OLEH KELOMPOK 4:
RATNA WUANDARI
RAHMATULLAH
SABILA HASANAH ALMAFAZAH
SHANTI ARIESTANTYA
Assalammualaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II.
Adapun makalah ini membahas mengenai HIPOPARATIROIDISME.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang telah mendukung dan
memberikan bimbingan dalam penyusunan askep ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan karena faktor batasan pengetahuan
penyusun, maka penyusun dengan senang hati menerima kritikan serta saran saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga hasil dari penyusunan askep ini dapat dimanfaatkan bagi generasi mendatang,
khususnya mahasiswa D-III Akademi Keperawatan Baitul Hikmah.
Akhir kata, melalui kesempatan ini penyusun makalah mengucapkan banyak terima kasih.
Wassalammualaikum Wr.Wb
Bandar Lampung,
Penyusun
Maret 2015
DAFTAR ISI
COVER ..1
KATA PENGANTAR ..2
DAFTAR ISI ..................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ................................4
B. Rumusan Masalah......................................4
C. Tujuan ................................................4
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian ...................................5
B. Etiologi...............................................................5
C. Patofisiologi...5
D. Manifestasi Klinis...................................6
E. Komplikasi .....................................................................................................7
F. Pemeriksaan Fisik.7
G. Penatalaksanaan diagnostik...................................................................................7
H. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ......................................10
B. Diagnosa..................................10
C. Perencanaan....................................11
D.
Implementasi
dan
Evaluasi ............................................................................15
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................16
B. Saran..............................................16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
3
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Selama
sekresi
hormone
paratiroid
(PTH),
kelenjar
paratiroid
bertanggung
jawab
B. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana bagaimana proses terjadinya hipoparatiroidisme secara sistematis,
serta mengetahui apa yang yang menjadi konsep penyakit yang terjadi pada klien yang mengalami
hipoparatiroidisme, serta dapat mengaplikasikanya dalam bentuk asuhan keperawatan yang di alami
kliendengan gejala hipoparatiroidisme.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
4
Hipoparatiroidisme adalah suatu gangguan pada kelenjar paratiroid yang disebabkan karena
hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid
(Hotma Rumahorbo, 1999: 81).
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat
Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh suplai darah terganggu
kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid pada saat
dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi atau diseksi radikal leher dan yang lebih jarang lagi ialah
tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Atrofi kelenjar paratiroid yang etiologinya
kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
(Brunner & Suddarth, 2001:1321)
B. Etiologi
Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada anakanak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme:
1. Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama: Post operasi
pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi dan Idiopatik, penyakit ini
jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).
2. Hipomagnesemia.
3. Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.
4. Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
C. Patofisiologi
1. Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang mengakibatkan
kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan konsentrasi kalsium darah
(hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan resorpsi kalsium dari tulang
dan disepanjang tubulus renalis. Penurunan eksresi fosfat melalui fosfat melalui ginjal
menyebabkan hipofosfaturia, dan kadar kalsium serum yang rendah mengakibatkan
hipokalsuria.
2. Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid.
D. Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik hipoparatiroid, dan
hipoparatiroid pascabedah.
1. Hipoparatiroid neonatal, Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus
ditekan oleh maternal hiperkalsemia.
5
2. Simpel idiopatik hipoparatiroid, Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang
dewasa. Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi
terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat
disebabkan karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia
pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
3. Hipoparatiroid pascabedah, Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau
paratiroid atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi
sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar
paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat
sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan
operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis
walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.
E. Manifestasi Klinis
di daerah nervus fasialis tepat di depan kelenjar parotis dan disebelah anterior telinga
menyebabkan spasmeatau gerakan kedutan pada mulut, hidung, dan mata.
3. Trousseaus sign, Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari
tekanan sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagaipada spasme
carpopedal. Trousseaus sign dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang
ditimbulkan akibat penyumbatan aliran darah jke lengan selama 3 menit dengan
manset tensi meter.
4. Peroneal sign, dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan terjadi
dorsofleksi dan adduksi dari kaki. Rambut tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih, Kulit
kering dan permukaan kasar, Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri dan
pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya hasil
laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
1.
Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar
dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
2.
Fosfat anorganik dalam serum tinggi
3.
Fosfatase alkali normal atau rendah
4.
Foto Rontgen :
a) Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak
b) Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid
5.
Density dari tulang bisa bertambah
6.
EKG: biasanya QT-interval lebih panjang
I. Penatalaksanaan
a. Medis
Tujuan menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5 mmol/L) dan
menghilangkan
gejala
hipoparatiroidisme
serta
hipokalsemia.
Apabila
terjadi
yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis dibutuhkan
bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernafasan.
Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium
serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk
susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus
dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena
mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet oral
garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet.
Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat
fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus gastrointestinal.
Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau
Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya
diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.
b. Keperawatan
a) Perawat pasien pascaoperatif yang menjalani tiroidektomi, paratirodektomi dan diseksi
radikal leher diarahkan kepada deteksi tanda tanda dini hipokalsemia dan antisipasi tanda
tanda tetanus, kejang serta kesulitan pernapasan.
b) Kalsium glukonat disediakan di samping tempat tidur pasien bersama dengan peralatan
yang diperlukan untuk penyuntikan intravena. Jika pasien mempunyai masalah jantung,
potensial mengalami aritmia atau menggunakan obat digitalis, maka pemberian kalsium
glukonat harus dilakukan dengan hati hati
c) Kalsium dan digitalis akan meningkatkan kontraksi sistolik, dan lebih lanjut kedua
preparat ini saling menimbulkan potensiasi. Keadaan ini dapat menyebabkan aritmia
jantung yang fatal,. Sebagai konsekuensinya, pasien jantung memerlukan pemantauan
jantung yang kontinu dan pengkajian yang cermat.
Aspek penting dalam asuhan keperawatan adalah mengajarkan pasien tentang terapi medic dan
diet. Pasien perlu mengetahui alas an mengapa asupan kalsiumnya harus tinggi sementara asupan
fosfatnya harus rendah; pasien juga harus mengenali gejala gejala hipokalsemia serta
hiperkalsemia dan segera melaporkannya ke dokter jika gejala gejala ini timbul.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
HIPOPARATIROIDISME
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Anamnesis
a) Keluhan utama
tetani kejang
B 4 (Bladder) : pembentukan kalkuli pada ginjal
B 5 (Bowel) : mual, muntah, nyeri abdomen
B 6 (Bone) : Amati tanda fisik, seperti; rambut tipis, pertumbuhan kuku buruk
yang deformitas dan gampang patah, kulit kering. Amati apakah ada kelainan
bentuk tulang
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
-
b. Diagnostik
- Foto Rontgen
- Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak.
- Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid.
- Density dari tulang bisa bertambah.
- EKG: biasanya QT-interval lebih panjang
Intevensi Keperawatan
10
Dx.
o
1
Keperawatan
Resiko cedera
Tujuan
Agar klien tidak
Intervensi Keperawatan
Intervensi
Rasional
11
posisi rendah.
kerusakan lebih
d. Bila aktivitas
berat akibat kejang.
kejang terjadi
e. Antisifasi terhadap
ketika pasien
hipokalsemia dengan
bangun dari tempat cara penanganan
tidur, bantu pasien medis.
untuk berjalan,
f. Pemberian kalsium
singkirkan benda- yang terlalu cepat
benda yang
akan mengakibatkan
membahayaka,
tromboflebitis
bantu pasien dalam hipotensi.
menangani kejang g. Untuk membantu
dan reorientasikan memenuhi
bila perlu.
kekurangan kalsium
e. Kolaborasi dengan dalam tubuh.
dokter dalam
h. Untuk mengontrol
menangani gejala
kadar kalsium
dini dengan
serum.
memberikan dan
memantau
efektifitas cairan
parenteral dan
kalsium.
f. Pemberian
kalsium dengan
hati-hati.
g. Berikan suplemen
vitamin D dan
kalsium sesuai
program.
h. Kaji ulang
pemeriksaan kadar
kalsium.
Ketidakefektifa Dalam waktu 1x24a. Siapkan peralatan a. Supaya
penghisap dan
memudahkan karena
n pola napas
jam setelah
jalan nafas oral di serangan bisa secara
berhubungan
diberikan
dekat tempat tidur tiba-tiba.
sepanjang waktu. b.Untuk memudahkan
dengan spasme intervensi, pola
b. Siapkan tali
dalam tindakan
laring akibat
nafas klien
tracheostomi,
apabila terjadi
oksigen, dan
sumbatan jalan
aktivitas kejang. kembali efektif.
peralatan resusitasi nafas.
Kreteria hasil :
manual siap pakai c. Untuk mengetahui
a. Frekwensi, irama,
sepanjang waktu.
suara dan keadaan
dan kedalaman
Edema laring:
jalan nafas.
pernafasan normal.
c. Kaji upaya
d.Adanya stridor suatu
b. Auskultasi paru
pernafasan dan
tanda adanya
menunjukan bunyi
kualitas suara
oedema laring.
yang bersih.
setiap 2 jam.
e. Kolaborasi dengan
d. Auskultasi untuk
dokter untuk
mendengarkan
mempertahankan
stridor laring
jalan nafas tetap
setiap 4 jam.
terbuka karena
e. Laporkan gejala
perawat terbatas
dini pada dokter
akan hak dan
dan kolaborasi
wewenang.
untuk
f. Agar perawat bisa
mempertahankan
siap-siap untuk
jalan nafas tetap
melakukan suatu
terbuka.
tindakan.
f. Intruksikan pasien g.Untuk mencegah
agar
penekanan jalan
menginformasikan nafas/mempertahank
pada perawat atau an jalan nafas untuk
dokter saat
tetap terbuka.
pertama terjadi
h.Bila terjadi kejang
tanda kekakuan
otomatis O2 ke otak
pada tenggorok
menurun sehingga
atau sesak nafas.
bisa berakibat fatal
g. Baringkan pasien
ke seluruh jaringan
untuk
tubuh termasuk
mengoptimalkan
pernafasan.
bersihan jalan
i. Kolaborasi dengan
nafas, pertahankan dokter dalam hal
kepala dalam
tindakan wewenang
posisi kepala
dokter (pengobatan
dalam posisi
dan tindakan).
alamiah, garis
j. Untuk mencegah
tengah.
terjadinya serangan
Kejang:
berulang.
h. Bila terjadi kejang:
pertahankan jalan
nafas, penghisapan
orofaring sesuai
indikasi, berikan
O2 sesuai pesanan,
pantau tensi, nadi,
pernafasan dan
tanda-tanda
neurologis, periksa
setelah terjadi
kejang, catat
frekwensi, waktu,
tingkat kesadaran,
bagian tubuh yang
terlibat dan
lamanya aktivitas
kejang.
i. Siapkan untuk
berkolaborasi
12
13
dengan dokter
dalam mengatasi
status efileptikus
misalnya: intubasi,
pengobatan.
j. Lanjutkan
perawatan untuk
kejang.
Intoleran
Dalam perawatan a. Kaji pola aktivitas a. Untuk
yang lalu.
membandingkan
aktivitas
2x24 jam
b.Kaji terhadap
aktivitas sebelum
berhubungan
diharapkan klien
perubahan dalam
sakit dan yang akan
gejala
diharapkan setelah
dengan
dapat memenuhi
muskuloskeletal
perawatan.
penurunan
kebutuhan
setiap 8 jam.
b.Untuk memantau
c. Kaji respon
keberhasilan
cardiak output.
aktivitas.
terhadap aktivitas: perawatan.
Kreteria hasil :
Catat perubahan c. Untuk melihat suatu
a. Tingkat aktivitas
tensi, nadi,
perkembangan
meningkat tanpa
pernafasan,
perawatan terhadap
dispnoe, tachicardi
hentikan aktivitas
aktivitas secara
atau peningkatan
bila terjadi
bertahap.
tekanan darah.
perubahan,
d.Dengan
b. Melakukan
tingkatkan
merencanakan
aktivitas tanpa
keikutsertaan
perawatan, perawat
bersusah payah.
dalam kegiatan
dengan klien dapat
kecil sesuai
mempermudah suatu
dengan
keberhasilan karena
peningkatan
datangnya kemauan
toleransi, ajarkan
dari klien.
pasien untuk
e. Untuk mengatasi
memantau respon
kelelahan akibat
terhadap aktivitas
latihan.
dan untuk
f. Untuk menghemat
mengurangi,
penggunaan energi
menghentikan atau klien.
meminta bantuan
ketika terjadi
perubahan.
d.Rencanakan
perawatan bersama
pasien untuk
menentukan
aktivitas yang
ingin pasien
selesaikan:
Jadwalkan bantuan
dengan orang lain.
e. Seimbangkan
antara waktu
aktivitas dengan
waktu istirahat.
f. Simpan bendabenda dan barang
lainnya dalam
jangkauan yang
mudah bagi
pasien.
Evaluasi
1. Mencapai fungsi pernapasan adekuat
a. Menunjukan frekuensi pernapasan dan kedalaman pernapasan normal, dan kekuatan
otot normal.
b. Auskultasi paru menunjukan bunyi yang bersih.
c. Mentaati program medikasi yang telah ditetapkan.
d. Mengihindari situasi yang dapat mencetuskan flu dan infeksi, yang dapat
memperberat gejala.
2. Mengalami pemulihan krisis Hipoparatiroidisme
a. Menyebutkan tanda dan gejala.
b. Mentaati program medikasi
3. Klien tidak mengalami cedera apa bila ada kejang berulang.
BAB III
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipoparatiroidisme adalah suatu gangguan pada kelenjar paratiroid yang disebabkan karena
hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid
(Hotma Rumahorbo, 1999: 81).
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat
Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh suplai darah terganggu
kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid pada saat
dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi atau diseksi radikal leher dan yang lebih jarang lagi ialah
tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Atrofi kelenjar paratiroid yang etiologinya
kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
(Brunner & Suddarth, 2001:1321)
B. Saran
Kelenjar paratiroid adalah suatu organ dalam sistem endokrin yang berfungsi mensekresi
parathormon (PTH), senyawa tersebut membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan
phosphorus dalam tubuh. Oleh karena itu hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar
kalsium dalam tubuh seseorang.
Oleh karena begitu pentingnya fungsi hormon paratiroid itu, penanganan medis yang tepat, serta
asuhan keperawatan yang segera sangat dibutuhkan untuk menangani pasien dengan kelaiana
hipoparatiroid. Karena efek penundaan penanganan dapat berakibat buruknya prognosis dan
kemungkinan berkembangnya berbagai komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
a) Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddart. Jakarta: EGC.
15
b) Barbara
C.
Long,
Perawatan
Medikal
Bedah
(Suatu
Keperawatan),
Edisi
3,
Hal : 95-101,
Yayasan
Ikatan
Pendekatan
Proses
Alumni Pendidikan
c) Hortma Rumaharbo, SKp, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin,
Hal : 81-84, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Bandung, 199
16