DAFTAR ISI
BAB I
: PENDAHULUAN
BAB II
: LAPORAN KASUS
BAB III
: PEMBAHASAN
Identifikasi Masalah
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Kerja
10
Penatalaksanaan
10
Komplikasi
11
Prognosis
11
BAB IV
: TINJAUAN PUSTAKA
12
BAB V
: KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
BAB I
PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit
merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.
Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras,
dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna
terang, pirang, dan hitam, warna merah muda pada telapak tangan dan kaki bayi, serta warna
hitam kecoklatan pada genetalia orang dewasa. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut,
tipis dan tebalnya. (1)
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba. Kulit pun menyokong penampilan dan
kepribadian seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat
penting, selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain yaitu
estetik, ras, indikator sistemik, dan sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan
yang lain. Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu,
pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pria berusia 25 tahun, datang ke poliklinik kulit dan kelamin rumah sakit dekat
tempat anda bekerja dengan keluhan gatal di telapak tangan, punggung tangan kanan dan kiri,
telapak dan punggung kaki kanan dan kiri sejak 7 hari yang lalu. Gatal disertai kulit kemerahan,
bersisik, dan mengelupas. Pasien bekerja di tempat pencucian motor dan mobil sejak 1 bulan
yang lalu dengan jam bekerja 08.00 sampai jam 21.00. Pada saat mencuci motor atau mobil ia
tidak menggunakan sepatu khusus.
Pasien mengatakan bahwa di tempat-tempat yang gatal tersebut mengalami penebalan
dengan lipatan kulit yang kasar dan kering, kemudian oleh pasien diberi obat salep 88 yang
dibeli di warung akan tetapi gatal tidak mengalami perbaikan dan bahkan kulitnya muncul
seperti retak-retak. Pasien menyangkal pernah menderita penyakit yang sama, dan tidak ada
riwayat alergi. Di anggota keluarga, teman-teman di tempat kerja tidak ada yang menderita
penyakit yang sama.
BAB III
PEMBAHASAN
I.
IDENTIFIKASI MASALAH
Identitas Pasien:
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Keluhan utama
:: 25 tahun
: Pria
: Tukang cuci mobil dan motor
: Gatal di telapak dan punggung kedua tangan dan kaki
Berdasarkan data yang didapat dari pasien, keluhan utamanya ialah gatal pada telapak dan
punggung kedua tangan dan kaki sejak 7 hari yang lalu. Masalah lain yang ditemukan ialah :
1. Dari data identitas yang diperoleh, pekerjaan pasien menjadi faktor resiko yang cukup
tinggi terhadap terkontaminasinya kulit dengan bahan kimiawi atau iritan lainnya mengingat
dimana pasien bekerja pada pencucian mobil dan motor tetapi tidak menggunakan sepatu khusus.
2. Gatal disertai kulit kemerahan, bersisik dan mengelupas. Kulit kemerahan menandakan
eritema pada kulit yang disebabkan vasodilatasi pembuluh darah kapiler yang reversibel. Kulit
bersisik dan mengelupas menandakan adanya skuama, yaitu lapisan stratum korneum yang
terlepas dari kulit.
3. Bekerja sudah selama 1 bulan di tempat pencucian mobil dan motor, dan timbulnya
gejala gatal sejak 7 hari yang lalu. Hal ini menandakan gejala gatal yang dialami pasien masih
merupakan gatal fase akut (apabila gatal fase kronis > 3 minggu). Namun, melihat keadaan
pasien dimana selama bekerja 1 bulan tidak menggunakan sepatu khusus dapat dipikirkan adanya
kontak berulang kulit dengan bahan kimiawi dari sabun pencuci mobil motor atau iritan lainnya
berlangsung dalam proses yang lambat atau hipersensitivitas tipe lambat sampai munculnya
gejala gatal sekitar 7 hari yang lalu.
4. Penebalan dengan lipatan kulit yang kasar dan kering pada tempat yang gatal. Penebalan
ini merupakan likenifikasi dimana proses ini terjadi akibat jumlah keratinosit yang berlebihan
(hiperkeratinosit) sehingga kulit menebal. Selain itu, terpaparnya kulit terhadap bahan iritan
secara berulang menyebabkan transdermal water loss dan gatal yang menyebabkan sensasi
menggaruk terus menerus sehingga dapat menyebabkan kulit menjadi kering dan kasar.
5. Kulit yang tampak retak-retak setelah pemberian obat salep 88. Retaknya kulit
menandakan adanya fissure yang dimungkinkan disebabkan penggunaan obat salep 88 yang
mengandung asam salisilat dosis tinggi sehingga memacu proses keratolisis. Selain itu, retaknya
kulit dimungkinkan juga karena proses perjalanan penyakit yang terjadi.
Berdasarkan masalah-masalah yang sudah terpapar di atas, hipotesis pada kasus ini ialah :
1) Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi
kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Etiologi DKI ialah
adanya kontak kulit dengan bahan iritan, misalnya bahan pelarut, ujian, asam, dll.
Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan
pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angkanya sulit diketahui secara pasti. (2)
2) Dermatitis Kontak Alergika (DKA)
Dermatitis kontak alergika ialah dermatitis yang terjadi pada orang yang keadaan
kulitnya sangat peka (hipersensitif). Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat
sensitisasi dari pajanan/iritan. Gambaran lesi secara klinis muncul pada pajanan
selanjutnya setelah interpretasi ulang dari antigen oleh sel T memori, dan keluhan
utama pada penderita DKA adalah gatal pada daerah yang terkena pajanan. Perlu
adanya patch test untuk memastikan diagnosis dermatitis kontak alergi. (4)
3) Tinea Pedis
Tinea Pedis merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh
jamur dermatofitosis. Penderita bisa merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri
dari bermacam-macam efloresensi kulit. Pada tinea pedis, khususnya bentuk mocassin
foot pada seluruh kaki terlihat kulit menebal, dan bersisik serta eritema yang ringan
terutama di tempat yang terdapat lesi. Pemeriksaan mikologik dianjurkan untuk
menunjang penegakkan diagnosis tinea pedis. (5)
4) Dermatitis Atopi
Dematitis atopi ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal,
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga. Pada
pasien ini, dimungkinkan menderita dermatitis atopi apabila adanya riwayat atopi
dalam keluarga sehingga terjadi peradangan kulit yang kronis dan residif atau
berulang. Oleh karena itu, pemeriksaan IgE sangat diperlukan untuk memastikan
diagnosis dermatitis atopi. (6)
II.
ANAMNESIS
Riwayat penyakit :
Keluhan Utama :
Gatal pada telapak dan punggung kedua tangan dan kaki
Riwayat Penyakit Sekarang :
Anamnesis tambahan yang diperlukan adalah :
1) Sejak kapan terasa gatal pada telapak dan punggung kedua tangan dan kaki?
2) Apakah gatal dirasakan di tempat lain?
3) Apakah selama bekerja menggunakan sarung tangan atau sepatu khusus?
4) Berapa lama waktu yang dihabiskan untuk bekerja dalam satu hari?
5) Obat apa saja yang sudah dipakai dan berapa lama penggunaan obat?
Dan hasil anamnesis yang diperoleh dari pasien ialah :
Keluhan gatal di telapak tangan, punggung tangan kanan dan kiri, telapak
dan punggung kaki kanan dan kiri sejak 7 hari yang lalu. Gatal disertai kulit
kemerahan, bersisik, dan mengelupas. Pasien bekerja di tempat pencucian motor
dan mobil sejak 1 bulan yang lalu dengan jam bekerja 08.00 sampai jam 21.00.
Pada saat mencuci motor atau mobil ia tidak menggunakan sepatu khusus. Pasien
mengatakan bahwa di tempat-tempat yang gatal tersebut mengalami penebalan
dengan lipatan kulit yang kasar dan kering, kemudian oleh pasien diberi obat
salep 88 yang dibeli di warung akan tetapi gatal tidak mengalami perbaikan dan
Riwayat Keluarga :
Anamnesis tambahan yang diperlukan :
1) Apakah keluarga pasien pernah menderita penyakit yang sama?
Dan hasil anamnesis diperoleh dari pasien ialah keluarga tidak ada yang menderita
penyakit yang sama.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis dan keadaan gizi baik
Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Menandakan bahwa tekanan darah pasien adalah prehipertensi, dimana
menurut JNC VII 2003 tekanan darah yang normal adalah sistole kurang dari
120 dan diastole kurang dari 80 mmHg.
Denyut nadi
: 81 kali/menit
Menandakan bahwa denyut nadi pasien dalam batas normal, reguler isi cukup
dimana denyut nadi yang normal adalah 60-100 kali/menit.
Pernapasan
: 18 kali/menit
Menandakan bahwa pasien dalam batas normal, dimana frekuensi pernapasan
yang normal pada pria adalah 16-20 kali/menit.
Suhu tubuh
: afebris
Menandakan suhu tubuh pasien adalah normal, dimana suhu tubuh normal
antara 36,50C 37,20C.
Kepala : normocephal
Rambut : hitam, distribusi merata
Berdasarkan status generalis pada pasien, hasil pemeriksaan fisik yang didapat masih
dalam batas normal.
Status dermatologis :
a. Lokasi
: dorsum dan palmar manus dekstra dan sinistra
Efloresensi : eritema, erosi, likenifikasi, fissure, skuama kasar berwarna putih
Ukuran
: plakat, batas tidak tegas
Lesi
: multiple, bentuk tidak teratur, difus, menimbul dari permukaan
dan kering
b. Lokasi
Efloresensi
Ukuran
Lesi
dan kering
Berdasarkan status dermatologis pada pasien, ditemukan adanya gambaran efloresensi,
ukuran serta lesi yang sama pada kedua tangan dan kaki. Eritema (kemerahan) yang tampak
menunjukkan adanya vasodilatasi pembuluh darah kapiler yang disebabkan oleh pelepasan
prostaglandin dan leukotrien akibat kerusakan membran lemak keratinosit karena kontak
berulang dengan bahan iritan. Erosi, kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang
tidak melampaui stratum basale, merupakan akibat proses penggarukan yang terus-menerus
karena adanya sensasi gatal. Likenifikasi, penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas,
disebabkan oleh reaksi mekanisme pertahanan kulit untuk menjaga keutuhan barier kulit yang
telah dirusak oleh bahan iritan sehingga memacu proliferasi sel keratinosit yang lebih banyak.
Fissure atau retak-retak yang tampak dikarenakan proses kronis perjalanan penyakit ini. Skuama,
lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit, disebabkan bahan iritan yang merusak lapisan
teratas epidermis dimana kulit akan terasa lebih kering dan kasar.
IV.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Perifer
Hb
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
Hitung Jenis
Hasil
Pemeriksaan
13 g%
36 %
150.000/L
11.000/L
0/2/4/59/28/7
Nilai Normal
Keterangan
14-16 g%
40%-52%
150.000-400.000/L
5.000-10.000/L
0-1/0-3/2-6/50-70/20-40/2-8
normal
menurun
normal
meningkat
normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
: (-)
3. Histopatologi
DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang yang dilaksanakan maka diagnosis yang kami tegakkan pada pasien ini ialah
Dermatitis Kontak Iritan Kronis.
VII.
PENATALAKSANAAN
1. Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal diberikan sebagai anti inflamasi, menghambat inflamasi
dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit tempat radang.
Kortikosteroid topikal yang diberikan dpaat berupa betamethasone dipropionateaugmented 0,05%-oint atau clobetasol propionate 0,05%-cream and ointment
2. Antihistamin
Antihistamin diberikan untuk mengurangi rasa gatal.
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada dermatitis kontak iritan antara lain (4) :
1. Infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus Aureus
2. Neurodermatitis sekunder bisa terjadi terutama pada pekerja yang terus menerus
terpapar bahan iritan dan diperberat oleh faktor lain seperti stress psikologik
3. Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area lesi DKI atau
nekrosis jaringan kulit
4. Timbulnya jaringan parut karena paparan berulang bahan korosif, eksokoriasi atau
artifak dimana hal ini dapat mengurangi estetika kulit dan pasien bisa malu atau
depresi melihat kondisi kulitnya
5. Lesi yang kronis bila tidak diobati bisa menempatkan pasien dalam kondisi
disability disebabkan daerah lesi kulit terdapat pada tangan dan kaki sehingga
tidak memungkinkan pasien melanjutkan pekerjaannya
IX.
PROGNOSIS
Adapun prognosis pada pasien ini ad vitam dan ad functionam ialah ad bonam bila
dilakukan penanganan/penatalaksanaan yang tepat dan baik. Ad sanationam atau
kemungkinan kekambuhannya ialah dubia ad malam bila pasien tidak menggunakan
peralatan khusus ketika bekerja dapat menimbulkan pajanan bahan iritan berulang pada
kulit.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit
merupkan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit
juga sangat kompleks, elastis, dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan
juga bergantung pada lokasi tubuh.
epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi
reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel, yaitu:
a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan
besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antarsel.
b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna
muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen
(melanosomes).
2. Lapisan dermis
Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis.
Lapisan ini terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan
folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni:
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung saraf dan
pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian
ini terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin, dan
retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblas, serabut kolagen dibentuk
oleh fibroblast, membentuk ikatan (bundle) yang mengandung hidroksiprolin dan
hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang
larut sehingga makin stabil.
3. Lapisam Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke
pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang
dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut
panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujungujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.
B. Vaskularisasi Kulit
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas
dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di
dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di
pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih
besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.
C. Fisiologi Kulit
1. Fungsi proteksi
Menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik/mekanis misalnya: tekanan,
zat-zat kimia yang terutama bersifat iritan
Kulit mengandung melanosit yang melindungi dari sinar matahari dengan cara
tanning/membuat kulit menjadi lebih gelap
Proteksi terhadap rangsangan kimia dilakukan oleh stratum korneum di lapisan
epidermis yang bersifat impermeable
2. Fungsi Absorpsi
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit
mengambil bagian pada fungsi respirasi
Kemampuan absorpsi dipengaruhi oleh tebal/tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolism, dan jenis vehikulum
3. Fungsi Ekskresi
Kelenjar-kelenjar yang ada di kulit bertugas untuk mengeluarkan zat-zat sisa
metabolism yang berupa NaCl, urea, asam urat, ammonia, dan lain-lain dengan
memproduksi keringat
4. Fungsi Persepsi/Sensorik
Karena mengandung ujung-ujung saraf sensorik di lapisan dermis dan subkutis
5. Fungsi Termoregulasi
Dengan cara mengeluarkan keringat dan vasodilatasi/vasokonstriksi pembuluh
darah kulit
6. Fungsi Pembentukan Pigmen
Melanosit menentukan warna kulit, ras maupun individu
Pajanan matahari mempengaruhi produksi melanosom
7. Fungsi Keratinisasi
Sebagai perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik
Fungsi ini dilakukan oleh keratinosit
8. Fungsi Pembentukan Vitamin D
Dengan bantuan sinar matahari yang mengubah pro-vitamin d di kulit menjadi
vitamin D yang aktif
D. Efloresensi Kulit
Efloresensi atau ruam merupakan morfologi penyakit kulit untuk mengetahui berbagai
wujud kelainan kulit. Dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Efloresensi Primer
Makula
: kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warn
1
2
Papul
cm,
(biasanya infiltrat)
Urtikaria
: edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan
Nodus
: massa padat sirkumskrip, terletak kutan/sibkutan
1
Vesikel
: gelembung berisi serum, diameter <
cm
2
Bula
: vesikel berukuran lebih besar
Pustule
: vesikel berisi nanah
Kista
: ruangan berdinding dan berisi cairan, sel maupun sisa sel
2. Efloresensi Sekunder
Skuama
: lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit
Krusta
: cairan tubuh yang mengering
Erosi
: kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak
melampaui stratum basal
Ulkus
lebih dalam sampai menggores ujung papil menyebabkan keluarnya darah dan
serum)
E. Mekanisme Keratinisasi
Epidermis terdiri dari banyak lapisan sel epitel. Lapisan epidermis terdiri atas stratum
korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Lapisan
epidermis di bagian dalam terdiri dari sel-sel berbentuk kubus yang hidup dan cepat membelah
diri, sementara sel-sel di lapisan luar mati dan menggepeng. Epidermis tidak mendapat pasokan
darah langsung. Sel-selnya hanya mendapat makanan melalui difusi nutrien dari jaringan
pembuluh di dermis di bawahnya. Sel-sel yang baru terbentuk di lapisan dalam secara terus
menerus mendorong sel-sel yang lebih tua mendekati permukaan dan semakin jauh dari pasokan
makanan. Keratinosit yang dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain
akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel semakin
gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini
menjadi sel tanduk amorf. Hal ini, disertai kenyataan bahwa lapisan luar secara kontinu
mengalami tekanan dan wear and tear, menyebabkan sel-sel tua mati dan menggepeng. Sel-sel
epidermis berikatan erat satu sama lain melalui desmosom titik, yang berhubungan dengan
filamen keratin intrasel untuk membentuk suatu lapisan pembungkus kohesif yang kuat. Selama
pematangan sel penghasil keratin, terjadi akumulasi filamen-filamen keratin secara progresif
yang saling berikatan silang di dalam sitoplasma. Sewaktu sel-sel di bagian luar mati, yang
tertinggal hanya inti keratin fibrosa yang membentuk skuama keras-gepeng dan menjadi lapisan
keratinisasi protektif-kuat. Skuama pada lapisan keratinisasi paling luar yang terkelupas atau
tanggal akibat abrasi, secara terus menerus diganti melalui pembelahan di lapisan epidermis
sebelah dalam yaitu, stratum basale atau granulosum. Kecepatan pembelahan sel, dan dengan
demikian ketebalan lapisan keratinisasi, berbeda-beda untuk berbagai bagian tubuh. Lapisan ini
paling tebal pada tempat-tempat di bagian kulit mendapat tekanan paling besar, contohnya
telapak kaki dan tangan. (1)
F. Sistem Imun Kulit
Epidermis mengandung tiga jenis sel residen yaitu, melanosit, keratinosit, sel Langerhans
dan sel transien yaitu, limfosit T. Melanosit menghasilkan pigmen coklat, yakni melanin yang
jumlahnya menentukan berbagai corak warna kulit coklat. Melanin melindungi kulit dengan
menyerap sinar UV yang merugikan. Sel yang paling banyak adalah sel keratinosit, penghasil
keratin kuat yang membentuk lapisan protektif kulit di sebelah luar. Sawar fisik ini menghalangi
masuknya bakteri dan bahan lingkungan lain yang merugikan ke dalam tubuh dan mencegah
keluarnya air dan zat-zat penting tubuh lainnya. Keratinosit juga memiliki fungsi imunologis
dengan mengeluarkan interleukin 1, yang meningkatkan pematangan set T pasca timus di dalam
kulit. Sel Langerhans dapat berperan sebagai antigen presenting cell yang dapat mengaktifkan
limfosit T. Dermis mengandung sel dendritik dermal dan plasmasitoid, limfosit rantai gamma
dan delta yang mengekspresikan CD4, NKT sel, dan makrofag. (2)
Respons imun nonspesifik
Respons imun nonspesifik, yang membentuk lini pertama pertahanan terhadap sel-sel
atipikal bahkan pada pajanan pertama, mencakup peradangan, interferon, NK sel, dan sistem
komplemen. Peradangan adalah respons nonspesifik terhadap invasi asing atau kerusakan
jaringan yang sebagian besar diperantarai oleh fagosit profesional yaitu neutrofil dan monosit.
Sel-sel fagositik menghancurkan sel asing dan sel yang rusak melalui proses fagositosis dan
pengeluaran zat-zat kimia yang mematikan. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
pembuluh lokal yang diinduksi oleh histamin di tempat invasi atau cedera memungkinkan
penyaluran lebih banyak leukosit fagositik dan prekursor protein plasma inaktif yang penting
untuk proses peradangan, misalnya faktor pembekuan dan komponen sistem komplemen.
Perubahan-perubahan vaskuler tersebut juga merupakan penyebab timbulnya manifestasi
peradangan lokal yaitu, pembengkakan, kemerahan, panas dan nyeri. Inteferon secara
nonspesifik dikeluarkan oleh sel-sel yang terinfeksi virus dan untuk beberapa saat menghambat
multiplikasi virus di sel-sel lain yang berikatan dengannya. NK cell secara nonspesifik
melisiskan dan menghancurkan sel-sel yang terinfeksi virus pada pajanan pertama. Setelah
diaktifkan oleh faktor-faktor lokal atau mikroba di tempat invasi, sistem komplemen secara
langsung menghancurkan antigen dengan melisiskan membran dan memperkuat aspek-aspek lain
proses peradangan. (4)
1. Pruritoseptif, gatal yang berasal dari kulit dan terjadinya akibat adanya
pruritogen, seperti kulit yang kering, terjadi inflamasi, serta terjadi kerusakan
kulit.
2. Neuropati, gatal yang terjadi akibat terdapat lesi pada jaras aferen
penghantaran impuls, seperti neuralgia dan gangguan serebrovaskuler.
3. Neurogenik, gatal yang berasal dari pusat (sentral) tanpa disertai keadaan
patologis. Contohnya : sumbatan kandung empedu yang akan meningkatkan kadar
senyawa opioid yang akan memicu timbulnya pruritus
4. Psikogenik, gatal yang cenderung ditimbulkan akibat aktivitas psikologik dan
kebiasaan berulang. Misalnya : ketakutan terhadap parasit (parasitofobia) dapat
menyebabkan sensasi gatal.
Patofisiologi Pruritus
Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memicu
terjadinya pruritus. Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat junction
dermoepidermal bertanggung jawab untuk sensasi ini. Ujung saraf bebas ini dibagi
menjadi 2 ,yaitu serabut A- dan serabut C. Serabut A- ini bermielin sedangkan
serabut C tidak bermielin. Serabut C ini 80% nya merupakan nociceptor polimodal
(mekanik, thermal, kimiawi) dan 20% nya merupakan mekano-insensitif. Dari 20%
serabut saraf C tak bermielin ini, 5% nya merupakan prurireseptor. Pertama kali diiawali
dengan stimulasi ujung saraf bebas prurireseptor, impuls berjalan ke kornu dorsalis
substansia grissea kemudian menyilang garis tengah lalu naik ke atas melalui jaras
spinothalamikus kontaralateral. Selanjutnya, impuls disalurkan menuju thalamus untuk
dicerna. Setelah itu, impuls dihantarkan menuju area postcentralis lobus parietal untuk
persepsi nyeri, menuju girus cinguli anterior dan korteks insula yang terlibat dan
berperan dalam kesadaran sensai gatal, serta menuju area premotor korteks yang diduga
terlibat dalam inisiasi tindakan menggaruk. (4)
H. Dermatitis Kontak Iritan
Definisi
Dermatitis
kontak
iritan
(DKI)
merupakan
reaksi
peradangan
kulit
dermatitis kontak iritan merupakan suatu respon biologis pada kulit berdasarkan
variasi dari stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang menginduksi terjadinya
inflamasi pada kulit tanpa memproduksi antibodi spesifik. Dermatitis kontak iritan
lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis disebabkan karena penyebabnya bermacammacam dan interval waktu antara kontak dengan bahan iritan serta munculnya ruam
tidak dapat diperkirakan. Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan tingkat
keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajan
oleh bahan iritan tersebut. (1)
Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita DKI sulit didapat. Jumlah
penderita DKI diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlah
pastinya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang
berobat dengan kelainan ringan.
Dari data yang didapat dari Bureau of Labour Statistic menunjukkan 249.000
kasus penyakit okupational non fatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin,
15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar
untuk penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang sama,
bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi kerja di Amerika,
menunjukkan 90-95% dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80%
dari penyakit dermatitis kontak adalah dermatitis kontak iritan.
Sebuah kuesioner penelitian di antara 20.000 orang yang dipilih secara acak di
Sweden melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama tahun
sebelumnya. Orang yang bekerja pada industri berat, mereka yang bekerja bersentuhan
dengan bahan kimia keras yang memiliki potensial merusak kulit dan mereka yang
diterima untuk mengerjakan pekerjaan basah secara rutin memiliki faktor resiko.
Mereka termasuk muda, kuat, laki-laki yang dipekerjakan sebagai pekerja metal,
pekerja karet, terapist kecantikan, tukang roti, dll. (2)
Etiologi
Penyebab munculnya DKI ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Dermatitis Kontak
Iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen dan faktor endogen sangat
berperan. (1)
Faktor eksogen
Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial
iritan sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan
bentuk senyawa mungkin lebih sulit diprediksi. Faktor-faktor yang ditemukan
termasuk :
1. Sifat kimia bahan iritan : pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran
molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, dan kelarutan
2. Sifat dari pajanan : jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis
kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain, dan jarak setelah
pajanan sebelumnya
3. Faktor lingkungan : Sifat kimia bahan iritan lokalisasi tubuh yang
terpajan dan suhu, faktor mekanik seperti tekanan, gesekan, atau
goresan, kelembapan lingkungan yang rendah dan suhu dingin
menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit
lebih rentan pada bahan iritan.
Faktor endogen
Faktor endogen yaitu faktor individu juga ikut berperan pada pengaruh DKI,
misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas, usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi),
ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidens DKI
lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami
(ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya dermatitis atopik.
Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak, lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid membrane)
keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom,
mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan
melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserol (DAG), platelet activating factor
(PAF), dan inositida (IP3). AA diubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT).
PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler
faktor-faktor
tersebut
ada
yang
mengklasifikasi DKI menjadi 10 macam, yaitu : DKI akut, DKI lambat akut, reaksi
iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis,
noneritematosa, dan subyektif. Ada pula yang membaginya menjadi 2 kategori yaitu
kategori mayor terdiri atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan DKI kumulatif.
Kategori lainnya terdiri atas : DKI lambat akut, reaksi iritan, DKI traumatik, Dki
eritematosa, dan DKI subyektif.
DKI akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam
hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya
terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding
dengan konsentrasi dan lamanya kontak iritan, terbatas pada tempat kontak. Kulit
terasa pedih, panas, terbakar, kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula,
mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya
asimetris.
DKI akut lambat
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru mucul 8-24
jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut
lambat, misalnya pedofilin, antralin, tretionin, etilen oksida, benzalkonium
klorida, asam hidroflurat. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu
serangga yang terbang pada malam hari, penderita baru merasa pedih esok
harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel
atau bahkan nekrosis.
DKI kumulatif
Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lain ialah DKI kronis.
Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah. DKI kumulatif
mungkin bisa terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan
secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu
bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak bermingguminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan
rentetan kontak merupakan faktor penting.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya
kulit dapat retak seperti luka iris (fissure), misalnya tumit tukang cuci yang
mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan penderita umumnya
merasa gatal atau nyeri karena kulit retak. Ada kalanya kelainan hanya berupa
kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita.
Setelah dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian.
DKI kumulatif sering berhungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih
banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan di bagian lain tubuh. Contoh
pekerjaan yang berisiko tinggi untuk DKI kumjulatif yaitu : tukang cuci, kuli
bangunan, montir di bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut
Reaksi iritan
Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala
seperti dermatitis numularis, penyembuhan lamabt, paling cepat 6 minggu dan
paling sering di tangan.
DKI noneritematosa
DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan
fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis.
DKI subyektif
Juga disebut DKI sensori, kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita
merasa seperti tersengat pedih atau terbakar panas setelah kontak dengan bahan
kimia tertentu, misalnya asam laktat. (1)
BAB V
KESIMPULAN
Pasien
dengan keluhan utama ialah gatal pada telapak dan punggung kedua tangan dan kaki. Setelah
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, diagnosis pada pasien ini
ialah dermatitis kontak iritan. Penatalaksanaan yang diberikan secara medikamentosa dan
nonmedikamentasa diharapkan memperoleh prognosis ad bonam pada pasien.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah
S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2008.p.130-33.
2. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill;2008.p.396-401.
3. Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Coontact
Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dematitis. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg;2006.p.461-5.
4. Wilkinson SM, and Beck MH. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Australia:
Blackwell Publishing;2004.chapter 19.
5. Gould Dinah, Occupational Irritant Dermatitis in Healthcare Workers-Meeting the
Challenge if Prevention. [Online].2008. [cited 2012 April 30]:[30 screens]. Available
from:URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm
6. Hogan D J.Contact Dermatitis, Irritant. [Online].2009. [cited 2012 april 30]:[1 screen].
Available from:URL:http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000869.htm
7. Budimulja, Unandar. Dermatofitosis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2008.p.92-3.
8. Provan D, Krentz A. Oxford Handbook of Clinical And Laboratory Investigation. New
York: Oxford University Press; 2002.