Mandiri Urin SK 1
Mandiri Urin SK 1
Makroskopik Ginjal
Sumber: http://www.doereport.com/imagescooked/144W.jpg
Seperti
kacang
tanah:
extremitas superior, extremitas inferior, margo lateralis, margo medialis (terdapat hilum
renale tempat keluar masuk ureter, a.v. renalis, nervus, dan vasa lymphatica.
Ginjal kiri lebih tinggi setengah vertebra dari ginjal kanan. Terletak di pertengahan V11
pertengahan VL3. Ginjal kanan terletak mulai tepi atas VT12- tepi atas VL4. Ginjal
kanan hanya di depan costa 12.
Ginjal tidak sejajar dengan linea medialis posterior, axisnya miring yaitu cranio lateral ke
caudo medial.
Puncaknya terdapat topi glandula suprarenalis. Ginjal kanan berbentuk pyramid, kiri
bentuk bulan sabit.
Ginjal
diliputi
kapsula
cribrosa
tipis
mengkilat,
berikatan
dengan
jaringan
di
bawahnya disebut
fascia renalis.
1
2
Vaskularisasi Ginjal
1
Pada hilum renalis, a. renalis bercabang dua menjadi ramus anterior dan posterior. Diantara
keduanya membentuk anastomosis yang disebut avascular line (broedel)
Inervasi Ginjal:
Depan: flexura coli dextra, colon ascendens, duodenum pars descendens, hepar lobus
dextra dan mesocolon transversum.
Belakang: m. psoas dextra, m. quadratus lumborum, m. transversus abdominis dextra, n.
subcostalis VT12 dextra, n. ileohypogastricus dextra, n. ileoinguinalis VL1 dextra dan
costa 12 dextra.
apparatus jukstaglomerulus yang terdiri dari sel jukstaglomerularis, macula densa, dan sel
mesangial extraglomerularis (polkissen).
Di luar glomerulus, tepat sebelum bercabang, sel otot polos dari tunica muscularis dinding
arteriol aferen berubah menjadi besar, bulat, dan sitoplasmanya mempunyai granula yang
mengandung renin. Sel ini disebuut sel jukstaglomerularis. Berhadapan dengan macula densa, di
daerah antara vas aferen dan vas eferen, sel mesangium extraglomerular membentuk bantalan
tebal disebut polkissen (polar cushion). Ketiga unsur tersebut berperan dala mengatur tekanan
darah melalui sistem renin-angiotensin.
Dinding kapiler glomerulus (sel endotel selapis gepeng) yang 100 kali lebih permeabel
terhadap air dan zat terlarut.
Membrane basal (lapisan gelatinosa aselular) dari kolagen untuk kekuatan strukturalnya
dan glikoprotein untuk menghambat filtrasi protein plasma dengan muatan negatif
sehingga menolak albumin/protein lain yang bermuatan negatif juga.
Kapsul Bowman pars viseralis (podosit) memiliki pedikel yang diantaranya terdapat
celah filtrasi.
Tekanan darah kapiler glomerulus (55 mmHg): tekanan cairan yang ditimbulkan darah
dalam kapiler. Bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi aliran darah dari a.
aferen dan a. eferen. Tekanan ini bekerja mendorong filtrasi.
Tekanan osmotik koloid plasma (30 mmHg): ditimbulkan dari distribusi tidak seimbang
protein plasma di kedua sisi membrane karena konsentrasi air di kapsul Bowman lebih
tinggi dari kapiler sehingga timbul osmosis air kapsul Bowman untuk menurunkan
konsentrasi. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi.
Tekanan hidrostatik kapsul Bowman (15 mmHg): ditimbulkan oleh cairan di bagian awal
tubulus mendorong cairan keluar kapsul Bowman. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi.
Otoregulasi: mencegah perubahan spontan LFG (80-180 mmHg) dengan cara mengubah
caliber a. aferen. Jika tekanan arteri dan LFG meningkat, maka terjadi kontriksi a. aferen
sehingga LFG menjadi normal dan begitu pula jika LFG menurun maka akan terjadi
sebaliknya.
Kontrol simpatis ekstrinsik: untuk regulasi jangka panjang tekanan darah arteri.
Diperantarai sinyal sistem saraf simpatis ke a. aferen. Jika volume plasma menurun
sehingga tekanan darah arteri menurun (terdeteksi baroreseptor), maka terjadi reflex saraf
ke otak dan jantung (jangka pendek) sehingga terjadi penurunan ekskresi urin dan
penurunan LFG (jangka panjang).
2. REABSORPSI TUBULUS
Air
Natrium
Glukosa
Urea
Fenol
Reabsorpsi (%)
99
99,5
100
50
0
Ekskresi (%)
1
0,5
0
50
100
Transpor Transepitel
Terdapat 5 tahap transport transepitel:
1
2
3
4
5
Bahan meninggalkan cairan tubulus dengan melewati membrane luminal sel tubulus.
Bahan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya.
Bahan melewati membrane basolateral sel tubulus ke cairan interstitium.
Bahan berdifusi melalui interstitium.
Bahan menembus dinding kapiler ke plasma darah.
Pompa N-K-ATPase
Natrium direabsorpsi di sepanjang tubulus. Di tubulus proksimal Na+ di reabsorpsi untuk diikuti
oleh reabsorpsi glukosa, asam amino, air, klorida, dan urea. Di pars ascenden natrium dan klorida
di reabsorpsi dan bagian penting untuk menghasilkan urin berkonsentrasi dan bervolume
bervariasi. Di tubulus distal dan duktus koligen natrium di reabsorpsi di bawah kontrol hormon.
Semua itu melibatkan pompa Na-K-ATPase di membrane basolateral sel tubulus.
Aldosteron: mereabsorpsi natrium di tubulus distal berbanding terbaik dengan beban natrium.
Sistem RAA terdiri dari apparatus jukstaglomerulus yang menghasilkan renin untuk merespon
adanya penurunan natrium klorida atau volume CES atau tekanan darah, yaitu:
1
2
3
3. SEKRESI TUBULUS
Sekresi H+ untuk mengatur keseimbangan asam basa, berlawanan dengan sekresi K+ yang
dikontrol aldosterone. Proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul
kompleks.Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2,
H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat.
dan
etiologi
keduanya
sama
termasuk
manisfestasi
histopatologinya
3.2. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Sindrom nefrotik primer
klinis
serta
Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena
sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri
tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk
dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu
jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.7
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop
cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop
elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi
histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut
rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta
Habib dan Kleinknecht (1971).8
Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik
primer
1. Kelainan minimal (KM)
2. Glomerulosklerosis (GS)
Nefropati membranosa
Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran
basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis
buruk.
d.
Infeksi
-
Tuberculosis, lepra
Keganasan
-
Lain-lain
-
Penyebab
sekunder
akibat
infeksi
yang
sering
dijumpai
misalnya
pada
rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan
konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.
Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang
intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau
volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium di renal. Retensi
natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan
tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran
plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya
mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu aktivitas
sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), hormon katekolamin serta ADH (anti diuretik
hormon) dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang,
pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill yang dijabarkan
seperti bagan di bawah ini :
Kelainan Glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminernia
Volume plasma
EDEMA
Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah
sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik
EDEMA
Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer
dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer
mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi
sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat
menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah
sebagai akibat hipervolemia.
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan
suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan
aktivitas degradasi lemak karena hilangnya -glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila
kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus
albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Pada status nefrosis, hampir semua kadar
lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Peningkatan kadar kolesterol
Proteinuria
Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang
terjadi lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah
protein dalam urin dapat mencapi 40mg/jam/ m2 luas permukaan tubuh (1gr/
m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan
selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter glomerulus.
2
Hipoalbuminemia
Jumlah albumin dalam badan ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar
Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat
meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di
hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,
VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan
sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan
tekanan onkotik.
Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid
meningkat. Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1)
hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk
lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar lipoprotein
lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.
4
underfilled dan teori overfille. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema
terjadi karena menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein
melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma,
yang
memungkinkan
transudasi
cairan
dari
ruang
inervaskular
keruangan
Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan
aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak
terdapat pada semua penderita Sindroma nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di
pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik dengan volume
plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia.
endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin
umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.ped.com
DIAGNOSIS BANDING
1. Sembab nonrenal: gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, dan edema hepatal.
2. Glomerulonefritis akut.
3. Lupus sistemik eritematosus.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
1
Protein urin kuantitatif, dapat berupa urine 24 jam atau rasio protein/kreatinin
pada urin pertama pagi hari
Pemeriksaan darah
a
Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kratinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwatz
3.6.
TATALAKSANA
mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu
pengobatan dihentikan.7
Tabel 3. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada sindrom nefrotik.
Remisi
Kambuh
hari
berturut-turut,
dimana
sebelumnya
pernah
mengalami remisi.
Kambuh tidak sering
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam
periode 12 bulan.
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
responsif-steroid.
Penatalaksanaan sindrom nefrotik dapat dikelompkkan menjadi:7
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian
gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.
Berantas infeksi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada
hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m 2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,
prednison dihentikan.
-
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m 2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,
dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1
minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu,
kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi
untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap
pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau
untuk biopsi ginjal.7
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgBB/hari. Sebagian besar terdiri dari karbohidrat.
Dianjurkan diet protein normal 0,8-1 g/kgBB/hari. Giordano dkk memberikan diet protein 0,6
g/kgBB/hari ditambah dengan jumlah gram protein sesuai jumlah proteinuria. Hasilnya
proteinuria berkurang, kadar albumin darah meningkat dan kadar fibrinogen menurun.6
Untuk mengurangi edema diberikan diet rendah garam (1-2 gram natrium/hari) disertai
diuretik (furosemid 40 mg/hari atau golongan tiazid) dengan atau tanpa kombinasi dengan
potassium sparing diuretic (spironolakton). Pada pasien SN dapat terjadi resistensi terhadap
diuretik (500 mg furosemid dan 200 mg spironolakton). Resistensi terhadap diuretik ini bersifat
multifaktorial. Diduga hipoalbuminemia menyebabkan berkurangnya transportasi obat ke tempat
kerjanya, sedangkan pengikatan oleh protein urin bukan merupakan mekanisme utama resistensi
ini. Pada pasien demikian dapat diberikan infus salt-poor human albumin. Dikatakan terapi ini
dapat meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus, aliran urin dan
ekskresi natrium. Namun demikian infus albumin ini masih diragukan efektivitasnya karena
albumin cepat diekskresi lewat urin, selain itu dapat meningkatkan tekanan darah dan bahkan
edema paru pada pasien hipervolemia.6
Hiperlipidemi dalam jangka panjang meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dini.
Untuk mengatasi hiperlipidemi dapat digunakan penghambat hidroxymethyl glutaryl co-enzyme
A (HMG Co-A) reductase yang efektif menurunkan kolesterol plasma. Obat golongan ini
dikatakan paling efektif dengan efek samping minimal. Gemfibrozil, bezafibrat, klofibrat
menurunkan secara bermakna kadar trigliserid dan sedikit menurunkan kadar kolesterol.
Klofibrat dapat toksis pada kadar biasa karena kadar klofibrat bebas yang meningkat
menyebabkan kerusakan otot dan gagal ginjal akut. Probukol menurunkan kadar kolesterol total
dan kolesterol LDL, tetapi efeknya minimal terhadap trigliserid. Asam nikotinat (niasin) dapat
menurunkan kolesterol dan lebih efektif jika dikombinasi dengan gemfibrozil. Kolestiramin dan
kolestipol efektif menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, namun obat ini tidak
dianjurkan karena efeknya pada absorbsi vitamin D di usus yang memperburuk defisiensi
vitamin D pada sindrom nefrotik.6
Untuk mencegah penyulit hiperkoagulabilitas yaitu tromboemboli yang terjadi pada
kurang lebih 20% kasus SN (paling sering pada nefropati membranosa), digunakan dipiridamol
(3 x 75 mg) atau aspirin (100 mg/hari) sebagai antiagregasi trombosit dan deposisi
fibrin/trombus. Selain itu obat-obat ini dapat mengurangi secara bermakna penurunan fungsi
ginjal dan terjadinya gagal ginjal tahap akhir. Terapi ini diberikan selama pasien mengalami
proteinuria nefrotik, albumin < 2 g/dl atau keduanya. Jika terjadi tromboemboli, harus diberikan
heparin intravena/infus selama 5 hari, diikuti pemberian warfarin oral sampai 3 bulan atau
setelah terjadi kesembuhan SN. Pemberian heparin dengan pantauan activated partial
thromboplastin time (APTT) 1,5-2,5 kali kontrol, sedangkan efek warfarin dievaluasi
dengan prothrombin time (PT) yang biasa dinyatakan dengan International Normalized
Ratio (INR) 2-3 kali normal.6
Bila terjadi penyulit infeksi bakterial (pneumonia pneumokokal atau peritonitis)
diberikan antibiotik yang sesuai dan dapat disertai pemberian imunoglobulin G intravena. Untuk
KOMPLIKASI
Infeksi
Anak-anak dengan NS berada pada risiko yang lebih tinggi terkena infeksi,
sebagian karena penyakit itu sendiri dan sebagian karena terapi imunosupresif.
Mereka memiliki kecenderungan yang kuat untuk infeksi pneumokokus. Beberapa
ahli mengusulkan bahwa anak-anak dengan NS diberikan profilaksis penisilin
selama relaps dari penyakit ini. Penting untuk diingat bahwa bakteri gram negatif
menyebabkan
proporsi
yang
signifikan
dari
infeksi
pada
anak-anak
dengan NS, dan sampai organisme telah diidentifikasi dalam pasien tertentu,
antibiotika spektrum luas harus ditentukan. Pasien pada obat-obatan imunosupresif,
jika terkena infeksi varicella, sebaiknya menerima imunoglobulin zoster dalam
waktu 72 jam. Pasien dengan varicellaharus ditangani dengan infus asiklovir.
Hipovolemia
Shock dan hipovolemia umumnya terjadi pada perkembangan edema.
Kehilangan cairan selama diare, muntah, sepsis dan terapi diuretik secara gegabah
memicu terjadinya hipovolemia. Tanda-tanda klinis dan gejala termasuk kram pusat
perut parah dengan atau tanpa muntah, penurunan output urine, kaki dingin,
tekanan darah rendah atau hipertensi reaktif. Laboratorium temuan natrium urin
rendah (<10 mEq / l) dan hematokrit meningkat menandakan shock hipovolemik.
pengobatan sangat penting dan infus koloid adalah andalan pengobatan; 4,5%
albumin, albumin 20% atau plasma harus diinfus perlahan-lahan di bawah
pengawasan hati-hati. Jika terjadi edema paru, infus harus dihentikan dan diberikan
furosemid intravena (1 mg / kg).
Hipertensi
Dalam sindrom nefrotik sensitive steroid (SSNS), tekanan darah biasanya
normal. Namun, hipertensi pada anak dengan SSSN harus dievaluasi sangat hatihati. Ini mungkin mencerminkan hipervolemia atau vasokonstriksi ekstrim dalam
menanggapi hipovolemia dimediasi melalui sistem renin-angiotensin. kemudian,
kadar natrium urin akan sangat rendah. Jika tekanan darah melebihi batas normal,
terapi
singkat
antihipertensi
dapat
ditentukan
setelah
hipovolemia
tidak
3.8.
PENCEGAHAN
3.9.
PROGNOSIS
PENCEGAHAN
3.9.
PROGNOSIS
Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas enam tahun.
Disertai hematuria.
pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan
sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.7