Jaminan kesehatan Nasional (JKN) mempunyai multi manfaat, secara medis dan
maupun non medis. Ia mempunyai manfaat secara komprehensive; yakni pelayanan
yang diberikan bersifat paripurna mulai dari preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif. Seluruh pelayanan tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya iuran
bagi peserta. Promotif dan preventif yang diberikan bagi upaya kesehatan perorangan
(personal care).
JKN menjangkau semua penduduk, artinya seluruh penduduk, termasuk warga asing
harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu, kecuali bagi
masyarakat miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta yang
terakhir ini disebut sebagai penerima bantuan iuran. Harapannya semua penduduk
Indonesia sudah menjadi peserta JKN pada tahun 2019.
Sedangkan BPJS [Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, merupakan badan hukum
publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan social meliputi :
BPJS Ketenagakerjaan
Orang asing yang bekerja minimal 6 bulan di Indonesia dan telah membayar
iuran Peserta BPJS Kesehatan
Fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang
iurannya dibayar pemerintah sebagai peserta Jaminan Kesehatan yang diatur melalui
peraturan pemerintah
Orang yang cacat total tetap dan tidak mampu cacat fisik/mental sehingga seseorang
tidak mampu melakukan pekerjaan, yang penetapnnya dilakukakn oleh dokter
Peserta Bukan PBI JK, dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain, maks. 5
org
Jika jumlah peserta dan anggota keluarga lebih dr 5 org, dpt mengikutsertakan dengan
membayar iuran tambahan
Kerugian tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan, seperti ketika sakit dan harus
berobat atau dirawat maka semua biaya yg timbul hrs dibayar sendiri & kemungkinan
bisa sangat mahal di luar kemampuan.
1.2. Tujuan
Mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan kesehatan yang layak bagi setiap peserta
dan/atau anggota keluarganya sebagai pemenuhan kebutuhan dasar hidup penduduk
Indonesia.
Tujuan serta juga manfaat daripada jaminan kesehatan bagi masyarakat adalah sebagai berikut
:
1. Memberikan kemudahan dan juga akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh
jaringan fasilitas Jamkesmas.
rawat inap. Apabila penyakit pasien dapat ditangani tanpa harus mendapatkan
perawatan inap, pasien boleh pulang atau dirujuk kembali ke Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama. Sedangkan untuk pasien dengan penyakit kronis, dapat masuk
ke dalam program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama tersebut.
1.5. Jenis Pelayanan
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan Non Spesialistik:
1. Administrasi pelayanan
2. Pelayanan promotif dan preventif.
3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
6. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis.
7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama.
8. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan
Rawat Jalan
1. Administrasi pelayanan
2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan
subspesialis;
3. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
5. Pelayanan alat kesehatan implant
6. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
7. Rehabilitasi medis
8. Pelayanan darah
9. Pelayanan kedokteran forensik
10. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
Rawat Inap
1. Perawatan Inap non Intensif
2. Perawatan Inap di Ruang Intensif
3. Pelayanan kesehatan yang telah ditanggung dlm program pemerintah tdk tmsk yang
dijamin
4. Peserta berhak dpt pelayanan alat bantu kesehatan (jenis dan plafon harga ditetapkan)
Pelayanan Yang Tidak Dijamin
1. pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku;
2. pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat;
3. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap
penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja;
4. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
5. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
6. pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
7. Pelayanan meratakan gigi (ortodensi);
8. gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;
9. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi
yang membahayakan diri sendiri;
10. pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she,
chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan
(health technology assessment);
11. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);
12. alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
13. perbekalan kesehatan rumah tangga;
14. pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah;
15. biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan
kesehatanyang diberikan.
HAL LAIN
1. Pasien kecelakaan lalu lintas: BPJS kesh.membayar selisih biaya pengobatan yang telah
dibayar oleh program Jaminan kecelakaan lalu lintas sesuai dengan tarif BPJS kesehatan.
2. Peserta jaminan kesehatan yang menghendaki kelas perawatan yang lebih tinggi, selisih
biaya menjadi beban peserta dan atau asuransi swasta yang diikuti peserta
3. Peserta Jaminan Kesehatan dapat mengikuti program asuransi kesehatan tambahan,
Dimana BPJS Kesh dan penyelenggara asuransi tambahan dpt berkoordinasi dlm
memberi manfaat untuk peserta JAMINAN KESEHATANyang berhak atas perlindungan
asuransi kesh. tambahan
Fasilitas kesehatan
Apa itu Fasilitas kesehatan ? Adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya yankes perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau Masyarakat
Peserta terdaftar
1. Pertama kali tiap peseta terdaftar pada 1 fasilitas tingkat I yang ditetapkan oleh BPJS
kesehatan setelah mendapat rekomendasi Dinas Kesehatan
2. Minimal 3 bulan selanjutnya peserta berhak memilih Fasilitas Kesehatan tingkat I yang
diinginkan
3. Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan tingkat I tempat peserta terdaftar kecuali:
1. Berada di luar wilayah failitas kesehatan tingkat I tempat peserta terdaftar ; 2. keadaan
kegawatdaruratan medis
Peserta Penanganan lanjutan
1. Jika peserta memerlukan yankes tingkat Lanjutan, Fasilitas Kesehatan tingkat I hrs
merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan sesuai dengan sistem rujukan
yang diatur
2. Fasilitas Kesehatan wajib menjamin peserta yang di RI u/ mendpt obat dan bhn medis
habis pakai yang dibutuhkan ssi dg indikasi medis
3. Fasilitas Kesehatan rujukan yang tidak memiliki sarana penunjang, wajib membangun
jejaring dengan Fasilitas Kesehatan penunjang u/ menjamin ketersediaan obat, bhn medis
habis pakai dan pemeriksaan penunjang yang dbutuhkan
Peserta pelayanan gawat darurat
1. Peserta yang perlu pelayanan gawat darurat dpt langsung memperoleh pelayanan di
tiap Fasilitas Kesehatan
keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, rumah sakit atau dinas kesehatan,
demi kepentingan pasien semata.
8) Tindak lanjut
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga menganjurkan untuk dapat dilaksanakan tindak
lanjut pada pasien, baik dilaksanakan di klinik, maupun di tempat pasien.
9) Tindakan
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga memberikan tindakan medis yang rasional pada
pasien, sesuai dengan kewenangan dokter praktik di strata pertama, dan demi kepentingan
pasien.
10) Pengobatan rasional
Pada setiap anjuran pengobatan, dokter keluarga melaksanakannya dengan rasional,
berdasarkan tanda bukti (evidence based) yang sahih dan terkini, demi kepentingan pasien.
11) Pembinaan keluarga
Pada saat - saat dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan berhasil lebih baik, bila adanya
partisipasi keluarga, maka dokter keluarga menawarkan pembinaan keluarga, termasuk
konseling keluarga.
2.4. Sistem Pembiayaan Kesehatan
1. Sumber-sumber dana pada klinik kedokteran keluarga
Sumber dana biaya kesehatan berbeda pada beberapa negara, namun secara garis besar
berasal dari :
a) Bersumber dari anggaran pemerintah. Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Untuk negara yang
kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan
dana yang sangat besar.
b) Bersumber dari anggaran masyarakat. Dapat berasla dari individu ataupun
perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan aktif secara
mandiri dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan
dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta,
dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi tinggi disertai peningkatan
biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan
tersebut.
c) Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri. Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya
untuk penatalaksanaan penyakit-penyakit tertentu sering diperoleh dari bantuan biaya
pihak lain, misalnya dari organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. misalnya
untuk penanganan HIV dan virus H5N1.
d) Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat. Sistem ini banyak diambil oleh
negara-negara di dunia karena dapar mengakomodasi kelemahan-kelemahan yang
timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan
yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan layanan
kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam
memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan.
2. Mekanisme Pembayaran
Penyelenggaraan Subsistem Pembiayaan Kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Jumlah dana untuk kesehatan harus cukup tersedia dan dikelola secara berdaya-guna,
adil dan berkelanjutan yang didukung oleh transparansi dan akuntabilitas
2. Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin
3. Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan yang
terorganisir, adil, berhasil-guna dan berdaya-guna melalui jaminan pemeliharaan
kesehatan baik berdasarkan prinsip solidaritas sosial yang wajib maupun sukarela,
yang dilaksanakan secara bertahap
4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui
penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau
memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial keagamaan)
untuk kepentingan kesehatan
5. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di
daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan
pelayanan kesehatan, Pemerintah menyediakan dana perimbangan (maching grant)
bagi daerah yang kurang mampu
3. Jenis sistem pembiayaan
Jenis pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan antara lain :
1. Penataan Terpadu (managed care)
Merupakan pengurusan pembiayaan kesehatan sekaligus dengan pelayanan
kesehatan. Pada saat ini penataan terpadu telah banyak dilakukan di masyarakat
dengan program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat atau JPKM. Managed
care membuat biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan bisa lebih efisien.
Persyaratan agar pelayanan managed care di perusahaan dapat berhasil baik, antara
lain:
a. Para pekerja dan keluarganya yang ditanggung perusahaan harus sadar bahwa
kesehatannya merupakan tanggung jawab masing-masing atau tanggung jawab
individu. Perusahaan akan membantu upaya untuk mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
b. Para pekerja harus menyadari bahwa managed care menganut sistem rujukan.
c. Para pekerja harus menyadari bahwa ada pembatasan fasilitas berobat, misalnya
obat yang digunakan adalah obat generik kecuali bila keadaan tertentu
memerlukan life saving.
d. Prinsip kapitasi dan optimalisasi harus dilakukan
2. Sistem reimbursement
Perusahaan membayar biaya pengobatan berdasarkan fee for services. Sistem ini
memungkinkan terjadinya over utilization. Penyelewengan biaya kesehatan yang
dikeluarkan pun dapat terjadi akibat pemalsuan identitas dan jenis layanan oleh
karyawan maupun provider layanan kesehatan.
3. Asuransi
Perusahaan bisa menggunakan modal asuransi kesehatan dalam upaya melaksanakan
pelayanan kesehatan bagi pekerjanya. Dianjurkan agar asuransi yang diambil adalah
asuransi kesehatan yang mencakup seluruh jenis pelayanan kesehatan
(comprehensive), yaitu kuratif dan preventif. Asuransi tersebut menanggung seluruh
biaya kesehatan, atau group health insurance (namun kepada pekerja dianjurkan agar
tidak berobat secara berlebihan).
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit.
Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan
pembedahan.
Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung
jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim. Mereka sering berkonsultasi dengan
anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan. Kolaborasi
menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam mencapai
tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama,
asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan kordinasi.
Sistem pelayanan dokter keluarga pelayanan diselenggarakan oleh tim kesehatan yang
bekerja sama mewujudkan pelayanan yang berumutu. Setiap komponen sistem mempunyai
tugas masing-masng dan harus dikerjakan sungguh-sungguh sesuai dengan tatanan yang
berlaku.
Bidan dan perawat membantu dokter di klinik misalnya, memberikan obat kepada pasien
d ibawah tanggung-jawab dokter. Jadi bidan dan perawat tidak memberikan obat tanpa
persetujuan dokter. Sebaliknya dokter harus memberikan perintah tertulis di dalam rekam
medis untuk setiap pemberian obat. Bidan dan perawat dibenarkan mengingatkan dokter
jika perintah pemberian obat itu tidak jelas atau belum dicantumkan
Dokter keluiarga yang sebenarnya dokter praktik umum dibenarkan mengingatkan dan
diharuskan bertanya langsung kepada dokter spesialis yang dikonsuli atau dirujuki jika
ada hal yang kurang jelas atau berbeda pendapat
Komponen system yang lain termasuk masyarakat pasien dibenarkan dan bahkan
diharuskan saling kontrol saling mengingatkan agat tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan
DOKTER
PASIE
Register
d nurse
Pemberi
pelayan
an lain
Hubungan dokter-Apoteker
McDonough dan Doucette (2001) mengusulkan satu model untuk Hubungan Kerja
Kolaboratif antara Dokter dan Apoteker (Pharmacist-Phycisian Collaborative Working
Relationship. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hubungan ini antara lain disebutkan:
a. Karakteristik partisipan. Yang termasuk karakteristik partisipan adalah faktor demografi
seperti pendidikan dan usia. Contohnya, dokter muda yang sejak awal dididik untuk dapat
bekerja sama dalam tim interdisipliner mungkin akan lebih mudah menerima konsep
hubungan dokter-Apoteker.
b. Karakteristik konteks. Yang dimaksud adalah kondisi pasien, tipe praktek (apakah tunggal
atau bersama), kedekatan jarak praktek, banyaknya interaksi, akan menentukan seberapa
intensif hubungan yang akan terjalin.
c. Karakteristik pertukaran. Yang termasuk di sini antara lain adalah: ketertarikan secara
profesional, komunikasi yang terbuka dan dua arah, kerjasama yang seimbang, penilaian
terhadap performance, konflik dan resolusinya. Semakin seimbang pertukaran antara
kedua belah pihak, akan memungkinkan hubungan kolaboratif yang lebih baik.
Termasuk mitra kerja dokter
Mitra kerja dokter ialah Sesama dokter, perawat, bidan, petugas rumah sakit atau pun
puskesmas serta klinik, pasien dan petugas lainnya.
3. Adab dan Tatacara Dokter Muslim dalam Melayani Pasien
Adab-adab yang bersifat khusus diantaranya:
a. Berusaha menjaga kesehatan pasien sebagai konsekuensi amanah dan tanggung jawabnya dan
berusaha menjaga rahasia pasien kecuali dalam kondisi darurat atau untuk tindakan preventif bagi
yang lainnya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda :
"Barangsiapa yang menutup (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup (aibnya) pada hari
kiamat. " (HR. al-Bukhari 2442 dan Muslim 7028).
b. Senantiasa menyejukkan hati pasien, menghiburnya dan mendo'akannya.
Salah satunya ialah dengan mengucapkan "Tidak mengapa, insyaallah ini adalah penghapus
dosa", atau meletakkan tangan kanan di tempat yang sakit seraya berdo'a :
" Wahai Robb manusia, hilangkanlah penyakit tersebut, sembuhkanlah, Engkau adalah
penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak ditimpa
penyakit lagi. " (HR. Muslim 2191 dan yang lainnya).
c. Hendaknya memberitahukan kepada pasien bahwa yang menyembuhkan hanya Allah Ta'ala
sehingga hatinya bergantung kepada Allah, bukan kepada dokter.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam berkata kepada Abu Rimtsah (seorang dokter ahli) :
" Allah adalah dokter, sedangkan kamu adalah orang yang menemani yang sakit. " (HR. Abu
Dawud 4209, ash-shahiihah 1537).
d. Seorang dokter tidak boleh membohongi pasiennya.
Misalnya tatkala stok obat habis ia memberikan obat yang tidak sesuai dengan penyakitnya atau
memberikan obat yang di dalamnya terkandung bahan-bahan yang diharamkan.
e. Hendaknya profesi dalam bidang kedokteran bertujuan untuk memuliakan manusia.
Oleh karena itu tidak diperkenankan bagi seorang dokter atau petugas kesehatan lainnya untuk
membakar potongan tubuh pasien, namun hendaknya diberikan kepada sang pasien atau
keluarganya untuk dikubur. Selain itu tidak diperbolehkan memperjualbelikan darah pasien,
mengadakan operasi-operasi plastik untuk mengubah wajah, telinga, alis, hidung dan lainnya,
karena hal itu termasuk mengubah ciptaan Allah yang diharamkan dalam Islam. Allah Ta'ala
berfirman :
(Setan berkata) : "Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar
mereka mengubahnya. " (QS. an-Nisa' (4) : 119).
Di samping itu, tidak diperbolehkan ta'awun dalam kejelekan, seperti menjual obat-obat
penggugur kehamilan sehingga melariskan perzinaan.
f. Seorang dokter, perawat, mantri, bidan, apoteker dan petugas kesehatan lainnya hendaknya
betul-betul meningkatkan dan menekuni pekerjaanya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam :
"Barangsiapa yang menerjuni kedokteran sedangkan tidak diketahui orang itu ahli kedokteran,
maka ia menanggung (kerugian pasien)." (HR. Abu Dawud 4586, ash-shahiihah 635).
g. Profesi dalam bidang pengobatan termasuk pekerjaan yang mulia sehingga diharapkan bagi
para dokter untuk menggapai ridha Allah dalam setiap aktivitasnya.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat
bagi manusia yang lain." (Dikeluarkan oleh ad-Daruqutni, ash-shahiihah 426).
h. Memberikan keringanan biaya pasien yang kurang mampu.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Barangsiapa yang melapangkan kesusahan
dunia seorang mukmin, maka Allah akan melapangkan kesusahannya di akhirat." (HR. Muslim
2699).
Adapun adab dan akhlak yang bersifat umum yang harus dimiliki seorang dokter adalah :
1. Tidak boleh berduaan dengan pasien wanita dalam satu ruangan tanpa ditemani mahram sang
perempuan. Minimal pintu ruangan harus terbuka sehingga terlihat oleh keluarganya.
2. Seorang dokter tidak boleh menyalami perempuan yang bukan mahramnya atau
memperbanyak pembicaraan dengannya kecuali untuk kepentingan pengobatan.
3. Hendaknya tetap menjaga shalatnya, kecuali dalam kondisi genting maka tidak mengapa ia
menjama' dua shalat.
4. Hendaknya menjauhi syiar-syiar dan gaya orang kafir, seperti mencukur jenggot,
memanjangkan kumis, isbal, bebas bercakap-cakap dengan dokter atau perawat wanita.
Di samping adab-adab tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh para petugas
kesehatan tentang rumah sakit, klinik, apotek maupun tempat praktiknya, yaitu :
1. Hendaknya mengkhususkan satu ruangan untuk shalat, baik bagi laki-laki maupun
perempaun, mengingat pentingnya masalah sahalat.
2. Menjadi kewajiban dan PR kita bersama untuk menjadikan rumah sakit terhindar dari
ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram).
3. Tidak diperkenankan menggantung gambar makhluk bernyawa di tembok atau dinding.
4. Hendaknya tidak menyediakan asbak bagi para pengunjung rumah sakit karena itu adalah
bentuk ta'awun dalam kejelekan.
5. Hendaknya memisahkan antara ruangan pasien yang berpenyakit menular dengan yang tidak
menular, demikian pula agar para pengunjung tidak kontak langsung dengan si pasien tersebut
sehingga penyakitnya tidak menular- dengan izin Allah- kepada yang lainnya. Rosulullah
sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Jangan sekali-kali mencampur yang sakit dengan yang
sehat." (HR. al-Bukhari 5328). Hal itu dikuatkan juga dengan sabda beliau tentang wabah
penyakit menular : "Jika kalian mendengar (ada wabah) di suatu negeri, maka janganlah
kalian memasukinya." (HR. al-Bukhari 5287 dan Muslim 5775).
6. Hendaknya kamar mandi atau WC tidak menghadap ke arah kiblat atau membelakanginya,
sebagaimana sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasalam : "Jangan menghadap kiblat tatkala
buang air besar dan kencing dan jangan pula membelakanginya." (HR. al-Bukhari 144,
Muslim 264, at-Tirmidzi 8, Abu Dawud 9).
7. Dianjurkan untuk mengubah kantornya ke arah kiblat dan duduk menghadap kiblat,
berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rowulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda :
"Sesungguhnya segala sesuatu memiliki tuan, dan tuannya majelis adalah arah kiblat." (HR.
ath-Thabrani dalam al-Ausath 2354, dan dihasankan Syaikh al-Haitsami 8/114, as-Sakhawi
(102) dan Syaikh al-albani dalam ash-Shahiihah (2645) dan Shahiih at-Targhib (3085) ).
Adab pemeriksaan terhadap pasien
Jika dokter laki-laki (dikarenakan tidak terdapat dokter perempuan) dengan dalih mengobati dan
atau pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan di atas (memandang dan menyentuh)
seperti; mendeteksi denyut nadi, mengambil darah dan memijit, dimana dokter tidak memiliki
cara lain kecuali terpaksa memandang badan yang bukan mahramnya atau menyentuh badannya
(dan tidak memungkinkan dia menggunakan kaos tangan atau semacamnya, dengan maksud
menyentuh secara tidak langsung), dalam hal ini menyentuh dan memandang tidak ada masalah.
Akan tetapi jika dalam masalah ini dokter mampu mengobati hanya dengan memandang saja dan
atau hanya dengan menyentuh pasien yang bukan mahramnya tersebut maka dokter harus
mencukupkan dengan memandang saja atau menyentuh saja (itupun sebatas darurat) dan lebih
daripada itu tidak boleh. Dokter perempuan dalam hal memandang dan menyentuh pasien lakilaki yang bukan mahramnya juga berlaku hukum demikian. Begitu para ulama mengatakan.
Karena orang yang sakit sengaja menemui dan menaruh kepercayaan terhadap dokter, para
terapis atau ahli medis harus memberikan pelayanan dan perlindungan yang terbaik bagi
pesiennya. Namun harus tetap menjaga syariat. Misalnya tidak boleh memberikan obat yang
haram. Juga harus menjaga hubungan lawan jenis. Jika pasiennya bukan muhrimnya, hendaklah
ada pihak ketiga yang menemani. Jangan hanya berdua didalam kamar pengobatan.
Telah di nukil dari Imam Musa ibnu Jafar yang mengatakan: Seorang lelaki buta dengan lebih
dahulu meminta izin telah memasuki rumah Fatimah (sepertinya dia perlu dengan Rasulullah
SAW) Fatimah mengambil kerudungnya dan beliau bersembunyi di dalam kerudung tersebut
(mengambil hijab), Nabi SAW berkata: Putriku mengapa engkau menutup dirimu sedangkan dia
tidak melihatmu? Beliau berkata: Apabila dia tidak melihat saya, tapi saya melihat dia dan dia
(jika tidak melihat dan buta) tetapi dia mencium bau wanita. Rasulullah SAW sedemikian
gembiranya sambil berkata: Saya bersaksi bahwa engkau adalah belahan jiwaku. (Hayaatu AlImam Husain,Khutbah Hadrat Zaenab)
Lihatlah begitu diagungkannya urusan hijab oleh Rasulullah SAW.
Allah Ta`ala menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'am/6 ayat 119:
"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu,
kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya".
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan untuk
menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan. Selama mendatangkan maslahat, seperti
untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya.
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti ramburambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak. Keberadaan mahram adalah
keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslim/muslimah terpaksa harus
bertemu dan berobat kepada dokter yang berbeda jenis, ia harus didampingi mahramnya saat
pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Baz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian tubuh yang
nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan menyangkut aurat wanita,
meskipun sudah ada perawat wanita misalnya, maka keberadaan suami atau wanita lain (selain
perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari kecurigaan.
Adab pergaulan antara laki-laki dan perempuan berguna agar kaum Muslim tidak tersesat di
dunia. Adab-adab tersebut antara lain:
1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman: Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan
pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah
mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (QS. An-Nur: 30-31)
2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah saw bersabda: Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (khalwat) dengan wanita
kecuali bersama mahromnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah ra berkata, Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah
menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).
(HR. Bukhari)
Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang
diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda, Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan
jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (HR.
Thabrani dengan sanad hasan)