Anda di halaman 1dari 16

Borang Portofolio Kasus Bedah

Topik :
Peritoniis ec Apendicitis Perforasi
Tanggal (kasus) :
8 Agustus 2015
Presenter :
dr. Pramithasari
Tanggal Presentasi :
22 Agustus 2015 Pendamping :
dr. Herlizon, Sp.B
Tempat Presentasi :
Ruang Perawatan Bedah RSD May.Jend. H.M. Ryacudu
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi :
Nyeri perut 10 hari sebelum masuk Rumah Saakit disertai demam dan muntah
Tujuan :
Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas.
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Bahasan :
Cara
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Membahas :
Nama : Tn I, 15 Tahun
Data Pasien :
No. Registrasi : 15.35.41
Nama Klinik : Bedah RSD Ryacudu
Lampura

Telp :

Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


1. Gambaran Klinis : Nyeri pada seluruh lapang perut terutama perut kanan bawah 10 hari
2.
3.
4.

5.

disertai demam dan muntah


Riwayat Pengobatan : Pasien sudah berobat ke klinik di tempat tinggalnya.
Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya
Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti pasien
Riwayat Pekerjaan : pasien belum bekerja

Daftar Pustaka :
1. Soybel, Apendicitis Akut. Departemen Bedah UGM . 2010
2. Sjamsuhidajat, Apendicitis, De Jong. 2004
3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34725/4/Chapter%20II.pdf
4. Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier. 2010
5. Brian, J, Peritonitis and Abdominal Sepsis. 2011
6. Cole et al. 1970. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9th Edition. Appelton-Century Corp, Hal

784-795
7. http://generalsurgery-fkui.blogspot.com/2011/05/penatalaksanaan-apendisitis.html
Hasil Pembelajaran :
1. Mampu menegakkan diagnosis apendicitis
2. Mampu mengenali keadaan berbahaya pada apendicitis
3. Mampu merencanakan pemeriksaan yang diperlukan
4. Mampu memberikan pengobataan pada kasus yang tidak perlu dirujuk

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut terutama perut sebelah kanan
bawah yang sudah dirasakan pasien 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS).
Nyeri awal dirasakan pada bagian ulu hati kemudian menjalar ke perut bagian kanan
bawah. Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien berjalan dan menekukkan kaki.
Pasien juga mengalami demam yang disertai dengan muntah hampir tiap kali pasien
habis makan. Pasien sebelumnya sudah berobat ke puskesmas terdekat namun belum
ada perbaikan.
1 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS), nyeri dirasakan hampir pada
seluruh bagian perut. Pasien lalu dibawah ke puskesmas dan kemudian dirujuk ke
RS Ryacudu. Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) dalam batas
normal. Flatus (+).
2. Objektif :

Kesan umum:
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHG
Laju jantung
: 90x/menit, reguler
Pernapasan
: 28x/menit
Suhu
: 3,8C (Axilla)
Status Generalis
Kepala
Mesocephal, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit
kepala tidak ada kelainan.
2

Mata
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil
isokor
Hidung
Nafas cuping hidung (-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Normotia, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-),faring tidak hiperemis, tonsil tenang (T1/T1)
Leher
KGB tidak membesar

Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Thorax
: simetris dextra et sinistra, retraksi intercostal (+)
: vokal fremitus taktil dextra et sinistra sama
: sonor disemua lapang paru
: suara nafas vesikuler dextra et sinistra, ekspirasi memanjang,
Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

: pulsasi ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis tidak teraba
: pemeriksaan tidak dilakukan
: bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
: datar
: peristaltik (+) normal
: tegang, turgor kulit normal, nyeri tekan McBurney (+),
Rovsing (+) , Psoas (+) , hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Perkusi

membesar.
: timpani seluruh lapang abdomen
Anggota gerak

Keempat /anggota gerak lengkap sempurna


Refleks patologis (-/-)
Refleks fisiologi (+/+)
Kekuatan motori +5/+5

Ekstremitas
Superior

Inferior

Deformitas

- /-

- /-

Akral dingin

- /-

-/-

Akral sianosis

- /-

- /-

Ikterik

- /-

- /-

CRT

< 2 detik

< 2 detik

Tonus

Normotoni

Normotoni

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 08 Agustus 2015
Hematologi
Hasil
Hemoglobin
13. 6 gr/dl
Leukosit
23.420/l
Trombosit
364.000
Hematokrit
38 %
Golongan darah
B ( Rhesus +)
Waktu perdarahan
300
Waktu pembekuan
400
SGOT
84 U/L
SGPT
59 U/L
Ureum
26
Kreatinin
0,6
HbsAg
Negative
Gula Darah Sewaktu
95 mg/dl
3. Assesment (penalaran klinis) :

Rujukan
13- 18 gr/dl
5.000- 11.000/ l
150-400rb/ l
42 52 %
1- 7 menit
9- 15 menit
5- 40 U/L
5-41 U/L
15- 39
0,9- 1,2
Negative
100-200 mg/dl

Peritonitis ec Apendicitis Perforasi


4. Plan :

Rawat inap
IVFD RL 20 tetes/menit
Injeksi Rabitidin 2x20mg IV
Injeksi ceftriaxon 2x1gr IV

Konsul dr. Sp. Bedah : rencanakan operasi laparatomi cito

Tinjauan Pustaka
I. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 m (kisaran


3-15cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,
lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin
menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia

itu. Bagian paling luar

apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang
berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup
oleh peritoneum viserale.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di

sekitar umbilikus.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri

tanpa

kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks
akan mengalami gangrene.

II. Defenisi dan Klasifikasi Apendiks


Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah kondisi
dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai
cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan
oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

III. Klasifikasi Apendisitis


Apendisitis akut,dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelaj
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah ertumpuk
nanah. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu apendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

IV. Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan
cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.
Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

V. Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh
feses yang terlibat atau terinfeksi . pada awal dari apendisitis terlebih dahulu terjadi
inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan
lapisan muskular dan serosa (peritoneal) dan eksudat fibrinopurulent terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan,
seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal.
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen,
yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi
bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren.
Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang
terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi.

VI. Penegakkan Diagnosis


Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun umumnya ditampikan
dengan riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan pertama kali di ulu
hati. Mungkin diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari
fossa ilaka kanan setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri
adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney.
Nyeri biasanya tajam dan diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan).
Nyeri pada titik Mc Burney juga dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa
disebut tanda Rovsing. Posisi pasien dipengaruhi oleh posisi dari apendiks. Jika

apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri
tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang. Jika
apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa. Ketika apendiks
dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul tertekuk dan jika kita coba
meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda psoas). Ketika
apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah
dan protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka
tanda klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan
nyeri dan bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot
obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien (tanda
obturator). Hiperestesia kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan
T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti kejadian appendisitis akut. Jika apendiks
terletak di depan ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat
jelas. Jika apendiks terletak di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit,
tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen.
Tabel 1. Sign of Appendicitis
Rovsings sign

Positif jika dilakukan palpasi dengan


tekanan pada kuadran kiri bawah dan

timbul nyeri pada sisi kanan.


Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi

kiri,

Obraztsovas sign

dari

kemudian

dilakukan

ekstensi

panggul kanan. Positif jika timbul nyeri


Obturator sign

pada kanan bawah.


Pada pasien dilakukan fleksi panggul
dan

dilakukan

rotasi

internal

pada

panggul. Positif jika timbul nyeri pada


Dunphys sign

hipogastrium atau vagina.


Pertambahan nyeri pada tertis kanan

Ten Horn sign

bawah dengan batuk


Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi

lembut pada korda spermatic kanan


Kocher (Kosher)s Nyeri pada awalnya pada daerah
sign

epigastrium atau sekitar pusat, kemudian

Sitkovskiy

berpindah ke kuadran kanan bawah.


Nyeri yang semakin bertambah pada

(Rosenstein)s sign perut kuadran kanan bawah saat pasien


Bartomier-

dibaringkan pada sisi kiri


Nyeri yang semakin bertambah pada

Michelsons sign

kuadran kanan bawah pada pasien


dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan

Aure-Rozanovas

dengan posisi terlentang


Bertambahnya nyeri dengan jari pada

sign

petit

Blumberg sign

Shchetkin-Bloombergs sign)
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi

triangle

kanan

(akan

positif

pada kuadran kanan bawah kemudian


dilepaskan tiba-tiba
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado.
Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.
Tabel 2. The Modified Alvarado score
The Modified Alvarado Score
Skor
Gejala
Perpindahan nyeri dari ulu hati
1
ke perut kanan bawah
Mual-Muntah
1
Anoreksia
1
Tanda
Nyeri di perut kanan bawah
2
Nyeri lepas
1
Demam diatas 37,5 C
1
Pemeriksaan Leukositosis
2
Lab
Hitung jenis leukosit shift to the
1
left
Total
10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
Pemeriksaan laboratorium didapati peningkatan sel darah putih. Pemeriksaan
kehamilan harus di kerjakan pada pasien wanita untuk menyingkirkan kasus-kasus
kebidanan. Pemeriksaan USG dikerjakan jika tanda-tanda klinik tidak jelas,
pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas 100%.

VII. Tatalaksana Appendisitis


Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan
dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Penggunaan ligasi ganda
pada setelah appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap
tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (zstich atau tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan
purse string. Ligasi ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat
dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan
dua baris jahitan. Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan
teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini
sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang
lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi.
Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut
abdomen, terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi
meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi.

VIII. Peritonitis

10

Peritonitis didefinisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi


rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis dapat bersifat
lokal maupun generalisata, bacterial ataupun kimiawi. Peradangan peritoneum dapt
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia, iritan, dan benda asing.
Berdasarkan sumber dan terjadinya kontaminasi mikrobial, peritonitis diklasifikasikan
menjadi: primer, sekunder, dan tersier. Peritonitis primer disebabkan oleh infeksi
monomikrobial. Sumber infeksi umumnya ekstraperitonial yang menyebar secara
hematogen. Ditemukan pada penderita serosis hepatis yang disertai asites, sindrom
nefrotik, metastasis keganasan, dan pasien dengan peritoneal dialisis. Kejadian
peritonitis primer kurang dari 5% kasus bedah. Peritonitis sekunder merupakan infeksi
yang berasal dari intraabdomen yang umumnya berasal dari perforasi organ berongga.
Peritonitis sekunder merupakan jenis peritonitis yang paling umum, lebih dari 90%
kasus bedah. Peritonitis tersier terjadi akibat kegagalan respon inflamasi tubuh atau
superinfeksi. Peritonitis tersier dapat terjadi akibat peritonitis sekunder yang telah
dilakukan interfensi pembedahan ataupun medikamentosa. Kejadian peritonitis tersier
kurang dari 1% kasus bedah.
Gejala dan tanda biasanya berhubungan dengan proses penyebaran di dalam rongga
abdomen. Bertanya gejala berhubungan dengan beberapa faktor yaitu: lamanya
penyakit, perluasan dari kontaminasi cavum peritoneum dan kemampuan tubuh untuk
melawan, usia serta tingkat kesehatan penderita secara umum. Manifestasi klinis
terbagi menjadi :
(1) tanda abdomen yang berasal dari awal peradangan dan
(2) manifestasi dari infeksi sistemik.
Penemuan lokal meliputi nyeri abdomen, nyeri tekan, kekakuan dari dinding
abdomen, distensi, adanya udara bebas pada cavum peritoneum dan menurunnya
bising usus yang merupakan tanda iritasi dari peritoneum parietalis dan menyebabkan
ileus. Penemuan sistemik meliputi demam, menggigil, takikardi, berkeringat,
takipneu, gelisah, dehidrasi, oliguria, disorientasi dan pada akhirnya dapat menjadi
syok.
a. Gejala

Nyeri abdomen

Nyeri abdomen merupakan gejala yang hamper selalu ada pada peritonitis. Nyeri
biasanya dating dengan onset yang tiba-tiba, hebat dan pada penderita dengan

11

perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh bagian abdomen. Seiring dengan


berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus, tidak ada henti-hentinya, rasa
seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan. Nyeri biasanya lebih terasa pada
daerah dimana terjadi peradangan peritoneum. Menurunnya intensitas dan penyebaran
dari nyeri menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika intensitasnya
bertambah meningkat diserta dengan perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran
dari peritonitis.

Anoreksia, mual, muntah dan demam

Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat diikuti dengan
muntah. Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa seperti demam
sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul. Meningkatnya suhu tubuh
biasanya sekitar 38OC sampai 40 OC.

Syok

Pada beberapa kasus berat, syok dapat terjadi oleh karena dua factor. Pertama akibat
perpindahan cairan intravaskuler ke cavum peritoneum atau ke lumen dari intestinal.
Yang kedua dikarenakan terjadinya sepsis generalisata. Yang utama septicemia pada
peritonitis generalisata melibatkan kuman gram negative diman dapat menyebabkan
terjadinya tahap yang menyerupai syok.
b. Tanda

Tanda Vital

Tanda vital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau komplikasi yang
timbul pada peritonitis. Pada keadaan asidosis metabolic dapat dilihat dari frekuensi
pernafasan yang lebih cepat daripada normal sebagai mekanisme kompensasi untuk
mengembalikan ke keadaan normal. Takikardi, berkurangnya volume nadi perifer dan
tekanan nadi yang menyempit dapat menandakan adanya syok hipovolemik. Hal-hal
seperti ini harus segera diketahui dan pemeriksaan yang lebih lengkap harus dilakukan
dengan bagian tertentu mendapat perhatian khusus untuk mencegah keadaan yang
lebih buruk (Schwartz et al, 1989).
Inspeksi
Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya distensi dari
abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak menyingkirkan
diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada awal dari perjalanan
penyakit, karena dalam 2-3 hari baru terdapat tanda-tanda distensi abdomen. Hal ini

12

terjadi akibat penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan distensi abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
Auskultasi
Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian. Suara usus dapat
bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti obstruksi intestinal sampai hamper
tidak terdengar suara bising usus pada peritonitis berat dengan ileus. Adanya suara
borborygmi dan peristaltic yang terdengar tanpa stetoskop lebih baik daripada suara
perut yang tenang. Ketika suara bernada tinggi tiba-tiba hilang pada abdomen akut,
penyebabnya kemungkinan adalah perforasi dari usus yang mengalami strangulasi.
Perkusi
Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman pemeriksa.
Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya perforasi intestinal, hal ini
menandakan adanya udara bebas dalam cavum peritoneum yang berasal dari intestinal
yang mengalami perforasi. Biasanya ini merupakan tanda awal dari peritonitis.
Jika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ berongga, udara akan
menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah diafragma, sehingga akan ditemukan
pekak hepar yang menghilang.
Palpasi
Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen pada kondisi ini.
Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi daerah yang kurang terdapat
nyeri tekan sebelum berpindah pada daerah yang dicurigai terdapat nyeri tekan. Ini
terutama dilakukan pada anak dengan palpasi yang kuat langsung pada daerah yang
nyeri membuat semua pemeriksaan tidak berguna. Kelompok orang dengan
kelemahan dinding abdomen seperti pada wanita yang sudah sering melahirkan
banyak anak dan orang yang sudah tua, sulit untuk menilai adanya kekakuan atau
spasme dari otot dinding abdomen. Penemuan yang paling penting adalah adanya
nyeri tekan yang menetap lebih dari satu titik. Pada stadium lanjut nyeri tekan akan
menjadi lebih luas dan biasanya didapatkan spasme otot abdomen secara involunter.
Orang yang cemas atau yang mudah dirangsang mungkin cukup gelisah, tapi di
kebanyakan kasus hal tersebut dapat dilakukan dengan mengalihkan perhatiannya.
Nyeri tekan lepas timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh suatu proses inflamasi.
Proses ini dapat terlokalisir pada apendisitis dengan perforasi local, atau dapat

13

menjadi menyebar seperti pada pancreatitis berat. Nyeri tekan lepas dapat hanya
terlokalisir pada daerah tersebut atau menjalar ke titik peradangan yang maksimal.
Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot dinding perut melakukan spasme
secara involunter sebagai mekanisme pertahanan. Pada peritonitis, reflek spasme otot
menjadi sangat berat seperti papan.
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Evaluasi laboratotium hanya dilakukan jika adanya hubungan antara riwayat penyakit
dengan pemeriksaan fisik. Tes yang paling sederhana dilakukan adalah termasuk
hitung sel darah dan urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya
lebih dari 20.000/mm3, kecuali pada penderita yang sangat tua atau seseorang yang
sebelumnya terdapat infeksi dan tubuh tidak dapat mengerahkan mekanisme
pertahanannya. Pada perhitungan diferensial menunjukan pergeseran ke kiri dan
didominasi oleh polimorfonuklear yang memberikan bukti adanya peradangan,
meskipun jumlah leukosit tidak menunjukkan peningkatan yang nyata.Analisa gas
darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar dan ginjal dapat
dilakukan.
Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kebanyakan kasus peritonitis hanya mencakup foto thorak
PA dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thorak dapat memperlihatkan
proses pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen.
Dengan menggunakan foto polos thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu
sisi atau keduanya akibat adanya udara bebas dalam cavum peritoneum daripada
dengan menggunakan foto polos abdomen. Ileus merupakan penemuan yang tidak
khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar mengalami dilatasi, udara bebas dapat
terlihat pada kasus perforasi. Foto polos abdomen paling tidak dilakukan dengan dua
posisi, yaitu posisi berdiri/tegak lurus atau lateral decubitus atau keduanya. Foto harus
dilihat ada tidaknya udara bebas. Gas harus dievaluasi dengan memperhatikan pola,
lokasi dan jumlah udara di usus besar dan usus halus.

IX. Pembahasan
Pasien dengan keluhan nyeri perut kanan bawah pada laki-laki mempunyai
diagnosis banding apendisitis, kolik saluran kemih, kelainan pada saluran pencernaan

14

seperti divertikulitis, ileokolitis, typhoid, serta keganasan. Demam pada pasien ini
didahului oleh nyeri sehingga kemungkinan typhoid dapat disingkirkan. Gejala buang
air kecil dan besar tidak ada kelainan maka kolik saluran kemih, divertikulitis,
ileokolitis, maupun keganasan dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
defans muskular pada region abdomen kanan bawah, dengan tanda psoas dan rovsing
yang positif, maka kemungkinan letak apendiks di daerah retrosekal. Nilai Modified
Alvarado Scoring System adalah 9 dari 10 sehingga pasien pasti didiagnosis
apendisitis dan dilakukan apendektomi. Diagnosis kerja pada pasien adalah
apendisitis kronis eksaserbasi akut melihat adanya riwayat nyeri perut kanan bawah
sejak dua tahun yang lalu.
Pada saat operasi ditemukan apendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal sesuai
dengan tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik. Didapatkan pula appendiks
yang gangrenosa sehingga diagnosis post operasi adalah apendisitis gangrenosa.
Apendisitis gangrenosa merupakan stadium akhir dari apendisitis dimana terjadi
nekrosis jaringan akibat adanya gangguan aliran darah pada apendiks sehingga dapat
terjadi perforasi. Terapi antibiotic spektrum luas pada apendisitis sederhana dan
supuratif hanya dilakukan profilaksis preoperatif.

Daftar Pustaka
1. Soybel, Apendicitis Akut. Departemen Bedah UGM . 2010
2. Sjamsuhidajat, Apendicitis, De Jong. 2004
3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34725/4/Chapter%20II.pdf

15

4. Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier.


2010
5. Brian, J, Peritonitis and Abdominal Sepsis. 2011
6. Cole et al. 1970. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9 th Edition. AppeltonCentury Corp, Hal 784-795
7. http://generalsurgery-fkui.blogspot.com/2011/05/penatalaksanaan-apendisitis.html

16

Anda mungkin juga menyukai