Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
Insidensi aktual disfungsi neurologi sebagai akibat dari komplikasi perdarahan terkait
dengan blok neuroaksial masih belum diketahui. Walaupun insidensi yang tertulis di literatur
diperkirakan kurang dari 1:150.000 pada blok epidural dan kurang dari 1:220.000 pada spinal
anestesi, penelitian terakhir menunjukkan peningkatan frekuensi dan dapat lebih tinggi dari
1:3000 pada sebuah populasi. Secara keseluruhan, risiko perdarahan yang signifikan terus
bertambah seiring dengan usia, abnormalitas medulla spinalis atau columna vertebralis, adanya
penyakit koagulopati, kesulitan dalam menginsersikan jarum, dan posisi kateter neuroaksial
selama mendapat terapi antikoagulan (Horlocker, 2010).
Menanggapi hal tersebut, ASRA mengeluarkan guideline untuk para klinisi yang
bersumber pada laporan kasus, farmakologi, hematologi, dan faktor risiko untuk perdarahan
(Horlocker, 2010).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Antikoagulan oral (Warfarin)
Antikoagulan oral memiliki efek antikoagulan dengan mempengaruhi factorfaktor pembekuan yang bersifat vitamin K dependent, factor II, VII, IX, dan X. Pasien
dengan penggunaan warfarin dihentikan sekurang-kurangnya 5 hari sebelum prosedur
elektif. Perhatikan INR 1 hingga 2 hari sebelum pembedahan. Jika INR >1,5 berikan 1-2
mg vitamin K oral. Warfarin dapat dilanjutkan kembali setelah pembedahan. (Horlocker,
2010).
2. Antiplatelet
Pemberian OAINS dan aspirin tidak mempengaruhi performa blok neuroaksial.
Namun pada penggunaan tioclipidine, pemberian harus dihentikan 14 hari sebelum blok
neuroaksial, dan pada penggunaan clopidogrel pemberian dihentikan 7 hari sebelum blok
neuroaksial. Inhibitor platelet GP IIb/IIIa (abiksimab, integrilin) harus dihentikan 4
minggu sebelum pembedahan.
Pada pasien dengan coronary stent, pemberian aspirin dan atau clopidrogel harus
dihentikan selama 4-6 minggu sebelum pembedahan pada stent logam, dan selama 12
bulan sebelum pembedahan pada drug-eluting stent. Namun bila pembedahan tidak dapat
ditunda, aspirin dapat dilanjutkan setelah pembedahan.
Pada pasien dengan risiko penyakit jantung tinggi, aspirin dapat dilanjutkan
setelah pembedahan. Namun pemberian clopidogrel harus dihentikan paling tidak 5 hari
(sebaiknya 10 hari) sebelum pembedahan, clopidogrel dapat dilanjutkan 24 jam setelah
pembedahan. Pada pasien dengan risiko penyakit jantung rendah, obat-obat antiplatelet
dihentikan 7-10 hari sebelum pembedahan, dan dapat dilanjutkan kembali 24 jam setelah
pembedahan (Horlocker, 2010).
3. Standar heparin (unfractioned heparin)
Mekanisme antikoagulan heparin adalah dengan mengikat antithrombin sehingga
mempercepat inaktivasi thrombin, factor Xa, dan IXa. Efek tersebut dapat dipantau
dengan pemeriksaan PT, aPTT dan INR.
Pada pasien yang mendapat terapi UFP dengan dosis 5000 U dua kali sehari tidak
terdapat kontraindikasi penggunakan blok neuroaksial.

Hentikan pemberian heparin 1 jam setelah insersi jarum. Kateter neuroaksial


dicabut 2 sampai 4 jam setelah pemberian dosis heparin terakhir. Evaluasi pasien dan
terapi heparin dapat dilanjutkan 1 jam setelah pencabutan kateter (Horlocker, 2010).
4. Low-Molecular Weight Heparin /LMWH (enoksaparin, dalteparin)
Pemberian LMWH dihentikan 10 12 jam sebelum insersi jarum. Namun pada
pasien yang menerima LMWH dengan dosis tinggi, pemberian LMWH dihentikan 24
jam sebelum insersi jarum.
LMWH dapat diberikan kembali setelah pembedahan dengan dosis ganda atau
tunggal. Pada dosis ganda, dosis pertama diberikan lebih dari 24 jam post-operasi.
Pemberian tersebut ditunda setelah 2 jam pencabutan kateter. Pada dosis tunggal, dosis
pertama diberikan 6 8 jam post-operasi. Dosis kedua diberikan lebih dari 24 jam setelah
pemberian dosis pertama. Kateter harus dicabut 10 -12 jam setelah pemberian dosis
terakhir LMWH (Horlocker, 2010).
5. Terapi Fibrinolitik atau Trombolitik (streptokinase, urokinase)
Blok neuroaksial pada pasien yang mendapat terapi fibrinolitik atau trombolitik
tidak dapat dilakukan (Morgan et al, 2013).
6. Obat-obat herbal
Pemberian obat herbal seperti ginseng, gingko, dan bawang putih tidak
mempengaruhi performa blok neuroaksial (Horlocker, 2010).
7. Inhibitor trombin (desirudin, lepirudin, bivalirudin, argatroban)
Blok neuroaksial pada pasien yang mendapat terapi inhibitor trombin tidak dapat
dilakukan (Horlocker, 2010).
BAB III
KESIMPULAN
Blok neuroaksial pada pasien yang menerima terapi antikoagulan membutuhkan
perhatian tersendiri. Fokus utama adalah untuk mencegah terjadinya hematom spinal,
namun diagnosis dan tatalaksana yang tepat dan cepat dapat mengoptimalkan outcome
neurologic pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Morgan G.E., Mikhail M.S., & Murray M.J. (2013). Spinal, epidural, and caudal blocks.
In G.E. Morgan et al Clinical Anesthesiology, 5th edition. New York: Lange Medical
Books.
Terese T. Horlocker, MD, Denise J. Wedel, MD, John C. Rowlingson, MD, F. Kayser
Enneking, MD, Sandra L. Kopp, MD, Honorio T. Benzon, MD, David L. Brown,
MD,John A. Heit, MD, Michael F. Mulroy, MD, Richard W. Rosenquist, MD, Michael
Tryba, MD,and Chun-Su Yuan, MD, PhD. (2010). Regional Anesthesia in the Patient
Receiving Antithrombotic or Thrombolytic Therapy. Regional Anesthesia and Pain
Medicine, 35,: 64-101

Anda mungkin juga menyukai