, dan Angiotensin -converting enzyme
akan melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin

II. Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1


(AT1) dan tipe 2 (AT2). Proses rennin angiotensin aldosteron ini dapat
tergambar pada Gambar 2.2. Aktivasi reseptor AT1 akan mengakibatkan
vasokonstriksi,

pertumbuhan

sel,

sekresi

aldosteron

dan

pelepasan

katekolamin, sementara AT2 akan menyebabkan vasodilatasi, inhibisi


pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.1

Gambar 2.2 Sistem Renin Angiotensin Aldosteron


Angiotensin

II

mempunyai

beberapa

aksi

penting

dalam

mempertahankan sirkulasi homeostasis dalam jangka pendek, namun jika


terjadi ekspresi lama dan berlebihan akan masuk ke keadaan maladaptif
yang dapat menyebabkan fibrosis pada jantung, ginjal dan organ lain.
Selain itu, juga akan mengakibatkan peningkatan pelepasan NE dan
menstimulasi korteks adrenal zona glomerulosa untuk memproduksi
aldosteron.1
Aldosteron memiliki efek suportif jangka pendek terhadap sirkulasi
dengan meningkatkan reabsorbsi natrium. Akan tetapi jika berlangsung
relatif lama akan menimbulkan efek berbahaya, yaitu memicu hipertrofi

dan fibrosis vaskuler dan miokardium, yang berakibat berkurangnya


compliance vaskuler dan meningkatnya kekakuan ventrikel. Di samping itu
aldosteron memicu disfungsi sel endotel, disfungsi baroreseptor, dan
inhibisi uptake norepinefrin yang akan memperberat gagal jantung.
Mekanisme

aksi

aldosteron

pada

sistem

kardiovaskuler

nampaknya

melibatkan stres oksidatif dengan hasil akhir inflamasi pada jaringan.1


C. Stres Oksidatif
Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive
oxygen species (ROS). Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan
dari ketegangan miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II,
aldosteron, agonis alfa adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi
(tumor necrosis factor, interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi
hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast dan sintesis collagen. ROS juga akan
mempengaruhi sirkulasi perifer dengan cara menurunkan bioavailabilitas
NO.1,5
D. Bradikinin
Penelitian menunjukkan bahwa bradikinin berperan penting dalam
pengaturan tonus pembuluh darah. Bradikinin akan berikatan dengan
reseptor B1 dan B2. Sebagian besar efek bradikinin diperantarai lewat
ikatan

dengan

reseptor

B2.

Ikatan

dengan

reseptor

B2

ini

akan

menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah. Pemecahan bradikinin akan


dipicu oleh ACE.1,5
E. Remodeling Ventrikel Kiri
Model neurohormonal yang telah dijelaskan di atas gagal menjelaskan
progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang progresif
berhubungan langsung dengan bertambah buruknya kemampuan ventrikel
kiri di kemudian hari. Proses remodeling mempunyai efek penting pada
miosit jantung, perubahan volume miosit dan komponen nonmiosit pada
miokard serta geometri dan arsitektur ruangan ventrikel kiri.

1,5

Proses

remodeling jantung ini dapat dijelaskan pada gambar 3. Remodeling


berawal dari adanya beban jantung yang mengakibatkan meningkatkan

rangsangan pada otot jantung. Keadaan jantung yang overload dengan


tekanan yang tinggi, misalnya pada hipertensi atau stenosis aorta,
mengakibatkan

peningkatan

tekanan

sistolik

yang

secara

parallel

menigkatkan tekanan pada sarkomer dan pelebaran pada miosit jantung,


yang menghasilkan hipertrofi konsentrik. Jika beban jantung didominasi
dengan peningkatan volume ventrikel, sehingga meningkatkan tekanan
pada diastolik, yang kemudian secara seri pada sarkomer dan kemudian
terjadi pemanjangan pada miosit jantung dan dilatasi ventrikel kiri yang
mengakibatkan hipertrofi eksentrik.1
Homeostasis

kalsium

merupakan

hal

yang

penting

dalam

perkembangan gagal jantung. Hal ini diperlukan dalam kontraksi dan


relaksasi jantung. Jalur kalsium tipe L merupakan jalur kalsium pada
jantung yang paling penting. Jalur ini akan terbuka saat depolarisasi
membran sewaktu fase upstroke potensial aksi. Akibatnya terjadi influk
kalsium kedalam sel yang menyebabkan fase plateu dan meningkatnya
kadar kalsium dalam sitosol. Beberapa penelitian menunjukkan adanya
penurunan mRNA dan kadar protein serta meningkatnya proses fosforilasi
pada jalur ini. Kedua kondisi ini menyebabkan abnormalitas pada influks
kalsium dan mempengaruhi pelepasan kalsium oleh retikulum sarkoplasma
dimana hal

ini akan menurunkan kecepatan pengambilan kalsium

sehingga menyebabkan konstraksi dan pengisian jantung menurun.1,5


Kontraksi dan relaksasi jantung merupakan interaksi yang tergantung
pada energi yang memerlukan pemasukan kalsium dalam sitosol. Proses
kontraksi-eksitasi merupakan proses yang menghubungkan depolarisasi
membran plasma dengan pelepasan kalsium ke dalam sitosol, sehingga
dapat berikatan dengan troponin C. Saluran ion kalsium dan natrium pada
membran plasma berperan dalam memulai proses kontraksi-eksitasi.
Proses membuka dan menutup saluran kedua ion ini yang akan menjaga
potensial membran.1,5
Pada kondisi gagal jantung terjadi abnormalitas pada pompa ion dan
saluran ion yang menjaga proses kontraksi-eksitasi. Perpindahan isoform

yang terjadi akan mengganti miosin ATPase yang tinggi dan mempengaruhi
struktur membran sehingga mengakibatkan penurunan dalam pompa
kalsium ATPase. Selain itu, adanya kebutuhan energi juga menyebabkan
gangguan pada proses kontraksi-eksitasi pada gagal jantung.1,5
Kematian sel miokard merupakan indikator prognosis buruk pada
gagal jantung. Baik apoptosis dan nekrosis akan menyebabkan kematian
sel pada gagal jantung. Apoptosis terjadi sebagai konsekuensi dari adanya
luka pada sel, peningkatan permeabilitas mitokondria dan jumlah kalsium
yang berlebih. Apoptosis dapat berkembang menjadi nekrosis yang
kemudian menjadi fibrosis. Hal-hal ini memperburuk gagal jantung.1,5

Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon


terhadap hemodinamik berlebih.
V.

GAMBARAN KLINIS

Penderita gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi
karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga
curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolic dalam
ventrikel kiri dan volum akhir diastolic dalam ventrikel kiri meningkat,
dengan tanda dan gejala perasaan badan lemah, cepat lelah, berdebardebar, sesak nafas, batuk anoreksia, keringat dingin, takhikardia, dispnea,
paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki basah paru dibagian basal serta
mendengarkan bunyi jantung III.
Penderita Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan
pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan
menurun tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri, dengan tanda dan
gejala Edema tumit dan tungkai bawah, hati membesar, lunak dan nyeri
tekan, Bendungan pada vena perifer (jugularis), gangguan gastrointestinal
(perut kembung, anoreksia dan nausea) dan asites,berat badan bertambah,
penambahan

cairan

badan,

kaki

bengkak

(edema

tungkai),

perut

membuncit, perasaan tidak enak pada epigastrium, edema kaki, asites,


Vena jugularis yang terbendung dan Hepatomegali
Tabel

1.1.

Klasifikasi

struktural

gagal

jantung

berdasarkan

kelainan

atau

berdasarkan

gejala,

(ACC/AHA)

berdasarkan kelas fungsionalnya (NYHA)


Tahapan Gagal Jantung berdasarkan Beratnya gagal jantung berdasarkan
struktural

dan

kerusakan

otot gejala dan aktivitas fisik.

jantung.
Memiliki

risiko

mengembangkan
Stage jantung.
A

Tidak

kelainan

tidak

Aktivitas

gagal

terganggu,

ditemukan Kelas umum

struktural

fungsional,

tinggi

atau I

terdapat

fisik

tidak

aktivitas

dilakukan

menyebabkan

yang
tidak

kelelahan,

palpitasi, atau sesak nafas.

tanda/gejala.
Stage Secara

struktural

terdapat Kelas Aktivitas

fisik

sedikit

kelainan

jantung

dihubungkan
B

jantung,

dengan
tapi

yang

terbatasi. Saat istirahat tidak

gagal

ada keluhan. Tapi aktivitas

tanpa II

fisik yang umum dilakukan

tanda/gejala gagal jantung.

mengakibatkan

kelelahan,

palpitasi atau sesak nafas.


Gagal

jantung

bergejala

Aktivitas

fisik

sangat

dengan

kelainan

struktural

terbatasi. Saat istirahat tidak

Stage jantung.

Kelas ada keluhan. Tapi aktivitas

III

ringan

menimbulkan

rasa

lelah, palpitasi, atau sesak


nafas.
Secara
telah

struktural

jantung

mengalami

kelainan

Tidak

dapat

beraktivitas

tanpa menimbulkan keluhan.

Stage berat, gejala gagal jantung Kelas Saat istirahat bergejala. Jika
D

terasa saat istirahat walau IV

melakukan

telah

keluhan bertambah berat.

mendapatkan

aktivitas

fisik,

pengobatan.

VI.

DIAGNOSIS

a. Pemeriksaan Fisik
- Gejala dan tanda sesak nafas
- Edema paru
- Peningkatan JVP
- Hepatomegali
- Edema tungkai
b. Pemeriksaan Penunjang
- Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio
kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis.
Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH,

atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan


dengan fungsi ventrikel kiri.
- Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian
besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi
LV, gangguan konduksi, aritmia.
- Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis
gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan
diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit
katub jantung dapat disinggirkan.
- Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai
fungsi ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan
gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
- Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi
ventrikel

dan

sangat

berguna

ketika

citra

yang

memadai

dari

ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan perfusi dapat membantu dalam


menilai fungsional penyakit jantung koroner.
VII.

PENATALAKSANAAN

1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup


a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang
sesuai menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan,
dan memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung
terkompensasi dan stabil.
b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan
memperbaiki aliran darah paru.
c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut
jantung, dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan
harus

dihentikan.Konsumsi

alkohol

merubah

keseimbangan

cairan,

inotropik negative, dan dapat memperburuk hipertensi. Penghentian


konsumsi alcohol memperlihatkan perbaikan gejala dan hemodinamik
bermakna.

2. Terapi obat-obatan
a.

Diuretik

digunakan

pada

semua

keadaan

dimana

dikehendaki

peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung


Diuretik yang sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide
Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan
cairan ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun
efeknya bila diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal
jantung

berat

karena

absorbs

usus.

Diuretik

ini

menyebabkan

hiperurisemia.
Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid,
metolazon).

Menghambat

reabsorbsi

garam

di

tubulus

distal

dan

membantu reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan


dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus
turun dibawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic
thiazude bersifat sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada
arterior perifer dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat
b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham
menemukan penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida
seperti digoksin meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan
inotropisme positif yaitu memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume
pukulan, volume menit dan dieresis diperbesar serta jantung yang
membesar menjadi mengecil Digoksin tidak meneyebabkan perubahan
curah jantung pada subjek normal karena curah jantung ditentukan tidak
hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut jantung.
Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan
menghilangkan

mekanisme

kompensasi

sekunder

yang

dapat

menyebabkan gejala.
c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding
ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard,
menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung.

Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin)
atau memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat
ACE,

antagonis

reseptor

angiotensin,

prazosin

dan

nitroprusida).

Vasodilator menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis


tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi
postural. Namun pada gagal jantung kronis, penurunan tekanan pengisian
yang menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah jantung
dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator
arteri juga dapat menurunkan tekanan darah
d.

Beta

Blocker

(carvedilol,

bisoprolol,

metoprolol).

Penyekat

beta

adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja


inotropik negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang
terjadi pada gagal jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta
jantung. Dengan memblok paling tidak beberapa aktivitas simpatik,
penyekat

beta

dapat

meningkatkan

densitas

reseptor

beta

dan

menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi


inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan iskemi
miokard). Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol adalah
sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada dekompensasi
tak berat. Obat-obatan tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi
serta memeperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan
dengan khasiat inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan dengan
hati-hati
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah
dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini
digunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk
memebeku yang meningkat, misalnya pada trombosis. Pada trobosis
koroner (infark), sebagian obat jantung menjadi mati karena penyaluran
darah kebagian ini terhalang
oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-obatan ini sangat penting untuk
meningkatkan harapan hidup penderita

f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut


dengan jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya
berdasarkan penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini
sedikit banyak juga mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan
bahwa obat-obatan ini juga dapat memeperparah atau justru menimbulkan
aritmia Obat antiaritmia memepertahankan irama sinus pada gagal jantung
memberikan keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang
paling

efektif

dalam

mencegah

AF

dan

memperbaiki

kesempatan

keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada


VIII.

KOMPLIKASI

Komplikasi dapat berupa :


1.
Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya
dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari
gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
2.
Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi
kerusakan pada katup jantung.
3.
Kerusakan hati
Gagal
jantung
dapat
menyebabkan

penumpukan

cairan

yang

menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat


menyebabkab

jaringan

parut

yang

mengakibatkanhati

tidak

dapat

berfungsi dengan baik.


4.
Serangan jantung dan stroke.
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung
daripada di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan Anda
akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko
terkena serangan jantung atau stroke

Anda mungkin juga menyukai