Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007: 3).
Di dunia diperkirakan sebanyak 1,2 juta jiwa nyawa melayang setiap tahunnya sebagai akibat
kecelakaan bermotor, diperkirakan sekitar 0,3-0,5% mengalami cedera kepala. Di Indonesia
diperkirakan lebih dari 80% pengendara kendaraan mengalami resiko kecelakaan. 18%
diantaranya mengalami cedera kepala dan kecederaan permanen, tingginya angka kecelakaan
lalu lintas tidak terlepas dari makin mudahnya orang untuk memiliki kendaraan bermotor dan
kecelakaan
manusia.
(Shell,
2008)
1.
Pengertian
Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurology atau menurunnya kesadaran tanpa
menyebabkan
kerusakan
lainnya
(Smeltzer,
2001:2211).
Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak ada
kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi
(Mansjoer,
2000:4).
Cidera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul.
(Bedong,
M.A,
2001)
Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya
kesadaran
sementara
(Corwin,
2000:
176)
Jadi cedera kepala ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul yang
dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau menurunya kesadaran
sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainnya.
2.
Etiologi
a.
Trauma
tumpul
:
Kecepatan
tinggi
(tabrakan
motor
dan
mobil)
kecepatan
rendah
(terjatuh,
dipukul)
b. Trauma tembus : Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya (Mansjoer, 2000: 3)
3.
Klasifikasi
Klinis
a.
Cedera
kepala
ringan
CGS : 15, Tidak ada konkusi, pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, pasien dapat
menderita
abrasi,
laserasi
atau
hematoma
kulit
kepala.
b.
Cedera
kepala
sedang
CGS : 9-14, konkusi, amnesia pasca trauma, muntah, tanda fraktur tengkorak, kejang.
c.
Cedera
kepala
berat
GCS : 3-8, penurunan derajat kesadaran secara progresif, Tanda neurologist fokal.
(Mansjoer,
2000
:4)
4.
a.
b.
c.
d.
e.
Tanda
Hilangnya
Hilangnya
tingkat
fungsi
Sukar
Sukar
dan
kesadaran
neurology
Gejala
sementara
sementara
bangun
bicara
Konkusi
f.
Sakit
g.
h. Kelemahan pada salah satu sisi tubuh
kepala
berat
Muntah
PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah
trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau
kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
.(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2
Kecelakaan kerja
Luka tembak
C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul
setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat
cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis
dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera
kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobilmotor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh
peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu
cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
1. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala
a.Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit
atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada
kontusio cerebral maupun hematoma
b.Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari
30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
c.Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau
hematoma intracranial.
Skala Koma Glasgow
No
1
RESPON
NILAI
Membuka Mata :
-Spontan
-Terhadap nyeri
-Tidak ada
Verbal :
-Orientasi baik
-Orientasi terganggu
Motorik :
- Mampu bergerak
-Melokalisasi nyeri
-Fleksi menarik
-Fleksi abnormal
-Ekstensi
Total
3-15
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a.Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk
garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak
biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya.
Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk
kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
-Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
-Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
-Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
-Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih
tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b.Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi
sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
-Perdarahan Epidural
-Perdarahan Subdural
Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya
terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri
meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan
kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam.
Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan
neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif
berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi
transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari
sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran,
nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri
perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung
2)Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kirakira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat
robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus
venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi
pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya
menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya
lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.
3)Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau
terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum.
Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam
mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi
meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut
4)Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi
dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada
cedera kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak
terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara
dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan
sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini
adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia
integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera)
Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau
hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca
trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera.
Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan
reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam
waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik
pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita
dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu
misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta
gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio
yang dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI)
adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung
lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi.
Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma
selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi
atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun
bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom
seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat
cedera batang otak primer.
D.PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA
E.MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala.
1.Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat
dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan
dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan
diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan laboratorium
2.X-Ray, foto tengkorak 3 posisi
3.CT scan
f.Bedah neuro
1.Tindakan pendukung lain
a.Dukung ventilasi
b.Pencegahan kejang
c.Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
d.Terapi antikonvulsan
e.CPZ untuk menenangkan pasien
f.NGT
No
1
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Manajemen nyeri :
-Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi )
-Observasi reaksi nonverbal dari ketidak
nyeri
Administrasi analgetik :.
-Cek program pemberian analgetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
-Cek riwayat alergi.
-Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
-Monitor TV
-Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
-Evaluasi efektifitas analgetik, tanda gejala
dan efek samping.
2
adanya luka
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
b/d intake nutrisi
inadekuat k/ faktor
biologis
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
jam
klien
menunjukan status
nutrisi
adekuat dengan
KH:
-BB stabil,
Manajemen Nutrisi
-Kaji adanya alergi makanan.
-Kaji makanan yang disukai oleh klien.
-Kolaborasi team gizi untuk penyediaan
nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan
klien.
diet
yang
dikonsumsi
energi -Yakinkan
mengandung cukup serat untuk mencegah
konstipasi.
nutrisi
-Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori.
-Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Monitor Nutrisi
-Monitor BB jika memungkinkan
-Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
-Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
-Monitor adanya mual muntah.
-Monitor adanya gangguan dalam input
makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
PK:
TIK
kelemahan
dan
ekspirasi
yang
selama
tenang
dan
-Pantau V/S
-Pantau AGD
-Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya
-Pantau status hidrasi
Perfusi
cerebral
tidak efektif b/d
Penekanan
pembuluh darah &
jaringan cerebral
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
.
jam
klien
menunjukan status
cirkulasi dan tissue
perfustion cerebral
membaik
dengan
KH:
ada
tanda
peningkatan TIK
-Klien
mampu
bicara dengan jelas, -Minimalkan stimulasi dari luar.
menunjukkan
-Monitor v/s
konsentrasi,
perhatian
dan
-Monitor tanda-tanda TIK
orientasi baik
-Fungsi
sensori -Monitor adanya parese
motorik cranial utuh
:
kesadaran -Batasi gerakan leher dan kepala
membaik (GCS 15,
tidak ada gerakan -Monitor adanya tromboplebitis
involunter)
-Diskusikan mengenahi perubahan sensasi.
Kurang
pengetahuan
tentang
penyakit
dan perawatannya
b/d kurang paparan
terhadap informasi,
keterbatan kognitif