Anda di halaman 1dari 18

KEJANG DEMAM

DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal diatas 38 oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada
golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile seizures
(1980), kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan
demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak
yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk
dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai
denagn kejang berulang tanpa demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam
sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi
triggered of by fever).
Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya
(Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang
berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang.
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya
suhu meningkat (Wegman, 1939; Prichard dan McGreal, 1958). Faktor hereditas juga
mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap
bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak
sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai
riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.
KLASIFIKASI KEJANG DEMAM (KD)
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang
demam kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1
kali kejang dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar.
1

Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut
jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam
otak dan lainnya.
I. Kalsifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal
Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana
2. Kejang demam tidak khas

Ciriciri kejang demam sederhana ialah:


1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang
sama seperti yang kanan
2. Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun
3. Suhu 100F (37,78 oC) atau lebih
4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit
5. Keadaan neurology (fs saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal
6. EEG (electro encephalography rekaman otak) yang dibuat setelah tidak demam adalah
normal

Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang
demam tidak khas.

II. Klasifikasi KD menurut Livingston


Livingston membagi dalam:
1. KD sederhana
2. Epilepsy yang dicetuskan oleh demam
Ciri-ciri KD sederhana:
1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun
2

4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun


5. EEG normal
KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang
dicetuskan oleh demam
III. Klasifikasi KD menurut Fukuyama
Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan, yaitu:
1. KD sederhana
2. KD kompleks
Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:
1. Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3. Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun
4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20menit
5. Kejang tidak bersifat fokal
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologist atau abnormalitas
perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
KD yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD jenis
kompleks.
Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI RSCM Jakarta, menggunakan kriteria
Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat diagnosis kejang
demam sederhana, yaitu:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
3

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal


6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai epilepsi yang diprovokasi
oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang
menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus.
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu juga
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium
rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko
rekurensi meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperature yang sangat rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat
keluarga epilepsi.
Dua puluh sampai 25% penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat (orang-tua
dan saudara kandung) yang juga pernah menderita kejang demam. Tsuboi mendapatkan
bahwa insiden kejang demam pada orang tua penderita kejang demam ialah 17% dan pada
saudara kandungnya 22%. Delapan-puluh persen dari kembar monosigot dengan kejang
demam adalah konkordans untuk kejang demam. Kebanyakan peneliti mendapat kesan
bahwa kejang demam diturunkan secara dominan dengan penetrasi yang mengurang dan
ekspresi yang bervariasi, atau melalui modus poligenik.
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat
kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula
mengalami KD, kemungkinan ini meningkat menjadi 50%.
Penelitian Prof. Dr. dr. S. M. Lumbantobing juga memperoleh data riwayat keluarga
pada 231 penderita KD. Dari mereka ini 60 penderita merupakan anak tunggal waktu
diperiksa. Sedang 221 penderita lainnya - yang mempunyai satu atau lebih saudara kandung 79 penderita (36%) mempunyai satu atau lebih saudara kandung yang pemah mengalami

kejang yang disertai demam. Jumlah seluruh saudara kandung dari 221 penderita ini ialah 812
orang, dan 119 (14,7%) di antaranya pernah mengalami kejang yang disertai demam.
ETIOLOGI
Terdapat tiga faktor utama yang dapat menyebabkan kejang demam yaitu :
1) Faktor Demam
Cepatnya peningkatan suhu tubuh berperan penting terjadinya kejang demam.
Panas yang berperan pada kejang demam :
Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pencernaan
Infeksi saluran kemih
Pasca imunisasi
Derajat demam 75% anak dengan demam 39C dan 25% anak dengan demam >
40C

2) Faktor Umur
Umumnya kejang demam pada umur 6 bulan 6 tahun
Puncak tertinggi umur 17 23 bulan
85 % kejang demam pertama terjadi pada umur < 4 tahun
Kejang demam sebelum umur 5-6 bulan mungkin infeksi SSP
Kejang demam menetap diatas umum 6 tahun pertimbangan Febrile Seizure plus
(FS +).
3) Faktor Gen
Faktor gen berperan penting pada kejang demam
Anamnesis kejang demam pada famili 7,5 %
Risiko kejang demam pada saudara 2-3 x > dari penduduk
Risiko selanjutnya pada turunan dengan satu anak penderita Kejang demam 10 %
Risiko meningkat 5 % jika orangtua menderita kejang demam
Penurunan gen kejang demam yaitu dominan, resesive
Peranan fektor gen sehubungan dengan mutasi reseptor GABA.

Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada
beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam, yaitu:
1. Demamnya sendiri
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
5

4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit


5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahui atau
ensefalopati toksik sepintas
6. Gabungan semua faktor diatas
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.
Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam.
Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili
(campak).
Dari penelitian yang telah dilakukan Prof. Dr. dr. S. M. Lumbantobing pada 297
penderita kejang

demam, 66 (22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya. Penyebab

utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami
kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media
akut. (lihat tabel).
Penyebab demam pada 297 penderita KD
Penyebab demam
Tonsilitis dan/atau faringitis

Jumlah penderita
100

Otitis media akut (radang liang telinga 91


tengah)
Enteritis/gastroenteritis

(radang

saluran 22

cerna)
Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi

44

Bronkitis (radang saiuran nafas)

17

Bronkopeneumonia

(radang

paru

dan 38

saluran nafas)
Morbili (campak)

12

Varisela (cacar air)

Dengue (demam berdarah)

Tidak diketahui

66

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering disertai KD daripada infeksi
lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami KD

dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian KD hanya
sekitar 1%.
Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian KD pada shigellosis
dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman
bersangkutan.
PATOFISIOLOGI
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis
dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat
dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa.
Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paruparu dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya.
3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu
yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
7

besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang
anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38 oC, sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40 oC atau lebih.
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak
efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,
hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron.
Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.
MANIFESTASI KLINIK
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 oC atau lebih (rectal). Umumnya kejang
berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan
berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang
berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat
pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas,
dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat
pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis.
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau
unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan
kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
8

dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama
biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah
dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA
FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan
adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis
lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan
suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput
otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis)
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan usia kurang dari 1
tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic, EEG tidak
dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam
berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang
demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan
keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan

metabolisme akut, sehingga

pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk


mencari penyebab timbulnya demam.
DIAGNOSIS BANDING
9

Epilepsi

Meningitis

Ensefalitis

PENATALAKSANAAN
Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta,
tindakan awal yang mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring dan
hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara
gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah lidahnya
tergigit. Hal ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari luka.
Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan
gerakan anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit.
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu:
1. Pengobatan fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan fase akut
Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan
dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital
seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang
tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik.
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah
mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat obatan antipiretik
sanagt diperlukan. Obat obat yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen
10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam atau ibuprofen 5 10 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam.
Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik
diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius
hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg
persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam
intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20

10

mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan
bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.
Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan,
cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah dibuktikan
keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981). Pemberian
dilakukan pada anak/bayi dalam posisi miring/menungging dan dengan rektiol yang ujungnya
diolesi vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol ke rektum sedalam 3 - 5 cm.
Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang
dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal
yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB <10 kg) atau 10 mg (BB >10 kg). Bila kejang tidak
berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit.
Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena
fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital yang langsung
diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan 1
tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis
rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis,
untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan
belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik peroral. Harus
diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya
adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.
Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:
1. Profilaksis intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang
menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis
11

intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam.
Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg)
dan 10 mg (BB >10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5 oC.
Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk
menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik
yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang
demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan
fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah
asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus
diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau
2) yaitu:
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).
2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka
panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam
oral alau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik.
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut :

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

12

Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris,
karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan


khusus.

Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan
jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa
penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat,
atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poinpoin di atas adalah sebagai berikut :

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

Pemberian oksigen melalui face mask

Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah
terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti


kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini
pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk,
lemas) yang berkelanjutan.

Imunisasi dan kejang demam


Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti
kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada
beberapa jenis imunisasi sebagai berikut:
DPT : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun
setelahnya.
13

MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.
Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih
besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi
kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan
merupakan kontra indikasi imunisasi.
PROGNOSIS
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang
berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat
pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:

Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan
pria 33%.

Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya
kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.

Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya


Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston (1954)
mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan
dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor:
1.

Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

2.

Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.

3.

Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja
("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981"). Pada penelitian yang dilakukan oleh The
National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak
14

pasca

kejang

demam

didapatkan kematian

diikuti

perkembangannya

sampai

usia

tahun,

tidak

sebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu

bandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes IQ dengan menggunakan
WISC. Angka rata-rata untuk IQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang
demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang
.sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang
abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang
diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang
didapatkan di Inggris oleh The National Child Development-Study. Didapatkan bahwa anak
yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes
pada usia 7 dan 11 tahun.
Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu
diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang
demam.
1) Risiko berulangnya kejang demam
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang
demam adalah :
- Riwayat kejang demam di keluarga
- Usia saat kejang demam pertama < 14 bulan
- Tingginya suhu tubuh saat kejang
- Lamanya demam
2) Risiko terjadinya epilepsy dikemudian hari
- Gangguan perkembangan saraf
- Kejang demam kompleks
- Riwayat epilepsy dalam keluarga
- Lamanya demam
3) Risiko mengalami kecacatan
Kejadian kecacatan dan kematian sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Pemeriksaan Tanda Radang Meningens
1. KAKU KUDUK
Cara :
Pasien terlentang, fleksi ekstensi kepala
Penilaian
: Adanya kekakuan / tahanan
2. KERNIGS SIGN
Cara :
Pasien terlentang, fleksi panggul, ekstensi sendi lutut.

15

13
50
Penilaian

: Nyeri / tahanan L < 1350

3. BRUDZINSKI I
Cara :
Fleksi kepala sejauh mungkin dengan cepat
Penilaian
: Fleksi involunter kedua tungkai
4. BRUDZINSKI II
Cara :
Fleksi pasif coxae dan lutut
Penilaian
: Fleksi involunter tungkai kontralateral
5. BRUDZINSKI III
Cara :
Tekan os zygomatikus
Penilaian
: Fleksi invol.eks.sup
6. BRUDZINSKI IV
Cara
: Tekan SOP
Penilaian
: Fleksi invol.eks.inf
Rangsang meningeal (+) pada :

Radang selaput otak = meningitis

Perdarahan subrakhnoid

16

DAFTAR PUSTAKA
1.

Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi.

Penanganan

Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu


Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005
2.

Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007

3.

Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topic In Pediaeric II : Kejang Pada
Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.

4.

Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
: Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007.

5.

Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric Emergency
Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London

6.

Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan. Kapita Selekta
Kedokteran : Kejang Demam. Edisi ke 3 Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta 2000.

7.

Gary R. Fleisher, Stephen Ludwig. Textbook of Pediatric Emergency Medicine 4th


edition (January 15, 2000).Seizures. Lippincott, Williams & Wilkins,USA,2000

17

8.

Pudjiadi, Antonius H, dkk, Pedoman Pelayan Medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia:
Kejang Demam, jilid 1, hlm. 150-153, Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta 2010

9.

Kejang Demam,Guideline http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?FNM=10899.

10. Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004
http://www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf
11. Prodigy

Guidance

Febrile

convulsion.

April

2005.

http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion

18

Anda mungkin juga menyukai

  • PPK Kad
    PPK Kad
    Dokumen3 halaman
    PPK Kad
    Farah Sonya Anastasya
    Belum ada peringkat
  • RPP Siswa
    RPP Siswa
    Dokumen6 halaman
    RPP Siswa
    Farah Sonya Anastasya
    Belum ada peringkat
  • Tipus Asma
    Tipus Asma
    Dokumen23 halaman
    Tipus Asma
    Farah Sonya Anastasya
    Belum ada peringkat
  • Eklamsia Case
    Eklamsia Case
    Dokumen9 halaman
    Eklamsia Case
    Farah Sonya Anastasya
    Belum ada peringkat
  • Tugas Modul 12
    Tugas Modul 12
    Dokumen1 halaman
    Tugas Modul 12
    Farah Sonya Anastasya
    Belum ada peringkat
  • Pyonefrosis Geng Cuplis
    Pyonefrosis Geng Cuplis
    Dokumen31 halaman
    Pyonefrosis Geng Cuplis
    Farah Sonya Anastasya
    Belum ada peringkat
  • Induksi Persalinan
    Induksi Persalinan
    Dokumen15 halaman
    Induksi Persalinan
    Farah Sonya Anastasya
    Belum ada peringkat