Pendahuluan
Darah merupakan komponen esensial mahluk hidup, mulai dari binatang primitif sampai
manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga
dapat menjalankan fungsinya sebagai: (a) pembawa oksigen; (b) mekanisme pertahanan
tubuh terhadap infeksi dan (c) mekanisme hemostasis. Polisitemia vera dikenal juga dengan
istilah polisitemia rubra vera, polisitemia splenomegalik, eritrositosis megalosplenik,
penyakit Vaquezs, penyakit Oslers, penyakit mielopati (Weber) dan polisitemia
kripptogenik (R.C.Cavot). Polisitemia vera selanjutnya disingkat PV merupakan suatu
penyakit kelainan pada sistem mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik
dalam susmsum tulang mulainya diam-diam tapi bersifat progresif, kronik.
Suku kata polisitemia (bahasa Yunani) mengandung arti poly (banyak), cyt (sel) dan
hemia (darah) sedang vera (benar) adalah suatu penyakit kelainan pada sistem
mieloproliferatif dimana terjadi klon abnormal pada hemopoetik sel induk (hematopoietic
stem cells) dengan peningkatan sensitivitas pada groth faktors yang berbeda untuk terjadinya
maturasi yang berakibat terjadi peningkatan banyak sel.
Di dalam sirkulasi darah tepi PV didapati peninggian hematokrit yang
menggambarkan terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma mencapai
>49% pada perempuan ( kadar Hb>16 mg/dL) dan >52% pada pria (Hb>17 mg/dL) dan di
dapat peningkatan jumlah eritrosit total ( hitung eritosit >5,5 juta/ mL pada perempuan dan
>6 juta/mL pada pria). Kelainan ini terjadi pada populasi klon sel induk darah (stem cells)
sehingga seringkali terjadi juga produksi yang berlebihan dari leukosit dan trombosit.
Salah satu masalah yang ditemukan sepeti pada kasus: Seorang anak laki-lali usia 25
tahun datang ke poliklinik RS UKRIDA dengan keluhan utama salit kepala hebat sejak 1
bulan SMSR. Setelah pusing pasien merasa cepat lelah, dan berdebar-debar. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan: kulit kemerahan, konjungtiva tidakanemis, pemeriksaan
1
lainnya dalam batas normal. Hasil lab (Hb: 19g/dL; trombosit 650.000/mL, leukosit 28.000
sel/mm3, eritosit 6.000.000/L, Ht 65%, retikulosit 2,5%). Melihat kompleksnya kasus yang
didapat, pada makalah PBL (Problem Based Learning) ini akan membahas penyakit
polisitemia vera.
Anamnesis
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang
dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien
atau keluarga pasien.Komponen anamnesis komprehensif akan menyusun informasi yang
diperoleh dari pasien menjadi lebih sistematis. Akan tetapi ulasan dibawah ini sebaiknya
tidak mendikte rangkaian anamnesis yang akan anda lakukan diklinik, karena biasanya
wawancara akan lebih bervariasi dan anamnesis harus lebih dinamis mengikuti kebutuhan
pasien. Komponen anamnesis komprehensif mencakup :
1.
2.
3.
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang paling
dominan sehingga mengakibatkan pasien melakukan kujungan klinik. Usahakan untuk
mendokumentasikan kata-kata asli yang dipaparkan oleh pasien, misalnya sakit kepala
hebat. Terkadang pasien yang datang tidak memiliki keluhan yang jelas seperti pada
pemeriksaan rutin berkala.
Lakukan anamnesis terpimpin agar didapatkan infomasi yang lengkap, jelas, detail, dan
bersifat kronologik terkait dengan keluhan utama yang dialami pasien. Komponen ini harus
mencakupi onset keluhan, keadaan yang memicu terjadinya keluhan, manifestasinya, dan
pengobatan yang telah dilakukan. Gejala yang didapatkan harus memiliki karakteristik yang
menjelaskan (1) lokasi; (2) kualitas; (3) kuantitas atau keparahan; (4) waktu yang mencakup
onset, durasi, dan frekuensi; (5) keadaan yang memicu terjadinya keluhan; (6) faktor lain
yang memperberat atau memperingan gejala; (7) gejala lain yang terkait dengan keluhan
utama. Ketujuh poin tersebut sangat penting diperoleh untuk memahami seluruh gejala
pasien.
Adapun yang perlu ditanyakan dalam kasus kelaian darah adalah:
1. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas waktu kerja,
angina pectoris dan gagal jantung
2. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga berdenging, mata berkunang-kunang,
kelemah otot, iratable, lesu, perasaan dingin pada ekstermitas, gangguan pengelihatan,
nyeri
3. Sistem urogenital: gangguan haid, libido menurun
4. Epitel: warna pucat atau kemerahan pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit, rambut
tipis dan halus, gatal, kesemutan
5. Sistemik: demam, berkeringat
6. Sistem digestive: mual, muntah, penurunan nafsu makan, nyeri ulu hati
a. Riwayat medis, tanyakan mengenai adanya diabetes, hipertensi, asma, hepatitis, HIV, dan
informasi riwayat opname.
b. Riwayat operasi, tanyakan mengenai waktu, indikasi, dan jenis operasi yang dilakukan
c. Riwayat ginekologis, tanyakan mengenai riwayat obstetrik, riwayat menstruasi, keluarga
berencana, dan fungsi seksual
d. Riwayat Psikiatrik, tanyakan mengenai waktu, diagnosis, riwayat opname, dan pengobatan
yang dijalani
Selain keempat hal tersebut anda juga perlu memperoleh infomasi mengenai vaksinasi yang
telah dilakukan, dan hasil pemeriksaan skrining yang pernah dijalani pasien.
Pada kasus ini, ketika pasien di anamnesis oleh dokter, diperoleh identitas pasien
adalah seorang laiki-laki berusia 25 tahun. keluhan utama yang mengakibatkan pasien ini
datang berkunjung ke dokter adalah, dia sakit kepala hebat sejak 1 bulan lalu, pasien juga
mengeluhkan cepat lelah dan berdebar-debar.
4
Pemeriksaan Fisik
1. Menilai keadaan umum pasien dan pemeriksaan tanda-tanda vital
2. Pemeriksaan di daerah kepala, yaitu: konjungtiva, sklera, bibir, mata, telinga dan
lidah.
3. Pemeriksaan thoraks, jantung dan abdomen: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
4. Pemeriksaan ektermitas: inspeksi, palpasi
Dalam kasus ini di temukan hasil pemeriksaan fisik berupa wajah kemer ahan, konjungtiva
tidak anemis dan pemeriksaan lain dalam batas normal. Pada keadaan polisitemia vera dalam
pemeriksaan fisik akan ditemukan: peningkatan tekanan darah, gangguan penglihatan,
trombosis vena, pembesaran limpa dan liver, tofus.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendapatkan penegakan diagnosis penyakit hematologi yang akurat, kira harus
melakukan pemeriksaan dengan teliti. Pemeriksaan ini meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik yang selektif. Pemeriksaan khusus menentukan kualitas
berbagai unsur darah dan sumsum tulang. Tujuan ini dapat dicapai cengan melakukan
pemeriksaan berbagai unsur darah dan sumsum tulang. Tujuan ini dapat dicapai dengan
melakukan pemeriksaan darah dalam volume tertentu. Untuk mendapatkan hasil yang paling
tepat, sebaiknya darah diambil dari pungsi vena, meskipun demikian spesimen darah kapiler
dapat juga diambil dengan menusuk tepian bebas cuping telinga dan ujung jari bagian palmar.
A. Pemeriksaan laboratorium (darah lengkap)
1. Eritrosit
Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera pada saat perjalanan penyakit ini,
peninggian massa eritosit haruslah didemonstrasikan. Hitung sel jumlah eritrosit dijumpai
>6 juta/mL pada pria dan >5,5 juta/mL pada perempuan, dan sedian apus eritrosit
biasanya normokrom normositik, kecuali jika terdapat defisiensi besi. Darah diambil dari
darah kapiler ujung jari atau cuping telinga, setelah hati-hati ditipiskan diatas gelas objek
dengan pewarnaan wright, yang akan memberikan berbagai macam warna kepada
berbagai struktur sel sesuai dengan pH. Poikilosistosis dan anisosotosis menunjukkan
adanya transisi ke arah metaplasia mieloid di akhit perjalanan penyakit. Nilai rujukan
normal eritrosit untuk laki-laki: 4,7-6,1 juta sel/mm3; perempuan: 4,2-5,2 juta sel/mm3.
2. Peningkatan hemoglobin
Komponen utama eritosit adalah hemoglobin (Hb) protein. Sisntesis hemoglobin dalam
eritrosit berlangsung dari stadium perkembangan eritroblas berlangsung dari stadium
perkembangan eritoblast sampai retikulosit. Fungsi utama Hb adalah traspor O2 dan CO2.
5
dan
morbiditas.
Pemeriksaan
elektrofoesis
hemoglobin
dapat
B12 serum dapat meningkat hal ini dijumpai pada 35% kasus dan dapat pula menurun hal
ini dijumpai pada 30% kasus, dan kadar UB12BC meningkat pada >75% kasus PV.
8. Visikositas darah
9. Asam urat
Hasil pemeriksaan pada laki-laki berusia 25 tahun ini menunjukkan adanyan peningkatan
nilai diatas niali rujukan normal. Peningkatan tersebut menandakan adanya suatu kelainan
pada sel induk pluripoten (pembentukan sel darah) dengan ditemukannya eritrositosis yang
nyata, leukositosis dan trombositosis yang berakibat peningkatan visikositas dan volume
darah, umumnya peningkatan visikositas dan volume darah diserati dengan peningkatan
jumlah trombosit dan fungsi trombosit abnormal mempermudah individu mengalami
trombosis dan perdarahan.
Diagnosis
Dari serangakian anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan saya
mendiagnosa kerja pasien ini menderita polisitemia vera, merupakan suatu gangguan
mieloproliferatif, sel induk prulipoten abnormal. Ada dua istilah yang sering diartikan sama
antara polisitemia dengan eritrositosis, pada polisitemia (banyak sel) menggambarkan
peningkatan dari total kualitas atau volume (mass) dari sel darah pada tubuh tanpa
memperdulikan jumlah leukosit atau trombosit. Sedang peningkatan jumlah dan volume saja
dengan pengukuran hitung eritrosis, hemoglobin dan hematokrit adalah lebih benar disebut
eritositosis. Eritrositosis menggambarkan peningkatan volume sel darah merah atau mass
(polisitemia, juga disebut eritsitosis absolute) atau menghasilkan penurunan volume plasma
(disebut polisitemia/ eritrositosis relatif atau spurious). Penyakit ini sering mengenai laki-laki
dari pada perempuan pada usia pertengahan, gejala yang sering pasien keluhkan berupa sakit
kepala, sesak napas, pengelihatan kabur, mata meradang, berkeringat malam, gejala
epigastrial distres, ulkus peptikum, rasa gatal, kesemutan dan rasa terbakar di tungkai, sering
disertai dengan plethora (muka kemerah-merahan), splenomegali, perdarahan, hipertensi dan
artitis gout.
Polisitemia vera selanjutnya disingkat PV, merupakan suatu penyakit kelainan pada
sistem mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam susmsum tulang
mulainya diam-diam tapi bersifat progresif, kronik terjadi karena sebagian populasi eritrosit
berasal dari satu klon sel induk darah yang abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya,
sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritopoetin untuk proses
pematangannya (eritropoetin serum <4 mU/mL). Hal ini jelas membedakanya dari
eritrositosis atau polisitemia sekunder dimana eritropoetin tersebut meningkata secara
fisiologis (wajar sebagai kompensasi dari kebutuhan oksigen yang meningkat), biasanya pada
keadaan dengan saturasi oksigen arterial rendah, atau eritropoetin tersebut meningkat secara
non-fisiologik (tidak wajar) sebagai sindrom paraneoplastik yang dijumpai pada manifestasi
neoplasma lain yang mengsekresi eritropoetin. Di dalam sirkulasi darah tepi PV didapati
8
3. Splenomegali
Kategori B
1. Trombositosis: trombosit 400.000/mL
2. Leukositosis : lekosit 12.000/mL (tidak ada infeksi)
3. Neutrofil alkaline phosfatase (NAP) score meningkat lebih dari 100 (tanpa
adanya panas atau infeksi)
4. Kadar vitamin B12 > 900 pg/mL dan UB12BC dalam serum 2200 pg/mL.
Dalam beberapa literatur disebutkan usulan modifikasi kriteria diagnostik PV sebagai berikut:
Kategori A
1. Peningkatan massa eritrosit lebih dari 25% di atas rata-rata angka normal atau
Packed Cell Volume pada laki-laki 0,6 atau pad perempuan 0,56
2. Tidak ada penyebab polisitemia sekunder
3. Splenomegali yang teraba
4. Petanda klon abnormal (kariotipe abnormal)
Kategori B
1. Trombositosis > 400.000/ mm3
2. Jumlah neutrofil > 10.109/L dan bagi perokok > 12,5x109/L
3. Splenomegali pada pemeriksaan radio isotop atau ultrasonografi
4. Penurunan serum eritopoertin atau BFU-E growth yang karakteristik
Diagnosos polisitemia vera:
Kategori: A1+A2 dan A3 atau A4
Kategori : A1+A2 dan 2 kriteria kategori B
Dari data kasus yang didapat untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera berdasakan
kriteria International Polycytemia Study Group tidak dapat dilakukan karena jumlah data
yang ada terbatas. Penegakan diagnosa polisitemia vera ini diambil berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dan gejala klinis pasien.
Klasifikasi dan Pendekatan pada Pasien dengan Eritrositosis
Klasifikasi eritositosis tergantung volume sel darah merah (red cell mass) (eritrositosis relatif
atau polisitemia dengan politemia aktual). Polisitemia terbagi dalam polisitemia primer
(polisitemia vera dan politemia famili primer) dan polisitemia yang dipengaruhi oleh
produksi eritropoeitin (polisitemia sekunder)
Tabel 1. Klasifikasi eritrositosis
Eritrositosis relatif atau polisitemia (pseudoertositosis)
Hemokonsentrasi
Polisitemia primer
Polisitemia vera
Polisitemia familial primer
10
Polisitemia sekunder
Sekunder oleh karena penurunan oksigenisasi pada jaringan
a. High-altitude erytrhrocytosis
b. Penyakit paru
c. Cyanotic congenital heart disease
d. Sindrom hipoventilasi
e. Hemoglobin abnormal
f. Polisitemia familial
Sekunder oleh karena penyimpangan respon atau produksi eritropoetin
Polisitemia idiopatik
kista,
karsinoma),
tumor
seperti
fibroma
uteri,
hepatoma,
11
tetapi dapat juga timbul pada setiap kelompok umur. Tidak seperti LGA, LGK memiliki
awitan yang lambat, sering ditemukan pada saat melakukan pemeriksaan darah rutin atau
skrining darah. LGK dianggap sebagai suatu gangguan mieloproliferatif karena sumsum
tulang hiperseluler dengan proliferasi pada garis difrensiasi sel. Jumlah granulosit
umumnya lebih dari 30.000/mm3. Walaupun pematangannya terganggu sebagian besar sel
tetap menjadi matang dan berfungsi. Penggeseran ke kiri terjadi dengan kurang dari 5%
blas dalam darah tepi. Basofil dan eusinofil sering ditemukan. Pada 85% kasus terdapat
kelainan kromosom philadelphia. Kromosom philadelphia merupakan suatu translokasi
dari lengan kromosom 22 ke kromosom 9. kelainan kromosom ini mempengaruhi sel
induk hematopoietik dan karenanya terdapat pada garis sel mieloid, serta beberapa garis
limfoid.
Tanda dan gejala berkaitan dengan keadaan hipermetabolik: kelelahan, penurunan berat
badan, diaforesis meningkat, dan tidak tahan panas. Lien membesar pada 90% kasus yang
mengakibatkan perasaan penuh di abdomen dan mudah merasa kenyang. Anemia
biasanya tidak diobservasi pada presentasi, tetapi bila terdapat anemia, pasien akan
mengalami takikardi, pucat dan napas pendek. Memar dapat terjadi akibat fungsi
trombosit yang abnormal. Tujuan pengobatan adalah mengurangi kromosom philadelphia
dan BCR-ABL onkogenik yang terbentuk akibat translokasi 9 ke 22 t(9;22). Gen ini
dianggap mencetuskan pertumbuhan sel leukemik yang tidak terkontrol.
Pengobatan saat ini dengan kemoterapi interminten menggunakan hidroksi urea dan alfainterferon. Uji klinis menggunakan homoherringtonine, suatu alkaloid tanaman dan
sitosin arabinoid, suatu metabolit telah terbukti efektif pada lebih dari 65% pasien.
Sebagian besar pengobatan menyebabkan supresi pada hematopoesis dan pengurangan
ukuran lien. Interferon mengurangi jumlah sel positif kromosom philadelphia, yang
meningkatakan harapan hidup baik, angka harapan hidup pasien rerata dengan atau tanpa
pengobatan 5-6 tahun. Pasien yang secara bervariasi berkembang menjadi fase resisten,
lebih agresif dengan produksi mieloblas berlimpah. Kematian terjadi pada dalam
beberapa minggu sampai bulan setelah transformasi . trasnpalntasi sel induk alogenik
dilakuakan pada pasien dengan fase kronik stabil LGK menawarkan harapan hidup pada
penyakit yang fatal. Meskipun morbiditas dan mortalitas tetap tinggi selama traspalantsi,
trasplantasi induk alogenik harus dipikirkan untuk semua pasien muda dengan donior tak
terkait atau saudara kandung identik HLA.
3. Myelofibrosis (myeloproliferative disolder)
12
Merupakan suatu penyakit klonal akibat proliferasi sel yang berasal dari sel induk mieloid
karena dapat mengenai seri granulositik, monositik, eritroid, megakariosit.penyakit
proliferatif dibagi menjadi 2 golongan bear:
1. Penyakit mieloproloferatif yang jelas menunjukkan sifat maligna (frank hematologic
malignancies) , yaitu:
a. Leukemia mieloid akut
b. Leukemia mielositik kronik
c. Leukemia mielomonositik kronik
2. Penyakit mieloproliferatif yang tingkat keganasan masih perlu dibuktikan
(nonleukemic myeloproliferative disolder), yaitu:
a. Polisitemia vera
b. Mielofibrosis dengan mieloid metaplasia
c. Trombositemia esensial
d. Metaplasia mieloid tanpa mielofibrosis
Sifat-sifat penyakit mieloproliferatif nonmaligna adalah:
1. Selalu menjadi megakariosit
2. Proses mengenai lebih dari satu seri sel
3. Selalu terjadi prolifersi jaringan hemopoetik ekstra medule sehingga menimbulkan
splenomegali.
Penyakit-penyakit ini berhubungan sangat erat, terdapat bentuk transisi dan dapat terjadi
evolusi dari satu bentuk ke bentuk yang lain selama perjalanan penyakit.
Penyakit mielofibrosis dengan metaplasia mieloid (MMM) ditandai dengan fibrosis
progresif sumsum tulang disertai dengan pembentukan hemophoesis di dalam hati dan limpa
( dikenal dengan metaplasia mieloid), hal ini menyebabkan hepatosplenomegali dan anemia.
Gamabrna klinik penyakit ini adalah:
a. Umur penderita tua, lebih dari 50 tahun
b. Gejala hipermertabolik: penurunan berat badan, anoreksia, demam, keringat
malam
c. Splenomegali masif
d. Leukositosis > 50.0000/mm3, tingginya jumlah leukosit tidak sebanding dengan
besarnya splenomegali
e. Anemia sering berat
f. Tear drop cell dalam apusan darah tepi dan gambarna leukoeritroblastik
13
Penemuan mutasi JAK2V617F tahun 2005 merupakan hal yang penting pada
etiopatogenesis polisitemia vera, dan membuat diagnosis polisitemia vera lebih mudah. JAK2
merupakan golongan tirosin kinase yang berfungsi sebagai perantara reseptor membran
dengan molekul signal intraselulur. Dalam keadaan normal proses eritropoisis dimulai
dengan ikatan eritropoitin (EPO) dengan reseptornya (EPO-R), kemudian terjadi fosforilasi
pada protein JAK, yang selanjutnya mengaktivasi molekul STAT ( Signal Tranducers and
Activator of Transcription), molekul STAT masuk kedalam inti sel dan terjadi proses
transkripsi. Pada polisitemia vera terjadi mutasi yang terletak pada posisi 617 (V617F)
sehingga menyebabkan kesalahan pengkodean quanin-timin menjadi valin-fenilalanin
sehingga proses eritropoisis tidak memerlukan eritropoitin, sehingga pada pasien polisitemia
vera serum eritropoetinnya rendah yaitu < 4mU/mL, serum eritropoitin normal adalah 4-26
mU/mL. Hal ini jelas membedakan dari polisitemia sekunder dimana eritropoetin meningkat
secara fisiologis (sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat), atau
eritopoetin meningkat secara non fisiologis pada sindrom paraneoplastik yang mensekresi
eritropoetin.
Peningkatan hemoglobin dan hematokrit dapat disebabkan karena penurunan volume plasma
tanpa peningkatan sel darah merah disebut polisitemia relatif, misalnya pada dehidrasi berat,
luka bakar dan reaksi alergi. Mekanisme yang diduga menyebabkan peningkatan
proliferasi sel induk hematopoitik adalah : Tidak terkontrolnya proliferasi sel induk
hematopoitik yang bersifat neoplastik, adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang
mempengaruhi proliferasi sel induk hematopoitik normal, peningkatan sensitivitas sel induk
hematopoitik terhadap eritropoitin, Interleukin 1,3, GMCSF (Granulocyte Macrophage
Colony Stimulating Factor), Stem cell factor.
Gejala klinis
A. Gejala awal (early symptoms).
Gejala awal dari PV sangat minimal dan tidak selalu ada kelainan walaupun telah
diketahui melalui test laboratorium. Gejala awal yang terjadi biasanya sakit kepala
(48%), telinga berdenging (43%), mudah lelah (47%), gangguan daya ingat, susah
bernaps (26%), darah tinggi (72%), gangguan penglihatan (31%), rasa panas pada
tangan atau kaki (29%), gatal (pruritus) (43%),, juga terdapat perdarahan di hidung,
lambung (stomach ulser) (24%) atau sakit tulang (26%).
B. Gejala akhir (later symptoms) dan Komplikasi
15
oksigenisasi
jaringan.
Berbagai
gejala
dapat
timbul
karena
16
f. Hepatomegali.
Hepatomegali
dijumpai
pada
kira-kira
sejumlah
40%
PV.
Leukositosis progresif
Media pengobatan
1. Flebotomi
Flebotomi merupakan pengobatan yang adekuat bagoi seoarang pasien polisitemia selama
bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan
17
Indikasi flebotomi:
Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% ( target Ht 55%)
Polisitemia sekunder non fisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala yang
ditimbulkan akibat hipervisikositas dan penurunan shear rate atau sebagi
penatalaksanaan terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.
Pada PV tujuan prosedur flebotomi tersebut adalah mempertahankan hematokrit 42% pada
perempuan dan 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hipervisikositas dan penuruna
shear rate. Indikasi fleotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit dan pada
pasien yang masih dalam usia subur.
Prosedur flebotomi: a) pada permulaan 250-500 cc darah dapat dikeluarkan dengan blood
donor collection set standar setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia > 55 tahun atau dengan
penyakit vaskuler aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip
isovolemik yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma
darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plama (coloid/plasma expander) setiap kali,
untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena hipovelemik; b)
sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 cc darah (normal total body iron 5 g).
Defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan flebotomi berulang. Gejala defisensi
besi seperi glositis, keilosis, disfagia dan astenia dapat cepat hilang dengan pemberian
preparat besi.
2. Fosfor radioaktif (P32)
Pengobatan dengan fosfor radioaktif ini sangat efektif, mudah dan relatif murah untuk pasien
yang tidak kooperatid atau dengan keadaan sosio-ekonomi yang tidak memungkinkan untuk
berobat secara teratur. P32 pertama kali diberikana dengan dosis sekitae 2-3 mCi/m3 secara
uintravena, apabila diberikan peroral maka dosis sinaikkan 25% selanjutnya apabila setelah
3-4 minggu pemberian P32 pertama: 1) mendapatkan hasil re-evaluasi setelah 10-12 minggu,
jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan. 20 tidak mendapatkan
hasil selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama dan diberikan sekitar 10-12
minggu setelah dosis pertama.
Dengan cara ini panmielosis dapat dikontrol pada seikitar 80% pasien untuk jangka waktu
sekitar 1-2 bulan dan mungkin berakhir 2 tahun atau lebih lama lagi. Sitopenia yang serius
setelah pengobatan ini jarang terjadi. Pasien diperiksa sekitar 2-3 bulan sekali setelah
keadaan stabil.
18
Trombosis dan trobositopenia yang mengancam atau terbukti menimbulkan trombosis masih
dapat terjadi meskipun eritrositosis dan lekositosis dapat terkontol.
3. Kemoterapi sitosatistika
Tujuana pengobatan kemoterapi sitostatistika untuk sitoreduksi. Saat ini lebih dianjurkan
menggunakan hidroksiurea salah satu sitostatistika golongan obat anti metabolik, sedangkan
penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi
karena leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian FDA masih
membenarkan (approved) chlormbucil dan busulfan digunakan pada PV.
Indikasi penggunaan kemoterapi sitostastistika:
1. Hanya untuk polisitemia rubra primer (PV)
2. Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan >2 kali sebuilan
3. Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis
4. Urtikaria hebat yang tidak dapat diatsi denga antihistamin
5. Splenomegali simptomatik/ mengancam ruptura limpa
Cara pemberian kemoterapi sitostatistika:
Pada pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering. Kebanyakan klinisi
lebih sering menghentikan pengobatan jika ditemukan hematokrit :
a. Pada pria 47% dan memberikanya lagi jika >52%
b. Pada perempuan 42% dan memberikannya lagi jika >49%
19
Mengguanakan alat-lat bantu mekanik seperti kaos kaki elastik atau pulsatting
boots
20
Hepaarin dosis rendah jika tidak ada kontra indikasi dapat diberikan. Untuk
dewasa, heparin i.v. drip dengan dosis 10-20 Iu/KgBB/jam dengan target 40-60
sampai pasien dapat berjalan atau ambulatorik. Kemudian 50-100 Iu/kgBB
subkutan dapat diberikan setiap 8-12 jam sampai pasien dapat kempabli ke
aktivitas normal.
Prognosis
Polisiemia adalah penyakit kronis dan keseriusan penyakit PV itegaskan bahwa fakta survival
median pasien sesudah terdiagnosa tanpa diobati 1,5-3 tahun sedang yang dengan pengobatan
bertahan hingga 10 tahun.
Penyebab utama moertalitas dan morbiditas:
1. Trombosis dilaporkan pada 15-60% pasien, tergantung pada pengendalian penyakit
tersebut dan 10-40% penyebab utama kematian
2. Komplikasi perdarahan timbul 15-35% pada pasien polisitemia vera dan 6-30%
menyebabkan kematian
3. Terdapat 3-10% pasien polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan
pansitopenia
4. Polisitemia vera dapat berkembang menjadi leukemia akut
dan sindrom
32
gangguan pengelihatan, kelelahan, pruritus dan kemerahan di kulit. Pemeriksaan darah akan
membantu untuk menegakkan diagnosis pasien, dan penanganan cepat dan tepat dilakukan
untuk menekan progresivitas penyakit.
22