Oleh :
Rahmat Firdaus DU
1220221096
Pembimbing:
dr. Mathius S Gasong Sp.OG
LEMBAR PENGESAHAN
ANEMIA PADA KEHAMILAN
Disusun Oleh :
Rahmat Firdaus DU
1220221096
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian
ibu secara langsung adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%,
dan penyebab tidak langsung adalah anemia 51%. Anemia merupakan
komplikasi dalam kehamilan yang paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan
karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi
pula
perubahan-perubahan
dalam
darah
dan
sumsum
tulang.
WHO
memperkirakan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di negara maju sebesar
14% dan di negara berkembang sebesar 51%. Sekitar 75% anemia dalam
kehamilan disebabkan oleh defisiensi gizi. Sering kali defisiensinya bersifat
multipel dengan manifestasi yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan
herediter. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang
tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang dan
kebutuhan yang berlebihan. Faktor nutrisi utama yang mempengaruhi terjadinya
anemia adalah zat besi, asam folat dan vitamin B12.(1,2,3,4,5)
Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) darah
kurang dari normal. Kadar Hb normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan
jenis kelamin : pada balita 11 g %, anak usia sekolah 12 g %, wanita dewasa 12
g %, laki-laki dewasa 13 g %, ibu hamil 11 g %, dan ibu menyusui 12 g %.
Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar Hb di bawah 11 g/dL atau
hematokrit kurang dari 33%. Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat
berdampak pada masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia
pada ibu hamil diketahui akan berdampak buruk baik bagi kesehatan ibu maupun
bayinya. Anemia merupakan penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian
morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu
melahirkan atau nifas sebagai akibat dari komplikasi kehamilan. Selain itu, ibu
hamil yang menderita anemia juga beresiko terjadinya perdarahan saat
3
B. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi yaitu
berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara
berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya
merupakan defisiensi zat besi. Di Indonesia angka anemia menunjukkan nilai
yang cukup tinggi yaitu 63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan yang
sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi
anemia dalam kehamilan lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan
dengan negara maju. (2,4)
Dari keseluruhan anemia dalam kehamilan sekitar 95% merupakan
anemia defisiensi besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi
besi meningkat. Hal ini menunjukkan keperluan zat besi maternal yang
bertambah pada saat kehamilan. Kematian maternal meningkat oleh karena
terjadinya pendarahan post partum yang banyak pada wanita hamil yang
sebelumnya memang sudah menderita anemia. (10,11)
C.
PATOFISIOLOGI
Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat
pada peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan
konsentrasi protein pengikat zat gizi dalam sirkulasi darah, termasuk penurunan
zat gizi mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan
proses perkembangan dan pertumbuhan massa janin yang ditandai dengan
pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh.
Adanya kenaikan volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan
kebutuhan zat besi. Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan
sedikit karena peningkatan produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi
menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester
kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap
dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang
diperlukan. Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk
mengimbangi peningkatan produksi eritrosit dan karena itu rentan untuk
terjadinya anemia terutama anemia defisiensi besi. (6,12)
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita
yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses
hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma
dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit.
Dalam hal ini, oleh karena peningkatan oksigen dan perubahan sirkulasi yang
meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk
pembesaran uterus. Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam
proporsi yang lebih besar yaitu sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan
peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin.
Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi,
melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous return saat posisi
terlentang, dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat proses
melahirkan. (4,11,12)
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam
kehamilan dan bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang
harus bekerja lebih berat semasa hamil karena sebagai akibat cardiac output
meningkat. Kerja jantung akan lebih ringan apabila viskositas darah rendah dan
resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak meningkat. Secara
fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu mempertahankan sirkulasi normal
dengan mengurangi beban jantung. (4,11,12)
Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan
mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus
meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 %
dimulai pada trimester II kehamilan dan mencapai maksimum pada bulan ke-9
yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali
normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi
aldosteron. (4,11)
Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit,
konsentrasi hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan
jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit,
konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7
sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 hingga ke-22
ketika titik keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu, apabila ekspansi volume
plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi
eritropoetin sehingga menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung
eritrosit di bawah batas normal, timbullah anemia. (12)
D. ETIOLOGI
Etiologi anemia terbagi menjadi dua yaitu :
1.
Didapatkan (acquired)
a.
b.
Anemia megaloblastik
Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik,
E. GEJALA KLINIS
G
K
B
P
A
D
n
e
k
r
e
f
e
j
u
k
m
i
r
u
i
s
a
r
a
i
l
n
a
e
a
g
M
D
n
a
g
e
s
n
g
f
i
K
a
i
l
A
P
z
l
s
p
i
s
r
a
o
i
e
a
o
t
b
e
n
n
m
t
l
n
g
i
e
b
s
g
a
s
F
e
s
i
u
n
o
s
t
n
g
l
i
B
a
k
A
n
k
e
a
u
s
n
t
e
i
a
m
o
n
i
k
a
s
o
i
k
g
s
i
e
n
g
e
n
d
i
d
a
l
a
m
d
a
r
a
h
Gambar 1 : Grafik menunjukkan kekurangan asam folat, protein dan zat besi dapat menyebabkan
kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya anemia
Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang
diderita. Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia
ringan, sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah :
1. Anemia ringan
sesak.
2. Anemia sedang
F. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan
anamnesis yang akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah,
lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan
fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi
mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis
yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan
derajat anemia yang diderita. (1,3,7,14)
Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat
sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Anemia ringan
: Hb 10 11 gr%
2. Anemia sedang
: Hb 7 10 gr%
3. Anemia berat
10
Reticulocyte count
Meningkat
Anemia
AnemiaMakrositik,
Mikrositik,MCV>100,
MCV <80,
Pertimbangkan : Pertimbangkan
: :
Pertimbangkan
1. Kehilangan darah
akut.
1.1.
Defisiensi
As.Folat
Defisiensi
zat besi. Cek ferritin, TIBC dan plasma iron level.
2. Terapi zat besi yang
baru.
2.2.Defisiensi
vit. B12 Cek hemoglobin dan elektroforesis.
Hemoglobinopati.
3. Anemia Hemolitik.
Cek serum folat dan B12 level. Pertimbangkan malabsorbsi, gangguan makan dan ekstrim die
Cek apusan darah tepi dan tingkat heptaglobin.
dalam
kehamilan
disebabkan
oleh
defisiensi
zat
besi
yang
11
Anemia yang akan dibahas kali ini adalah anemia yang sering ditemukan
di Indonesia yaitu anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik. (4)
1. Anemia defisiensi besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah
anemia akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan oleh :
a) Kurangnya intake unsur zat besi dalam makanan.
b) Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu
absorpsi, peningkatan pH asam lambung, kekurangan vitamin C,
gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan
fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi),
dan kalsium (susu dan produk susu).
c) Kebutuhan besi yang meningkat
d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan. (4,12,13)
Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang
diabsorpsi di dalam tubuh meningkat dari 0.8mg/hari di awal kehamilan
hingga 7.5mg/hari pada trimester akhir. Zat besi rata-rata yang dibutuhkan
untuk wanita hamil adalah 800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta,
dan 500 mg ditambahkan untuk hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi
hilang saat perdarahan persalinan dan post partum. Jadi, penyimpanan
minimal zat besi di dalam tubuh wanita hamil adalah lebih dari 500 mg di
awal kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambahkan dalam kehamilan maka
akan mudah terjadi anemia defisiensi zat besi terutama pada kehamilan
kembar, multipara, kehamilan yang sering dalam jangka waktu yang singkat
dan pada vegetarian. Di daerah tropis, zat besi banyak keluar melalui keringat
dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari yang dianjurkan untuk ibu hamil tidak
sama untuk beberapa negara. Di Amerika Serikat, untuk wanita tidak hamil,
wanita hamil dan wanita yang menyusui dianjurkan masing-masing 12mg,
15mg, dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia masing-masing 12 mg, 17 mg dan
17 mg.(4,7,9,13)
12
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan
yaitu ketika pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata kebutuhan zat besi
harian adalah antara 6 hingga 7 mg dibandingkan pada kondisi yang normal
yaitu 1 mg / hari. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan
zat besi meningkat hingga 10 mg / hari. Pada wanita yang memasuki
kehamilan dengan cadangan zat besi yang rendah, pemberian suplemen zat
besi sering gagal untuk mencegah kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi,
kondisi seperti implantasi plasenta yang abnormal dapat menyebabkan
kehilangan darah kronis dan meningkatkan kebutuhan zat besi selama
kehamilan. (2)
Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma
selama kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan
massa sel darah merah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya,
ibu terlindungi dari hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang
berhubungan dengan persalinan. Walaupun begitu, 5% dari persalinan disertai
dengan kehilangan darah >1 L disertai gejala anemia termasuk gejala jantung,
sehingga harus transfusi darah. (2,6) Perdarahan menahun yang menyebabkan
kehilangan zat besi atau kebutuhan zat besi yang meningkat akan
dikompensasi oleh tubuh sehingga cadangan besi makin menurun. (12)
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat
besi yang negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini
ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam
usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila
kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama
sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan
gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi.
Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini
kelainan
pertama
yang
dijumpai
adalah
peningkatan
kadar
free
13
apusan
darah
tepi
dapat
ditemukan
mikrositosis
dan
Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia
defisiensi besi pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun
bergantung pada tingkat kepatuhan pasien dan penyerapan zat besi yang
14
(15)
1x200mg.
Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr
% pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. (15)
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan
gejala-gejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, kadang terjadi diare dan
sulit buang air besar, serta pusing. Selain itu, setelah mengonsumsi tablet
tersebut tinja dapat berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan.
Frekuensi efek samping tablet zat besi ini bergantung pada dosis zat besi
dalam tablet tersebut, bukan pada bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis
yang diberikan maka kemungkinan efek samping akan semakin besar. Tablet
zat besi yang diminum saat perut dalam keadaan terisi akan mengurangi efek
samping yang ditimbulkan namun hal ini juga menurunkan tingkat
penyerapannya. (15)
15
2. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi
asam folat (pterolyglutamic acid) dan jarang sekali oleh karena defisiensi
vitamin B12 (cyanocobalamin). Asam folat merupakan vitamin larut air yang
bersumber dari daging, hati, kacang-kacangan, dan sayuran hijau.
Penyimpanan asam folat pada tubuh yaitu di hepar. Berbeda dari negaranegara Eropa dan Amerika Serikat, frekuensi anemia megaloblastik dalam
kehamilan cukup tinggi di Asia. Hal ini erat hubungannya dengan defisiensi
gizi di negara yang berkembang. Anemia megaloblastik sering ditemukan
pada multipara yang berusia lebih dari 30 tahun atau individu dengan diet
tidak adekuat (intake asam folat yang kurang). Faktor lain yang menyebabkan
terjadinya anemia megaloblastik adalah pasien yang mempunyai riwayat
penyakit seperti preeklampsia, eklampsia, sickle cell anemia, dan pasien yang
masih dalam pengobatan epilepsi (primidone atau fenitoin). (4,7,10)
Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA di dalam tubuh dan karena
itu diperlukan kebutuhan asam folat maksimum saat jaringan janin dibentuk.
Defisiensi asam folat terjadi disebabkan oleh :
a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam
kehamilan
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah,
kecepatan pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus. (13)
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan
folat yaitu sekitar 90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi
mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare biasa terjadi. (7)
Efek defisiensi folat pada janin akan dapat menyebabkan kelainan
berat yang mengenai jaringan non hemopoietik, yaitu neural tube defect
(NTD) dan yang dapat terjadi merupakan isolate NTD (tanpa disertai kelainan
kongenital lain) yang kekambuhannya dapat dicegah dengan pemberian folat.
NTD adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan
16
penutupan lempeng saraf (neural plate) yang terjadi pada minggu ketiga
hingga keempat masa gestasi. (7)
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan
megaloblas atau promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas
anemia megaloblastik dari apusan darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom
yang tidak selalu dijumpai kecuali apabila anemianya sudah berat. Perubahanperubahan dalam leukopoesis seperti hipersegmentasi granulosit dan
polimorfonuklear merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi
asam folat sering berdampingan dengan defisiensi zat besi dalam kehamilan.
Standar baku emas untuk penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah
dengan pemeriksaan kadar serum folat absorption test dan clearance test
asam folat. (4,8)
Pengobatan untuk anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya
diberikan terapi oral asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam
folat diberikan dalam dosis 1-5 mg/hari pada anemia ringan dan sedang dan
dapat mencapai 10 mg/hari pada anemia berat. Anemia megaloblastik jarang
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia megaloblastik
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 maka dapat diberikan secara parentral
1000g/minggu selama 6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali
normal. Oleh karena anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya
berat maka transfusi darah kadang-kadang diperlukan pada kehamilan yang
masih preterm atau apabila pengobatan dengan berbagai obat penambah darah
biasa tidak berhasil. (4,8,10)
H.
KOMPLIKASI
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya.
Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia seperti berikut :
1. Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a. Abortus (keguguran)
b. Persalinan prematur
17
I. PROGNOSIS
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik
bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan
banyak atau adanya komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita
anemia defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun
cadangan zat besinya kurang sehingga baru beberapa bulan kemudian akan
tampak sebagai anemia infantum. (4,10)
18
19
III. KESIMPULAN
Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga setiap
wanita hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet
sehari. Selain itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi
protein serta sayuran yang mengandung banyak mineral dan vitamin. Pada umumnya
asam folat tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah dengan frekuensi anemia
megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan zat besi tidak
memberikan hasil yang memuaskan, maka harus ditambah dengan asam folat. (10)
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Nasution R. Hubungan tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan kejadian
anemia pada ibu hamil di wilayah kerja UPTDK Puskesmas Desa Baru tahun
2011.c2011.[online].[cited on 2014 June 9th].Available from:
http://rustonnasution.files.wordpress.com/2012/03/bab-i-v-final.pdf.
2. Wijanti RE, Rahmaningtyas I, Widari D. Hubungan pola makan ibu hamil
trimester III dengan kejadian anemia. Dalam: Tunas-tunas riset kesehatan. Volume
kedua, Nomor 2. Mei 2012.[online].[cited on 2014 June 9th].Available from:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/22128590_2089-4686.pdf.
3. Sutkin G, Isada NB, Stewart M, Powell S. Hematologic complications. In: Evans
A.T, Seigafuse S, Shaw R. et al, eds. Manual of Obstetrics. 7th ed. Texas:
Lippincott Williams & Wilkins, 2007; p. 328, 330-1.
4. Muthalib A. Kelainan hematologik. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin A.B,
Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011; p. 775-80.
5. Hanretty KP. Systemic diseases in pregnancy. In: Hanretty KP, Ramsden I,
Callander R, eds. Obstetrics illustrated. 6th ed. London: Churchill Livingstone,
2003; p. 137-8, 141.
6. Tristiyanti WF. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil status di
kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor, Jawa barat. c2006.[online]. [cited on 2014
June 9th]. Available from:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44643/A06wft.pdf
7. Pernoll ML. Medical and surgical complications during pregnancy: Hematologic
disorders. In: Benson & Pernolls: handbook of obstetrics & gynecology. 10th ed.
New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division, 2001; p. 435-8.
8. Weiner CP, Oh C. Coagulation and hematological disorders of pregnancy. In:
Reece EA, Hobbins JC, Gant NF, eds. Clinical obstetrics, the fetus & mother. 3rd
ed. Massachusetts: Blackwell Publishing, 2007; p. 849-51.
9. Cunningham FG, Hauth JC, Bloom SL, et al. Hematological disorders. In: William
obstetrics. 22nd ed. New York: Mc-Graw Hill Medical Publishing Division, 2005;
p. 1143, 1145, 1148.
10. Samuels P. Hematologic complications of pregnancy. In: Gabbe SG, Niebyl JR,
Simpson JL, et al, eds. Obstetrics normal and problem pregnancies. 5th ed.
Tennessee: Mosby Elsevier, 2007; p. 1050, 1052.
21
11. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Anemia in pregnancy. In: Obstetrics and
gynaecology, an illustrated colour text. 1st ed. London: Churchill Livingstone,
2003; p. 32-3.
12. Sinurat TS. Anemia dalam kehamilan. c2012.[online]. [cited on 2014 June 9 th].
Availablefrom:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/5/Chapter
%20I.pdf.
13. Fairley DH. Diseases in pregnancy. In: Lecture notes obstetrics and gynaecology.
2nd ed. Oxford: Blackwell Publishing, 2004; p. 140-2.
14. Szymanski LM, Mumuney AA. Hematologic disorders of pregnancy. In: Fortner
KB, Szymanski LM, Fox HE, et al, eds. The Johns Hopkins: manual of
gynecology and obstetrics. 3rd ed. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins,
2007; p. 216.
15. Anonim. Suplementasi zat besi. c2011.[online]. [cited on 2014 June 9 th].
Availablefrom:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34941/4/Chapter
%20II.pdf.
22