Disusun Oleh :
Brenda Ervistya Pertiwi
G99122025
G99131061
G99131051
Anita Rachman
G99131016
Pembimbing
dr. Halida Wibawaty, Sp.M
BAB I
PENDAHULUAN
Peradangan konjungtiva disebut konjungtivitis. Selain memberikan keluhan
yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, rasa panas juga
memberi gejala yang khas di konjungtiva, dan sekret. Jika meluas ke kornea timbul
silau dan ada air mata nrocos (epifora). Gejala objektif paling ringan adalah hiperemi
dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis. Bangunan yang
sering tampak khas lainnnya adalah folikel, flikten dan sebagainya 1,2.
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan
jumlah penderita penyakit mata di Indonesia 10% dari seluruh golongan umur
penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan
bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%)
setelah kelainan refraksi (25,35%)3.
Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi atau imunologik, jamur, parasit, kimia
atau iritatif, etiologi yang tidak diketahui, bersama penyakit sistemik1,3.
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
: An. NP
Umur
: 12 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Boyolali
Tanggal periksa
: 12 Mei 2014
No. RM
: 01-25-67-59
Cara Pembayaran
: Umum
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
R. Kencing manis
: disangkal
: disangkal
: disangkal
E. Kesimpulan
Anamnesis
OD
Inflamasi
Konjungtiva
Belum diketahui
Akut
-
Proses
Lokalisasi
Sebab
Perjalanan
Komplikasi
OS
Inflamasi
Konjungtiva
Belum diketahui
Akut
-
B. Pemeriksaan subyektif
OD
OS
6/6
6/6
Pinhole
tidak dilakukan
tidak dilakukan
3
Refraksi
non refraksi
non refraksi
Visus Perifer
Konfrontasi test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Tanda radang
tidak ada
tidak ada
Luka
tidak ada
tidak ada
Parut
tidak ada
tidak ada
Kelainan warna
tidak ada
tidak ada
Kelainan bentuk
tidak ada
tidak ada
Warna
hitam
hitam
Tumbuhnya
normal
normal
sawo matang
sawo matang
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
2. Supercilium
Kulit
Geraknya
tidak ada
tidak ada
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Pseudostrabismus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Enophtalmus
tidak ada
tidak ada
Anopthalmus
tidak ada
tidak ada
Mikrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Makrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Ptisis bulbi
tidak ada
tidak ada
Atrofi bulbi
tidak ada
tidak ada
Buftalmus
tidak ada
tidak ada
Megalokornea
tidak ada
tidak ada
Temporal superior
Temporal inferior
Temporal
Nasal
Nasal superior
Nasal inferior
6. Kelopak Mata
Gerakannya
Lebar rima
Blefarokalasis
10 mm
10 mm
tidak ada
tidak ada
ada
ada
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
ada
Entropion
tidak ada
tidak ada
Ekstropion
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Margo intermarginalis
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
kesan normal
kesan normal
tidak dilakukan
tidak dilakukan
10. Konjungtiva
Konjungtiva palpebra
Oedem
tidak ada
tidak ada
ada
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
ada
ada
tidak ada
tidak ada
Pterigium
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
ada
ada
tidak ada
tidak ada
ada
ada
Hiperemis
Sikatrik
Konjungtiva Fornix
Oedem
Hiperemis
Sikatrik
Konjungtiva Bulbi
Hiperemis
Sikatrik
Injeksi konjungtiva
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Warna
hiperemis
hiperemis
Penonjolan
tidak ada
tidak ada
12 mm
12 mm
11. Sklera
12. Kornea
Ukuran
Limbus
jernih
jernih
Permukaan
rata, mengkilat
rata, mengkilat
Sensibilitas
normal
normal
6
Keratoskop (Placido)
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Fluoresin Test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Arcus senilis
(-)
(-)
Isi
jernih
jernih
Kedalaman
dalam
dalam
coklat
coklat
spongious
spongious
bulat
bulat
tidak ada
tidak ada
Ukuran
3 mm
3 mm
Bentuk
bulat
bulat
Tempat
sentral
sentral
(+)
(+)
14. Iris
Warna
Gambaran
Bentuk
Sinekia Anterior
15. Pupil
Reflek direk
Reflek indirek
(+)
(+)
Reflek konvergensi
baik
baik
Ada/tidak
ada
ada
Kejernihan
jernih
jernih
Letak
sentral
sentral
16. Lensa
Shadow test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
OS
7
6/6
tidak dilakukan
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
6/6
tidak dilakukan
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
orbita
Ukuran bola mata
Gerakan bola mata
Kelopak mata
Sekitar saccus lakrimalis
Sekitar glandula lakrimalis
Tekanan Intra Okuler
Konjunctiva bulbi
Sklera
Kornea
Camera oculi anterior
Iris
Pupil
Lensa
Corpus vitreum
VII. GAMBAR
OD
OS
bonam
bonam
bonam
bonam
Ad kosmetikum
bonam
bonam
Ad fungsionam
bonam
bonam
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi
bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.
Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan
menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan
pengobatan.
Konjungtivitis
dapat
mengenai
pada
usia
bayi
maupun
dewasa.
Konjungtivitis pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada
konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru
lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep
antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan
konjungtivitis gonokokal. Pada usia dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis
melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke
dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu
12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak
diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk
mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes
mata yang mengandung antibiotik1.
2. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan
dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini
11
berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. Forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis.
Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang
dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam
konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen
penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi
kornea.
3. Tanda Konjungtivitis2
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau
panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Tanda penting
konjungtivitis adalah hiperemia, epifora, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi
papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid
stroma),
pseudomembranosa
dan membran,
granuloma,
dan
adenopati
preaurikuler.
4. Klasifikasi konjuntivitis
A. Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis
bakteri
akut
disebabkan
oleh
streptococcus,
12
13
14
menyokong diagnosa trakoma, tetapi sel limfoblas adalah tanda diagnosa yang
penting bagi trakoma.
Pasien biasanya mengeluhkan fotofobia, mata gatal dan berair. Penyakit
ini mempunyai 4 stadium4,5:
1. Stadium insipien
Terdapat hipertrofi dengan folikel kecil-kecil pada konjungtiva palpebra
superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti pembuluh darah
konjungtiva. Sekret jernih dan sedikit bila tidak ada infeksi sekunder.
Kelainan kornea jarang didapatkan.
2. Stadium established
Terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang dan besar pada
konjungtiva palpebra superior. Dapat ditemukan pannus konjungtiva
(pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat)
yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat seolah-olah mengalahkan
gambaran folikel pada konjungtiva superior.
3. Stadium parut
Terdapat parut pada konjungtiva palpebra superior yang terlihat sebagai
garis putih halus sejajar margo palpebra. Parut pada limbus kornea
disebut lengkungan herbert. Gambaran papil mulai berkurang.
4. Stadium sembuh
Pembentukan parut sempurna pada konjungtiva palpebra superior
sehingga
menyebabkan
perubahan
bentuk
tarsus
yang
dapat
15
mengenai
konjungtiva
palpebra
superior.
Terdapat
pertumbuhan papil yang besar (Cobble stone) yang diliputi sekret mukoid.
Konjungtiva palpebra inferior edema dan hiperemi, kelainan kornea lebih
berat dari bentuk limbal. Papil tampak sebagai tonjolan bersegi banyak
dengan permukaan yang rata dengan kapiler ditengahnya7,8.
Bentuk Limbal
Hipertrofi papil pada limbus superior dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel
kornea atau oesinofil pada bagian epitel limbus kornea, terbentuk pannus
dengan sedikit eosinofil9.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi
kompres dingin, natrium bikarbonat dan vasokonstriktor. Bila terdapat
tukak kornea dapat diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sdekunder
disertai siklopegik3,10.
2.
Konjungtivitis flikten1
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan reaksi alergi tipe
IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokokus, limfogranuloma venerea,
leismaniasis, infeksi parasit. Terdapat kumpulan sel leukosit netrofil
dikelilingi sel limfosit, makrofag, dan kadang sel datia berinti banyak.
16
Flikten merupakan infiltrasi seluler subepitel yang terutama terdiri atas sel
limfosit.
Biasanya terlihat unilateral dan kadang mengenai kedua mata. Di
konjungtiva terlihat sebagai bintik putih dikelilingi daerah hiperemi.
Gejalanya adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia ringan
hingga berat. Bila kornea ikut terkena akan terjadi silau dan
blefarospasme.
Penyakit ini dapat sembuh dalam 2 minggu dan dapat kambuh, dan
bila terkena kornea keadaan akan lebih berat. Pengobatannya adalah
steroid topikal dan midriatik bila ada penyulit.
E. Konjungtivitis kimia atau iritan
Asap, asam, alkali, angin dan hampir semua substansi iritan yang
masuk ke saccus konjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa
iritan umum adalah pupuk, sabun, deodoran, spray rambut, berbagai asam dan
alkali. Di daerah tertentu, asap dan kabut dapat menyebabkan konjungtivitis
ringan2,3.
Pada luka karena asam, asam mengubah sifat protein jaringan dan
berefek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat
menyusup dan menetap dalam jaringan konjungtiva, merusak selama berjamjam atau berhari-hari. Perlekatan konjungtiva bulbi dan palpebra dan leukoma
kornea lebih besar terjadi bila penyebabnya alkali. Gejala utamanya adalah
rasa sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia dan blefarospasme4.
Pembilasan segera dan menyeluruh pada saccus konjungtiva dengan air atau
larutan fisiologis. Dapat juga diberi kompres dingin selama 20 menit setiap
jam, atropin 2 kali sehari,bila perlu beri analgetik sistemik. Parut kornea
mungkin memerlukan transpalantasi kornea, simblefaron memerlukan bedah
plastik. Luka bakar berat pada konjungtiva dan kornea prognosis buruk
meskipun di bedah. Namun bila ditangani segera prognosisnya lebih baik5-7.
17
2.
3.
4.
5.
penyakit
ini, karena
19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa
dengan konjungtivitis hemoragik akut. Pada kasus ini tidak terdapat
penatalaksanaan medikamentosa spesifik, namun dianjurkan untuk pemberian
tetes mata antibiotik.
B. Saran
Hendaknya pasien menghapus air mata dengan bahan yang bersih dari
kontaminasi.
Menghindari memegang mata yang sakit dengan tangan atau bahan yang tidak
bersih.
Hendaknya mata yang sakit ditutup sementara waktu untuk menghindari
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Ventocilla
M.
2012.
Allergic
conjunctivitis.
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview
2. Vaughan D, Asbury T, Riordan P. 2007. Ocular and orbital trauma. Dalam:
General Ophthalmology, Chapter 19. 17th ed. McGraw Hill Company: USA
3. Ilyas S, Sukardi I, Harmani B, Sudiro SH, Gondowiardjo TD. 2000. Prosedur
Diagnostik dan Penatalaksanaan Pengobatan di Sub Bagian Kornea, Lensa, dan
Bedah Refraktif. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI. p23-31
4. Ilyas, S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman R, Simarwata M., Widodo PS (eds).
2010. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Jakarta: Sagung Seto
5. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology. 4th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1999.
Halaman 657-9
6. Subconjungtiva Bleeding. Diunduh dari www.emedicine.com. Diakses Maret
2014
7. Al-Ghozi M. 2002. Konjungtivitis, dalam Buku ajar oftalmologi. Yogyakarta:
FKUMY; pp: 54-9
8. Mc Kinley Health Center. 2006. Conjunctivitis. http://www.mckinley.vive.edu
9. Hall A, Shilio B. 2005. Vernal keratoconjunctivitis. Community Eye Health; pp:
18(53): 76-78
10. Scott
IU.
2013.
Viral
conjunctivitis.
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview
21