Anda di halaman 1dari 13

(SOSIOLOGI HUKUM)

HUBUNGAN PERUBAHAN-PERUBAHAN SOSIAL DENGAN HUKUM

DISUSUN OLEH :
MUH. WAHYUDIN HS
( 21009084)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
KENDARI
2011

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami hantarkan kehadirat Allah SWT,karena berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada dosen pembimbing mata kuliah
sosiologi hukum yang telah memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi kami baik
secara langsung maupun secara tidak langsung dalam penyusunan makalah ini.
Kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih banyak
kelemahan serta kekurangan baik dari segi isi maupun dari segi penulisan makalah ini. Oleh
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun, sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini kedepannya.

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kendari, november 2011

Penulis

DAFTAR ISI

A.
B.
C.
D.
A.

KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR
ISI.....................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang......................................................................................................
Rumusan masalah.................................................................................................
Tujuan penulisan..................................................................................................
Manfaat penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Perubahan Terhadap Hukum
B. Perubahan-Perubahan Sosial

C. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Social


D. Hubungan Antara Perubahan-Perubahan Social Dengan Hukum

E. Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Fungsi Hukum


BAB III PENUTUP
KESIMPULAN...

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak awal sejarah pembentukan umat manusia dalam konteks interaksi dalam
masyarakat persoalan kaidah atau norma merupakan jelmaan yang dibutuhkan dalam upaya
mencapai harmonisasi kehidupan. Secara empirik sosiologis kaidah atau norma adalah
tuntunan atau kunci dalam mencapai stabilisasi interaksi sehingga pelanggaran akan kaidah
atau norma akan dijatuhi bersifat hukuman atau sanksi sosial.
Kaidah agama maupun kaidah hukum yang bersumber pula dari kaidah sosial merupakan
payung kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat yang tidak beradab adalah masyarakat
yang tidak mempunyai kaidah agama maupun kaidah sosial, atau masyarakat yang
mengingkari atau menyimpang dari kedua kaidah tersebut. Dalam sejarah kehidupan manusia
hal ini telah banyak dibuktikan.
Interaksi kehidupan manusia dalam masyarakat dalam sepanjang perjalanan hidup tidak
ada yang berjalan lurus, mulus dan aman-amam saja. Sepanjang kehidupan manusia, yang
namanya persengketaan, kejahatan, ketidakadilan, diskriminasi, kesenjangan sosial, konflik
SARA dan sebagainya adalah warna-warni dari realitas yang dihadapi. Persoalan-persoalan
tersebut semakin berkembang dalam modifikasi lain akibat pengaruh teknologi globalisasi
akan semakin canggih setua usia bumi.
Manusia pun menyadari bahwa ketenangan dan ketentraman hidup tidak akan tercapai
tanpa kesadaran pada diri untuk berubah, memperbaiki perilaku selain dukungan masyarakat
untuk memulihkannya. Secara kodrati, hal essensial ini akan dicapai apabila masyarakat
menyediakan perangkat kontrol, pengawasan sosial, baik itu berupa peraturan tertulis
maupun tidak tertulis, kelembagaan penerap sanksi maupun bentuk-bentuk kesepakatan
masyarakat yang menjalankan fungsi tersebut. Secara realitas unsur-unsur pengawasan sosial
ini akan mengalami perubahan-perubahan, baik secara evolusi maupun revolusi sesuai
dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Interaksi perubahan sosial di satu sisi dan perubahan hukum di sisi lain merupakan
satu kesatuan yang tak terpisahkan seperti dua sisi sekeping mata uang. Interaksi tersebut
membawa konsekuensi ilmiah karena akan dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Paradigma atau yang disebut model atau cara pandang yang bersifat ilmiah adalah cara
pandang yang tidak bersifat individual melainkan kolektif, peers group, teman sejawat yang
telah mengalami uji laboratorium sosial. Oleh sebab itu perjalanan paradigma adalah
perjalanan otodidak, tidak diciptakan dan diuji keabsahannya oleh kaum ilmuwan dan
masyarakat.
Apa yang kita sebut sebagai paradigma telah mengalami proses berfikir secara
metodologis keilmuan yang akan dibuktikan keterandalannya melewati ruang dan waktu.
Sebagai bentuk pegangan dalam menganalisis, paradigma bukan merupakan hasil akhir tetapi
sebuah tawaran akademik yang memberikan jalan berfikir pada pengamat untuk
mengevaluasi kembali pola pikir yang telah dianut orang banyak. Sejalan dengan hal ini
maka yang dihindari adalah penganutan paradigma secara kultus individu, yang berpegang
pada satu paradigma dan membelanya mati-matian, tanpa berfikir bahwa persoalan hukum
adalah persoalan sosial, maka kerap kali yang dihadapi adalah memberikan penjelasan yang
mudah dan dapat diterima semua pihak.
Paradigma dalam proses berfikir merupakan sebuah tawaran saja bagi proses
pembelajaran suatu kaidah keilmuan, bukan tawaran akhir. Sepanjang perjalanan umat

manusia untuk terus berfikir, maka terbuka banyak sekali kemungkinan untuk timbul
paradigma-paradigma
baru
dengan
setting
social
yang
berbeda.
Adapun paradigma yang berkembang dalam memberikan format atas hubungan interaksi
perubahan sosial dan perubahan hukum adalah :
1.

a)
b)
c)
d)
e)

Hukum melayani kebutuhan masyarakat, agar supaya hukum itu tidak akan menjadi
ketinggalan oleh karena lajunya perkembangan masyarakat
Ciri-ciri yang terdapat dalam paradigma pertama ini adalah :
Perubahan yang cenderung diikuti oleh sistem lain karena dalam kondisi ketergantungan
Ketertinggalan hukum di belakang perubahan sosial.
Penyesuaian yang cepat dari hukum kepada keadaan baru.
Hukum sebagai fungsi pengabdian.
Hukum berkembang mengikuti kejadian berarti ditempatnya adalah dibelakang peristiwa
bukan mendahuluinya.
Paradigma pertama ini kita sebut sebagai Paradigma Hukum Penyesuaian Kebutuhan.
Makna yang terkandung dalam hal ini adalah bahwa hukum akan bergerak cepat untuk
menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Kebutuhan akan
peraturan perundang-undangan yang baru, misalnya adalah yang nampak jelas dalam
paradigma ini. Kita tidak bisa menghindari bahwa kebutuhan masyarakat akan suatu
pengaturan sedemikian besar tidak disertai oleh pendampingan hukum yang maksimal.
Lajunya perubahan sosial yang membawa dampak pada perubahan hukum tidak serta
merta diikuti dengan kebutuhan secara langsung berupa peraturan perundang-undangan.
Persoalan ini sudah masuk dalam ranah mekanisme dalam lembaga perwakilan rakyat. Tetapi
kebutuhan masyarakat agar hukum mampu mengikuti sedemikian besar agar jaminan
keadilan, kepastian hukum dapat terus terpelihara.
Sebagai contoh dalam paradigma ini adalah kejahatan teknologi canggih seperti
computer, internet (cyber crime), pengaturan pernikahan beda agama, cloning, perbankan
syariah, santet dan sejenisnya, pornografi, terorisme, status hukum waria, legalitas
pernikahan lesbian dan homo, bayi tabung, euthanasia, status pria hamil. Sedemikian banyak
sesungguhnya yang terjadi dalam masyarakat yang perlu dibungkus dengan baju hukum
tetapi tidak semua di atur oleh hukum. Ini ibarat fenomena gunung es, yang secara realitas
hal-hal yang penulis kemukakan adalah permukaan saja yang senyatanya lebih banyak dari
contoh di atas. Hal-hal yang diatur oleh hukum dikemudian hari sudah merupakan pilihan
kebijakan publik dari pemerintah dengan beberapa pertimbangan. Kalaupun misalnya
persoalan-persoalan di atas masuk dalam perkara di pengadilan maka yang dijadikan dasar
adalah aturan yang bersifat umum, masih mencari-macari peraturan bahkan sudah
kadaluwarsa, tidak spesifik pada kasus tersebut.
Paradima pertama ini dalam interaksi perubahan sosial terhadap perubahan hukum
paling banyak terjadi. Hal ini membuktikan bahwa hukum mempunyai peranan apabila
masyarakat membutuhkan pengaturannya. Jadi sifatnya menunggu. Setelah suatu peristiwa
menimbulkan sengketa, konflik, bahkan korban yang berjatuhan maka kemudian difikirkan,
apakah diperlukan pengaturannya secara formal dalam peraturan perundang-undangan.
Kondisi ini menampilkan posisi hukum sangat tergantung sebagai variabel yang dependent

terhadap

perubahan

sosial

yang

terjadi.

2. Hukum dapat menciptakan perubahan sosial dalam masyarakat atau setidak-tidaknya dapat
memacu perubahan-perubahan yang berlangsung dalam masyarakat.
Ciri-ciri yang terdapat dalam paradigma kedua ini adalah :
a) Law as a tool of social engineering.
b) Law as a tool of direct social change.
c) Berorientasi ke masa depan (forward look-ing).
d) Ius Constituendum
e) Hukum berperan aktif.
f) Tidak hanya sekedar menciptakan ketertiban tetapi menciptakan dan mendorong
terjadinya
perubahan dan perkembangan tersebut.
Essensi dari paradigma ini adalah penciptaan hukum digunakan untuk menghadapi
persoalan hukum yang akan datang atau diperkirakan bakal muncul. Paradigma kedua ini
disebut sebagai Paradigma Hukum Antisipasi Masa Depan. Persoalan hukum yang akan
datang dihadapi dengan merencanakan atau mempersiapkan secara matang misalnya dari segi
perangkat perundang-undangan. Hal ini banyak kita jumpai perundang-undangan yang telah
diratifikasi di bidang hukum internasional misalnya peraturan perundang-undangan di bidang
lingkungan hidup.
Berkaitan dengan paradigma ini, terdapat juga peraturan perundang-undangan yang
digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial tetapi menghadapi polemik yang
kontroversial dalam masyarakat oleh karena sanksi penjara dan denda yang sangat tinggi
seperti UULLAJR (Undang-undang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya). Akibatnya
pemerintah menunda pemberlakuan UU ini. Kedua paradigma di atas pada akhirnya akan
berujung pada keinginan untuk membuat produk hukum berupa peraturan perundangundangan. Namun di sisi lain nilai positif yang kita ambil adalah :
a. Aspek pengkajian hukum Didahului dengan observasi lapangan dan dianalisis berdasarkan
nilai kebutuhan riil masyarakat. Hasil riset dapat dijadikan parameter untuk menentukan
produk hukum yang dikeluarkan. Studi komparatif sangat dimungkinkan mengingat produk
hukum yang akan dibuat telah belajar di tempat lain.
b. Aspek pendidikan hukum. Kedua paradigma tersebut menjadi wadah penting bagi
proses pembelajaran dalam pendidikan hukum. Orientasi pendidikan hukum sangat
berhubungan dengan pola peningkatan intelektual hukum dengan menelaah kasus-kasus yang
terjadi dalam masyarakat yang nantinya dapat diambil konsep-konsep dasar pengembangan
pendidikan hukum. Di bawah ini diuraikan ragaan interaksi perubahan sosial dan perubahan
hukum sebagai skematis yang sederhana dari uraian di atas sebagai berikut :

B. Rumusan Masalah
Pada rumusan masalah yang terjadi, norma norma hukum yang terdapat dari masingmasing kebudayaan yang saling berhadapan tentunya memiliki fungsi untuk mempertahankan
kebudayaan itu sendiri yang nantinya berpengaruh kepada kondisi sosial masyarakat.
Pengaruh yang didapatkan dari fungsi yang berhadapan tersebut tidaklah selalu dapat
diterima atau dapat dikatakan terdapat suatu penyimpangan yang disebabkan adanya
akulturasi budaya. Adakalanya akulturasi memberikan dampak kepada pribadi-pribadi untuk
sejauh mana menaati fungsi hukum yang ada. Dari uraian singkat diatas timbulah beberapa
permasalahan-permasalahan sebagi berikut:
1. Bagaimana peran hukum bagi suatu kondisi sosial masyarakat ?
2. Bagaimana hubungan perubahan-perubahan sosial dengan hukum ?

C. Tujuan Penulisan :
Adapun tujuan penulisan pada makalah ini ialah :
Tujuan umum, untuk mengetahui pemahaman tentang hubungan perubahan sosial
dengan hukum .
2.
Tujuan khusus,untuk mengetahui peran hukum didalam kondisi sosial masyarakat.
1.

D. Manfaat Penulisan :
1. Manfaat teoritis yaitu pembaca dapat mengetahui bagaimana hubungan perubahan sosial
dengan hukum .
2. Manfaat praktis yaitu dapat menggambarkan suatu praktek mengenai peranan hukum dalam
perubahn-perubahan sosial.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perubahan Terhadap Hukum

Dalam beberapa tahun belakangan ini telah banyak perubahan yang terjadi t e r h a d a p
d u n i a h u k u m d i I n d o n e s i a . P e r u b a h a n i t u d i p e n g a r u h i o l e h b a n y a k faktor,
salah satunya adalah dorongan reformasi di segala bidang termasuk bidang hukum.
Reformasi bidang hukum sendiri ditandai oleh perubahan dalam struktur ketatanegaraan
Indonesia yang sedikit banyaknya mengubah wajah sistem hukum Indonesia dan
memperluaskan ruang lingkup penegakan hukum baik dalam sektor privat maupun publik.
Perluasan tersebut semakin menunjukkan bahwa peranan dan fungsi hukum dalam
menwujudkan perubahan sangatlah penting.
Hukum telah menjangkau banyak aspek social dan ilmu, tidak lagi hanya dibatasi dalam
lingkup hukum saja. Ruang publik semakin terbuka dengan munculnya kebebasan
mengemukakan pendapat dan hukum mempunyai peranan yang cukup besar disana.
Dalam ruang privat juga sama, akuntabilitas dan transparansi harta kekayaan
pejabat yang dulu merupakan hal tabu, sekarang menjadi salah satu hal yang dapat dinilai
bahkan perlu diketahui oleh publik (masyarakat). Oleh karena itulah, reformasi
dalam pembangunan dan penegakan hukum menjadi salah satu agenda penting
pemerintah. Pengaruh peranan hukum tersebut juga perlu diperkenalkan kepada
masyarakat. Bahwa semua orang tanpa terkecuali perlu mengetahui tentang fungsi dan
peranan hukum. Secara filosofis hukum terlahir karena ada masyarkat, dan
hukum
berfungsi
untuk
mengatur
kehidupan
masyarakat.
Sehingga
kehidupan masyarakat sangat dibatasi oleh norma dan aturan dalam hukum yang berlaku
baik dalam ruang publik maupun privat. Oleh karena itu, penegakan hukum
secara benar merupakan hal yang sangat penting.Perluasan ruang lingkup hukum
sendiri sebenarnya telah menyebabkan munculnya kompleksitas dalam penegakan
hukum.
Hal itu bukan hanya berada d a l a m t a t a r a n p e n a f s i r a n d a n p e l a k s a n a a n
a s a s - a s a s h u k u m n a m u n j u g a p a d a tataran perwujudan hukum formal (bagaimana
cara menegakkan hukum material s e c a r a b e n a r ) . S e l a i n i t u , k i t a d i h a d a p k a n
p a d a s e m a k i n b a n y a k n y a j u m l a h peraturan perundang-undangan yang berlaku
ditambah menumpukknya rancangan peraturan perundang-undangan baru yang sedang
dibahas baik dalam lembaga eksekutif maupun ruang legislasi. Apakah ini pertanda
bahwa arah sistem hokum dan penegakan hukum kita sedang berjalan kearah yang
benar ? Tidak ada jawaban y a n g p a s t i m e n g e n a i h a l t e r s e b u t . S e b a b t e r l a l u
s e d e r h a n a j i k a j a w a b a n y a n g muncul hanya ya atau tidak.
Banyak faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penegakan hukum yaitu faktor
ekonomi, sosial, politik, adat budaya, agama, dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya
penegakan hukum sendiri dilakukan oleh orang-orang yang berperan didalamnya
mulai dari unsur pemerintah, yustisia, dunia usaha hingga masyarakat umum.
Hubungan tersebut tidak dapat dilihat secara terpisah. Semua unsur tersebut
berhubungan satu dengan yang lain. Namun dalam hal ini sangat penting kiranya
apabila kita melihatnya dari sisi penegak hukum, sebab bisa dikatakan bahwa
merekalah yang bergelut setiap saat dalam pelaksanaan penegakan hukum kita. Artinya
kesan dan pandangan yang terbangun m e n g e n a i p e l a k s a n a a n p e n e g a k a n h u k u m
s a n g a t d i p e n g a r u h i o l e h s i k a p d a n tingkah laku para penegak hukum tersebut.
Proses Perubahan-Perubahan Hukum
Suatu pertentangan antara mereka yang menganggap bahwa hukum harus mengikuti
perubahan-perubahan sosial lainnya dan mereka yang berpendapat bahwa hukum merupakan
alat untuk merubah masyarakat, telah berlangsung sejak lama dan merupakan masalah yang

penting dalam sejarah perkembangan hukum. Kedua faham tersebut bolehlah dikatakan
masing-masing diwakili oleh Von Savigny dan Bentham. Bagi Von Savigny yang dengan
gigihnya membendung datangnya hukum Romawi, maka hukum tidaklah dibentuk akan
tetapi harus diketemukan. Apabila adat istiadat telah berlaku secara mantap, maka barulah
pejabat-pejabat hukum mensyahkannya sebagai hukum.
Sebaliknya, Bentham adalah seorang penganut dari faham yang menyatakan bahwa
mempergunakan hukum yang telah dikonstruksikan secara rasionil, akan dapat diadakan
perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Suatu teori yang sejalan dengan pendapat Von Savigny, penah dikembangkanoleh seorang
yuris Austria yang bernama Eugen Ehrlich. Ehrlich membedakan antara hukum yang hidup
yang didasarkan pada perikelakuan sosial, dengan hukum memaksa yang berasal dari negara.
Dia menekankan bahwa hukum yang hidup lebih penting daripada hukum negara yang ruang
lingkupnya terbatas pada tugas-tugas negara. Padahal hukum yang hidup mempunyai ruang
lingkup yang hampir mengatur semua aspek kehidupan bersama dari masyarakat. Dari
penjelasannnya di atas jelas terlihat bahwa Ehrlich pun menganut faham bahwa perubahanperubahan hukum selalu mengikuti perubahan-perubahan sosial lainnya.
Di dalam suatu proses perubahan hukum, maka pada umumnya dikenal adanya tiga badan
yang dapat merubah hukum, yaitu badan-badan pembentuk hukm, badan-badan penegak
hukum dan badan-badan pelaksana hukum. Adanya badan-badan pembentuk hukum yang
khusus, adanya badan-badan peradilan yang menegakkan hukum serta adanya badan-badan
yang menjalankan hukum, merupakan ciri-ciri yang terutama terdapat pada negara-negara
modern. Pada masyarakat sederhana mungkin hanya ada satu badan yang melaksanakan
ketiga fungsi tersebut. Akan tetapi baik pada masyarakat modern ataupun sederhana, ketiga
fungsi tersebut dijalankan dan merupakan saluran-saluran melalui mana hukum mengalami
perubahan-perubahan.
B. Perubahan-Perubahan Sosial
Proses terjadinya perubahan-perubahan pada masyarakat di dunia pada dewasa ini
merupakan suatu gejala yang normal yang pengaruhnya menjalar dengan cepat kebagianbagian lain dari dunia, antara lain berkat adanya komunikasi modern dengan taraf teknologi yang
berkembang dengan pesatnya. Penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, terjadi suatu
revolusi, modernisasi pendidikan dan lain-lain kejadian yang di suatu tempat dengan cepat dapat
diketahui oleh masyarakat-masyarakat lain yang bertempat tinggal jauh dari pusta terjadinya
peristiwa tersebut di atas. Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai,
kaidah-kaidah, pola-pola perilaku, organisasi, struktur lembaga-lembaga sosial, stratifikasi sosial,
kekuasaan, interaksi sosial dan lain sebagainya.
Oleh karena luasnya bidang di mana mungkin terjadi perubahan-perubahan tersebut, maka
peruabahan-perubahan tadi sebagai proses hanya akan dapat diketemukan oleh seseorang
yang sempat meneliti dari kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu tertentu dan kemudian
membandingkannya dengan susunan serta kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang
lampau. Seseorang yang tidak sempat untuk menelaah susunan dan kehidupan masyarakat
desa di Indonesia, misalnya, akan berpendapat bahwa masyarakat desa tersebut tidak maju dan
bahkan tidak berubah sama sekali. Pernyataan tersebut di atas biasanya didasarkan atas suatu
pandangan sepintas lalu yang kurang teliti serta kurang mendalam, oleh karena tidak ada suatu
masyarakatpun yang berhenti pada suatu titik tertentu di dalam perkembangannya sepanjang

masa. Sulit untuk menyatakan bahwa masih banyak masyarakat-masyarakat desa di Indonesia
yang masih terpencil.
Para sarjana sosiologi pernah mengadakan suatu klasifikasi antara masyarakat yang statis
dengan masyarakat yang dinamis. Masyarakat yang statis dimaksudkan sebagai suatu
masyarakat dimana terjadinya perubahan-perubahan secara relatif sedikit sekali, sedangkan
perubahan-perubahan tadi berjalan dengan lambat. Masyarakat yang dinamis merupakan
masyarakat yang mengalami pelbagai perubahan-perubahan yang cepat. Memang, setiap
masyarakat pada suatu masa dapat dianggap sebagai masyarakat yang statis, sedangkan pada
masa lainnya dianggap sebagai masyarakat yang dinamis. Perubahan-perubahan bukanlah
semata-mata berarti suatu kemajuan belaka, akan tetapi dapat pula berarti suatu kemunduran
dari masyarakat yang berangkutan yang menyangkut bidang-bidang tertentu.
Sebagai suatu pedoman menurut Selo Soemarjan (1962:379), bahwa kiranya dapatlah
dirumuskan bahwa perubahan-perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan yang
terjadi pada lembaga-lembaga sosial di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem
sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perikelakuan di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dari perumusan tersebut kiranya menjadi jelas bahwa
tekanan diletakkan pada lembaga-lembaga sosial sebagai himpunan kaidah-kaidah dari segala
tingkatan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia, perubahan-perubahan mana
kemudian mempengaruhi segi-segi lainnya dari struktur masyarakat.
Proses Perubahan-Perubahan Sosial
Keseimbangan dalam masyarakat dapat merupakan suatu keadaan yang diidam-idamkan
oleh setiap warga masyarakat. Dengan keseimbangan di dalam masyarakat dimaksudkan
sebagai suatu keadaan di mana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok berfungsi dalam
masyarakat dan saling mengisi. Di dalam keadaan demikian para warga masyarakat merasa
akan adanya suatu ketentraman, oleh karena tak adanya pertentangan pada kaedah-kaedah
serta nilai-nilai yang berlaku. Setiap kali terjadi gangguan terhadap keadaan keseimbangan
tersebut, maka masyarakat dapat menolaknya atau merubah susunan lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang ada dengan maksud untuk menerima suatu unsur yang baru. Akan tetapi
kadang-kadang suatu masyarakat tidak dapat menolaknya, oleh karena unsur yang baru
tersebut dipaksakan masuknya oleh suatu kekuatan. Apabila masuknya unsur baru tersebut tidak
menimbulkan kegoncangan, maka pengaruhnya tetap ada, akan tetapi sifatnya dangkal dan
hanya terbatas pada bentuk luarnya, kaedah-kaedah dan nilai-nilai dalam masyarakat tidak akan
terpengaruhi olehnya.
Adakalanya unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan, secara bersamaan
mempengaruhi kaedah-kaedah dan nilai-nilai, yang kemudian berpengaruh pula terhadap para
warga masyarakat. Hal ini dapat merupakan gangguan yang kontinu terhadap keseimbangan
dalam masyarakat. Keadaan tersebut berarti bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaankekecewaan di antara para warga masyarakat tidak mempunyai saluran yang menuju kearah
suatu pemecahan. Apabila ketidak seimbangan tadi dapat dipulihkan kembali melalui suatu
perubahan, maka keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjustment); apabila terjadi
keadaan yang sebaliknya, maka terjadi suatu ketidak sesuaian (maladjustment).
Suatu perbedaan dapat diadakan antara penyesuaian diri lembaga-lembaga
kemasyarakatan, dan penyesuaian diri para warga masyarakat secara individual. Yang pertama
menunjuk pada suatu keadaan dimana masyarakat berhasil menyesuaikan lembaga-lembaga
kemasyarakatan pada kondisi yang tengah mengalami perubahan-perubahan, sedangkan yang
kedua menunjuk pada orang-orang secara individual yang berusaha untuk menyesuaikan dirinya

pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah diubah atau diganti, agar supaya yang
bersangkutan terhindar disorganisasi kejiwaan.
Di dalam proses perubahan-perubahan sosial dikenal pula saluran-salurannya yang
merupakan jalan yang dilalui oleh suatu perubahan, yang pada umumnya merupakan lembagalembaga kemasyarakatan yang pokok dalam masyarakat. Lembaga-lembaga kemasyarakatan
mana yang merupakan lembaga terpokok, tergantung pada fokus sosial masyarakat dan
pemuka-pemukanya pada suatu masa tertentu. Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pada
suatu waktu mendapat penilaian tertinggi dari masyarakat, cenderung untuk menjadi sumber
atau saluran utama dari perubahan-perubahan sosial. Perubahan-perubahan pada lembagalembaga kemasyarakatan tersebut akan membawa akibat pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya, oleh karena lembaga-lembaga tersebut merupakan suatu sistem yang
terintegrasi yang merupakan suatu konstruksi dengan pola-pola tertentu serta keseimbangan
yang tertentu pula. Apabila hubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi ditinjau dari
sudut aktivitasnya, maka kita akan berurusan dengan fungsinya. Sebenarnya fungsi tersebut
lebih penting oleh karena hubungan antara unsur-unsur masyarakat dan kebudayaan merupakan
suatu hubungan fugsional.
C. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Social
Apabila ditelaah dengan lebih mendalam perihal yang menjadi sebab terjadinya suatu
perubahan dalam masyarakat, maka pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa faktor yang
dirubah mungkin secara sadar, mungkin pula tidak ~ merupakan faktor yang dianggap sudah
tidak memuaskan lagi. Adapun sebabnya masyarakat merasa tidak puas lagi terhadap suatu
faktor tertentu adalah mungkin karena ada faktor baru yang lebih memuaskan, sebagai
pengganti faktor yang lama. Mungkin juga bahwa perubahan diadakan oleh karena terpaksa
diadakan penyesuaian diri terhadap faktor-faktor lain yang telah mengalami perubahanperubahan terlebih dahulu.
Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa sebab-sebab terjadinya perubahan-perubahan
sosial dapat bersumber pada masyarakat-masyarakat itu sendiri, dan ada yang letaknya di luar
masyarakat tersebut, yaitu yang datangnya sebagai pengaruh dari masyarakat lain, atau dari
alam sekelilingnya. Sebab-sebab yang bersumber dari pada masyarakat itu sendiri adalah antara
lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan dan
terjadi revolusi. Suatu perubahan sosial dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal
dari luar masyarakat tersebut misalnya sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam,
peperangan, pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dan sebagainya.
Di samping faktor-faktor yang menjadi sebab terjadinya perubahan-perubahan sosial tersebut
di atas, kiranya perlu juga disinggung faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses
perubahan sosial, yaitu faktor-faktor yang mendorong serta yang menghambat. Diantara faktorfaktor yang mendorong dapatlah disebutkan kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan
yang maju, toleransi terhadap pola-pola perikelakuan yang menyimpang, sistem stratifikasi sosial
yang terbuka, penduduk yang heterogin, dan ketidakpuasan terhadap bidang-bidang kehidupan
tertentu. Daya pendorong tersebut dapat berkurang karena adanya faktor-faktor yang
mengahambat, seperti kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain,
perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, sikap masyarakat yang tradisionalistis, adanya
kepentingan-kepentingan yang telah tertanam kuat sekali, rasa takut akan terjadinya kegoyahan
pada integrasi kebudayaan, prasangka terhadap hal-hal yang baru atau asing, hambatanhambatan yang bersifat ideologis, dan mungkin juga adat istiadat.

D. Hubungan Antara Perubahan-Perubahan Social Dengan Hukum


Masyarakat pada hakekatnya terdiri dari berbagai lembaga kemasyarakatan yang saling
pengaruh-mempengaruhi, dan susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi didasarkan pada
suatu pola tertentu. Suatu perubahan sosial biasanya dimulai pada suatu lembaga
kemasyarakatan tertentu dan perubahan tersebut akan menjalar ke lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya.
S.F. Kechekyan (1956) menguraikan suatu gambaran yang cukup lengkap tentang fungsi
hukum di Soviet Rusia, di satu fihak ia mengakui bahwa hukum dibentuk oleh negara dimana
hukum tersebut merupakan ekspressi keinginan-keinginan elit politik dan ekonomi. Oleh karena
itu hukum terikat oleh kondisi-kondisi sistem ekonomi yang berlaku dalam masyarakat, sehingga
perubahan-perubahan dalam hukum banyak tergantung pada perkembangan-perkembangan
dalam produksi dan hubungan antar kelas dalam masyarakat, akan tetapi di lain pihak dia pun
mengakui beberapa peranan hukum yang kreatif, namun sudah barang tentu tidak semua usahausaha penggunaan hukum untuk sosial engineering berakhir dengan hasil-hasil yang diingini.
Berkenaan dengan di atas Arnold M. Rose berasumsi bahwa efektivitas penggunaan hukum
sebagai alat untuk merubah masyarakat masih terbatas.

E. Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Fungsi Hukum


Melalui penormaan terhadap tingkah laku manusia ini hukum menelusuri hampir semua
bidang kehidupan manusia. Campur tangan hukum yang semakin meluas ke dalam bidang
kehidupan masyarakat menyebabkan masalah efektifitas penerapan hukum menjadi semakin
penting untuk diperhitungkan. Itu artinya, hukum harus bisa menjadi istitusi yang bekerja
secara efektif di dalam msyarakat.
Bagi suatu masyarakat yang sedang membangun hukum selalu dikaitkan dengan usahausaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Fungsi
hukum tidak cukup hanya sebagai kontrol sosial, melainkan lebih dari itu. Fungsi hukum
yang diharapkan dewasa ini adalah melakukan usaha untuk menggerakkan rakyat agar
bertingkah laku sesuai dengan cara-cara baru untuk mencapai suatu tujuan yang dicitacitakan. Kesadaran hukum masyarakat itu, oleh Lawrence M Friedman, terkait erat dengan
masalah budaya hukum. Dimaksudkan dengan budaya hukum di sini adalah berupa kategori
nilai-nilai, pandangan-pandangan serta sikap-sikapyang mempengaruhi bekerjanya hukum.
Dengan demikian, segala kebijaksanaan pemerintah dapat dirumuskan dengan jelas dan
terbuka melalui institusi yang namanya hukum itu. Di sini, hukum menjadi sandaran bagi
semua pihak, terutama instansi yang terlibat di dalam proses pembangunan atau pelaksanaan
keputusan-keputusan pembangunan. Apa yang diputuskan melalui hukum itu tidak dapat
dilaksanakan dengan baik dalam masyarakat, karena tidak sejalan dengan nilai-nilai, sikapsikap serta pandangan-pandangan yang telah dihayati oleh anggota-anggota masyarakat.
Hukum Modern dan budaya hukum ternyata perkembangan struktur sosial Indonesia tidak
atau kurang sesuai dengan hukum modern yang dikembangkan oleh elit penguasa. Dengan
kata lain, struktur sosial bangsa Indonesia belum seluruhnya diserap oleh hukum modern
sebagai basis sosialnya.
Namun demikian, sebaik apapun hukum yang dibuat, tapi pada akhirnya sangat
ditentukan oleh budaya hukum masyarakat yang bersangkutan. Berbicara mengenai
bagaimana sikap-sikap, pandangan-pandangan serta nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat.
Semua komponen budaya hukum itulah yang sangat menentukan berhasil tidaknya
kebijaksanaan yang telah dituangkan dalam bentuk hukum itu. Saluran komunikasi yang
tidak terorganisasi secara baik dan rapi akan berdampak pada kekeliruan informasi mengenai
isi peraturan hukum yang ingin disampaikan kepada masyarakat.

Adapun budaya hukum diperinci ke dalam nilai-nilai hukum prosedural dan nilai-nilai
hukum substantif. Nilai-nilai hukum prosedural mempersoalkan tentang cara-cara
pengaturan masyarakat dan manajemen konflik. Sedangkan, komponen substantif dari
budaya hukum itu terdiri dari asumsi-asumsi fundamental mengenai distribusi maupun
penggunaan sumber-sumber di dalam masyarakat, terutama mengenai apa yang adil dan tidak
menurut masyarakat, dan sebagainya. Budaya hukum merupakan unsur penting untuk
memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara sistem hukum yang satu dengan
yang lain.
Dalam pemahaman yang lebih luas Lawrence M. Friedman memasukan komponen
budaya hukum sebagai bagian integral dari suatu sistem hukum. Friedman membedakan
unsur sistem itu ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu: (1) struktur; (2) substansi; dan (3) kultur.
Komponen struktur adalah kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum dengan
berbagai macam fungsinya dalam mendukung bekerjanya sistem hukum. Komponen
substansi adalah luaran dari sistem hukum, termasuk di dalamnya norma-norma yang
antara lain berwujud peraturan perundang-undangan.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Para ahli filsafat, sejarah, ekonomi dan para sosiologi telah mencoba untuk merumuskan
prinsip-prinsip atau hukum-hukum perubahan-perubahan sosial. Banyak yang berpendapat
bahwa kecenderungan terjadinya perubahan sosial merupakan gejala wajar yang timbul dari
pergaulan hidup manusia. Adapula yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya
perubahan sosial manusia. Adapula yang berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena
adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti
misalnya perubahan dalam bentuk unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan.
Kemudian adapula yang berpendapat bahwa perubahan-perubahan sosial berupa pendidik-non
pendidik.
Kita juga mengenal perubahan penduduk. Perubahan itu sendiri merupakan suatu
perubahan sosial. Disamping itu perubahan penduduk juga merupakan faktor penyebab
timbulnya perubahan sosial dan budaya. Bilamana suatu daerah baru telah dipadati penduduk,
maka kadar keramah tamahannya pun akan menurun, kelompok sekunder akan bertambah
jumlahnya, struktur kebudayaan akan menjadi lebih rumit, dan masih banyak lagi perubahan
yang akan terjadi. Masyarakat yang keadaannya stabil, mungkin akan mampu menolak
perubahan, tetapi masyarakat yang jumlah penduduknya meningkat cepat, akan dengan cepat
terimbas perubahan walaupun secara cepat atau lambat.
Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat sering mempersoalkan
perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dengan perubahan kebudayaan. Kingsley Davis
berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan.

Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam


kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat,
bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial. Perubahan
sosial dan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu kedua-duanya bersangkut paut
dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam masyarakat untuk
memenuhi kebutuhannya.
Masyarakat yang terlintas dipersimpangan jalan lalu lintas dunia selalu merupakan pusat
perubahan. Karena kebanyakan masyarakat yang terdekat hubungannya masuk melalui difusi,
maka masyarakat yang terdekat hubungannya dengan masyarakat lain cenderung melalui
perubahan tercepat pula. Sebaliknya, daerah yang terisolasi merupakan pusat kestabilan,
konservatisme dan penolakan terhadap perubahan. Hampir semua suku yang sangat primitif
juga merupakan suku-suku yang amat terisolasi.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Cet. II,
Penerbit Gunung Agung, Jakarta, 2002.
Daniel S. Lev, Hukum Dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, Cet
I, LP3S, Jakarta, 1990.
Lili Rasyidi & Ira Rasyidi, Pengantar Filsafat dan Teori Hukum, Cet. ke VIII, PT
Citra Adtya Bakti, Bandung 2001.
Bushar Muhammad, Asas_Asas Hukum Adat, Suatu Pengantar, Cet. ke 4, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1983.
Fletcher, George P, Basic Concepts of Legal Thougt, Oxford University Press, New
York, 1996.
Mieke Komar, at al., Mochtar Kusumaatmadja: Pendidik dan Negarawan, Kumpulan
Karya Tulis Menghormati 70 Tahun Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LLM, Alumni,
Bandung, 1999.
Otje Salman, Teori Hukum, Mengingat Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT
Refika Aditama, Bandung, 2004.
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cet. ke 27, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2005.
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cet. I, Konstitusi
Press, 2005.
Lippman, Walter. Filsafat Publik, Terjemahan dari buku aslinya yang berjudul The
Publik Philosophy, oleh A. Rahman Zainuddin, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 1999.

Anda mungkin juga menyukai