Perkotaan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
mengamanatkan bahwa minimal 30 persen dari luas kawasan harus
dimanfaatkan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dari 30 persen ini, 20 persen
adalah RTH publik sementara sisanya RTH privat. Kepala Bidang Tata Ruang
Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Propinsi Jawa Timur Ir.
Endah Angreni, MT menyatakan hal ini dihadapan peserta seminar nasional
Membuka dan Memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Melalui Urban
Landscaping dan Urban Farming. Kegiatan ini diselenggarakan oleh
Perhimpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Permaseta),
berkolaborasi dengan Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) pada Sabtu
(23/2).
Diantara upaya pemerintah untuk merealisasikan hal ini adalah melalui
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Setidaknya ada delapan atribut
didalamnya yakni green open space, green water, green waste, green
building dan green energy. Sampai 2014 mendatang, tiga prioritas utama
pemerintah adalah green open space, green community dan green planning
and design.
Terkait implementasinya, 60 bupati/wali kota se-Indonesia telah
menandatangani komitmen untuk mewujudkan kota hijau ini. Dari jumlah
tersebut, 13 diantaranya berasal dari Jawa Timur. RTH Malang sendiri
dipusatkan di Merjosari. Teladan urban farming menurut Endah ada di
Surabaya, seperti taman toga yang ada di hampir setiap RT/RW.
Keterbatasan lahan merupakan kendala utama dalam mewujudkan RTH,
ungkap Endah.
Sementara untuk RTH privat, diantaranya di perumahan, disampaikan oleh Ir.
Rustam Hakim, MT, PhD. Sesuai ketentuan Menteri Perumahan Rakyat,
sedikitnya 40 persen areal perumahan harus melingkupi RTH. Dampak
keberadaan RTH pada kawasan perumahan ini menurutnya sangat banyak
seperti penahan angin, keindahan lingkungan, urban metropolitan park
system, mengurangi dampak banjir serta menciptakan iklim mikro. Karena
itu, RTH di sekitar perumahan atau permukiman sangat penting untuk
menampung aspirasi warga, mempertinggi harga rumah serta meningkatkan
peran serta masyarakat secara sosial, ekonomi dan budaya.
While for private open green opened space, such as in housing, as delivered
by Ir. Rustam Hakim, MT, PhD., Ait was suitable to the ppropriate with
Housing Provision of Minister of Public pProvision, at least 40 percent of
housing area should must cover open green opened space. The impact of the
existence of open green opened space existence in this housing area,
according to him, areis exceedingly many such as windbreaks, the beauty of
the environment, urban metropolitan park system, reduceing the impact of
flooding and also to create a micro-climate. Therefore, open green opened
space around the a housing or settlement is very important to accommodate
the residents aspiration, heighten to increase the houses prices and also to
enhance the role of community socially, economically and culturally.
The Mayor of Surabaya Mayor, Ir. Tri Rismaharini, MT, in her presentation, she
delivered said that she accommodateds the existence of parks parks/
gardens in the capital of East Java. Many tThese thematic parksparks heavily
are built in many areas, likesuch as lansia (the elderly people) park, (for
seniors), paliatif park (to treat cancer patients), expression park (for art
istsworkers), achievement park (broadcast learning, skateing and BMX park
centreer), firefly park, lotus parkgarden, Korean friendship park, City Hall
Ggarden. In Surabaya, the open gGreen opened space has fulfilled 20.28
percent of areas, whichwhere entirely all of them are maintained by the
municipalities. The types of Species of plants which been are developed by
people in the conservation area, according to Risma, isare marketable plants
which has have high profit margins, . Ssuch as Cavendish banana and
California papaya. [denok/ ed agung]