Anda di halaman 1dari 8

Proses Pencernaan Anaerob

Proses pencernaan anaerob, yang merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses
pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada
kondisi tanpa udara[2]. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung
bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Proses
anaerob dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang
optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas.
Tabel 2.1 Kondisi pengoperasian pada proses pencernaan anaerob
Parameter
Temperatur

Nilai

Mesofilik

35o C

Termofilik
54o C
pH
7-8
Alkalinitas
2500 mg/L Minimum
Waktu retensi
10-30 hari
Laju terjenuhkan
0.15-0.35 kg.VS/m3/hari
Hasil biogas
4.5-11 m3/kg.VS
Kandungan metana
60-70 %
Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu[2] :
Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan
pencernaan bahan organik kompleks menjadi sederhana, perubahan bentuk strukutur polimer
menjadi monomer;
Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk
pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bakteri asam. Produk akhir dari
perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan
sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amonia.
Metanogenik, pada tahp ini terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat
juga terdapat dalam proses ini, yaitu untuk mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya
menjadi hidrogen sulfida.

Untuk lebih jelasnya proses pembentukan biogas dapat dilihat pada diagram alir di bawah
ini :
Selulosa
1. Hidrolisis

(C6H10O5)n + nH2O
Selulosa

n(C6H12O6)
Glukosa

Glukosa
(C6H12O6)n + nH2O
CH3CHOHCOOH
Glukosa
Asam Laktat
CH3CH2CH2COOH + CO2 + H2
Asam Butirat
CH3CH2OH + CO2
Etanol
Asam Lemak dan Alkohol

2. Pengasaman

4H2 + CO2
2H2O + CH4
CH3CH2OH + CO2
CH3COOH + CH4
CH3COOH + CO2
CO2 + CH4
CH3CH2CH2COOH + 2H2 + CO2
CH3COOH + CH4
Metan
Metana + CO

3. Metanogenik

Gambar 2.1 Diagram alur proses fermentasi anaerobik


Bakteri yang berperan dalam proses pencernaan anaerobik yaitu bakteri hidrolitik yang
memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fementatif yang mengubah
gula dan asam amino menjadi asam organik, bakteri asidogenik merubah asam organik
menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat, dan bakteri metanogenik yang
menghasilkan gas metan dari asam asetat, hidrogen, dan karbondioksida. Bakteri
metanogenik akan menghasilkan biogas yang bagus (kandungan gas metan tinggi) pada suhu
25o-30o C. Di dalam digester biogas terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan yaitu
bakteri asidogenik dan bakteri metanogenik. Kedua bakteri ini harus dipertahankan
jumlahnya seimbang. Bakteri-bakteri inilah yang merubah bahan organik menjadi gas metan
dan gas lainnya dalam siklus hidupnya.
Kandungan gas metan dalam biogas yang dihasilkan tergantung pada jenis bahan baku yang
dipakai. Sebagai contoh komposisi biogas dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kompisisi gas (%) dalam biogas yang berasal dari kotoran ternak dan sisa
pertanian

Jenis Gas
Metana (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Nitrogen (N2)
Karbonmonoksida (CO)
Oksigen (O2)
Propan (C3H8)
Hidrogen Sulfida (H2S)
Nilai Kalor (kkal/m3)

Campuran

Kotoran

Kotoran Sapi

Sapi

Sampah

65.7
27.0
2.3
0.0
0.1
0.7
Tidak Terukur
6513

Pertanian
55-70
27-45
0.5-3.0
0.1
6.0
Sedikit sekali
4800-6700

dan

Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam digester biogas bisa dikarenakan tidak
seimbangnya populasi bakteri metanogenik terhadap bakteri asam yang menyebabkan
lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat
kelangsungan hidup bakteri metanogenik. Kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan
anaerobik yaitu sekitar pH 6,8 sampai 8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi pH
yang lebih tinggi atau rendah.
Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen sesuai dengan
kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi lingkungan yang optimum.
Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih cepat dibanding nitrogen.
Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen
(C/N), rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar 20 - 30. Jika C/N terlalu tinggi,
nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon akibatnya gas yang
dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan
berakumulasi dalam bentuk amonia (NH 4) yang dapat meningkatkan pH. Jika pH lebih
tinggi dari 8,5 akan menunjukkan pengaruh negatif pada populasi bakteri metanogen.
Kotoran ternak sapi mempunyai rasio C/N sekitar 24. Hijauan seperti jerami atau serbuk
gergaji mengandung persentase karbon yang jauh lebih tinggi, dan bahan dapat dicampur
untuk mendapatkan rasio C/N yang diinginkan. Rasio C/N beberapa bahan yang umum
digunakan sebagai bahan baku biogas disajikan pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Rasio karbon dan nitrogen (C/N) dari beberapa bahan baku
Bahan
Kotoran bebek
Kotoran manusia
Kotoran ayam
Kotoran kambing

Rasio C/N
8
8
10
12

Kotoran babi
Kotoran domba
Kotoran sapi/kerbau

18
19
24

Slurry kotoran sapi mengadung 1,8 - 2,4% nitrogen, 1,0 - 1,2% fosfor (P205), 0,6 - 0,8%
potassium (K 20), dan 50 - 75% bahan organik. Kandungan solid yang paling baik untuk
proses anaerobik yaitu sekitar 8%. Untuk limbah kotoran sapi segar dibutuhkan pengenceran
1 : 1 dengan air. Teknologi pencernaan anaerob bila digunakan dalam sistem perencanaan
yang matang, tidak hanya mencegah polusi tetapi juga menyediakan energi berkelanjutan,
pupuk dan rekoveri nutrien tanah. Untuk itu proses ini dapat mengubah limbah dari suatu
masalah menjadi suatu yang menguntungkan.
Tabel 2.4 Potensi produksi gas dari berbagai jenis kotoran hewan
Jenis Kotoran
Sapi/Kerbau
Babi
Unggas
Manusia

Produksi Gas per Kg (m3)


0.023-0.040
0.040-0.059
0.065-0.116
0.020-0.028

Teknologi Digester
Saat ini berbagai bahan dan jenis peralatan biogas telah banyak dikembangkan sehingga
dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran
ternak. Secara umum terdapat dua teknologi yang digunakan untuk memperoleh biogas.
Pertama, proses yang sangat umum yaitu fermentasi kotoran ternak menggunakan digester
yang didesain khusus dalam kondisi anaerob. Kedua, teknologi yang baru dikembangkan
yaitu dengan menangkap langsung gas metan dari lokasi tumpukan sampah tanpa harus
membuat digester khusus. Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas
ditampilkan pada gambar berikut.

Gambar 2.2 Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas

Sumber : Departemen Pertanian (2009)[1]


Beberapa keuntungan kenapa digester anaerobik lebih banyak digunakan antara lain :
Keuntungan pengolahan limbah
Digester anaerobik merupakan proses pengolahan limbah yang alami
Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan proses kompos aerobik ataupun
penumpukan sampah
Memperkecil volume atau berat limbah yang dibuang
Memperkecil rembesan polutan
Keuntungan energi
Proses produksi energi bersih
Memperoleh bahan bakar berkualitas tinggi dan dapat diperbaharui
Biogas dapat dipergunakan untuk berbagai penggunaan
Keuntungan lingkungan .
Menurunkan emisi gas metan dan karbondioksida secara signifikan
Menghilangkan bau
Menghasilkan kompos yang bersih dan pupuk yang kaya nutrisi
Memaksimalkan proses daur ulang
Menghilangkan bakteri coliform sampai 99% sehingga memperkecil kontaminasi sumber air
Keuntungan ekonomi
Lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya ditinjau dari siklus ulang proses
Bagian utama dari proses produksi biogas yaitu tangki tertutup yang disebut digester. Desain
digester bermacam-macam sesuai dengan jenis bahan baku yang digunakan, temperatur yang
dipakai dan bahan konstruksi. Digester dapat terbuat dari cor beton, baja, bata atau plastik
dan bentuknya dapat berupa seperti silo, bak, kolam dan dapat diletakkan di bawah tanah.
Sedangkan untuk ukurannya bervariasi dari 4-35 m 3. Biogas dengan ukuran terkecil dapat
dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi, 7 ekor babi atau 500 ekor unggas.

Gambar 2.3 Beberapa macam digester


Sumber : Departemen Pertanian (2009)[1]
Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau digunakan langsung
pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik, patromas biogas, penghangat
ruang/kotak penetasan telur dll.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak
Untuk memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas, diperlukan beberapa syarat yang terkait
dengan aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber daya manusia. Bila faktor tersebut
dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas sebagai penyediaan energi
dipedesaan dapat berjalan dengan optimal.
Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran ternak
menjadi biogas yaitu : (Dede Sulaeman, 2009)
Ketersediaan ternak
Jenis, jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi pengembangan
biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan kotoran ternak.Kotoran
ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari ternak ruminansia dan non ruminansia
seperti sapi potong, sapi perah dan babi; serta unggas.
Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk menjalankan biogas
skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor sapi, atau 7 ekor
babi, atau 500 ekor ayam.
Kepemilikan Ternak
Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis dan kapasitas biogas
yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas rumah tangga terkecil dapat dijalankan
dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor sapi atau 7 ekor babi atau 500 ekor ayam. Bila
ternak yang dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dipilihkan biogas dengan
kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen) atau beberapa biogas skala rumah
tangga.
Pola Pemeliharaan Ternak
Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi optimal. Kotoran ternak
lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara dikandangkan dibandingkan
dengan cara digembalakan.

Ketersediaan Lahan
Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya bergantung
pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk membangun biogas skala
terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m 2 (7m x 2m). Sedangkan skala komunal terkecil
membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).
Tenaga Kerja
Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari peternak/pengelola
itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila pengisian kotoran
ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan perawatan peralatannya.
Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas disebabkan karena:
pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit tersebut; kedua, peternak/pengelola
tidak memiliki waktu untuk melakukan pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain
selain memelihara ternak.
Manajemen Limbah/Kotoran
Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair kotoran ternak
yang sesuai untuk menghasilkan biogas, frekuensi pemasukan kotoran, dan pengangkutan
atau pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor. Bahan baku (raw material) reaktor biogas
adalah kotoran ternak yang komposisi padat cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 3. Pada
peternakan sapi perah komposisi padat cair kotoran ternak biasanya telah sesuai, namun pada
peternakan sapi potong perlu penambahan air agar komposisinya menjadi sesuai.
Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari atau setiap 2 hari sekali
tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia dan sarana penunjang yang dimiliki. Pemasukan
kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan cara diangkut atau melalui saluran.
Kebutuhan Energi
Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan menghasilkan gas yang
dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian, kebutuhan peternak akan energi dari
sumber biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini mengingat, bila energi lain
berupa listrik, minyak tanah atau kayu bakar mudah, murah dan tersedia dengan cukup di
lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari biogas tidak menarik untuk
dimanfaatkan. Bila energi dari sumber lain tersedia, peternak dapat diarahkan untuk
mengolah kotoran ternaknya menjadi kompos atau kompos cacing (kascing).
Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)

Energi yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak, menyalakan
petromak, menjalankan generator listrik, mesin penghangat telur/ungas dll. Selain itu air
panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk proses sanitasi sapi perah.
Pemanfaatan energi ini dapat optimal bila jarak antara kandang ternak, reaktor biogas dan
rumah peternak tidak telampau jauh dan masih memungkinkan dijangkau instalasi penyaluran
biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi biogas dilakukan di rumah peternak baik
untuk memasak dan keperluan lainnya.
Pengelolaan Hasil Samping Biogas
Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi pupuk cair atau
pupuk padat (kompos). Pengeolahannya relatif sederhana yaitu untuk pupuk cair dilakukan
fermentasi dengan penambahan bioaktivator agar unsur haranya dapat lebih baik, sedangkan
untuk membuat pupuk kompos hasil samping biogas perlu dikurangi kandungan airnya
dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur. Pupuk yang dihasilkan tersebut dapat
digunakan sendiri atau dijual kepada kelompok tani setempat dan menjadi sumber tambahan
pandapatan bagi peternak.
Sarana Pendukung
Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air/drainase, air dan
peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah operasional dan perawatan instalasi biogas.
Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan kotoran ternak dari kandang ke reaktor biogas
sehingga kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air digunakan untuk membersihkan
kandang ternak dan juga digunakan untuk membuat komposisi padat cair kotoran ternak yang
sesuai.

Sedangkan

peralatan

kerja

digunakan

untuk

mempermudah/meringankan

pekerjaan/perawatan instalasi biogas.


Selain sepuluh faktor di atas, kemauan peternak/pelaku untuk, menjalankan instalasi biogas
dan merawatnya serta memanfaatkan energi biogas menjadi modal utama dalam pemanfaatan
kotoran ternak menjadi biogas. Tanpa adanya kemauan peternak untuk secara aktif
mengoptimalkan biogas, maka faktor-faktor lain tidak akan cukum membantu dalam
optimalisasi pemanfaatan biogas.

Anda mungkin juga menyukai