Anda di halaman 1dari 13

TEORI ILMU PENGETAHUAN

RESUME

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan


Dosen Pengampu : Dra. Sri Susilaningsih, S.Pd. ,M.Pd.

Disusun oleh :
Imam Hanafi

(1401409405)

Felicita Fadhlilla

(1401411206)

Abdullah Nasir

(1401411332)

Dwi Noorcahyani

( 1401411550)

Rombel : 06

Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang
2012

TEORI ILMU PENGETAHUAN


A. Pengertian dan syarat-syarat ilmu pengetahuan
a. Pengertian ilmu pengetahuan
Dalam bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan sering disamakan dengan sains
yang berasal dari bahasa Inggris science. Kata science itu sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu scio, scire yang artinya pengetahuan. Science (dari bahasa Latin
scientia, yang berarti pengetahuan adalah aktivitas yang sistematis yang
membangun dan mengatur pengetahuan dalam bentuk penjelasan dan prediksi tentang
alam semesta. Pengertian ilmu pengetahuan menurut beberapa ahli antara lain:
a) Websters New World Dictionary
Ilmu pengetahuan adalah semua yang telah diamati atau dimengerti oleh jiwa
(pikiran), belajar dan sesuatu yang telah jelas
b) Runes dalam Dictionary of Philosopy
Ilmu pengetahuan adalah berhubungan dengan tahu (yang diketahui)
kebenaran yang dimengerti. Lawan dari pendapat, tetapi dibawah tarafnya jika
dibandingkan dengan kebenaran.
c) Menurut American People Encyclopedia
Ilmu pengetahuan adalah suatu kesadaran penuh dan terbuktikan dari suatu
kebenaran mengenai sesuatu. Bersifat praktis, suatu kesadaran yang teratur,
tersusun tentang apa pun, yang secara definitif dapat diterima sebagai realita
d) Sikun Pribadi (1972:1-2)
Merumuskan pengertian ilmu secara lebih rinci (ia
menyebutnya ilmu pengetahuan), bahwa, Obyek ilmu
pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode pendekatannya
berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan
berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus,
dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran
atas dasar hukum logika yang tertib. Data yang dikumpulkan
diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian ditentukan relasi
antara data-data, diantaranya relasi kausalitas. Konsepsikonsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu
yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif.
Keseluruhan integratif itu kita sebut ilmu pengetahuan.
e) Berdasarkan Oxford Dictionary
Ilmu didefinisikan sebagai aktivitas intelektual dan praktis yang meliputi studi
sistematis tentang struktur dan perilaku dari dunia fisik dan alam melalui

pengamatan dan percobaan. Dalam kamus bahasa Indonesia ilmu didefinisikan


sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di
bidang pengetahuan.
f) The Liang Gie (1987)
Ilmu sebagai rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu
metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia
ini dalam berbagai seginya dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang
menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
g) Lorens Bagus (1996) mengutip pendapat Arhur Thomson
Ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten
meski dalam perwujudan istilah yang sangat sederhana.
h) Bahm yang dikutip oleh Kunto Wibisono (1997)
Ilmu pengetahuan memiliki enam komponen yaitu masalah (problem), sikap
(attitude), metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan (conclution), dan
pengaruh (effect).
i) Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu bukan sekedar
pengetahuan (knowledge), tetapi merupakan rangkuman dari sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati / berlaku umum dan diperoleh melalui
serangkaian prosedur sistematik, diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tertentu.
Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau
kegiatan yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi merupakan teori,
prinsip, atau dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih
lanjut, atau dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Oleh
karena itu, ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut:
Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang
saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan
yang bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995).
Pengertian percobaan di sini adalah pengkajian atau pengujian terhadap kerangka

konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian (pengamatan dan wawancara) atau
dengan percobaan (eksperimen). Definisi ilmu pengetahuan tidak berorientasi pada
penerapannya melainkan pada kemampuannya untuk menghasilkan percobaan baru
atau penelitian baru, dan pada gilirannya menghasilkan teori baru.
Para ahli fisika dan kimia yang menekankan penerapannya pada hakikatnya
bukan merupakan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan akal sehat (common sense).
Selanjutnya untuk membedakan hasil akal sehat dengan ilmu pengetahuan William
James yang menyatakan hasil akal sehat adalah sistem perseptual, sedang hasil ilmu
pengetahuan adalah sistem konseptual (Conant J. B. dalam Qadir C. A., 1995). Ini
berarti pengetahuan merupakan masukan bagi ilmu pengetahuan, masukan tersebut
selanjutnya diterima sebagai masalah untuk diteliti lebih lanjut. Hasil penelitian dapat
berbentuk teori baru.
Sedangkan Ernest Nagel secara rinci membedakan pengetahuan (common
sense) dengan ilmu pengetahuan (science).
Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Dalam common sense informasi tentang suatu fakta jarang disertai penjelasan
tentang mengapa dan bagaimana. Common sense tidak melakukan pengujian
kritis hubungan sebab-akibat antara fakta yang satu dengan fakta lain. Sedang
dalam science di samping diperlukan uraian yang sistematik, juga dapat dikontrol
dengan sejumlah fakta sehingga dapat dilakukan pengorganisasian dan
pengklarifikasian berdasarkan prinsip-prinsip atau dalil-dalil yang berlaku.
2) Ilmu pengetahuan menekankan ciri sistematik.
Penelitian ilmiah bertujuan untuk mendapatkan prinsip-prinsip yang mendasar dan
berlaku umum tentang suatu hal. Artinya dengan berpedoman pada teori-teori
yang dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, penelitian baru bertujuan
untuk menyempurnakan teori yang telah ada yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti. Sedang common sense tidak memberikan penjelasan (eksplanasi) yang
sistematis dari berbagai fakta yang terjalin. Di samping itu, dalam common sense
cara pengumpulan data bersifat subjektif, karena common sense sarat dengan
muatan-muatan emosi dan perasaan.
3) Dalam menghadapi konflik dalam kehidupan, ilmu pengetahuan menjadikan
konflik sebagai pendorong untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan berusaha untuk mencari, dan mengintroduksi pola-pola


eksplanasi sistematik sejumlah fakta untuk mempertegas aturan-aturan. Dengan
menunjukkan hubungan logis dari proposisi yang satu dengan lainnya, ilmu
pengetahuan tampil mengatasi konflik.
4) Kebenaran yang diakui oleh common sense bersifat tetap, sedang kebenaran dalam
ilmu pengetahuan selalu diusik oleh pengujian kritis. Kebenaran dalam ilmu
pengetahuan selalu dihadapkan pada pengujian melalui observasi maupun
eksperimen dan sewaktu-waktu dapat diperbaharui atau diganti.
5) Perbedaan selanjutnya terletak pada segi bahasa yang digunakan untuk
memberikan penjelasan pengungkapan fakta. Istilah dalam common sense
biasanya mengandung pengertian ganda dan samar-samar. Sedang ilmu
pengetahuan merupakan konsep-konsep yang tajam yang harus dapat diverifikasi
secara empirik.
6) Perbedaan yang mendasar terletak pada prosedur.
Ilmu pengetahuan berdasar pada metode ilmiah. Dalam ilmu pengetahuan alam
(sains), metoda yang dipergunakan adalah metoda pengamatan, eksperimen,
generalisasi, dan verifikasi. Sedang ilmu sosial dan budaya juga menggunakan
metode pengamatan, wawancara, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Dalam
common sense cara mendapatkan pengetahuan hanya melalui pengamatan dengan
panca indera.
Dari berbagai uraian berdasarkan pandangan tokoh-tokoh tersebut dapatlah
dikatakan: ilmu pengetahuan adalah kerangka konseptual atau teori uang saling
berkaitan yang memberi tempat pengkajian dan pengujian secara kritis dengan
metode ilmiah oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian
bersifat sistematik, objektif, dan universal.
Sedang pengetahuan adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap, karena
tidak memberikan tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh
orang lain, dengan demikian tidak bersifat sistematik dan tidak objektif serta
tidak universal.
b. Syarat-Syarat Ilmu Pengetahuan
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat
memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut:
a) Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang
berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang

manusia (Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek


yang diteliti. Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam
teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan
obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang
disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus
atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap
ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang
sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
b) Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di
dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini
dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh.
Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh
dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran
yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena
ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang
sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilimiah berkehendak
untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan
menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack
(1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara
menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan,
pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle
(1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran
terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi.
Selanjutnya pada bagian lain Moh. Nazir mengemukakan
beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif penelitian
kuantitatif, diantaranya: (a) berdasarkan fakta, (b) bebas dari
prasangka, (c) menggunakan prinsip-prinsip analisa, (d)
menggunakan hipotesa, (e) menggunakan ukuran obyektif
dan menggunakan teknik kuantifikasi. Belakangan ini
berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan
kualitatif. Nasution (1996:9-12) mengemukakan ciri-ciri
metode ilimiah dalam penelitian kualitatif, diantaranya : (a)
sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting, (b)

peneliti sebagai instrumen penelitian, (c) sangat deskriptif, (d)


mementingkan proses maupun produk, (e) mencari makna, (f)
mengutamakan data langsung, (g) triangulasi, (h)
menonjolkan rincian kontekstual, (h) subyek yang diteliti
dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, (i)
mengutama- kan perspektif emic, (j) verifikasi, (k) sampling
yang purposif, (l) menggunakan audit trail, (m)partisipatipatif
tanpa mengganggu, (n) mengadakan analisis sejak awal
penelitian, (o) disain penelitian tampil dalam proses
penelitian.
c) Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest).
ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan
dikaji. Mengenai focus of interest ini Husein Al-Kaff dalam
Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad
menjelaskan bahwa ketika masalah-masalah itu diangkat dan
dibedah dengan pisau ilmu maka masalah masalah yang
sederhana tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu
akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang
sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang
rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa
ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang
diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya
menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia
(world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan
ideologi (Husein Al-Kaff, Filsafat Ilmu,)
B. Proses terbentuknya ilmu pengetahuan
Mempelajari sejarah ilmu pengetahuan itu penting, karena dengan mempelajari hal
tersebut kita dapat mengetahui tahap-tahap perkembangannya. Ilmu pengetahuan tidak
langsung terbentuk begitu saja, tetapi melalui proses, melalui tahap-tahap atau periodeperiode perkembangan.
a) Periode Pertama (abad 4 sebelum Masehi)
Perintisan Ilmu pengetahuan dianggap dimulai pada abad 4 sebelum Masehi,
karena peninggalan-peninggalan yang menggambarkan ilmu pengetahuan
diketemukan mulai abad 4 sebelum Masehi. Abad 4 sebelum Masehi merupakan abad
terjadinya pergeseran dari persepsi mitos ke persepsi logos, dari dongeng-dongeng ke

analisis rasional. Contoh persepsi mitos adalah pandangan yang beranggapan bahwa
kejadian-kejadian misalnya adanya penyakit atau gempa bumi disebabkan perbuatan
dewa-dewa. Jadi pandangan tersebut tidak bersifat rasional, sebaliknya persepsi logos
adalah pandangan yang bersifat rasional. Dalam persepsi mitos, dunia atau kosmos
dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan magis, mistis. Atau dengan kata lain, dunia
dijelaskan oleh faktor-faktor luar (eksternal). Sedang dalam persepsi rasional, dunia
dianalisis dari faktor-faktor dalam (internal). Atau dengan kata lain, dunia dianalisis
dengan argumentasi yang dapat diterima secara rasional atau akal sehat. Analisis
rasional ini merupakan perintisan analisis secara ilmiah, tetapi belum dapat dikatakan
ilmiah.
Pada periode ini tokoh yang terkenal adalah Aristoteles. Persepsi Aristoteles
tentang dunia adalah sebagai berikut: dunia adalah ontologis atau ada (eksis).
Sebelum Aristoteles dunia dipersepsikan tidak eksis, dunia hanya menumpang
keberadaan dewa-dewa. Dunia bukan dunia riil, yang riil adalah dunia ide. Menurut
Aristoteles, dunia merupakan substansi, dan ada hirarki substansi-substansi. Substansi
adalah sesuatu yang mandiri, dengan demikian dunia itu mandiri. Setiap substansi
mempunyai struktur ontologis. Dalam struktur ontologis terdapat 2 prinsip, yaitu: 1)
Akt: menunjukkan prinsip kesempurnaan (realis); 2) Potensi: menunjukkan prinsip
kemampuannya, kemungkinannya (relatif). Setiap benda sempurna dalam dirinya dan
mempunyai kemungkinan untuk mempunyai kesempurnaan. Perubahan terjadi bila
potensi berubah, dan perubahan tersebut direalisasikan.
Pandangan Aristoteles yang dapat dikatakan sebagai awal dari perintisan ilmu
pengetahuan adalah hal-hal sebagai berikut:
1. Hal Pengenalan
Menurut Aristoteles terdapat dua macam pengenalan, yaitu: (1) pengenalan
inderawi; (2) pengenalan rasional. Menurut Aristoteles, pengenalan inderawi
memberi pengetahuan tentang hal-hal yang kongkrit dari suatu benda. Sedang
pengenalan rasional dapat mencapai hakekat sesuatu, melalui jalan abstraksi.
2. Hal Metode
Selanjutnya, menurut Aristoteles, ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum bukan objek-objek eksternal atau
fakta. Penggunaan prinsip atau hukum berarti berargumentasi (reasoning).
Menurut Aristoteles, mengembangkan ilmu pengetahuan berarti
mengembangkan prinsip-prinsip, mengembangkan ilmu pengetahuan (teori)
tidak terletak pada akumulasi data tetapi peningkatan kualitas teori dan metode.
Selanjutnya, menurut Aristoteles, metode untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan ada dua, yaitu: (1) induksi intuitif yaitu mulai dari fakta untuk
menyusun hukum (pengetahuan universal); (2) deduksi (silogisme) yaitu mulai
dari pengetahuan universal menuju fakta-fakta.
b) Periode Kedua (abad 17 sesudah Masehi)
Pada periode yang kedua ini terjadi revolusi ilmu pengetahuan karena adanya
perombakan total dalam cara berpikir. Perombakan total tersebut adalah sebagai
berikut:
Apabila Aristoteles cara berpikirnya bersifat ontologis rasional, Gallileo Gallilei
(tokoh pada awal abad 17 sesudah Masehi) cara berpikirnya bersifat analisis yang
dituangkan dalam bentuk kuantitatif atau matematis. Yang dimunculkan dalam
berfikir ilmiah Aristoteles adalah berpikir tentang hakekat, jadi berpikir metafisis (apa
yang berada di balik yang nampak atau apa yang berada di balik fenomena).
Abad 17 meninggalkan cara berpikir metafisis dan beralih ke elemen-elemen yang
terdapat pada sutau benda, jadi tidak mempersoalkan hakikat. Dengan demikian
bukan substansi tetapi elemen-elemen yang merupakan kesatuan sistem. Cara berpikir
abad 17 mengkonstruksi suatu model yaitu memasukkan unsur makro menjadi mikro,
mengkonstruksi suatu model yang dapat diuji coba secara empiris, sehingga
memerlukan adanya laboratorium. Uji coba penting, untuk itu harus membuat
eksperimen. Ini berarti mempergunakan pendekatan matematis dan pendekatan
eksperimental. Selanjutnya apabila pada jaman Aristoteles ilmu pengetahuan bersifat
ontologis, maka sejak abad 17, ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip-prinsip yang
kuat yaitu jelas dan terpilah-pilah (clearly and distinctly) serta disatu pihak berpikir
pada kesadaran, dan pihak lain berpihak pada materi. Prinsip jelas dan terpilah-pilah
dapat dilihat dari pandangan Rene Descartes (1596-1650) dengan ungkapan yang
terkenal, yaitu Cogito Ergo Sum, yang artinya karena aku berpikir maka aku ada.
Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan
merupakan khayalan. Suatu yang pasti adalah jelas dan terpilah-pilah. Menurut
Descartes pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan melainkan hasil
pemeriksaan rasio (dalam Hadiwijono, 1981). Pengamatan merupakan hasil kerja dari
indera (mata, telinga, hidung, dan lain sebagainya), oleh karena itu hasilnya kabur,
karena ini sama dengan pengamatan binatang. Untuk mencapai sesuatu yang pasti
menurut Descartes kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui seharihari. Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dikemukakan melalui keraguraguan. Keragu-raguan menimbulkan kesadaran, kesadaran ini berada di samping

materi. Prinsip ilmu pengetahuan satu pihak berpikir pada kesadaran dan pihak lain
berpijak pada materi juga dapat dilihat dari pandangan Immanuel Kant (1724-1808).
Menurut Immanuel Kant ilmu pengetahuan itu bukan merupakan pangalaman
terhadap fakta saja, tetapi merupakan hasil konstruksi oleh rasio.
Agar dapat memahami pandangan Immanuel Kant tersebut perlu terlebih dahulu
mengenal pandangan rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan
unsur-unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala
pengalaman. Sedangkan empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori, berarti
unsur-unsur yang berasal dari pengalaman. Menurut Immanuel Kant, baik
rasionalisme maupun empirisme dua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan
bahwa pengenalan manusia merupakan keterpaduan atau sintesa antara unsur-unsur
apriori dengan unsur-unsur aposteriori (dalam Bertens, 1975). Oleh karena itu Kant
berpendapat bahwa pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
Sehingga dapat dikatakan menurut Kant ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman
saja, tetapi hasil konstruksi oleh rasio.
Inilah pandangan Rene Descartes dan Immanuel Kant yang menolak pandangan
Aristoteles yang bersifat ontologis dan metafisis. Banyak tokoh lain yang
meninggalkan pandangan Aristoteles, namun dalam makalah ini cukup mengajukan
dua tokoh tersebut, kiranya cukup untuk menggambarkan adanya pemikiran yang
revolusioner dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
C. Beberapa teori ilmu pengetahuan
Pengertian ilmu pengetahuan, syarat-syarat ilmu pengetahuan memberikan gambaran
sekedarnya apakah ilmu dan bagaimana kriteria untuk menganggap sesuatu sebagai ilmu
pengetahuan. Peranan intelegensi menurut berbagai aliran dalam terbentuknya
pengetahuan merupakan potensi utama manusia. Secara umum kita dapat mengerti bahwa
seseorang dengan intelegensi yang relatif rendah biasanya menghadapi kesukaran untuk
mengerti apalagi mengatasi tuntutan-tuntutan di dalam lingkungan hidupnya.
Teori ilmu pengetahuan (epistomologi) memang persoalan yang tidak sederhana.
Tetapi dengan mengikuti uraian Brubacher, beliau menyederhanakan uraian tersebut
dengan menguraikan ways of knowing. Menurut Brubacher dibedakan beberapa teori
pengetahuan sebagai berikut:
a) Teori Pengetahuan menurut Correspondence
Berbagai penganut teori ini proses pemahaman itu sedemikan sederhana. Sehingga
mereka sedemikan mempercayai pengalaman panca indra mereka.wujud pengetahuan
semata-mata dipandang sebagai masalah fakta. Penganut teori korespondensi
berpendapat bahwa proses mengetahui adalah proses partisipasi langsung seseorang

terhadap realita objek secara wajar melalui belajar. Proses mengetahui tersebut akan
melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap pertama, adanya laporan berupa kesadaran indera tentang objek
2. Ingatan memegang gambaan dari objek tersebut
3. Intelek secara aktif membedakan aspek-aspek esensial terhadap aspek-aspek
kebetulan
4. Esensi objek disampaikan kepada daya pengenalan intelek
5. Daya intelek memebuat pengertian atas esensi itu atau melakukan proses
konseptualisasi atau abstraksi.
b) Teori Pengetahuan menurut Consistency
Menurut teori konsistensi pengetahuan memang berasal dari dunia luar melalui
pancaindra. Tetapi kesan-kesan indera bukanah langsung ditangkap dari realita objek
secara objektif. Teori ini meragukan bahwa seseorang mampu menangkap dan
mengerti realita objek sebagaimana sesungguhnya realita itu. Teori ini sejalan dengan
pendapat Immanuel Kant, bahwa seseorang tak pernah mengetahui suatu objek secara
hakiki. Apa yang diketahui dan dimengerti seseorang melalui kesan-kesan indera
hanyalah copies of reality, bayangan realita yang lebih banyak ditentukan oleh faktor
pembawaan jiwa pribadi tersebut. Dalam proses pembentukan pengetahuan itu data
dari dunia luar melalui panca indera selalu diperiksa otak untuk mendapat konsistensi.
Makin konsisten kesan itu maka mendekati kebenaran-kebenaran umum yang berlaku
yang merupakan watak dari dunia yang rasional dimana ilmu pengetahuan merupakan
bagian daripada hubungan keseluruhan semesta.
c) Teori Pengetahuan Menurut Intuisi
Pengetahuan merupakan sesuatu yang memancar dengan tiba-tiba atau merupakan
suatu wawasan yang ilhami. Teori pengetahuan menurut intuisi ini bersifat pribadi dan
merupakan ekspresi dari keunikan dan individualitas seseorang. Dan kelemahan teori
ini adalah sifatnya yang tak berkomunikasi olehkarena itu sulit dikembangkan. Dan
karena itu intuisi itu tak terlukiskan dan sulit untuk mengethaui apa seseorang
mempunyai atau tidak
d) Teori Pengetahuan menurut Pragmatisme
Cara mengetahui menurut pragmatisme tak terlepas pada masalah pengenalan.
Pragmatisme membedakan pengetahuan manusia kedalam dua jenis berdasarkan cara
manusia mengalami pengetahuan itu yaitu:
1. Pengetahuan yang kita alami tanpa adanya problem, yaitu subjek dalam
keseimbangan dengan lingkungan
2. Pengetahuan yang kita alami bersamaan dengan hilangnya keseimbangan
didalam pribadi kita.
e) Teori Pengetahuan menurut Authority

Teori pengetahuan menurut authority adalah teori yang berkembang karena seseorang
tidak memiliki kesempatan untuk mengadakan penelitian sendiri, dia menerima saja
pendapat orang lain yang telah melakukan penelitian dan pembuktian berdasar
sumber yang mempunyai otoritas antara lain buku literatur, encyclopedia, kita suci
dan pikiran beberapa ahli.

DAFTAR PUSTAKA
Rachman,Maman. 2000. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Noor Syam,Mohammad.1983.Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila.


Surabaya: Usaha Nasional Surabaya Indonesia
Djauharul. 2012. Hakikat Ilmu dan Fungsi Filsafat Ilmu dalam Merealisasikan Masalah
Pendidikan.http://djauharul28.wordpress.com/2012/12/12/hakikat-ilmu-dan-fungsi-filsafatilmu-dalam-merealisasikan-masalah-pendidikan/ (diakses 25 Maret 2013 pukul 12.07)
Mira.2012.Teori Filsafat Ilmu. http://www.slideshare.net/mira_punya/teori-filsafat-ilmu (diakses
tanggal 25 Maret 2013 pukul 12.10)

Anda mungkin juga menyukai