Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembesaran (struma) thyroidea sedang lazim ditemukan, tampil dalam
sekitar 10 persen dari semua wanita daam area geografi yang tidak
kekurangan yodium. Kebanyakan struma seluruh dunia akibat defisiensi
yodium, langsung atau akibat makan goitrogen dalam hal diet aneh pada area
dunia tertentu. Keadaan klinik ini tampil tanpa kesulitan dalam diagnosis atau
penatalaksanaan.

Banyak

bentuk

lain

pembesaran

thyroidea

yang

menampilkan kesulitan dalam diagnosis dan penatalaksanaan serta alogoritma


klinik telah dibentuk untuk membantu pemeriksaan dan terapi.
Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka
pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tandatanda hipertiroidisme disebut struma nodosa non toksik. Kelainan ini sangat
sering dijumpai bahkan dapat dikatakan bahwa dari semua kelainan tiroid,
struma nodosa non toksik merupakan kelainan yang paling sering ditemukan.
Gondok endemik paling sering di daerah-daerah dengan defisiensi yodium.
Penurunan produksi hormon tiroid mengahasilkan penongkatan TSH
kompensatoar dengan akibat hiperplasia dan hipertropi kelenjar, serta keadaan
eutiroid. Terutama pada wanita, umumnya timbul sekitar pubertas

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang proses respirasi
b. Menambah pengetahuan mengenai penyakit pernapasan pada dewasa
yaitu TB Paru dan Efusi Pleura
c. Memberi pencerahan askep,farmakologi, penanganan medis atau
keperawatanya mengenai TB Paru dan Efusi Pleura.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai bahan diskusi di dalam tugas sistem respirasi
b.Sebagai pemenuhan tugas kepada pengampuh dengan hasi diskusi.
C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan masiswa-mahasiswi
2. Tanggung jawab terhadap apa yang di tugas kepada pengampu secara
tertulis
3. Mempermudah dalam dokumentasi kegiatan diskusi.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Anatomi dan Fungsi Tiroid
1

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan


sangat vascular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi
vertebra cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini terselubungi
lapisan pretracheal dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2 lobus, lobus dextra
dan sinistra, yang dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira2 25 gr tetapi
bervariasi pada tiap individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita
terutama saat menstruasi dan hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut.
Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina cartilago
thyroidea dan basisnya setinggi cartilago trachea 4-5. Setiap lobus berukutan
5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan bagian bawah kedua lobus, walaupun
terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang dan lebarnya kira2 1,25 cm
dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang lebih tinggi atau
rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah.
Fungsi Kelenjar Tiroid :
a)
b)
c)
d)

Mengatur metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat dlm sel


Meningkatkan konsumsi oksigen di semua jaringan
Meningkatkan frekuensi dan kontraksi denyut jantung
Mempertahankan tonus otot
Merangsang pemecahan lemak dan sintesa kolesterol
e) Mempengaruhi produksi sel darah merah
f) Mempengaruhi pertumbuhan somatic dan system saraf :
- Tiroksin memperkuat efek GH trhdp janin
Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:
a) Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan
bagian tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu.
Tonjolan pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1
dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah
cabang farings I.
b) Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal
pouch melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.
c) Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus
thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan
vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.
d) Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering
ditemukan di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada
bagian leher yang lain.
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
1. A. thyroidea superior (arteri utama).

2. A. thyroidea inferior (arteri utama).


3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta
atau A. anonyma.
Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:
1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu
menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V.
jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.
Persarafan kelenjar tiroid:
1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang
N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita
suara terganggu (stridor/serak).
Vaskularisasi
Kelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan terkadang juga
arteri tiroidea ima dari arteri brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya
banyak dan cabangnya beranastomose pada permukaan dan dalam kelenjar,
baik ipsilateral maupun kontralateral.
tiroid superior menembus fascia tiroid dan kemudian bercabang menjadi cabang
anterior dan posterior. Cabang anterior mensuplai permukaan anterior kelenjar
dan cabang posterior mensuplai permukaan lateral dan medial. tiroid inferior
mensuplai basis kelenjar dan bercabang ke superior (ascenden) dan inferior
yang mensuplai permukaan inferior dan posterior kelenjar.Sistem venanya
berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu di permukaan membentuk vena
tiroidea superior, lateral dan inferior.
Sistem Limfatik
Pembuluh limfe tiroid terhubung dengan plexus tracheal dan menjalar sampai
nodus prelaringeal di atas isthmus tiroid dan ke nodus pretracheal serta
paratracheal. Beberapa bahkan juga mengalir ke nodus brachiocephal yang
terhubung dengan tymus pada mediastinum superior.
Histologi Kelenjar Tiroid:
a. Kelenjar ini tersusun dari bentukan-bentukan bulat dengan ukuran yang
bervariasi yang disebut thyroid follicle.

b. Setiap thyroid follicle terdiri dari sel-sel selapis kubis pada tepinya yang
disebut SEL FOLIKEL dan mengelilingi koloid di dalamnya. Folikel ini
dikelilingi jaringan ikat tipis yang kaya dengan pembuluh darah.
c. Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini dapat berubah sesuai dengan
aktivitas kelenjar thyroid tersebut.
d. Ada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel foikel menjadi kubis rendah, bahkan
dapat menjadi pipih. Tetapi bila aktivitas kelenjar ini tinggi, sel folikel dapat
berubah menjadi silindris, dengan warna koloid yang dapat berbeda pada
setiap thyroid folikel dan sering kali terdapat Vacuola Resorbsi pada koloid
tersebut.
SEL PARAFOLIKULER
a. Diantara thyroid folikel terdapat sel parafolikuler yang bisa berupa kelompokkelompok sel ataupun hanya satu sel yang menempel pada basal membran
dari thyroid folikel. Sel ini mempunyai ukuran lebih besar dan warna lebih
pucat dari sel folikel.
b. Fungsi sel parafolikuler ini menghasilkan Hormon Thyricacitonin yang dapat
menurunkan kadar kalsium darah.
Fisiologi Kelenjar Tiroid

Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid memiliki


dua buah lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago krokoidea di
leher pada cincin trakea ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid berfungsi untuk
pertumbuhan dan mempercepat metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan dua
hormon yang penting yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Karakteristik
triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit dalam serum karena reseptornya
lebih sedikit dalam protein pengikat plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena
memiliki banyak resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak reseptor pada
protein pengikat plasma di serum yang mengakibatkan banyaknya jumlah

hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat berikatan pada jaringan karena
jumlah reseptornya sedikit.
Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin
(T4).Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar
berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung
dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi
menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang
terdapat

dalam

tyroglobulin

sebagai

monoiodotirosin

(MIT)

atau

diiodotyrosin (DIT).Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3


atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap
didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya
menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin,
globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin
pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA) (De Jong &
Syamsuhidayat, 1998).
Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat
menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan.
Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan
diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (triiodotiroksin). Dalam keadaan
normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%.Sedangkan yang 5% adalah
hormon-hormon lain seperti T2. T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen
dan kalori menjadi tenaga (ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif
daripada T4.T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organorgan lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah.
Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH
(thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormonhormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian
merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan
merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh kerena itu hal yang
mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan T4

Proses pembentukan hormon tiroid adalah:

a. Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini
dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah;
b. Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar
yang nantinya akan mensekresi hormon tiroid;
c. Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh
enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase.
d. Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan
menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi
karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar
daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat.
e. Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika
teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I
menjadi diiodotirosin)
f. Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika
monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi
triiodotironin.

Jika

dua

diiodotirosin

bergabung

akan

menjadi

tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak
larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh
senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut
protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon
tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini.
Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah.
(Guyton. 1997)
2. Mekanisme Umpan Balik Hormon dari Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yang mengendalikan


kecepatan metabolisme tubuh.
Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh melalui 2 cara:
1. Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein
2. Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel.
Jika sel-sel bekerja lebih keras, maka organ tubuh akan bekerja lebih cepat.
Untuk menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan yodium, yaitu
suatu eleman yang terdapat di dalam makanan dan air.

Kelenjar tiroid menangkap yodium dan mengolahnya menjadi hormon tiroid.


Setelah hormon tiroid digunakan, beberapa yodium di dalam hormon kembali
ke kelenjar tiroid dan didaur-ulang untuk kembali menghasilkan hormon tiroid.
Tubuh memiliki mekanisme yang runit untuk menyesuaikan kadar hormon
tiroid.
Hipotalamus (terletak tepat di atas kelenjar hipofisa di otak) menghasilkan
thyrotropin-releasing

hormone,

yang

menyebabkan

kelenjar

hipofisa

mengeluarkan thyroid-stimulating hormone (TSH).


Sesuai dengan namanya, TSH ini merangsang kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormon tiroid.
Jika jumlah hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar
hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah yang lebih sedikit; jika kadar hormon
tiroid dalam darah berkurang, maka kelenjar hipofisa mengeluarkan lebih
banyak TSH.
3. Metabolisme Basal
Metabolisme basal atau sering disebut Energi Pengeluaran Basal (Basal
Energy Expenditure [BEE]) adalah kebutuhan energi untuk mempertahankan
kehidupan atau energi yang mendukung proses dasar kehidupan, contohnya :
mempertahankan temperature tubuh, kerja paru-paru, pembuatan sel darah
merah, detak jantung, filtrasi ginjal, dan lain sebagainya. Untuk menentukan
nilai dari BEE ini harus dalam kondisi basal. Kondisi basal tersebut meliputi :
12-16 jam setelah makan, posisi berbaring, tidak ada aktivitas fisik satu jam
sebelum pemeriksaan, kondisi rileks, temperature tubuh normal, temperature
ruangan harus 21-250C, dan dalam kondisi yang kelembapannya normal.
Dalam menentukan nilai Basal Energy Expenditure (BEE) ini, Harris dan
Benedict menemukan sebuah metoda dengan cara perhitungan :
Laki-laki
66
+ (13,7 x BB kg) + (5 x TB cm) - (6,8 x umur)
Perempuan
665 + (9,6 x BB kg) + (1,7 x TB cm) - (4,7 x umur)
Dengan BB adalah nilai dari berat badan normal. Dapat dihitung dengan cara :
Jika umurnya kurang dari 30 tahun (<30)
BB = (TB-100)-(10%(TB-100))
Jika umurnya lebih dari 30 tahun (>30)
BB = (TB-100) 100%
Over weight 110-120 %
Obesitas
> 120 %
Dan apabila ingin mengkoreksi berat badan (digunakan untuk pasien obesitas),
dapat dihitung dengan jalan :
Adjusted Body Weight = BB saat ini (25% (BB saat ini BB normal)
Basal Energy Expenditure (BEE) juga dipengaruhi oleh beberapa faktor,
faktor-faktor tersebut diantaranya :
1.

Umur

Pada umur dia atas 20 tahun, maka BEE akan menurun 2% setiap 10

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Gender
Pertumbuhan
Tinggi badan
Masa otot
Temperatur

tahunnya.
BEE pada laki-laki > wanita (pada umur > 10 tahun)
BEE paling tinggi pada saat masa pertumbuhan (masa bayi dan remaja)
Orang yang lebih tinggi memiliki BEE yang lebih tinggi pula
BEE akan lebih tinggi pada masa otot yang lebih banyak
Setiap peningkatan temperature sebesar 10C (di atas temperature normal,

Tidur
Endokrin

370C) BEE akan meningkat 13%.


BEE akan berkurang 10%
Hipertiroid : BEE meningkat 75 100 %

Hipotiroid : BEE menurun 30 40 %

Sebelum menstruasi BEE agak meningkat dan selama

menstruasi BEE menurun.


9.
Status nutrisi BEE menurun pada Protein Energy Malnutrition (PEM)
10. Kehamilan
BEE meningkat 15 25 %
4. Biosintesis dan Metabolisme Hormon-hormon Tiroid
Proses biosintesis hormon tiroid berlangsung dalam beberapa tahap:
a) Tahap trapping (pengangkapan yodida)
b) Tahap oksidasi yodida menjadi yodium
c) Tahap coupling
d) Tahap penimbunan atau storage
e) Tahap deiyodinasi
f) Tahap proteolisis dan
g) Tahap pengeluaran/pelepasan hormon.

Gambar: kontrol dan sekresi hormon tiroid


Penangkapan yodida oleh sel-sel folikel tiroid merupakan suatu proses
aktif yang membutuhkan energi yang didapat melalui metabolisme oksidatif
dalam kelegnjar. Yodida berasal dari bahan makanan dan air, atau yang
dilepaskan pada deyodinasi hormon tiroid atau bahan-bahan yang mengalami
yodinasi. Tiroid mengambil dan mengonsentrasikan yodida 20 hingga 30 kali
kadarnya di dalam plasma. Yodida diubah menjadi yodium, dikatalis oleh enzim
yodida peroksidase. Yodium kemudian digabungkan dengan molekul tirosin,
yaitu proses yang dijelaskan sebagai organifikasi yodium. Proses ini terjadi
pada interfase sel-koloid. Senyawa yang terbentuk, monoioditirosin dan
diiodotirosin, kemudian digabungkan sebagai berikut : dua molekul
diiodotirosin membentuk tiroksin (T4), satu molekul diiodotirosin dan satu
molekul monoiodotirosin menghasilkan triyodotirosin (T3). Penggabungan

senyawa ini dan penyimpanan hormon yang dihasilkan berlangsung dalam


tiroglobulin. Pelepasan hormon dari tempat penyimpanan terjadi dengan
masuknya tetes-tetes koloid ke dalam sel-sel folikel dengan proses yang disebut
pinositosis. Di dalam sel-sel ini tiroglobulin dihidrolisis dan hormon dilepaskan
ke dalam sirkulasi. Berbagai langkah yang dijelaskan tersebut dirangsang oleh
tirotropin (throid stimulating hormone (TSH)).

Gambar. Sintesis dan Sekresi Hormon tiroid


Fungsi tiroid dikontrol oleh hormon glikoprotein hipofisis hormon TSH, yang
diatur pula oleh thyroid releasing hormon (TRH), suatu neurohormon
hipotalamus. Tiroksin menunjukkan pengaturan timbal balik negatif dari sekresi
TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin hipofisis.
Peningkatan kadar hormon tiroid akan menimbulkan umpan balik negatif
(negative feedback) menghambat hipofisis anterior untuk melepaskan TSH
yang lebih banyak dan pelepasan TRH dari hipotalamus (gambar 5).

Gambar. Negative feedba


5. Pengaruh Hormon Tiroid terhadap Metabolisme
Efek Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Hormon tiroid mempunyai efek yang kritis terhadap pertumbuhan, sebagian
efek langsung terhadap sel-sel dan sebagian sebagai efek tidak langsung dengan
memengaruhi produksi serta memperkuat efek hormon petumbuhan. Hormon
ini penting untuk respons normal terhadap parathormon dan kalsitonin dan
perkembangan otot rangka, terutama untuk pertumbuhan normal dan
pematangan SSP.
Efek metabolik
a. Termoregulasi
b. Metabolism protein, dalam dosis fisiologis kerja hormone ini bersifat
anabolic tetapi dalam dosis besar bersifat katabolic.
c. Metabolism karbohidrat bersifat diabetogenik karena resorbsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen menipis dan degradasi insulin meningkat
d. Metabolism lipid. Pada hipotiroid, kolesterol total, kolesterol ester dan
fosfolipid meningkat
e. Vitamin A, konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati
memerlukan

hormone

tiroid.

Pada

hipotiroid

dapat

dijumpai

karotenemia, kulit kekuningan


6. Patofisiologi/Pathway STRUMA
a. Definisi
Struma adalah pembesaran kelenjar tyroid, struma timbul akibat defisiensi
yodium terutama pada daerah pegunungan.
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid
dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun,
mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves disease).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang
secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hypertiroidisme.
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan
oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak.Histologik keadaan
ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan
oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.

10

b. Etiologi
1.

Struma noduler non toxic (SNNT)


a)
b)
c)
d)

2.

Produksi hormon tiroi tidak cukup


Dishormonogenesis
Endemik/kurang yodium
Konsumsi garam menurun

Struma noduler toxic (SNT)


a) Sering terjadi pada lansia
b) Hipertiroidisme
c) Penghambatan sintesa hormon oleh hoitrogen (kol, kacang, kedelai,

stroberi)
d) Autoimunoglobulin
c. Tanda dan gejala
1. SNNT
a)
b)
c)
d)

Masa dileher
Disfagia
Peningkatan TSH
T3 (tiroksin), T4(triiodotoronin) calsitonin menurun

2. SNT
a)
b)
c)
d)
e)

Peningkatan metabolisme
Suhu dan nadi meningkat
Dissters nafas hebat
Rasa takut
T3 (tiroksin), T4 (triiodotironin), calsitonin meningkat

d. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar
tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi
molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk
dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul
yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif
dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada
tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik
tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis,
pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin
(T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan
TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar
tyroid.
e. Klasifikasi struma

11

Derajat 0

: Tidak teraba (normal)

Derajat 1a

: kelenjar gondok teraba,tidak terlihat

Deragat 1b : teraba terlihat pada posisi leher ekstensi penuh


Derajat II

: terlihat pada posisi leher normal

Derajat III : kelenjar gondok sangat besar


f. Pemeriksaan penunjang
1. Scanning thyroid
memakai uptake j131 yang didisbrusikan ke tiroid untuk menentukan
fungsi tiroid. Normal :15-40% dalam 24 jam
bila :uptake >normal disebut hot area
uptake <normal disebut cold area (pada neoplasma)
2. USG
Membedakan kristik atau solid (neoplasma)
3. Radiologi thorax
4. Fungsi tiroid
BMR : (0.75 x N) + (0,74 x TN) 72%
PBI : normal 4-8 mg%
Serum kolesterol : normal 150-300 mg%
Free tiroksi index : T3 / T4
Hitung kadar T4, TSHS, tiroglobulin dan calcitonin

7. Penatalaksanaan Medis STRUMA


a) Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di
daerah endemik sedang dan berat.
b) Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.

12

c) Penyuntikan Lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah
endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang
dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun
diberi 0,2 cc 0,8 cc.
d) Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan
operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya :
penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan
yang pasti akan dicurigai.
Penatalaksaan bedah
Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula thyroidea meliputi :
1. Terapi.

Pengurangan

massa

fungsional

dalam

keadaan

hipertiroid,

tiroidektomi subtotal pada penyakit grave atau struma multinodular toksik


atau eksisi adenoma toksik.
2. Terapi. Pengurangan massa menekan, tiroidektomi subtotal dalam struma
multinodular non toksik atau lobektomi untuk kista tiroid atau nodulus
tunggal (misal nodulusus koloid) yang menimbulkan penekanan trakea atau
esofagus.
3. Ekstirpasi

penyakit

keganasan.

Biasanya

tiroidektomi

total

dengan

pengupasan kelenjar limfe; untuk sejumlah tumor diindikasikan lobektomi


unilateral.
4. Paliasi. Eksisi massa tumor yang tak dapat disembuhkan, yang menimbulkan
gejala

penekanan

mengganggu:

anaplastik,

metaplastik

atau

tumor

limfedematosa.
5. Reseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus kanan dan kiri, dengan
mobilitas sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam kasus struma
multinodular toksik, struma multinodular nontoksik atau penyakit grave.
Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian besar tiap lobus yang memotong
pembuluh darah thyroidea superior ,vena thyroidea media dan vena thyroidea
inferior yang meninggalkan arteria thyroidea inferior utuh. Bagian kelenjar
yang dieksisi merupakan sisi anterolateral tiap lobus, isthmus dan lobus

13

pyramidalis. Pada beberapa pasien dengan peningkatan sangat jelas dalam


penyediaan darah ke kelenjar, arteria thyroides inferior dapat diligasi kontinu
atau ditutup sementara dengan klem kecil sampai reseksi dilengkapi. Tujuan
lazim untuk melindungi dan mengawetkan nernus laryngeus recurrens dan
glandula paratiroid. Telah ditekankan bahwa dalam ligasi pembuluh darah
thyroidea superior harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus externus
nervus laryngeus superior, ia menimbulkan perubahan suara yang bermakna.
Selama tindakan operasi, perhatian cermat diberikan pada hemostasis.
6. Lobektomi total dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroid dan bila
penyakit unilobaris yang mendasari tak pasti. Beberapa ahli bedah juga lebih
senang melakukan tindakan ini pada satu sisi bagi penyakit mulinodularis dan
meninggalkan sisa agak lebih besar dalam lobus yang lain.
Bila dilakukan pengupasan suatu lobus untuk tumor ganas, maka
pembuluh darah thyroidea media dan vena thyroidea inferior perlu dipotong.
Glandula paratiroid dan nervus laryngeus recurrens diidentifikasi dan
dilindungi. Jika glandula paratiroid pada permukaan tiroid, maka ia mulamula bisa diangkat bersama tiroid dan kemudian ditransplantasi. Lobus tiroid
diretraksi ke medial dengan dua glandula paratiroid terlihat dekat cabang
terminal arteria thyroidea inferior dan nervus laryngeus recurrens ditutupi oleh
ligamentum fasia (ligamentum Berry). Nervus ini diidentifikasi sebagai
struktur putih tipis yang berjalan di bawah ligemntum dan biasaynya di
bawah cabang terminal arteria thyroidea inferior.
Setelah menyelesaikan eksisi kelenjar ini dan kelenjar limfe, maka hemostasis
dinilai dan luka ditutup dalam lapisan. Drainase tidak diperlukan, asalkan
hemostasis diamankan.
Komplikasi Tiroidektomi
1. Perdarahan. Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam mengamankan
hemostasis dengan penggunaan diam yang bijaksana. Perdarahan selau
mungkin terjadi setelah tiroidektomi. Bila ia timbul biasanya ia suatu
kedaruratan bedah, tempat diperlu secepat mungkin dekompresi leher segera
dan mengembalikan pasien ke kamar operasi.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara. Dengan
tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten dan teknik
bedah yang cermat, bahaya ini harus minimum dan cukup jarang terjadi.

14

3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. Ia menimbulkan paralisis sebagian


atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat
dan kehati-hatian pada operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini
atau pada nervus laryngeus superior.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan. Hal ini dirujuk pada throtoxic storm, yang sekarang
jarang terlihat karena persiapan pasien yang adekuat menghambat glandula
tiroid overaktif dalam pasien yang dioperasi karena tirotoksikosis.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Juga komplikasi ini tidak boleh terlihat
dalam klinik bedah saat ini. Antibiotika tidak diperlukan sebagai profilaksis.
Perhatian bagi hemostasis adekuat saat operasi dilakukan dalam kamar
operasi berventilasi tepat dengan peralatan yang baik dan ligasi harus
disertai dengan infeksi yang dapat diabaikan.
6. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hiptroidisme setelah reseksi
bedah tiroid jarang terlihat saat ini. Ian dihati-hatikan dengan pemeriksaan
klinik dan biokimia yang tepat pasca bedah.
8. Farmakologi untuk pasien STRUMA: PTU, anti Tiroid, Tiroksin, Garam
Yodium dan Implikasi Keperawatannya
a) Obat jenis asetaminopen
b) Pemberian beta-bloker
c) Propanolol secara intravena Dosis yang diberikan adalah 1mg/menit
sampai beberapa mg hingga efek yang diinginkantercapai atau 2-4mg/4jam
secara intravena atau 60-80mg/4jam secara oral atau melalui (NGT).
d) Pemberian tionamide seperti methimazole 30mg/6jam atau PTU
200mg/4jam secara oral atau NGT untuk memblok sintesishormon.
e) Laruton lugols 10 tetes/8jam secara oral.
f) Glucocorticoid 100mg/8jam secara intravena
9. Gizi Pasien dengan Penyakit STRUMA
a) Ikan laut
b) Telur asin
c) Seafood
d) Sayuran hijau
10. Askep pada Pasien STRUMA
Kasus
Ny. H (30 tahun ) di rawat di RS dengan diagnosa medis struma derajat
II. Dari hasil pengkajian didapatkan data klien tinggal di daerah pegunungan,
mengeluh nyeri saat menelan, sesak nafas, telapak tangan sering berkeringat,
terdapat exophthalmus, belum ada kardiomegali, tidak malu dengan

15

keadaannya, TD 100/ 70 mmHg, N110x/ menit, RR 21x/ menit, t 37,4 C, hasil


laboratorium sebelum operasi menunjukkan T3 dan T4 menurun, TSH
meningkat, pemeriksaan kepadatan tulang maish dalam batas normal, klien
mendapatkan terapi propanolol 3x 5 mg. Sebelum operasi klien merasa cemas
akan kehilangan suaranya jika di operasi. Saat ini pasien selasi lobectomy hari
ke 3, terpasang drain 3 cc, kondisi luka kering, tidak berbau, terdapat tiga
jahitan

ANALISA DATA PRE & POST


Data

Problem
Etiologi
Ketidakefektifan Pola Nyeri

DS :
-

Klien mengatakan tinggal di daerah Nafas

pegunungan
Klien mengeluh nyeri saat menelan
Klien mengeluh sesak nafas
Klien mengeluh telapak tangan sering

berkeringat
Klien merasa cemas akan kehilangan

Ansietas

suaranya jika dioperasi


DO :
-

TD : 100/70 mmHg
N : 110 x/menit
RR : 21 x/menit
T3 dan T4 menurun
TSH meningkat

DS :

Resiko Infeksi

DO :
-

Klien selesai lobectomy hari ke tiga


Terpasang drain 2 cc
Kondisi luka kering, tidak berbau,
terdapat 3 jahitan

16

Prosedur Invasif

Rumusan Diagnosa
a. Ketidakefektifan Pola Napas berhubungan dengan nyeri dan ansietas, di
tandai dengan Klien mengatakan tinggal di daerah pegunungan, klien
mengeluh nyeri saat menelan, klien mengeluh sesak nafas, klien mengeluh
telapak tangan sering berkeringat, TD : 100/70 mmHg, N : 110 x/menit, RR :
21 x/menit, T3 dan T4 menurun, TSH meningkat
b. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Intervensi
Tgl/ jam
20

No.

DP
Mei 1.

Tujuan

Intervensi

Keefektifan Pola Napas

1. Monitor TTV

Rasional
1. Pasien dengan perubahan pola

2013

dapat dipertahankan

(nadi, suhu,

napas perlu di monitor TTV nya

08.00

setelah dilakukan

pernapasan,

karena jika RR naik maka nadi

tindakan keperawatan

tekanan darah,

juga bisa ikut naik diikuti dengan

selama 2 x 24 jam,

SPO2) setiap 8

peningkatan tekanan darah serta

jam sekali
2. Monitor tanda-

perubahan pada SPO2 dan suhu.


2. Pola nafas menandakan adanya

dengan kriteria hasil :


- Klien tidak nyeri saat
menelan
- Klien tidak mengeluh
sesak nafas
- telapak tangan

penyempitan jalan napas atau


kekurangan oksigen di dalam
tubuh, maka dari itu pemantauan

tidak

berkeringat
- Klien tidak cemas
- TD : 110/70 - 120/80
mmHg
- N : 60-100 x/mnt
- RR : 16-20 x/mnt

tanda sianosis

tanda-tanda sianosis perlu


3. Monitor
karakteristik
napas
4. Anjurkan klien
untuk selalu
memakai
pakaian hangat
5. Anjurkan klien
untuk
menghirup
udara pagi
menggunakan

17

dilakukan.
3. Karakteristik napas
menggambarkan usaha klien untuk
memenuhi oksigen dalam tubuh.
4. Pakaian hangat membantu
melindungi pasien dari udara
dingin (klien tinggal di
pegunungan)
5. Menghirup napas dalam di pagi
hari membantu membuka jalan
napas sehingga pola napas pasien
dapat teratasi dan suplai oksigen
terpenuhi karena udara pagi masih

nafas dalam
6. Kolaborasi

20
2011

Mei 2

Infeksi tidak terjadi

banyak mengandung oksigen


6. Pemberian oksigen membantu

tentang

pemenuhan suplai O2 dalam

pemberian

tubuh.

oksigen
1. Monitor luka, 1.Agar tindakan dapat dilakukan dengan

setelah dilakukan

jahitan drain,

tepat dan mencegah terjadinya infeksi

tindakan keperawatan

dan keadaan

serta berubahan vol. Drain juga dapat

selama 2x24 jam dengan


kriteria hasil :
-

Drain sudah di lepas.


Kondisi luka kering
Luka tidak terdapat

puss
Luka tidak berbau
Luka tetap kering

drain serta vol.


terkontrol.
2. Monitor tanda- 2.Dengan memonitor infeksi dapat
tanda infeksi
3. Batasi
pengunjung
4. Lakukan cuci

diketahui adanya infeksi pada klien


3.Mencegah infeksi nosokomial
4. Mencegah infeksi pasien

tangan
sebelum
kontak dengan
pasien
5. Lakukan
perawatan luka
(2 hri setelah

5.Mengurangi resiko terjadinya infeksi


serta menjaga luka agar tetap bersih

operasi).
6. Lakukan
perawatan
drain.

6. Mencegah infeksi serta dapat


mengetahui karakteristik cairan pada
drain.

11. Ketrampilan Pemeriksaan Fisik Tiroid


Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).Konsistensi; lunak,
kistik, keras atau sangat keras. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada. Pembesaran kelenjar getah
bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
1. Inspeksi
a) Benjolan
b) Warna
c) Permukaan
d) Bergerak waktu menelan
2. Palpasi
a) Permukaan, suhu

18

b) Batas :
Atas : Kartilago tiroid
Bawah : incisura jugularis
Medial : garis tengah leher
Lateral : M. Sternokleidomastoideus
Pada palpasi harus diperhatikan :
a.

lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau


keduanya)

b.

ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)

c.

konsistensi

d.

mobilitas

e.

infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

f.

apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin
ada bagian yang masuk ke retrosternal)

12. Keterampilan Persiapan Pre Operasi Strumektomi, Tiroidektomi


Persiapan pre operasi
a. Telfon dokter lapor hasil penggasian
b. Pemberian terapi PTU 15 hari untuk membuat T3 dan T4 normal (T4
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

= 4,6- 12,0 ; T3 = 0,79-1,41)


Cek darah ( lab darah rutin (Hb),albumin)
EKG
Persiapan pasien
Cukur jenggot
Persetujuan/inform consent
Penkes tentang lobektomi
Setelah operasi pasien dianjurkan latihan bicara
Puasa 6-8 jam
Makan post operasi I : cair, II: halus, III: lunak
Telepon kamar bedah dan dokter anestesi ( jam operasi dan anestesi),

m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.

perlu tidaknya pasien ditempatkan di HND atau ICU


Telepon dokter anestesi ( obat-obat premedikasi )
Pengisian check list, laporan anestesi
Pasang kateter k/p
Lepas gigi palsu, rambut palsu, perhiasan, potong kuku
Skin test antibiotik k/p
Skin test anestesi 1,5 jam sebelum operasi
Ganti baju ophem, celana panjang dilepas
Post operasi boleh makan tunggu kentut
Proses penyembuhan luka 3-5 hari
Suntik anestesi 1 jam sebelum operasi
Telepon IBS, pasien sudah siap atau belum

13. Perawatan Post Operasi Strumektomi, Tiroidektomi


Post operasi
a. Diruangan siapkan alas kepala, handuk, selimut tebal
b. Tanya program yang harus diteruskan, check kesadaran
c. Periksa TTV, bising usus dan posisi head up

19

d. Menyuntikkan terapi obat


e. Rawat luka, dan aff drain
f. Memberikan obat iodium dan penkes pemberian obat

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid
dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun,
mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves disease). Struma
nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik
teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.Struma
Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi
hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak.Histologik keadaan ini adalah
sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.Struma
endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan
mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
20

B. Saran
Sebagai perawat kita wajib mengetahui konsep penyaakit struma
sehingga mempermudaah dalam penatalaksanaanya di lapangan

DAFTAR PUSTAKA
1. Himawan, Sutisna. 1996. Patologi. Jakarta : Arthur C, Guyton. 1996.
Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC
2. Davey, Patrick. 2003. At a Glance Medicine. Jakarta : PT Gelora Aksara
Pratama F. Gary Cunningham. 2006. Obstetri William edisi 21 Vol.2. jakarta :
EGC
3. Andrianto,Petrus.1996.Fisiologi Manusia dan Mekanisme Pwnyakit.jakarta:
EGC.
4. Ganong.Fisiologi Kedokteran.1988.Jakarta: EGC.
5. Dorlan. Kamus Saku Kedokteran.1998.Jakarta: EGC.
6. Santosa,Budi.Panduan Diagnosa Keperawatan.2005-2006.Jakarta: Prima
Medika.
7. http://www.emedicine.com/med/topic920.htm

21

8. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya.,


Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.,FKUI., Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai